• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempe adalah pangan hasil fermentasi kapang Rhizopus sp. yang berasal dari Indonesia yang umumnya terbuat dari kacang kedelai (Nout dan Kiers 2005). Tempe segar berbumbu dapat didefinisikan sebagai tempe yang telah memiliki

11 bumbu ketika masih segar, tidak ditambahkan setelah tempe diproduksi. Pembuatan tempe segar berbumbu dengan berbagai formula bumbu dilakukan pada waktu yang sama. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan adanya variasi kondisi proses yang dapat menghasilkan ketidakseragaman pada tempe yang dihasilkan. Tempe yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah tempe formula O (tempe segar tanpa penambahan bumbu), formula A (kombinasi bawang putih, ketumbar, dan garam), dan formula B (kombinasi bawang putih, cabai, dan garam). Penampakan tempe segar berbumbu dapat dilihat pada Gambar 4.

Pembuatan tempe segar berbumbu secara garis besar sama dengan pembuatan tempe pada umumnya. Pembuatan tempe segar berbumbu juga melalui tahapan pengupasan, perendaman, pemasakan, penirisan, pendinginan, inokulasi, pengemasan, dan inkubasi (Babu et al. 2009). Modifikasi yang dilakukan adalah penambahan bumbu dalam bentuk bubuk pada kedelai setelah pemasakan II. Pengupasan bertujuan menghilangkan kulit yang bersifat keras. Miselium kapang tidak dapat menembus lapisan kulit ari kedelai karena adanya zat tanduk, sehingga bila tidak dikupas maka produk tempe kurang kompak (Sarwono 2002). Perendaman kedelai dilakukan selama semalam sampai air rendaman berbusa dan berbau asam, hingga pH mencapai 3 - 5. Fungsi utama proses pengasaman adalah mendukung pertumbuhan kapang dan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen dan pembusuk (Nout dan Kiers 2005). Perebusan atau pemasakan kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai yang meningkatkan daya cerna tempe yang dihasilkan, menghilangkan zat antigizi kedelai, menghentikan, dan membunuh semua bakteri yang tidak diinginkan. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), innokulum yang diinokulasikan berbentuk kering untuk menjaga kelembapan kedelai tetap rendah (45-55%). Oleh sebab itu sebelum penginokulasian, kedelai perlu ditiriskan dan didinginkan. Saat inokulasi suhu kedelai maksimal 37-43oC, masa inkubasi yang optimal dengan RH 70-80% selama 24-30 jam pada suhu 30-31oC.

Tempe Formula O Tempe Formula A Tempe Formula B Gambar 4 Penampakan Tempe Segar Berbumbu

Komposisi Kimia

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air tempe segar untuk tiga jenis formula berkisar antara 61.04% hingga 63.49% (Tabel 1). Jenis formula berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tempe (p<0.01). Tempe formula A memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan tempe formula B dan O, hal ini dapat terjadi karena sifat bumbu yang higroskopis sehingga meningkatkan jumlah

12

kandungan air. Jika dibandingkan SNI Tempe Kedelai (2009) nilai kadar air ini masih sesuai standar, yaitu <65%.

Kadar abu menunjukkan kandungan mineral pada bahan pangan. Kandungan mineral yang cukup banyak berada di dalam tempe antara lain kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan kalium (USDA 1998). Kadar abu tempe segar tiap formula berkisar antara 0.88% sampai 2.06% (b/b). Penambahan bumbu akan meningkatkan kadar abu secara sangat nyata (p<0.01). Nilai kadar abu untuk tempe formula B (2.06% b/b) melebihi standar yang ditetapkan SNI (maks. 1.50% b/b). Peningkatan ini dapat terjadi karena bumbu yang ditambahkan mengandung mineral tambahan, terutama natrium dan klor dari garam.

Tabel 1 Analisis proksimat tempe segar berbumbu berbagai jenis formula

Parameter Jenis Tempe Segar Berbumbu SNI signi-fikansi Formula A Formula B Formula O

Air (%b/b) 63.49b 61.30a 61.04a maks. 65 0.000 Abu (%b/b) 1.50b 2.06c 0.88a maks. 1.5 0.000 Kadar Protein (%b/b) 18.92a 18.20a 18.72a min. 16 0.174 Lemak (%b/b) 10.04a 10.56a 11.37b min. 10 0.001 Karbohidrat (%b/b) 6.06b 7.89a 7.99a 0.016 Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi.

