MASA SIMPAN TEMPE SEGAR BERBUMBU DENGAN
METODE VAKUM DAN SUHU PENYIMPANAN
AJIE PAMBUDI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum Dan Suhu Penyimpananadalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
AJIE PAMBUDI. Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum dan Suhu Penyimpanan. Dibimbing oleh MADE ASTAWAN.
Tempe merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia. Improvisasi pengolahan tempe diperlukan untuk meningkatkan nilai tempe sebagai komoditas ekspor. Salah satu caranya ialah membuat tempe segar berbumbu. Tempe segar berbumbu dapat dibuat dengan cara mencampurkan bumbu setelah kedelai dimasak untuk kedua kalinya, ketika kedelai masih hangat dan basah, sebelum dilakukan peragian. Ada dua formula bumbu yang terpilih setelah melalui penelitian tahap I. Formula pertama ialah bumbu yang terbuat dari kombinasi garam, bawang putih bubuk, dan ketumbar bubuk; dan yang kedua ialah bumbu yang terbuat dari kombinasi garam, bawang putih bubuk, dan cabai bubuk. Masa simpan tempe segar berbumbu yang mendapat perlakuan blansir dan pengemasan vakum dapat diperpanjang hingga 3 hari jika dismpan pada suhu ruang, 8 hari pada suhu refrigerator, dan 28-29 hari pada suhu freezer.
Kata Kunci: Masa simpan, Pemvakuman, Suhu Penyimpanan Tempe segar berbumbu.
ABSTRACT
AJIE PAMBUDI. Shelf Life of Seasoned Fresh Tempe by Using Vacuum Packaging and Storage Temperature Methods. Supervised by MADE ASTAWAN.
Tempe is one of the Indonesian cultural heritage. To support fresh tempe as export product, improvisation of tempe processing is needed to increase the added value. One of the way is making seasoned fresh tempe. Seasoned fresh tempe could be made by mixing the seasoning after the soybean cooked for the second time, when the soybean is still warm and wet. There were two seasoning formulations that selected after first stage research, the first was the seasoning made by combination of salt, garlic powder, and coriander powder; and the second was seasoning made by combination of salt, garlic powder, and chili powder. The shelf life of seasoned fresh tempe that have been blanched and vacuum packaged could be extended until 3 days at room temperature, 8 days at refrigerator, and 28-29 days at freezer.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
MASA SIMPAN TEMPE SEGAR BERBUMBU DENGAN
METODE VAKUM DAN SUHU PENYIMPANAN
AJIE PAMBUDI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum dan Suhu Penyimpanan
Nama : Ajie Pambudi NIM : F24090059
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Made Astawan, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Masa Simpan Tempe Segar Berbumbu dengan Metode Vakum dan Suhu Penyimpanan”.
Selama penelitian, penulisan skripsi, dan masa studi, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof Dr Ir Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing atas kesabaran, saran, bimbingan, dan evaluasi, selama perkuliahan, penelitian, hingga penyusunan skripsi.
2. Bapak Dr Ir Budi Nurtama, M.Agr dan Ibu Dr Dra Suliantari, MS selaku dosen penguji atas kesedian waktunya dan saran perbaikannya.
3. Pemberi dana penelitian yaitu Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian MP3EI (Master Plan Percepatan Pertumbuhan Pembangunan Ekonomi Indonesia) Nomor: 232/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/VII/2013, tanggal 15 Juli 2013, atas nama Made Astawan.
4. KOPTI Kabupaten Bogor dan Rumah Tempe Indonesia, Pak Heri, Pak Yanto, Mas Abdi, Pak Rikamto, Bu Lis, serta segenap karyawan yang telah mengizinkan dan membantu penelitian.
5. Keluarga tersayang, Papah, Mamah, Mba Ayu, dan Mas Argo atas doa, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan hingga kini.
6. Segenap dosen, staf, dan laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
7. Rekan sebimbingan, Nadya, Mbak Sani, Kak Mursyid, Bang Prima, Kak Komang yang atas bantuan dan saran yang diberikan.
8. Rekan-rekan panelis tetap, Raden, Rita, Mala, Rachel, Larasati, Rossana, Mutiara, Yanica, Sarida, Cicely, Rizki, Agustin, dan Olga atas bantuaanya. 9. Rekan seperjuangan, Seno, Sobich, Iqbal, Dani, Zaim, Anan, Iyan, Afi,
Tika, Trina, Irene, Cora, Yonas, Dini, Idong, Hayyu, Mila, Cici, dan Cicil. Rekan P2, Banu, Ardi, Adri, Defri, Jian, Icha, Ghesi dan lainnya. Keluarga ITP 46 Ayu, Dwi, Suci, Yoga, Ichal, Taufan, Fahmi, Luthfan, Raki, dan rekan-rekan lainnya, atas kebersamaan dan kekeluargaannya.
10.Rekan ITP 45, Kak Iqbal, Kak Hafiz, Kak Dika, Kak Obit, Kak Gita, Kak Bangun, serta rekan ITP 47 Qabul, Andra, Tasya, Furry, As’ad, Blasius, Khalid, Norman, dan Arya, atas saran dan motivasi yang telah diberikan. 11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penelitian 2
2 METODE 2
2.1 Waktu dan Tempat 2
2.2 Bahan 2
2.3 Alat 2
2.4 Prosedur Analisis Data 3
2.5 Rancangan Percobaan 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
3.1 Penelitian Tahap I 8
3.2 Penelitian Tahap II 10
4 SIMPULAN DAN SARAN 19
4.1 Simpulan 19
4.2 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
DAFTAR TABEL
1 Analisis proksimat tempe segar berbumbu berbagai jenis formula 12 2 Rataan hasil uji organoleptik tempe mentah 13 3 Rataan hasil uji organoleptik tempe goreng 14 4 Perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu ruang 15 5 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu ruang 15 7 Perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu refrigerator 16 8 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu refrigerator 17 9 Perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu freezer 18 10 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu freezer 18
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian 3
2 Diagram alir pembuatan tempe segar berbumbu 5
3 Tempe dengan penambahan rempah tunggal 9
4 Penampakan Tempe Segar Berbumbu 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai rata-rata kandungan gizi basis kering tempe berbagai formula 22 2 Rekapitulasi data analisis kadar air tempe 23 3 Rekapitulasi data analisis kadar abu tempe 24 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein tempe 25 5 Rekapitulasi data analisis kadar lemak tempe 26 6 Rekapitulasi data analisis kadar karbohidrat tempe 27 7 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut warna 28 8 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut aroma 29 9 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut tekstur 30 10 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut penampakan 32 11 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut overall 32 12 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut warna 33 13 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut aroma 34 14 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut tekstur 35 15 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut rasa 36 16 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut overall 37 17 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu ruang hari ke-3 38 18 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu refrigerator hari
ke-8 39
19 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu refrigerator hari
ke-10 39
21 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu freezer hari ke-35 40 22 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu ruang 41 23 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu refrigerator 41 24 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu freezer 42 25 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama
penyimpanan suhu ruang 42
26 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama
penyimpanan suhu refrigerator 43
27 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama
penyimpanan suhu freezer 43
28 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang
disimpan pada suhu ruang 44
29 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang
disimpan pada suhu refrigerator 45
30 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang
disimpan pada suhu freezer 46
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton. Berdasarkan data BPS, produksi kedelai 2012 diperkirakan sebesar 783,16 ribu ton biji kering (29% dari total kebutuhan kedelai nasional). Untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri, Indonesia harus mengimpor. Jumlah impor kedelai yang sangat besar tidak diimbangi dengan ekspor produk olahannya. Produk olahan kedelai yang terbanyak diproduksi di Indonesia adalah tempe, sekitar 60% atau sekitar 1,2 juta ton kedelai di Indonesia diolah menjadi tempe (Rosalina 2011).
