• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

B. Penelitian yang Relevan

Hasil Penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan acuan serta masukan pada penelitian ini adalah (1) Chusni Hadiati dalam tesis yang berjudul “Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Tokoh Laki-Laki dalam Film The Sound Of Music tahun 2007”, (2) Anina Syaifatul dalam skripsi yang berjudul “Implikatur Percakapan dalam Wacana Humor Berbahasa Indonesia tahun 2005”, (3) Eriza Muraqin dalam skripsi yang berjudul “Implikatur Percakapan Pada Bahasa Iklan Produk (Studi Kasus Di Radio Gsm Fm) tahun 2009”, dan (4) Sudirman dalam laporan penelitian yang berjudul “Implikatur dalam Percakapan Bahasa Inggris Siswa SMA: Studi Pragmatik tahun 2005”.

Chusni Hadiati dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tindak tutur dan implikatur percakapan yang ditimbulkan oleh pelanggaran prinsip kerja sama dan kesantunan pada wacana percakapan film The Sound of Music adalah sebagai berikut: (1) implikatur representatif (2) implikatur direktif; (3) implikatur komisif; (4) implikatur ekspresif. Alasan perbedaan tuturan tokoh wanita dan tokoh laki- laki itu disebabkan adanya kecenderungan kaum subordinat (wanita) untuk berperilaku sopan termasuk dalam penggunaan bahasa dan bentuk bahasa yang sopan dalam merefleksikan asal kelas sosial penutur.

Penekanan dalam penelitian tersebut terletak pada pelanggaran prinsip percakapan (kerjasama dan kesantunan) dan alasan perbedaan tuturan tokoh pria dan wanita dalam menggunakan implikatur percakapan. Yang secara tidak langsung telah membuktikan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi cara berbahasa seseorang terutama dalam menjaga “wajah” baik penutur mapun mitra tutur. Salah satu faktor penentu tindak bahasa tersebut adalah perbedaan sosial terutama masalah genre. Dalam hal ini, peneliti menjadi tertarik untuk meneliti wujud implikatur percakapan guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik lain yang mempunyai latar belakang sosial yang berbeda. Apalagi di sekolah SD Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo ini masih menganggap seorang guru mempunyai kedudukan setara bahkan lebih disegani oleh peserta didik dibanding orang tua peserta didik itu sendiri.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anina Syaifatul menyimpulkan wujud lingual implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia dapat berupa (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat imperatif, dan (3) kalimat interogatif, (4) gabungan antara kalimat interogatif dengan deklaratif, (5) gabungan antara kalimat interogatif dengan kalimat imperatif, (6) gabungan antara kalimat deklaratif dengan kalimat imperatif, dan (7) gabungan antara kalimat deklaratif, interogatif, dan kalimat imperatif. Implikasi pragmatis implikatur percakapan meliputi implikasi pragmatis yang menyatakan (1) penutur kurang memahami tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur, (2) penutur meminta pengertian mitra tutur akan tuturan yang disampaikannya, (3) penutur mengelabuhi mitra tutur, (4) penutur merasa senang, (5) penutur harus atau pasti melakukan pekerjaan yang dimaksudkan oleh penutur, dan (6) apa yang disampaikan penutur sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Sedangkan fungsi implikasi implikatur percakapan yang digunakan dalam wacana tersebut meliputi (1) menyindir, (2) menghibur, (3) memerintah, dan (4) mengejek. Selain itu, Anina Syaifatul juga menyarankan agar humor sebagai sarana yang ampuh dalam masyarakat hendaknya dapat ditingkatkan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal ini dengan maksud agar dapat memberikan hiburan dan memberikan kelegaan hati agar tidak selalu tegang dan serius.

Bertolak dari penelitian tersebut, peneliti berpendapat bahwa setiap tuturan baik lisan maupun tulisan memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda-beda meskipun wujud yang digunakan hampir sama. Bahkan wacana humor yang dianggap hanya sebagai hiburan ternyata memiliki beragam fungsi selain untuk menghibur. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui fungsi dan tujuan implikatur percakapan yang digunakan guru dan peserta didik dalam pembelajaran yang notabene tidak hanya sekedar penyampaian materi, tetapi juga dalam hal mendidik individu sesuai tujuan pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan Eriza Muraqin yang menunjukkan tuturan yang mengandung implikatur percakapan dalam iklan produk di radio GSM FM terdiri dari dua bentuk tuturan yaitu tuturan yang berbentuk direktif dan tuturan berbentuk deklaratif. Implikatur yang terjadi pada bahasa iklan produk di radio GSM FM pada umumnya ditimbulkan oleh rasa ingin tahu pendengar dan keinginan untuk mencoba terhadap produk yang ditawarkan oleh pemasang iklan. Faktor yang menyebabkan adanya pemakaian implikatur dalam iklan produk di radio GSM FM diantaranya faktor ekonomi, faktor kebutuhan masyarakat, dan faktor efektivitas produk. Hasil penelitian Eriza Muraqin ini mendorong peneliti untuk mengkaji implikatur percakapan dalam percakapan lain yaitu pembelajaran bahasa Indonesia yang tidak hanya mementingkan aspek komunikatif tetapi juga aspek kesantunan berbahasa secara langsung (tatap muka). Wujud dan alasan implikatur percakapan yang telah disebutkan dalam penelitiannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam memperoleh keterangan atau informasi lainnya.

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan Sudirman menguraikan bahwa bentuk lingual implikatur percakapan bahasa Inggris siswa SMA Bandar Lampung bervariasi terdiri dari kata, frase, klausa hingga kalimat yang mengarah pada kesepahaman dan keterusterangan antara pembicara dan pendengar. Tetapi, implikasi implikatur ditandai dengan penggunaan maksim gramatikal yang ketat untuk mempertahankan hubungan formal-fungsional baik sebagai guru, peserta didik maupun antar peserta didik. Sudirman juga menyarankan agar peserta didik maupun guru perlu diharapkan menggunakan maksim komunikatif yang lebih fleksibel dan sesuai pilihan penutur bukan semata-mata karena belajar berbahasa.

Dari hasil penelitian Sudirman mengenai implikatur dalam pembelajaran bahasa Inggris, peneliti berpendapat bahwa alasan penggunaan atau pelanggaran maksim saat percakapan sangat dipengaruhi pemahaman dan kebiasaan menggunakan bahasa. Secara tidak langsung ketidakpengertian alasan guru maupun peserta didik menggunakan implikatur percakapan bahasa Inggris dalam pembelajaran di Bandar Lampung berakibat pembelajaran justru semakin kaku. Hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji implikatur percakapan untuk pembelajaran bahasa Indonesia kelas V di daerah pedesaan yaitu SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten yang justru menganggap penggunaan implikatur percakapan sebagai salah satu metode pembelajaran kesantunan yang

rileks untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti terdorong mengkaji alasaan penggunaan implikatur percakapan lebih mendalam yang tidak sekedar mempertahankan hubungan formal-fungsional tetapi juga alasan lain seperti situasi pembelajaran hingga faktor pribadi penutur dan mitra tutur.

Dokumen terkait