Penambahan bumbu tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar protein tempe. Kadar protein tempe formula O, A, dan B berturut-turut adalah 18.72, 18.92, 18.20% (b/b). Nilai ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI (min. 16% b/b). Kandungan protein yang tinggi ini merupakan salah satu keunggulan produk tempe. Protein pada tempe terutama berasal dari kacang kedelai yang mengandung asam amino yang cukup lengkap. Asam amino essensial pada kedelai meliputi isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin, serta asam amino non essensial seperti alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam aspartat dan asam glutamat (Cahyadi 2006). Selain berasal dari kedelai, miselium kapang yang memiliki aktivitas proteolitik juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan kuantitas dan kualitas protein pada tempe (Rahayu 2004). Pemecahan oleh enzim protease ini mengubah protein kompleks menjadi peptida dan asam amino berberat molekul rendah yang menyebabkan protein tempe lebih mudah tercerna dibandingkan ketika masih berupa kacang kedelai.

Kadar lemak tempe segar tanpa bumbu (11.37% b/b) memiliki nilai yang lebih tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe segar berbumbu, baik untuk formula A (10.04% b/b) dan formula B (10.56% b/b). Hal ini dapat terjadi karena penambahan bumbu meningkatkan kadar mineral tempe, sehingga presentasi lemak yang ada berkurang. Namun kadar lemak ketiga tempe yang dihasilkan masih sesuai dengan SNI tempe yaitu minimal 10% b/b. Lemak pada tempe berasal dari lemak kedelai yang mengandung asam lemak esensial yang cukup, yaitu asam linoleat (Omega 6) serta linolenat (Omega 3). Selama

13 fermentasi, kapang akan mensintesis enzim lipase yang akan menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas (Astuti et al. 2000).

Analisis karbohidrat dilakukan dengan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga jenis tempe memiliki kadar karbohidrat berkisar 6.06% hingga 7.99% (b/b). Sebagian besar karbohidrat yang terkandung dalam tempe berasal dari kedelai yang berupa karbohidrat kompleks, meliputi sukrosa, pati dan oligosakarida penyebab flatulensi (Astuti et al. 2000). Namun dalam fermentasinya, kapang juga mencerna karbohidrat kompleks tersebut dengan prinsip penurunan heksosa secara cepat dan hidrolisis stakiosa secara lambat (Rahayu 2004). Penurunan kadar karbohidrat ini diiringi oleh kenaikan kadar total solid (Nuraida et al. 2005).

Analisis Sensori

Analisis sensori dilakukan terhadap tempe mentah dan tempe goreng dengan metode rating hedonik oleh 37 orang panelis. Bentuk dan ukuran tempe, baik pada tempe mentah maupun tempe goreng dibuat seragam untuk menghindari bias. Tempe mentah disajikan terlebih dahulu untuk dinilai panelis, yang dilanjutkan dengan tempe goreng.

Tabel 2 Rataan hasil uji organoleptik tempe mentah

Atribut Sampel Tempe Mentah Signifi- Formula O Formula A Formula B kansi

Warna 5.84a 4.00b 4.05b 0.000

Aroma 5.49a 4.03b 4.11b 0.000

Tekstur 5.46a 4.51b 4.81ab 0.016

Penampakan 6.00a 4.03b 4.41b 0.000

Overall 5.76a 4.05b 4.24b 0.000

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi

Tabel 2 menunjukkan tempe mentah yang tidak diberi bumbu lebih disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe segar berbumbu baik untuk formula A dan formula B untuk setiap atribut sensori, kecuali tekstur (Lampiran 7-11) . Hal ini diduga karena panelis telah memiliki gambaran umum mengenai tempe segar harus sesuai dengan tempe segar yang selama ini telah beredar dan dikonsumsi. Tempe segar berbumbu baik formula A dan B memiliki warna kedelai yang tercampur rempah, aroma khas tempe bercampur rempah, penampakan titik-titik bumbu pada miselium kapang dan bagian dalam tempe, serta tekstur yang sedikit lebih lunak. Perbedaan ini yang memungkinkan panelis memberikan nilai yang lebih rendah dibandingkan tempe segar tanpa bumbu. Namun tempe segar berbumbu masih dapat diterima karena nilai rataan untuk setiap parameter uji berada diatas 4.00 (netral).