Tempe merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang banyak digemari masyrakat Indonesia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia diduga sekitar 8.50 kg (SUSENAS 2009), hal ini dapat terjadi karena tempe dikenal sebagai salah satu sumber protein yang harganya relatif terjangkau oleh semua lapisan masyrarakat. Tempe adalah pangan hasil fermentasi kacang-kacangan yang telah direndam dan direbus untuk memperlunak teksturnya (Astuti et al. 2000). Namun jika tidak diikuti jenis kacang di belakangnya maka yang dimaksud adalah tempe kedelai. Menurut Badan Standardisasi Nasional dalam SNI 3144:2009, tempe kedelai adalah produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe.
Untuk menyeimbangkan neraca ekspor-impor kedelai di Indonesia serta menjalankan misi ’tempe for the world’, studi untuk meningkatkan nilai tempe segar agar dapat dijadikan komoditi ekspor dirasa perlu dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai jual tempe segar adalah mengolahnya menjadi tempe segar berbumbu. Tempe segar berbumbu dipilih karena tempe segar berbumbu diharapkan dapat meningkatkan kepraktisan penggunaanya serta dapat meningkatkan nilai jual tempe yang dapat diterapkan di tingkat pengrajin. Tempe dapat menjadi komoditas ekspor yang baik karene produk ini telah banyak dikenal oleh masyarakat mancanegara. Selain itu tempe dapat dijadikan sumber protein nabati untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat vegetarian yang sedang menjadi trend gaya hidup sehat.
Hal lain yang perlu dilakukan untuk menunjang tempe sebagai produk ekspor ialah memeperpanjang masa simpannya melalui beberapa perlakuan, yaitu pemblansiran, pengemasan, dan suhu penyimpanannya. Institute of Food Technologist (IFT) dalam Arpah (2001), mendefinisikan masa simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Jenis parameter atau atribut mutu yang diuji tergantung pada jenis produknya.
2
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula dan metode yang tepat dalam memproduksi tempe segar berbumbu untuk memperpanjang masa simpannya.
2
METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada dua tempat, yaitu produksi dilakukan di Rumah Tempe Indonesia, Jl. Raya Cilendek, sedangkan perlakuan pengemasan, penyimpanan, dan analisis dilakukan di Laboratorium IPB yang dibagi menjadi tiga tempat; pemblansiran dilakukan di Laboratorium Pilot Plan Seafast Center, pengemasan dilakukan di Laboratorium Pengemasan Teknologi Industri Pertanian, sedangkan penyimpanan dan analisisnya dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Penelitian ini dimulai pada 25 Februari hingga 20 Juli 2013.
2.2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kedelai, plastik pembungkus PP, rempah bubuk, bumbu-bumbu, minyak goreng, kertas saring Whatman No. 2, benang bebas lemak, heksana, HCl, akuades, H2SO4 pekat, HgO,
K2SO4, larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3.5H2O, H3BO3 jenuh, batu didih, air
destilata, indikator metilen red, metilen blue, indikator phenoftalein, NaOH, akuades, dan buffer.
2.3 Alat
3 2.4 Prosedur Analisis Data
Penelitian ini terdiri dari penelitian tahap I dan penelitian tahap II. Pada penelitian tahap I dilakukan tahapan formulasi tempe segar berbumbu. Penelitian tahap II terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap produksi tempe segar berbumbu; tahap pra-analisis (pemblansiran, pengemasan, dan penyimpanan); serta tahap analisis kimia dan masa simpan. Secara umum alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
2.4.1 Penelitian Tahap I
Tahapan formulasi dilakukan untuk menentukan persentase bumbu dan ragi, serta metode yang tepat untuk mengoptimumkan pertumbuhan kapang pada tempe untuk menghasilkan karakteristik sensori yang baik. Hal ini dilakukan dengan metode trial and error.
Seleksi rempah tunggal
Analisis umur simpan Pengemasan vakum dan non vakum
Perlakuan blansir dan tanpa blansir Produksi tempe segar berbumbu
Formula tempe segar berbumbu terpilih
Seleksi metode pencampuran bumbu Formulasi dan seleksi bumbu
Analisis Kimia
•Kadar air
•Kadar abu
•Kadar protein
•Kadar lemak
•Kadar karbohidrat
Penyimpanan suhu ruang, refrigerator, dan Analisis sensori
Gambar 1 Diagram alir penelitian
4
Seleksi Rempah Tunggal
Tahapan awal dari formulasi tempe segar berbumbu adalah menggunakan 9 jenis rempah kering bubuk sebanyak 0.5% dari berat kedelai basah. Masing-masing rempah tunggal ditambahkan kepada kedelai yang akan difermentasi menjadi tempe, untuk mengetahui pengaruh penambahan rempah terhadap pertumbuhan kapang. Selanjutnya diamati pertumbuhan kapang dan dilakukan uji sensori terhadap tempe yang dihasilkan. Rempah bubuk yang digunakan antara lain adalah lada putih, kunyit, biji pala, lengkuas, cabai, jahe, kencur, bawang putih, dan garam.
Formulasi dan Seleksi Bumbu
Tahap selanjutnya ialah meracik dan mengombinasikan rempah tersebut sehingga tercipta suatu bumbu masakan tradisional Indonesia. Selain bumbu yang diracik sendiri dari rempah bubuk, dilakukan juga pengujian menggunakan bumbu bubuk instan. Formula bumbu yang diujikan antara lain adalah: formula O, yaitu tanpa penambahan bumbu; formula A yaitu kombinasi rempah bawang putih bubuk, ketumbar bubuk, dan garam (1:1:1); formula B, yaitu kombinasi rempah bawang putih bubuk, cabai bubuk, dan garam (1:1:1); formula C, yaitu bumbu rendang bubuk instan; formula D, yaitu bumbu soto ayam bubuk instan; dan terakhir formula E, yaitu bumbu gulai bubuk instan, masing-masing dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% dari berat kedelai basah. Selanjutnya diamati pertumbuhan kapang dan dilakukan uji penerimaan terhadap tempe yang dihasilkan.
Seleksi Metode Pencampuran Bumbu
Metode pencampuran bumbu yang diujikan antara lain: metode 1, dengan cara bumbu dalam bentuk bubuk kering akan ditambahkan ketika kedelai telah kering dan dingin sesaat akan dicampurkan dengan ragi (Lampiran 31); metode 2, bumbu dalam bentuk kering ditambahkan pada kedelai sesaat setelah melalui pemasakan kedua saat kedelai masih hangat dan basah ; dan yang terakhir metode 3, bumbu dicampurkan saat pemasakan kedua (Lampiran 32). Selanjutnya diamati pertumbuhan kapang dan dilakukan uji sensori terhadap tempe yang dihasilkan. 2.4.2 Penelitian Tahap II
Penelitian tahap II terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap produksi tempe segar berbumbu; tahap pra-analisis, yang terdiri atas pemblansiran, pengemasan, dan peyimpanan; serta tahap analisis kimia dan masa simpan.
