• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 PENELITIAN SEBELUMNYA

Herry Sulistiya, 2006, Analisis Ketidaksesuaian Warna Kain Celup di PT.Sari Warna Asli IV Surakarta Dengan Metode Fault Tree Analysis dan

Failure Mode and Effect Analysis. PT. Sari warna IV merupakan salah satu

perusahaan yang bergerak di bidang industri tekstil. Kain yang dihasilkan yaitu kain polos, printing, dan celup. Permasalahan yang dihadapi perusahaan ini adalah

terjadinya ketidaksesuaian warna kain celup hasil produksi dengan kain yang dipesan pada kain ekspor. Tahap awal solusi masalah yang dapat dilakukan adalah manganalisis kejadian-kejadian yang mungkin menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian tersebut untuk memperoleh akar permasalahan dan selanjutnya ditentukan prioritas penyelesaian yang harus ditempuh.

Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang terjadi adalah FTA dan FMEA. Tahap FTA digunakan untuk mengidentifikasi kejadian atau kombinasi kejadian yang dapat menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian warna kain celup hasil produksi dengan kain yang dipesan, sedangkan tahap FMEA digunakan untuk menentuka prioritas penyelesaian permasalahan tersebut berdasarkan nilai risk priority number (RPN) setiap penyebabnya. Nilai RPN diperoleh dengan mempertimbangkan severity, frekuensi, dan kemungkinan pendeteksian untuk setiap penyebab kesalahan. Hasil pengolahan data pada tahap FTA memberikan informasi adanya 22 kejadian dasar penyebab masalah, sedangkan hasil pengolahan data pada tahap FMEA menghasilkan 13 urutan prioritas penyelesaian yang harus diambil.

Ketimpangan distribusi uapa basah, kerusakan mesin, ketimpangan distribusi tekanan angin, dan kesalahan manusia merupakan penyebab utama terjadinya ketidaksesuaian warna kain celup hasil produksi dengan kain yang dipesan. Oleh karena itu, PT. Sari Warna Asli IV Surakarta harus melakukan upaya perbaikan sistem berdasarkan pada masing-masing penyebab masalah utama yang telah teridentifikasi tersebut. Upaya nyata perbaikan sistem yang harus dilakukan yaitu penambahan unit steam boiler, usaha perawatan mesin secara berkala, penembahan unit kompresor, dan pemberian pelatihan proses produksi kain celup kepada operator produksi.

Donar Setyajid Carel, 2005, Analisis Gangguan Jaringan Lokal Akses Kabel Tembaga Dengan Kombinasi Metode Fault Tree Analysis dan Failure

Mode and Effect Analysis (studi kasus di STO Solo 1, Kandatel Solo, PT.

Telekomunikasi Indonesia.Tbk). Pada penelitian ini, Tahap FTA digunakan untuk menggambarkan permasalahan Jarlokat yang berupa kejadian-kejadian penyebab munculnya gangguan, sedangkan Tahap FMEA digunakan untuk mencari prioritas penyelesaian permasalahan gangguan jarlokat berdasarkan nilai

risk priority number (RPN) setiap penyebab gangguan. Nilai RPN diperoleh dengan mempertimbangkan severity, frekuensi dan kemungkinan pengendalian untuk setiap penyebab gangguan.

Hasil pengolahan data pada Tahap FTA memberikan informasi adanya tiga belas kejadian dasar penyebab gangguan Jarlokat, sedangkan hasil pengolahan data pada Tahap FMEA menghasilkan prioritas penyelesaian masalah gangguan Jarlokat berturut-turut sebagai berikut: munculnya gangguan alam; aktivitas pihak ke-3; aktivitas manusia; aktivitas binatang; kualitas instalasi tidak baik; kondisi material tidak baik; kerusakan komponen pesawat; kerusakan

remote pairgain; kerusakan utas telepon; adanya tegangan liar; sentral terganggu;

rusaknya sekering atau aristor; catuan tidak stabil.