Hasil analisis sensori pada sampel tempe goreng (Tabel 3), menunjukkan bahwa sampel tempe goreng yang tidak berbumbu lebih disukai pada atribut warna dan aroma. Warna tempe berbumbu goreng, khususnya untuk formula A

14

lebih gelap dan terdapat titik-titik rempah jika dibandingkan formula O, karena adanya penambahan bumbu. Hal ini yang menyebabkan tempe formula A lebih tidak disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe formula O (Lampiran 12). Aroma tempe goreng tanpa penambahan bumbu lebih disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe berbumbu (Lampiran 13). Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma alami khas tempe goreng. Aroma tempe goreng yang bercampur rempah kurang disukai panelis, namun masih dapat diterima dengan tingkat penerimaan sedang. Warna dan aroma tempe berbumbu goreng untuk formula A dan B telah mendapatkan penerimaan yang cukup baik, dengan nilai penerimaan agak suka hingga suka.

Tabel 3 Rataan hasil uji organoleptik tempe goreng

Atribut Sampel Tempe Goreng Signifi- Formula O Formula A Formula B kansi

Warna 5.95a 5.00b 5.51b 0.002

Aroma 6.05a 5.05b 5.30ab 0.002

Tekstur 5.54a 5.38a 5.49a 0.845

Rasa 5.27a 5.41a 5.57a 0.618

Overall 5.65a 5.41a 5.57a 0.564

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi

Tempe berbumbu goreng untuk tiap formula menunjukkan nilai penerimaan yang cukup baik untuk atribut tekstur, rasa, dan overall. Nilai penerimaan ini juga tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap nilai penerimaan tempe goreng tanpa bumbu (Lampiran 14-16). Tekstur tempe goreng yang dihasilkan untuk tiap formula relatif seragam. Perbedaan rasa untuk tiap formula tempe tidak memengaruhi penerimaan panelis terhadap tempe goreng. Tiap varian rasa dari tempe berbumbu mendapatkan penerimaan yang cukup baik dengan nilai rataan berkisar 5.41-5.57 (agak suka hingga suka). Hasil ini menunjukkan bahwa panelis telah dapat menerima tempe segar berbumbu yang telah digoreng.

Analisis Masa Simpan

Penetapan masa simpan dan parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Pada skala industri besar atau komersial, masa simpan ditentukan berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang didukung hasil evaluasi distribusi di lapangan (Herawati 2008). Berkaitan dengan berkembangnya industri pangan skala usaha kecil-menengah seperti tempe, perlu dikembangkan penentuan masa simpan produk sebagai bentuk jaminan keamanan dan kualitas pangan.

Penentuan masa simpan secara umum adalah penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu sampai produk tersebut menjadi rusak (Spiegel 1992). Penentuan masa simpan dapat dilakukan dengan metode konvensional. Pada umumnya metode ini diterapkan pada produk yang memiliki masa kadaluarsa kurang dari tiga bulan. Metode ini cukup akurat

15 dan tepat namun memerlukan waktu yang lama. Dalam metode ini dilakukan penyimpanan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya (Arpah 2001). Parameter penurunan mutu yang mudah diamati ialah perubahan faktor organoleptiknya, yang dapat diamati melalui atribut sensori (aroma, warna, tekstur, penampakan, dan overall), yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Gelman et al.1990).