Produksi Tempe Segar Berbumbu
5 Kedelai
Disortir
Direndam II, t = 20-26 jam hingga pH 3-5 Dimasak I, T = 100 oC t = 30 menit
Direndam I, t = 2 jam
Dikupas dan dibelah dengan mesin dehuller
Dicuci dan dipisahkan dari kulit dan lembaga
Tempe segar berbumbu Ditiriskan
Dicampurkan bumbu
Dimasak II, disiram air panas dan diaduk T = 100 oC t = 30 menit Kedelai belah bersih tanpa kulit
Ragi Raprima
0.2 %
Difermentasi, T = 28-34 oC, t = 30-40 jam, RH 80%
Dikemas dalam plastik yang telah dilubangi berjarak 2cm x 2cm Diinokulasian dengan ragi, T= 28-34 oC Didinginkan dan dikeringkan dengan hembusan udara
Pengotor dan kedelai tak layak pakai
Gambar 2 Diagram alir pembuatan tempe segar berbumbu
6
Analisis Kadar Air (AOAC 2005)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Penetapan kadar air diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 105 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium tersebut dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama lima jam lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang sampai diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan.
Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)
Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang di dalam cawan porselen tersebut. Selanjutnya cawan porselen berisi sampel dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC sampai pengabuan sempurna (berat konstan). Setelah pengabuan selesai, cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005)
Sebanyak 300 mg sampel ditimbang menggunakan neraca analitik. Selanjutnya sampel akan melalui tiga tahap, yaitu tahap digesti, destilasi, dan titrasi.
Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 1992)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebelum pengukuran kadar lemak, sampel dihidrolisis terlebih dahulu. Hasil hidrolisis kemudian dibungkus dengan selongsong dan diikat dan dimasukan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet yang dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 4 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai bobot konstan.
Analisis Kadar Karbohidrat Metode By Difference
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein.
Analisis Sensori (Adawiyah dan Waysima 2009)
7 keseluruhan. Pada sampel tempe goreng atribut sensori yang diujikan adalah warna, aroma, rasa, tekstur, dan secara keseluruhan. Tempe digoreng dalam minyak dengan suhu 150 oC selama 5 menit dan ditiriskan. Sampel tempe mentah dan tempe goreng disajikan di atas piring secara berturut-turut dalam bentuk potongan, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian. Skala yang digunakan adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Panelis yang diambil responnya sebanyak 37 orang.
Perlakuan Pra-Analisis
Tempe segar berbumbu diberi perlakuan blansir dan tanpa blansir. Pemblansiran dilakukan dengan steam blancher, pada suhu 80 oC selama 5 menit. Selanjutnya masing-masing tempe mendapatkan perlakuan pengemasan vakum dan tidak vakum. Pemvakuman dilakukan dengan vacuum packer menggunakan plastik PE. Setelah dikemas, selanjutnya tempe akan disimpan pada tiga jenis suhu, yaitu: suhu ruang (26 oC - 29 oC), suhu refrigerator (10 oC - 5 oC), dan suhu freezer (-3 oC hingga -10oC).
Analisis Masa Simpan
Pengujian masa simpan tempe dilakukan dengan uji penerimaan konsumen oleh 12 orang panelis terlatih. Uji penerimaan ini meliputi parameter warna, aroma, tekstur, penampakan, dan keseluruhan atribut sensori (overall). Penilaian dilakukan dengan 7 skala penilaian, yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Pengujian masa simpan dilakukan pada tempe yang disimpan pada tiga suhu berbeda, yaitu suhu ruang, refrigerator, dan freezer. Tempe yang disimpan pada suhu ruang diuji setiap hari, tempe yang disimpan pada suhu refrigerator diuji tiap 2 hari sekali, sedangkan tempe yang disimpan pada suhu freezer diuji tiap 7 hari sekali. Pengujian dilakukan hingga panelis memberikan nilai rata-rata pada parameter overall di bawah 4. Atribut overall dipilih sebagai penentu masa simpan karena atribut ini dianggap paling mewakili untuk keseluruhan karakteristik sampel. Selanjutnya rataan skor akan diplotkan dalam kurva regresi linier sebagai sumbu x dan hari penyimpanan sebagai sumbu y.
Selain diuji secara subjektif, sampel juga diuji secara objeketif selama periode penyimpanan. Parameter yang diuji antara lain adalah perubahan tekstur dengan penetrometer dan perubahan pH dengan pH-meter. Pengukuran tekstur dengan penetrometer diawali dengan pemilihan probe yang sesuai, dalam penelitian ini digunakan probe jarum tanpa beban. Setelah probe dipasang, tombol clutch ditekan untuk mengunci probe. Probe kemudian diturunkan hingga hampir menyentuh sampel dan tombol run ditekan. Setelah lima detik, pangkal besi diangkat dan skala yang tertera pada display dibaca. Hasil dinyatakan dalam kedalaman (mm).
8
ditambah dengan 10 ml air destilata dan dicampur sampai merata. Elektroda pH meter kemudian dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka yang stabil (Apriyantono et al. 1989).
2.5 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji masa simpan adalah rancangan acak lengkap faktorial yang dilakukan pada masing-masing tiga suhu penyimpanan. Faktor yang digunakan adalah formula (Formula A, Formula B, dan Formula C), pemblansiran (blansir dan non-blansir), serta pengemasan (vakum dan non-vakum). Model matematik tersebut adalah sebagai berikut:
Yijkl = μ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + Ɛijkl Di mana: Yijkl = Nilai pengamatan respon
μ = Nilai rataan umum
Ai = pengaruh formula tempe ke-i Bj = pengaruh pemblansiran tempe ke-j Ck = pengaruh pengemasan tempe ke-k
(AB)ij = pengaruh interaksi formula dan pemblansiran (AC)ik = pengaruh interaksi formula dan pengemasan (BC)jk = pengaruh interaksi pemblansiran dan pengemasan (ABC)ijk = pengaruh interaksi formula, pemblansiran, dan
pengemasan
Ɛijkl = galat percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji penerimaan adalah rancangan blok acak lengkap. Faktor yang digunakan adalah formula tempe segar berbumbu (Formula A, B, dan O). Model matematik RBAL tersebut adalah sebagai berikut:
Yij= μ + Ai + Bj + Ɛij Di mana: Yij = Nilai pengamatan respon
μ = Nilai rataan umum Ai = pengaruh formula tempe Bj = pengaruh panelis
Ɛij = galat percobaan
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Penelitian Tahap I
9 dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Rahayu 2000). Rempah ditambahkan setelah kedelai didinginkan dan dikeringkan, setelah pemasakan II, sesaat sebelum kedelai ditambahkan ragi. Berdasarkan hasil pengamatan secara subjektif, penambahan rempah dengan konsentrasi 0.5% dari berat kedelai basah, tidak menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe tetap berhasil diproduksi. Namun dengan konsentrasi ini, tempe yang dihasilkan memiliki karakteristik sensori yang tidak berbeda secara signifikan dari kontrol (yang tidak ditambahkan rempah) kecuali untuk tempe yang ditambahkan garam dan kencur, baik untuk tempe mentah maupun goreng. Konsentrasi sebesar 0.5% dipilih karena yang digunakan hanya rempah tunggal, yang kemudian dikombinasikan menjadi suatu formula tempe segar berbumbu.