Landjono Josowidagdo, 2000, Pengembangan Sistem Penyelaras Manufaktur Untuk Mengontrol Kesalahan Analisis Efek dan Moda Kegagalan Industri Komponen. Sistem Penyelaras Manufaktur (SPM) bertugas menjembatani penyelesaian persoalan mutu yang timbul di antara manufaktur, engineering, dan desain. failure mode and effect analysis (FMEA) merupakan upaya baru dalam pengendalian mutu yang dilakukan secara in line dari penyebab kegagalan terkait terhadap efek kegagalan yang menjurus kepada kesalahan mutu produk. Analisis kesalahan mutu berdasarkan kegagalan dari proses produksi, yang akan menjadi knowledge base fungsi kontrol proses produksi berikutnya. Sehingga data tersebut dihimpun menjadi memori adaptif yang berguna sebagai pengontrol berdasar jaringan syaraf tiruan. Optimasi manufakturabilitas dengan penerapan komputasi cerdas yang mampu mengenali permasalahan.

Taruli Eveline Napitupulu, 1996, Kajian Teknologi Sistem Komunikasi Telepon Tanpa Kabel. Sistem komunikasi telepon tanpa kabel yang dibahas dikenal dengan jaringan ultraphone, digunakan untuk memperluas jaringan kominikasi telepon bagi daerah yang tidak dapat dijangkau oleh telepon kabel.

Frekuensi radio yang digunakan dialokasikan pada 454,025 MHz sampai dengan 454,650 MHz yang dibagi menjadi 26 kanal dengan komunikasi fulldupleks dan transmisi digital. Jenis komunikasi adalah titik ke titik (point to

point comunication). Dengan demikian, sangat efektif jika menggunakan antena yagi, dan topologi jaringan berupa bintang.

Kualitas penerimaan sama dengan kualitas telepon kabel, jumlah satuan sambungan 570 buah dengan jangkauan jaringan 60 km maksimum. Prospek pemanfaatannya di Indonesia cukup cerah, karena telah banyak yang digunakan untuk keperluan perkantoran pemerintah maupun swasta serta pelanggan terpencil yang tidak dapat dijangkau oleh telepon kabel dan mengantisipasi permintaan pelanggan yang terus meningkat.

Bangun Pribadi, Juli 2006, Evaluasi Dan Perbaikan Proses Bisnis Pasang Baru Telepon Kabel Di Wilayah Penambahan Jaringan Baru Dengan Menggunakan Fault Tree Analysis Dan Malcolm Baldrige National Quality

Award (Studi Kasus di Gentan, Purbayan, Colomadu, Jaten dan Kaliyoso).

TELKOM selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan layanan telepon kabel, yaitu dengan melakukan pembenahan (repair) jaringan kabel lama (existing) dan penambahan jaringan telepon kabel baru di daerah yang mempunyai potensi demand yang tinggi, antara lain di daerah Gentan, Purbayan, Colomadu, Jaten dan Kaliyoso. Adanya pembenahan dan penambahan jaringan ini memberikan kesempatan kepada Calon Pelanggan (Calang) TELKOM yang menginginkan PSB telepon kabel. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan, proses PSB telepon kabel di wilayah existing berbeda dengan di wilayah penambahan jaringan baru, sehingga TELKOM perlu menyusun proses bisnis baru. Perbedaan tersebut menimbulkan permasalahan antara lain keterlambatan kring, jaringan tidak rapi, tidak mendapat jaringan dan adanya ekskalasi (fatal batal) di lapangan sehingga perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap proses bisnis baru tersebut untuk mencegah dan mengurangi masalah-masalah yang dapat merugikan konsumen dan TELKOM.

Evaluasi dan perbaikan terhadap proses bisnis tersebut menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA) dan Malcolm Baldrige National Quality Award

(MBNQA). Dengan FTA, diidentifikasi fault events yang berkontribusi menyebabkan terjadinya Top Level Event Keterlambatan Kring. Hasil dari FTA berupa 18 basic events yang tidak dapat dikembangkan lagi menjadi events yang lebih rendah. Basic events tersebut kemudian di analisa dengan MBNQA. Analisa

MBNQA dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas atau proses yang menyebabkan terjadinya fault events, kemudian membandingkan aktivitas atau proses tersebut dengan aktivitas atau proses yang sesuai dengan standar MBNQA TELKOM.

Berdasarkan hasil dari FTA dan analisa MBNQA, dilakukan perbaikan terhadap proses bisnis PSB telepon kabel di wilayah penambahan jaringan baru dengan menambah proses penarikan penanggal di awal proses. Tujuan dari penambahan proses ini adalah untuk mengontrol data dan informasi dari IKR sehingga data yang diproses merupakan data yang valid. Dengan adanya perbaikan ini diharapkan dapat mengurangi permasalahan dalam proses PSB telepon kabel di wilayah penambahan jaringan baru.

BAB III