Tabel 4 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu ruang

Perlakuan Hari ke-

0 1 2 3 4 5

Formula O, non-Blansir, Vakum 6.25 5.08 4.75 4.08 3.25 2.75 Formula O, non-Blansir, non-Vakum 6.75 6.33 4.50 2.67 - - Formula O, Blansir, non-Vakum 6.17 5.58 3.33 2.08 - - Formula O, Blansir, Vakum 6.25 6.25 5.33 4.67 3.75 2.92 Formula A, non-Blansir, Vakum 6.50 5.67 4.50 3.83 2.92 - Formula A, non-Blansir, non-Vakum 6.50 5.08 4.25 2.33 - - Formula A, Blansir, non-Vakum 6.25 5.00 4.00 2.67 - -

Formula A, Blansir, Vakum 6.25 5.75 4.83 4.08 2.75 -

Formula B, non-Blansir, Vakum 6.67 5.25 4.50 3.67 2.83 - Formula B, non-Blansir, non-Vakum 6.58 4.83 3.75 2.17 - - Formula B, Blansir, non-Vakum 6.75 4.67 3.25 2.33 - - Formula B, Blansir, Vakum 6.42 5.67 4.50 4.00 3.33 2.75

Tabel 5 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu ruang

Perlakuan Persamaan regresi

linier

Masa simpan Formula O, non-Blansir, Vakum y = -0.6760x + 6.0500 R² = 0.9818 3 Formula O, non-Blansir, non-Vakum y = -1.4070x + 7.1730 R² = 0.9432 2 Formula O, Blansir, non-Vakum y = -1.4520x + 6.4680 R² = 0.9580 1 Formula O, Blansir, Vakum y = -0.7089x + 6.6338 R² = 0.9645 3 Formula A, non-Blansir, Vakum y = -0.9000x + 6.4840 R² = 0.9945 2 Formula A, non-Blansir, non-Vakum y = -1.1740x + 6.2410 R² = 0.9973 2 Formula A, Blansir, non-Vakum y = -1.3340x + 6.5410 R² = 0.9776 2 Formula A, Blansir, Vakum y = -0.8670x + 6.4660 R² = 0.9758 3 Formula B, non-Blansir, Vakum y = -0.9260x + 6.4360 R² = 0.9840 2 Formula B, non-Blansir, non-Vakum y = -1.4310x + 6.4790 R² = 0.9927 1 Formula B, Blansir, non-Vakum y = -1.4680x + 6.4520 R² = 0.9696 1 Formula B, Blansir, Vakum y = -0.7391x + 6.2929 R² = 0.9838 3

Menurut Koswara (1995), kerusakan utama pada produk tempe ialah terbentuknya senyawa amonia (NH3) selama penyimpanan. Aktivitas enzim

16

proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba starter dan kontaminan akan mendegradasi protein menjadi senyawa amonia. Tempe segar yang disimpan dalam suhu ruang dan tidak terkemas dengan baik hanya bertahan maksimal 2 hari. Tempe merupakan produk yang cepat rusak, oleh sebab itu perlu upaya untuk memperpanjang masa simpannya dalam berbagai suhu penyimpanan, antara lain dengan melakukan pemblansiran dan pengemasan vakum. Perlakuan blansir pada tempe bertujuan untuk mematikan pertumbuhan kapang. Selain itu proses blansir juga dapat menginaktivasi lipase sehingga mencegah ketengikan. Pengemasan vakum pada prinsipnya adalah mengeluarkan udara dari dalam kemasan sehingga ketersediaan udara (khususnya oksigen) akan berkurang, kerusakan-kerusakan akan diperlambat, sehingga masa simpannya menjadi lebih panjang (Ali 2008).

Tabel 5 menunjukkan, bahwa tempe yang disimpan pada suhu ruang (suhu 26 oC sampai 29 oC) dapat bertahan hingga hari ketiga, untuk setiap formula jika mendapatkan perlakuan blansir dan dikemas vakum. Namun untuk tempe tanpa bumbu pengemasan vakum tanpa blansir terlebih dahulu tetap dapat memperpanjang masa simpan tempe hingga tiga hari. Hasil uji statistik (Lampiran 17) menunjukkan bahwa perlakuan blansir tidak berpengaruh terhadap masa simpan tempe pada suhu ruang. Hal ini diduga dapat terjadi karena pemblansiran dengan uap dapat meningkatkan kadar air tempe yang dapat memepercepat kerusakannya. Selain itu suhu blansir (80oC) dan waktu blansir (5 menit) yang digunakan, belum maksimal dalam menghambat pertumbuhan kapang dan menginaktivasi enzim proteolitik serta lipase. Namun, jika suhu dan waktu ditingkatkan maka tempe tidak lagi menjadi segar (terlihat sebagai tempe rebus) yang dapat menimbulkan bias bagi panelis. Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik dengan biaya termurah untuk menyimpan tempe tanpa penambahan bumbu di suhu ruang ialah pengemasan vakum tanpa blansir. Sedangkan untuk tempe berbumbu, perlu kombinasi blansir dan kemas vakum. Tabel 6 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu refrigerator