Zat antimikroba pada rempah sebagian besar merupakan senyawa fenol dan turunannya, seperti gugus vanilamid pada kapsaisin cabe merah dan senyawa kurkumin pada kunyit. Senyawa fenol mampu untuk mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel, karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase air ke fase lemak (Rahayu 2000). Namun senyawa antimikroba ini tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan kapang tempe. Mikroba utama yang berperan dalam fermentasi pembuatan tempe adalah kapang Rhizopus oligosporus (Barus et al. 2008), namun selain R. oligosporus terdapat kapang lain yang turut berperan dalam pembuatan tempe, di antaranya R. oryzae, R. arrhizus, dan R. stolonifer. Menurut Fardiaz (1992), dinding sel eukariotik pada kapang dan khamir pada umumnya lebih tebal daripada sel prokariotik. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab kapang tempe tetap dapat tumbuh walaupun dengan penambahan bumbu. Penampilan tempe yang telah ditambahkan rempah tunggal dapat dilihat pada Gambar 3.
10
pangan atau selama proses pemasakan pada skala rumah tangga (Hirasa dan Takemasa 1998). Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian secara subjektif pada seleksi formula bumbu, tempe berhasil diproduksi pada saat penambahan bumbu dengan konsentrasi 1% dan 2% untuk setiap formula bumbu, namun tidak memunculkan karakteristik sensori yang diinginkan. Penambahan bumbu rendang bubuk instan (formula C), soto ayam bubuk instan (formula D), dan, yaitu bumbu gulai bubuk instan (formula E) sebanyak 3% menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe gagal diproduksi. Gagalnya fermentasi kapang pada formula C, D, dan E yang terbuat dari bumbu bubuk instan diduga karena adanya pengawet yang ditambahkan dalam proses produksinya, selain itu tidak diketahui dengan pasti berapa persentase rempah-rempah dan tambahan bahan sintetik seperti pewarna yang digunakan dalam pembuatan bumbu tersebut yang dapat menghambat pertumbuhan kapang. Penambahan bumbu kombinasi rempah bawang putih bubuk, ketumbar bubuk, dan garam (formula A), dan bumbu kombinasi rempah bawang putih bubuk, cabai bubuk, dan garam (formula B) sebanyak 3% tidak menghambat pertumbuhan kapang, sehingga tempe segar berbumbu berhasil diproduksi. Formula bumbu ini yang selanjutnya dipakai dalam penelitian tahap II.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian secara subjektif untuk metode pencampuran bumbu, metode yang terpilih ialah metode 2, yaitu bumbu dicampurkan saat kedelai masih hangat dan basah segera setelah pemasakan kedua. Metode ini menghasilkan tempe yang pertumbuhan kapangnya baik serta menghasilkan rasa yang diinginkan. Jika dibandingkan dengan metode lainnya metode ini menghasilkan mutu organoleptik yang paling baik dan tidak mengalami susut massa yang signifikan. Hal ini diduga terjadi karena bumbu dapat meresap ke dalam kedelai ketika dicampurkan saat kedelai masih hangat.
Tempe yang dihasilkan dengan metode 1, yakni bumbu dicampurkan ketika kedelai sudah didinginkan dan dikeringkan, pertumbuhan kapang tidak sempurna. Hal tersebut dapat terjadi karena sifat bumbu yang bersifat higroskopis, membuat bumbu mengikat air dan menyebabkan kandungan air serta kelembapan kedelai yang akan difermentasi meningkat karena tidak ada proses penirisan dan pengeringan kembali setelah dicampurkan bumbu.. Tempe yang dihasilkan dengan metode 3 memiliki susut massa yang paling tinggi, hal ini tentu saja akan merugikan dari aspek produksi dan sulit diterapkan di tingkat pengrajin. Susut massa ini dapat terjadi karena kedelai dimasak cukup lama bersama bumbu hingga meresap, yang mengakibatkan migrasi bahan pangan saat proses pemasakan (Widaningrum et al. 2008). Selain itu karakteristik sensori dari tempe yang dihasilkan dengan metode 3, kurang terasa untuk parameter rasa dan aromanya. Hal ini dapat terjadi karena bumbu ditambahkan saat pemasakan kedua, yang mengakibatkan beberapa komponen flavor dapat hilang atau rusak karena panas maupun larut dalam air perebusan yang menurunkan penerimaan oragnoleptik produknya (Widaningrum et al. 2008).
3.2 Penelitian Tahap II
11 bumbu ketika masih segar, tidak ditambahkan setelah tempe diproduksi. Pembuatan tempe segar berbumbu dengan berbagai formula bumbu dilakukan pada waktu yang sama. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan adanya variasi kondisi proses yang dapat menghasilkan ketidakseragaman pada tempe yang dihasilkan. Tempe yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah tempe formula O (tempe segar tanpa penambahan bumbu), formula A (kombinasi bawang putih, ketumbar, dan garam), dan formula B (kombinasi bawang putih, cabai, dan garam). Penampakan tempe segar berbumbu dapat dilihat pada Gambar 4.
Pembuatan tempe segar berbumbu secara garis besar sama dengan pembuatan tempe pada umumnya. Pembuatan tempe segar berbumbu juga melalui tahapan pengupasan, perendaman, pemasakan, penirisan, pendinginan, inokulasi, pengemasan, dan inkubasi (Babu et al. 2009). Modifikasi yang dilakukan adalah penambahan bumbu dalam bentuk bubuk pada kedelai setelah pemasakan II. Pengupasan bertujuan menghilangkan kulit yang bersifat keras. Miselium kapang tidak dapat menembus lapisan kulit ari kedelai karena adanya zat tanduk, sehingga bila tidak dikupas maka produk tempe kurang kompak (Sarwono 2002). Perendaman kedelai dilakukan selama semalam sampai air rendaman berbusa dan berbau asam, hingga pH mencapai 3 - 5. Fungsi utama proses pengasaman adalah mendukung pertumbuhan kapang dan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen dan pembusuk (Nout dan Kiers 2005). Perebusan atau pemasakan kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai yang meningkatkan daya cerna tempe yang dihasilkan, menghilangkan zat antigizi kedelai, menghentikan, dan membunuh semua bakteri yang tidak diinginkan. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979), innokulum yang diinokulasikan berbentuk kering untuk menjaga kelembapan kedelai tetap rendah (45-55%). Oleh sebab itu sebelum penginokulasian, kedelai perlu ditiriskan dan didinginkan. Saat inokulasi suhu kedelai maksimal 37-43oC, masa inkubasi yang optimal dengan RH 70-80% selama 24-30 jam pada suhu 30-31oC.
Tempe Formula O Tempe Formula A Tempe Formula B Gambar 4 Penampakan Tempe Segar Berbumbu
Komposisi Kimia
12
kandungan air. Jika dibandingkan SNI Tempe Kedelai (2009) nilai kadar air ini masih sesuai standar, yaitu <65%.
Kadar abu menunjukkan kandungan mineral pada bahan pangan. Kandungan mineral yang cukup banyak berada di dalam tempe antara lain kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan kalium (USDA 1998). Kadar abu tempe segar tiap formula berkisar antara 0.88% sampai 2.06% (b/b). Penambahan bumbu akan meningkatkan kadar abu secara sangat nyata (p<0.01). Nilai kadar abu untuk tempe formula B (2.06% b/b) melebihi standar yang ditetapkan SNI (maks. 1.50% b/b). Peningkatan ini dapat terjadi karena bumbu yang ditambahkan mengandung mineral tambahan, terutama natrium dan klor dari garam.
Tabel 1 Analisis proksimat tempe segar berbumbu berbagai jenis formula
Parameter Jenis Tempe Segar Berbumbu SNI signi-fikansi Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi.
Penambahan bumbu tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar protein tempe. Kadar protein tempe formula O, A, dan B berturut-turut adalah 18.72, 18.92, 18.20% (b/b). Nilai ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI (min. 16% b/b). Kandungan protein yang tinggi ini merupakan salah satu keunggulan produk tempe. Protein pada tempe terutama berasal dari kacang kedelai yang mengandung asam amino yang cukup lengkap. Asam amino essensial pada kedelai meliputi isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin, serta asam amino non essensial seperti alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam aspartat dan asam glutamat (Cahyadi 2006). Selain berasal dari kedelai, miselium kapang yang memiliki aktivitas proteolitik juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan kuantitas dan kualitas protein pada tempe (Rahayu 2004). Pemecahan oleh enzim protease ini mengubah protein kompleks menjadi peptida dan asam amino berberat molekul rendah yang menyebabkan protein tempe lebih mudah tercerna dibandingkan ketika masih berupa kacang kedelai.
13 fermentasi, kapang akan mensintesis enzim lipase yang akan menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas (Astuti et al. 2000).
Analisis karbohidrat dilakukan dengan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga jenis tempe memiliki kadar karbohidrat berkisar 6.06% hingga 7.99% (b/b). Sebagian besar karbohidrat yang terkandung dalam tempe berasal dari kedelai yang berupa karbohidrat kompleks, meliputi sukrosa, pati dan oligosakarida penyebab flatulensi (Astuti et al. 2000). Namun dalam fermentasinya, kapang juga mencerna karbohidrat kompleks tersebut dengan prinsip penurunan heksosa secara cepat dan hidrolisis stakiosa secara lambat (Rahayu 2004). Penurunan kadar karbohidrat ini diiringi oleh kenaikan kadar total solid (Nuraida et al. 2005).
Analisis Sensori
Analisis sensori dilakukan terhadap tempe mentah dan tempe goreng dengan metode rating hedonik oleh 37 orang panelis. Bentuk dan ukuran tempe, baik pada tempe mentah maupun tempe goreng dibuat seragam untuk menghindari bias. Tempe mentah disajikan terlebih dahulu untuk dinilai panelis, yang dilanjutkan dengan tempe goreng.
Tabel 2 Rataan hasil uji organoleptik tempe mentah
Atribut Sampel Tempe Mentah Signifi- Formula O Formula A Formula B kansi
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi
Tabel 2 menunjukkan tempe mentah yang tidak diberi bumbu lebih disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe segar berbumbu baik untuk formula A dan formula B untuk setiap atribut sensori, kecuali tekstur (Lampiran 7-11) . Hal ini diduga karena panelis telah memiliki gambaran umum mengenai tempe segar harus sesuai dengan tempe segar yang selama ini telah beredar dan dikonsumsi. Tempe segar berbumbu baik formula A dan B memiliki warna kedelai yang tercampur rempah, aroma khas tempe bercampur rempah, penampakan titik-titik bumbu pada miselium kapang dan bagian dalam tempe, serta tekstur yang sedikit lebih lunak. Perbedaan ini yang memungkinkan panelis memberikan nilai yang lebih rendah dibandingkan tempe segar tanpa bumbu. Namun tempe segar berbumbu masih dapat diterima karena nilai rataan untuk setiap parameter uji berada diatas 4.00 (netral).
14
lebih gelap dan terdapat titik-titik rempah jika dibandingkan formula O, karena adanya penambahan bumbu. Hal ini yang menyebabkan tempe formula A lebih tidak disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe formula O (Lampiran 12). Aroma tempe goreng tanpa penambahan bumbu lebih disukai secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan tempe berbumbu (Lampiran 13). Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma alami khas tempe goreng. Aroma tempe goreng yang bercampur rempah kurang disukai panelis, namun masih dapat diterima dengan tingkat penerimaan sedang. Warna dan aroma tempe berbumbu goreng untuk formula A dan B telah mendapatkan penerimaan yang cukup baik, dengan nilai penerimaan agak suka hingga suka.
Tabel 3 Rataan hasil uji organoleptik tempe goreng
Atribut Sampel Tempe Goreng Signifi- Formula O Formula A Formula B kansi
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada masing-masing taraf signifikansi
Tempe berbumbu goreng untuk tiap formula menunjukkan nilai penerimaan yang cukup baik untuk atribut tekstur, rasa, dan overall. Nilai penerimaan ini juga tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap nilai penerimaan tempe goreng tanpa bumbu (Lampiran 14-16). Tekstur tempe goreng yang dihasilkan untuk tiap formula relatif seragam. Perbedaan rasa untuk tiap formula tempe tidak memengaruhi penerimaan panelis terhadap tempe goreng. Tiap varian rasa dari tempe berbumbu mendapatkan penerimaan yang cukup baik dengan nilai rataan berkisar 5.41-5.57 (agak suka hingga suka). Hasil ini menunjukkan bahwa panelis telah dapat menerima tempe segar berbumbu yang telah digoreng.
Analisis Masa Simpan
Penetapan masa simpan dan parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Pada skala industri besar atau komersial, masa simpan ditentukan berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang didukung hasil evaluasi distribusi di lapangan (Herawati 2008). Berkaitan dengan berkembangnya industri pangan skala usaha kecil-menengah seperti tempe, perlu dikembangkan penentuan masa simpan produk sebagai bentuk jaminan keamanan dan kualitas pangan.
15 dan tepat namun memerlukan waktu yang lama. Dalam metode ini dilakukan penyimpanan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya (Arpah 2001). Parameter penurunan mutu yang mudah diamati ialah perubahan faktor organoleptiknya, yang dapat diamati melalui atribut sensori (aroma, warna, tekstur, penampakan, dan overall), yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Gelman et al.1990).
Tabel 4 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu ruang
Perlakuan Hari ke-
0 1 2 3 4 5
Tabel 5 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu ruang
Perlakuan Persamaan regresi
linier R²
16
proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba starter dan kontaminan akan mendegradasi protein menjadi senyawa amonia. Tempe segar yang disimpan dalam suhu ruang dan tidak terkemas dengan baik hanya bertahan maksimal 2 hari. Tempe merupakan produk yang cepat rusak, oleh sebab itu perlu upaya untuk memperpanjang masa simpannya dalam berbagai suhu penyimpanan, antara lain dengan melakukan pemblansiran dan pengemasan vakum. Perlakuan blansir pada tempe bertujuan untuk mematikan pertumbuhan kapang. Selain itu proses blansir juga dapat menginaktivasi lipase sehingga mencegah ketengikan. Pengemasan vakum pada prinsipnya adalah mengeluarkan udara dari dalam kemasan sehingga ketersediaan udara (khususnya oksigen) akan berkurang, kerusakan-kerusakan akan diperlambat, sehingga masa simpannya menjadi lebih panjang (Ali 2008).