Perlakuan Hari ke-

0 2 4 6 8 10 12

Formula O, non-Blansir, Vakum 6.25 6.25 4.50 4.25 3.50 3.33 2.92 Formula O, non-Blansir, non-Vakum 6.75 5.67 5.25 4.92 4.67 3.92 2.58 Formula O, Blansir, non-Vakum 6.17 5.83 5.58 5.17 4.83 3.58 2.67 Formula O, Blansir, Vakum 6.25 5.08 4.83 4.83 4.83 4.00 2.92 Formula A, non-Blansir, Vakum 6.50 5.75 5.25 4.25 3.67 2.83 - Formula A, non-Blansir, non-Vakum 6.50 5.67 5.00 4.58 3.67 2.17 - Formula A, Blansir, non-Vakum 6.25 5.08 4.58 4.00 3.50 2.50 - Formula A, Blansir, Vakum 6.25 6.00 5.67 5.00 4.17 3.92 2.92 Formula B, non-Blansir, Vakum 6.67 5.83 5.25 4.25 3.08 2.42 - Formula B, non-Blansir, non-Vakum 6.58 5.00 4.67 4.00 3.17 2.25 - Formula B, Blansir, non-Vakum 6.75 5.08 4.58 4.00 3.33 2.42 - Formula B, Blansir, Vakum 6.42 6.00 5.67 5.00 4.08 3.17 2.67

17

Tabel 7 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu refrigerator

Perlakuan Persamaan regresi

linier

Masa simpan Formula O, non-Blansir, Vakum y = -0,3005x + 6,2318 R² = 0,9182 7 Formula O, non-Blansir, non-Vakum y = -0,2813x + 6,5204 R² = 0,9132 8 Formula O, Blansir, non-Vakum y = -0,2963x + 6,6004 R² = 0,9368 8 Formula O, Blansir, Vakum y = -0,2170x + 5,9789 R² = 0,8432 9 Formula A, non-Blansir, Vakum y = -0,3656x + 6,5362 R² = 0,9947 6 Formula A, non-Blansir, non-Vakum y = -0,4010x + 6,6033 R² = 0,9633 6 Formula A, Blansir, non-Vakum y = -0,3439x + 6,0376 R² = 0,9786 6 Formula A, Blansir, Vakum y = -0,2795x + 6,5239 R² = 0,9687 8 Formula B, non-Blansir, Vakum y = -0,4357x + 6,7619 R² = 0,9914 6 Formula B, non-Blansir, non-Vakum y = -0,3973x + 6,2648 R² = 0,9699 5 Formula B, Blansir, non-Vakum y = -0,3926x + 6,3229 R² = 0,9604 6 Formula B, Blansir, Vakum y = -0,3304x + 6,6979 R² = 0,9760 8

Penyimpanan tempe pada suhu refrigerator dapat mengurangi laju penurunan mutu organoleptiknya. Menurut Springer (2002), penyimpanan pada suhu dingin dapat menurunkan total mikroba pada tempe dari 108 sel/g menjadi 106 sel/g selama 5 hari masa penyimpanan. Hal ini dipertegas oleh Moreno et al. (2002) yang menyatakan penyimpanan suhu dingin tanpa perlakuan pendahuluan dapat memperpanjang masa simpan tempe hingga lima hari.