Tabel 5 menunjukkan, bahwa tempe yang disimpan pada suhu ruang (suhu 26 oC sampai 29 oC) dapat bertahan hingga hari ketiga, untuk setiap formula jika mendapatkan perlakuan blansir dan dikemas vakum. Namun untuk tempe tanpa bumbu pengemasan vakum tanpa blansir terlebih dahulu tetap dapat memperpanjang masa simpan tempe hingga tiga hari. Hasil uji statistik (Lampiran 17) menunjukkan bahwa perlakuan blansir tidak berpengaruh terhadap masa simpan tempe pada suhu ruang. Hal ini diduga dapat terjadi karena pemblansiran dengan uap dapat meningkatkan kadar air tempe yang dapat memepercepat kerusakannya. Selain itu suhu blansir (80oC) dan waktu blansir (5 menit) yang digunakan, belum maksimal dalam menghambat pertumbuhan kapang dan menginaktivasi enzim proteolitik serta lipase. Namun, jika suhu dan waktu ditingkatkan maka tempe tidak lagi menjadi segar (terlihat sebagai tempe rebus) yang dapat menimbulkan bias bagi panelis. Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik dengan biaya termurah untuk menyimpan tempe tanpa penambahan bumbu di suhu ruang ialah pengemasan vakum tanpa blansir. Sedangkan untuk tempe berbumbu, perlu kombinasi blansir dan kemas vakum. Tabel 6 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu refrigerator
Perlakuan Hari ke-
17
Tabel 7 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu refrigerator
Perlakuan Persamaan regresi
linier R²
Penyimpanan tempe pada suhu refrigerator dapat mengurangi laju penurunan mutu organoleptiknya. Menurut Springer (2002), penyimpanan pada suhu dingin dapat menurunkan total mikroba pada tempe dari 108 sel/g menjadi 106 sel/g selama 5 hari masa penyimpanan. Hal ini dipertegas oleh Moreno et al. (2002) yang menyatakan penyimpanan suhu dingin tanpa perlakuan pendahuluan dapat memperpanjang masa simpan tempe hingga lima hari.
Tempe yang disimpan di refrigerator dikondisikan dahulu pada suhu ruang selama 30 menit, untuk menghindari bias sampel. Kombinasi ketiga perlakuan (formula bumbu, pemblansiran, dan pengemasan) tidak berpengaruh secara signifikan pada penyimpanan di suhu ini (Lampiran 18-19). Namun perlakuan masing-masing, serta kombinasi formula-pengemasan dan pemblansiran-pengemasan berpengaruh nyata. Hasil pengujian masa simpan menunjukkan bahwa tempe segar berbumbu dapat disimpan hingga hari ke-8, sedangkan tempe tanpa penambahan bumbu dapat disimpan hingga hari ke-9, jika mendapatkan perlakuan blansir dan pengemasan vakum (Tabel 7). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdjannah dan Sumarlin (2010), yang mengatakan bahwa kombinasi pengemasan vakum dan penyimpanan suhu dingin dapat memperpanjang masa simpan suatu produk pangan.
18
Tabel 8 Perubahan nilai atribut overall tempe yang disimpan pada suhu freezer
Perlakuan Hari ke-
0 7 14 21 28 35 42
Tabel 9 Masa simpan tempe yang disimpan pada suhu freezer
Perlakuan Persamaan regresi
linier R²
19 bertahan hingga hari ke-28 dan 29, untuk yang telah mendapatkan perlakuan blansir dan pengemasan vakum.
Tempe segar berbumbu lebih cepat rusak dibandingkan dengan tempe segar biasa jika disimpan pada suhu refrigerator dan freezer. Hal ini dapat terjadi karena pada proses pembuatan tempe berbumbu ragi yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan saat membuat tempe biasa agar tempe dapat diproduksi. Lebih banyaknya jumlah ragi yang diinokulasikan diduga menyebabkan jumlah mikroba yang bertahan lebih banyak selama penyimpanan, akibatnya enzim proteolitik yang disintesis menjadi lebih banyak, sehingga penurunan mutu lebih cepat.
Tempe segar yang telah ditolak menunjukkan beberapa kerusakan atribut sensori, di antaranya adalah tekstur yang melunak, bau busuk, munculnya lendir dan warna yang menghitam. Menurut Sarwono (2002) bau busuk tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik dalam menguraikan protein menjadi peptida atau asam amino secara anaerobik yang menghasilkan H2S, amonia, metil
sulfida, amin, dan senyawa -senyawa lain yang berbau busuk. Munculnya lendir dan warna yang menghitam diduga terjadi akibat adanya aktivitas mikroba, baik oleh kapang tempe maupun kontaminan.
Parameter objektif yang diamati selama masa simpan ialah perubahan pH dan tekstur. Koswara (1995) menyatakan, selama penyimpanan terjadi aktivitas enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba starter dan kontaminan akan mendegradasi protein menjadi senyawa amonia. Produksi amonia ini akan berkorelasi positif dengan pembentukan senyawa basa, akibatnya pH meningkat. Perubahan pH tempe selama penyimpanan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10-12. Selama penyimpanan tekstur tempe cenderung melunak, nilai tekstur digambarkan oleh kedalaman penetrasi. Perubahan tekstur ini dapat dilihat pada Lampiran 13-15. Semakin dalam nilai penetrasinya maka semakin lunak tempe tersebut. Tekstur tempe yang lunak diperoleh dari perombakan matriks interseluler dalam jaringan biji kedelai oleh kapang R.oligosporus (Ferreira et al. 2011).
4
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
20
4.2 Saran
Formula dan metode pembuatan tempe segar berbumbu yang dihasilkan diharapkan dapat diterapkan di tingkat pengrajin untuk meningkatkan nilai jual tempe. Namun diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk menyempurnakan ataupun menemukan formula lain yang lebih dapat diterima konsumen. Penggunaan plastik untuk mengemas vakum perlu diperhatikan kesesuaiannya dan perlu adanya pengujian kevakuman kemasan selama penyimpanan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan guna lebih memperpanjang masa simpan tempe segar berbumbu, serta metode pengujian masa simpan yang lebih tepat, cepat, dan objektif.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Washington DC (US): AOAC.
Adawiyah DR, Waysima. 2009. Buku Ajar Evaluasi Sensori Produk Pangan. ed ke-1. Bogor (ID): Departemen ITP, Fateta, IPB.
Ali HM. 2008. Modul Pembelajaran Berbasis SCL, Pengemasan, Pengepakan, dan Labeling Produk Hasil Ternak. Makassar (ID): Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB.
Arpah. 2001. Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program Sudi Ilmu Pangan Program Pascasarjana. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Astuti M, A Meliala, FS Dalais, ML Wahlqvist. 2000. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition. 9:322-325.
Babu PD, R Bhakyaraj, R Vidhyalakshmi. 2009. A Low Cost Nutritious Food “Tempeh”- a review. World Journal of Dairy & Food Sciences. 4(1):22-27. Barus T, Suwanto A, Wahyudi AT, Wijaya H. 2008. Role of Bacteria in Tempe
Bitter Taste Formation: Microbiological and Molecular Biological Analysis Based on 16S rRNA Gene. Journal Microbiology Indonesia. Vol. 2 No. 1 IV/2008: 17-21.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik No. 70/11/Th. XV, 1 November 2012. Jakarta (ID): BPS.
Cahyadi W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta (ID): PT. Bumi aksara. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka.
Ferreira M. 2011. Changes in the Isoflavone Profile and in the Chemical Composition of Tempeh During Processing and Refrigeration. Pesq Agropec Bras. 46(11): 1555-1561.
Gelman A, Pasteur R, Rave M. 1990. Quality Change and Storage Life of Cammon Carp (Cyprinus carpio) at various storage temperatures. J. Sci. Food Agric. 52: 231−241.
21 Hesseltine CW. 1963. Fermented Soybean Food Products. Di dalam : Liu K.
1997. Soybean Chemistry, Technology, and Utilization. New York (US): Chapman & Hall, International Thomson Publ.
Hirasa K, Takemasa M. 1998. Spice Science and Technology. New York (US): Marcel Dekker Inc.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.
Moreno MRF, Leisner JJ, Tee LK, Key C, Radu S, De Vuyst L. 2002. Microbial Analysis of Malaysian Tempeh and Caracterization of Two Bacteriocins by Isolates of Enterococcus faecium. Jurnal of Applied Microbiology. 92:147-157 Nout MJR, JL Kiers. 2005. A review tempe fermentation, innovation, and
fuctionality: update into the third millenium. Journal of Applied Microbiology. 98:789-805.
Nuraida L, Suliantari, Andarwulan N, Adawiyah DR, Noviar R, Denny A. 2005. Evaluation of Soybean Varieties on Production and Quality of Tempe. Bogor (ID): Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center.
Nurdjannah R, Sumarlin R. 2010. Pengaruh Pengemasan Vakum dan Suhu Penyimpanan Terhadap Sifat Mutu Daging Domba Lokal. Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Rahayu WP. 2000. Aktivitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional Hasil Olahan Industri Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. XI.2.200: 42-48.
Rahayu K. 2004. Industrialization of tempe fermentation. In KH Steinkraus (ed). Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2nd Edition. New York (US): Marcel Dekker, Inc.
Rosalina. 2011. Swasembada Kedelai Terancam Gagal [internet] [diacu 2013 Juni 8] Tersedia dari: http://www.tempo.co/read/news/2011/07/21/090347618/ swasembada-kedelai-terancam-gagal.
Sarwono B. 2002. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Shurtlef W, Aoyagi A. 1979.The Book of Tempe. New York: Harper &Row. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Pedoman Umum Analisis Komponen
Pangan. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI Nomor 3144 tahun 2009 tentang Tempe Kedelai. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Spiegel A. 1992. Shelf-Life Testing. Di dalam: Brown WE, editor. Plastics in Food Packaging: Properties, Design, and Fabrication. New York: Marcel Deker, Inc.
Springer. 2002. Microbiological Evaluation of Tofu and Tempeh During Processing and Storage (p: 183-189). Netherlands: S. Publisher.
[SUSENAS] Survei Konsumsi Nasional. 2009. Data Konsumsi Kedelai Nasional. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[USDA] United States Department of Agriculture. 1998. USDA Nutrient Database for Standard Reference. Tempeh. US: USDA.
22
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai rata-rata kandungan gizi basis kering tempe berbagai formula Parameter Jenis Tempe Segar Berbumbu
Formula A Formula B Formula O
Air (%b/b) 63.49b 61.30a 61.04a
Abu (%b/b) 1.52b 2.10c 0.89a
Protein (%b/b) 51.81b 47.04a 48.79ab
Lemak (%b/b) 27.50a 27.28a 29.64b
Karbohidrat (%b/b) 16.60a 20.36b 20.48b
23 Lampiran 2 Rekapitulasi data analisis kadar air tempe
Sampel Ulangan Kadar air (%) Rata-rata Standar Deviasi
BB BK BB BB
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
24
Lampiran 3 Rekapitulasi data analisis kadar abu tempe
Sampel Ulangan Kadar abu (%) Rata-rata SD
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
25 Lampiran 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein tempe
Sampel Ulangan Kadar protein (%) Rata-rata SD
BB BK BB BK BB BK
Formula A
1-1 19.70 53.94
18.92 51.81 0.70 1.92
1-2 18.18 49.79
2-1 19.30 52.87
2-2 18.49 50.65
Formula B
1-1 18.11 46.79
18.20 47.04 0.37 0.97
1-2 17.72 45.78
2-1 18.50 47.79
2-2 18.50 47.80
Formula O
1-1 18.59 48.44
18.72 48.79 0.34 0.90
1-2 18.36 47.85
2-1 19.18 49.98
2-2 18.76 48.89
ANOVA
K.Protein.BB
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.076 2 .538 2.140 .174
Within Groups 2.263 9 .251
Total 3.340 11
26
Lampiran 5 Rekapitulasi data analisis kadar lemak tempe
Sampel Ulangan Kadar Lemak (%) Rata-rata SD
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
27 Lampiran 6 Rekapitulasi data analisis kadar karbohidrat tempe
Sampel Ulangan Karbohidrat (%) Rata-rata SD
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
28
Lampiran 7 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut warna
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 185,459a 38 4,881 4,371 ,000
Intercept 2380,144 1 2380,144 2131,568 ,000
Panelis 104,523 36 2,903 2,600 ,000
Sampel 80,937 2 40,468 36,242 ,000
Error 80,396 72 1,117
Total 2646,000 111
Corrected Total 265,856 110
a. R Squared = ,698 (Adjusted R Squared = ,538)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2
253 37 4,00
309 37 4,05
147 37 5,84
Sig. ,826 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,117.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = 0,01.
29 Lampiran 8 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut aroma
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 170,685a 38 4,492 3,482 ,000
Intercept 2288,432 1 2288,432 1773,924 ,000
Panelis 120,901 36 3,358 2,603 ,000
Sampel 49,784 2 24,892 19,295 ,000
Error 92,883 72 1,290
Total 2552,000 111
Corrected Total 263,568 110
a. R Squared = ,648 (Adjusted R Squared = ,462)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2
253 37 4,03
309 37 4,11
147 37 5,49
Sig. ,760 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,290.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = 0,01.
30
Lampiran 9 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut tekstur
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 154,072a 38 4,055 3,196 ,000
Intercept 2695,577 1 2695,577 2124,561 ,000
Panelis 136,757 36 3,799 2,994 ,000
Sampel 17,315 2 8,658 6,824 ,002
Error 91,351 72 1,269
Total 2941,000 111
Corrected Total 245,423 110
a. R Squared = ,628 (Adjusted R Squared = ,431)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2
253 37 4,51
309 37 4,81 4,81
147 37 5,46
Sig. ,260 ,016
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,269.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = 0,01.
31 Lampiran 10 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut penampakan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 208,162a 38 5,478 3,691 ,000
Intercept 2568,973 1 2568,973 1730,841 ,000
Panelis 127,027 36 3,529 2,377 ,001
Sampel 81,135 2 40,568 27,332 ,000
Error 106,865 72 1,484
Total 2884,000 111
Corrected Total 315,027 110
a. R Squared = ,661 (Adjusted R Squared = ,482)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2
253 37 4,03
309 37 4,41
147 37 6,00
Sig. ,186 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,484.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = 0,01.
32
Lampiran 11 Hasil uji statistik organoleptik tempe mentah atribut overall
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 161,748a 38 4,257 3,120 ,000
Intercept 2436,036 1 2436,036 1785,801 ,000
Panelis 97,297 36 2,703 1,981 ,007
Sampel 64,450 2 32,225 23,624 ,000
Error 98,216 72 1,364
Total 2696,000 111
Corrected Total 259,964 110
a. R Squared = ,622 (Adjusted R Squared = ,423)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2
253 37 4,05
309 37 4,24
147 37 5,76
Sig. ,488 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,364.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = ,01.