Tempe yang disimpan di refrigerator dikondisikan dahulu pada suhu ruang selama 30 menit, untuk menghindari bias sampel. Kombinasi ketiga perlakuan (formula bumbu, pemblansiran, dan pengemasan) tidak berpengaruh secara signifikan pada penyimpanan di suhu ini (Lampiran 18-19). Namun perlakuan masing-masing, serta kombinasi formula-pengemasan dan pemblansiran-pengemasan berpengaruh nyata. Hasil pengujian masa simpan menunjukkan bahwa tempe segar berbumbu dapat disimpan hingga hari ke-8, sedangkan tempe tanpa penambahan bumbu dapat disimpan hingga hari ke-9, jika mendapatkan perlakuan blansir dan pengemasan vakum (Tabel 7). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdjannah dan Sumarlin (2010), yang mengatakan bahwa kombinasi pengemasan vakum dan penyimpanan suhu dingin dapat memperpanjang masa simpan suatu produk pangan.

Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis atau pertumbuhan mikroba. Semakin rendah suhu penyimpanan, maka akan memperlambat proses tersebut. Penggunaan suhu beku atau penyimpanan dalam freezer, semakin menghambat penurunan mutu organoletik. Penelitian yang dilakukan Hesseltine (1963) menunjukan penyimpanan tempe pada suhu beku tanpa perlakuan pendahuluan dapat memperpanjang penyimpanan hingga 3 minggu.

18

Tabel 8 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu freezer

Perlakuan Hari ke-

0 7 14 21 28 35 42

Formula O, non-Blansir, Vakum 6.25 6.25 5.00 4.50 4.33 3.92 2.50 Formula O, non-Blansir, non-Vakum 6.75 6.00 5.25 4.83 4.67 3.75 2.75 Formula O, Blansir, non-Vakum 6.17 5.83 5.67 5.25 5.00 4.00 2.67 Formula O, Blansir, Vakum 6.25 6.00 5.67 5.42 4.92 4.00 2.75 Formula A, non-Blansir, Vakum 6.50 5.75 4.83 4.67 3.83 3.17 2.67 Formula A, non-Blansir, non-Vakum 6.50 6.00 5.25 4.50 3.50 2.58 - Formula A, Blansir, non-Vakum 6.25 5.83 5.08 4.67 3.42 2.92 - Formula A, Blansir, Vakum 6.25 6.00 5.67 5.00 4.25 3.25 2.75 Formula B, non-Blansir, Vakum 6.67 5.83 4.92 4.67 3.42 2.83 - Formula B, non-Blansir, non-Vakum 6.58 6.00 5.25 4.83 3.92 3.67 2.67 Formula B, Blansir, non-Vakum 6.75 5.58 5.08 4.67 3.08 2.83 - Formula B, Blansir, Vakum 6.42 5.83 5.08 4.83 4.00 3.25 2.75

Tabel 9 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu freezer

Perlakuan Persamaan regresi

linier

Masa simpan Formula O, non-Blansir, Vakum y = -0,0846x + 6,4550 R² = 0,9335 29 Formula O, non-Blansir, non-Vakum y = -0,0871x + 6,6871 R² = 0,9696 30 Formula O, Blansir, non-Vakum y = -0,0757x + 6,5304 R² = 0,8753 33 Formula O, Blansir, Vakum y = -0,0778x + 6,6354 R² = 0,8973 33 Formula A, non-Blansir, Vakum y = -0,1137x + 6,7110 R² = 0,9890 23 Formula A, non-Blansir, non-Vakum y = -0,0991x + 6,4300 R² = 0,9765 24 Formula A, Blansir, non-Vakum y = -0,0901x + 6,3796 R² = 0,9875 26 Formula A, Blansir, Vakum y = -0,0889x + 6,6050 R² = 0,9659 29 Formula B, non-Blansir, Vakum y = -0,1089x + 6,6290 R² = 0,9835 24 Formula B, non-Blansir, non-Vakum y = -0,0904x + 6,6014 R² = 0,9894 28 Formula B, Blansir, non-Vakum y = -0,1123x + 6,6300 R² = 0,9622 23 Formula B, Blansir, Vakum y = -0,0880x + 6,4425 R² = 0,9920 28

Tempe yang disimpan dalam freezer (temperatur -3 oC hingga -10oC) terlebih dahulu di-thawing pada suhu ruang selama 1.5 jam untuk mengembalikan tekstur dan menghindari bias dengan sampel lain. Kombinasi ketiga perlakuan tidak berpengaruh secara signifikan berdasarkan hasil uji statistik (Lampiran 20-21). Hasil uji masa simpan menunjukkan tempe tanpa bumbu dapat disimpan hingga hari ke-33 (Tabel 9), jika mendapat perlakuan blansir terlebih dahulu baik dikemas vakum atau tidak. Pengemasan vakum tidak berpengaruh secara nyata dalam kondisi ini, karena pada suhu beku di hari ke-35 kemasan tidak lagi vakum, dan akan pecah-pecah saat di-thawing. Tempe segar berbumbu hanya dapat

19 bertahan hingga hari ke-28 dan 29, untuk yang telah mendapatkan perlakuan blansir dan pengemasan vakum.

Tempe segar berbumbu lebih cepat rusak dibandingkan dengan tempe segar biasa jika disimpan pada suhu refrigerator dan freezer. Hal ini dapat terjadi karena pada proses pembuatan tempe berbumbu ragi yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan saat membuat tempe biasa agar tempe dapat diproduksi. Lebih banyaknya jumlah ragi yang diinokulasikan diduga menyebabkan jumlah mikroba yang bertahan lebih banyak selama penyimpanan, akibatnya enzim proteolitik yang disintesis menjadi lebih banyak, sehingga penurunan mutu lebih cepat.

Tempe segar yang telah ditolak menunjukkan beberapa kerusakan atribut sensori, di antaranya adalah tekstur yang melunak, bau busuk, munculnya lendir dan warna yang menghitam. Menurut Sarwono (2002) bau busuk tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik dalam menguraikan protein menjadi peptida atau asam amino secara anaerobik yang menghasilkan H2S, amonia, metil sulfida, amin, dan senyawa -senyawa lain yang berbau busuk. Munculnya lendir dan warna yang menghitam diduga terjadi akibat adanya aktivitas mikroba, baik oleh kapang tempe maupun kontaminan.

Parameter objektif yang diamati selama masa simpan ialah perubahan pH dan tekstur. Koswara (1995) menyatakan, selama penyimpanan terjadi aktivitas enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba starter dan kontaminan akan mendegradasi protein menjadi senyawa amonia. Produksi amonia ini akan berkorelasi positif dengan pembentukan senyawa basa, akibatnya pH meningkat. Perubahan pH tempe selama penyimpanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10-12. Selama penyimpanan tekstur tempe cenderung melunak, nilai tekstur digambarkan oleh kedalaman penetrasi. Perubahan tekstur ini dapat dilihat pada Lampiran 13-15. Semakin dalam nilai penetrasinya maka semakin lunak tempe tersebut. Tekstur tempe yang lunak diperoleh dari perombakan matriks interseluler dalam jaringan biji kedelai oleh kapang R.oligosporus (Ferreira et al. 2011).

4 SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Formula bumbu yang terpilih dalam memproduksi tempe segar berbumbu adalah formula A, yaitu kombinasi garam, bawang putih bubuk, dan ketumbar bubuk serta formula B, yaitu kombinasi garam, bawang putih bubuk, dan cabai bubuk dengan konsentrasi masing-masing formula sebanyak 3%. Metode pembuatan tempe segar berbumbu yang terpilih adalah metode 2, yaitu bumbu yang dicampurkan ketika kedelai telah melewati pemasakan kedua saat kedelai masih hangat dan basah. Tempe segar berbumbu dapat diperpanjang masa simpannya jika dilakukan kombinasi perlakuan blansir dan kemas vakum. Setelah melalui perlakuan ini tempe segar berbumbu dapat disimpan hingga 3 hari pada suhu ruang, 8 hari pada suhu refrigerator, dan 28-29 hari pada suhu freezer.

20

4.2 Saran

Formula dan metode pembuatan tempe segar berbumbu yang dihasilkan diharapkan dapat diterapkan di tingkat pengrajin untuk meningkatkan nilai jual tempe. Namun diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk menyempurnakan ataupun menemukan formula lain yang lebih dapat diterima konsumen. Penggunaan plastik untuk mengemas vakum perlu diperhatikan kesesuaiannya dan perlu adanya pengujian kevakuman kemasan selama penyimpanan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan guna lebih memperpanjang masa simpan tempe segar berbumbu, serta metode pengujian masa simpan yang lebih tepat, cepat, dan objektif.

Dokumen terkait