33 Lampiran 12 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut warna
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 80,991a 38 2,131 2,169 ,002
Intercept 3341,270 1 3341,270 3400,845 ,000
Panelis 64,396 36 1,789 1,821 ,016
Sampel 16,595 2 8,297 8,445 ,001
Error 70,739 72 ,982
Total 3493,000 111
Corrected Total 151,730 110
a. R Squared = ,534 (Adjusted R Squared = ,288)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2
244 37 5,00
398 37 5,51 5,51
136 37 5,95
Sig. ,029 ,065
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,982.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = ,01.
34
Lampiran 13 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut aroma
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 113,099a 38 2,976 3,127 ,000
Intercept 3319,360 1 3319,360 3486,899 ,000
Sampel 20,126 2 10,063 10,571 ,000
Panelis 92,973 36 2,583 2,713 ,000
Error 68,541 72 ,952
Total 3501,000 111
Corrected Total 181,640 110
a. R Squared = ,623 (Adjusted R Squared = ,424)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1 2
244 37 5,05
398 37 5,30
136 37 6,05
Sig. ,287 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,952.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = 0,01.
35 Lampiran 14 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut tekstur
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 90,811a 38 2,390 2,429 ,001
Intercept 3319,360 1 3319,360 3374,247 ,000
Panelis 90,306 36 2,509 2,550 ,000
Sampel ,505 2 ,252 ,256 ,775
Error 70,829 72 ,984
Total 3481,000 111
Corrected Total 161,640 110
a. R Squared = ,562 (Adjusted R Squared = ,331)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1
244 37 5,38
398 37 5,49
136 37 5,54
Sig. ,513
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is MeanSquare(Error) = ,984.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = ,01.
36
Lampiran 15 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut rasa
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 83,910a 38 2,208 1,574 ,049
Intercept 3254,063 1 3254,063 2319,108 ,000
Panelis 82,270 36 2,285 1,629 ,040
Sampel 1,640 2 ,820 ,584 ,560
Error 101,027 72 1,403
Total 3439,000 111
Corrected Total 184,937 110
a. R Squared = ,454 (Adjusted R Squared = ,165)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1
136 37 5,27
244 37 5,41
398 37 5,57
Sig. ,314
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,403.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = ,01.
37 Lampiran 16 Hasil uji statistik organoleptik tempe goreng atribut overall
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Skor
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 54,703a 38 1,440 1,961 ,007
Intercept 3407,432 1 3407,432 4640,798 ,000
Panelis 53,568 36 1,488 2,027 ,006
Sampel 1,135 2 ,568 ,773 ,465
Error 52,865 72 ,734
Total 3515,000 111
Corrected Total 107,568 110
a. R Squared = ,509 (Adjusted R Squared = ,249)
Skor
Duncan
Sampel N Subset
1
244 37 5,41
398 37 5,57
136 37 5,65
Sig. ,255
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,734.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 37,000.
b. Alpha = ,01.
38
Lampiran 17 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu ruang hari ke-3
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Overall
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 112.243a 11 10.204 14.018 .000
Intercept 1488.674 1 1488.674 2045.151 .000
Formula 2.681 2 1.340 1.841 .163
Pemblansiran 1.174 1 1.174 1.612 .206
Pengemasan 101.674 1 101.674 139.680 .000
Formula * Pemblansiran .597 2 .299 .410 .664
Formula * Pengemasan 1.931 2 .965 1.326 .269
Pemblansiran *
Pengemasan 1.563 1 1.563 2.147 .145
Formula * Pemblansiran *
Pengemasan 2.625 2 1.312 1.803 .169
Error 96.083 132 .728
Total 1697.000 144
Corrected Total 208.326 143
39
Lampiran 18 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu refrigerator hari ke-8
Tests of Between-Subjects Effects
Formula * Pemblansiran *
Pengemasan ,667 2 ,333 ,229 ,796
Error 192,167 132 1,456
Total 2342,000 144
Corrected Total 256,556 143
a. R Squared = ,251 (Adjusted R Squared = ,189)
Lampiran 19 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu refrigerator hari ke-10
Tests of Between-Subjects Effects
Formula * Pemblansiran *
Pengemasan .264 2 .132 .129 .879
Error 135.500 132 1.027
Total 1532.000 144
Corrected Total 199.750 143
40
Lampiran 20 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu freezer hari ke-28
Tests of Between-Subjects Effects
Formula * Pemblansiran *
Pengemasan 2,264 2 1,132 1,237 ,294
Error 120,833 132 ,915
Total 2508,000 144
Corrected Total 171,889 143
a. R Squared = ,297 (Adjusted R Squared = ,238)
Lampiran 21 Hasil uji statistik tempe yang disimpan pada suhu freezer hari ke-35
Tests of Between-Subjects Effects
Formula * Pemblansiran *
Pengemasan 4.264 2 2.132 2.362 .098
Error 119.167 132 .903
Total 1766.000 144
Corrected Total 152.639 143
41 Lampiran 22 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu ruang
Perlakuan Hari ke-
0 1 2 3 4 5
Formula O, non-Blansir, Vakum 7.37 7.55 7.47 7.46 7.37 7.84 Formula O, non-Blansir, non-Vakum 7.37 8.18 8.23 8.27 - - Formula O, Blansir, non-Vakum 7.39 7.46 7.78 8.09 - - Formula O, Blansir, Vakum 7.39 7.38 7.42 7.40 7.41 7.89 Formula A, non-Blansir, Vakum 7.62 7.78 7.80 8.00 8.34 - Formula A, non-Blansir, non-Vakum 7.55 7.70 8.02 8.87 - - Formula A, Blansir, non-Vakum 7.48 7.89 7.90 8.57 - - Formula A, Blansir, Vakum 7.67 7.90 7.87 7.89 8.10 - Formula B, non-Blansir, Vakum 7.32 7.75 7.89 8.21 8.02 - Formula B, non-Blansir, non-Vakum 7.46 7.56 7.89 8.00 - - Formula B, Blansir, non-Vakum 7.37 7.67 7.86 7.98 - - Formula B, Blansir, Vakum 7.28 7.70 7.65 7.78 8.04 8.12
Lampiran 23 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu refrigerator
Perlakuan Hari ke-
0 2 4 6 8 10 12
42
Lampiran 24 Perubahan pH tempe selama penyimpanan suhu freezer
Perlakuan Hari ke-
0 7 14 21 28 35 42
Formula O, non-Blansir, Vakum 7.37 7.91 7.88 7.90 7.85 7.91 8.03 Formula O, non-Blansir, non-Vakum 7.37 7.93 7.95 7.96 8.00 8.11 8.21 Formula O, Blansir, non-Vakum 7.39 8.02 8.02 7.98 8.25 8.21 8.13 Formula O, Blansir, Vakum 7.39 7.97 8.02 7.95 8.07 8.02 8.05 Formula A, non-Blansir, Vakum 7.62 7.88 7.90 8.09 7.78 8.00 8.11 Formula A, non-Blansir, non-Vakum 7.55 7.89 7.76 7.89 8.03 8.37 - Formula A, Blansir, non-Vakum 7.48 7.67 8.09 7.78 8.21 8.56 - Formula A, Blansir, Vakum 7.67 7.76 7.89 8.03 7.99 8.05 8.21 Formula B, non-Blansir, Vakum 7.32 7.57 7.80 7.65 7.89 8.03 - Formula B, non-Blansir, non-Vakum 7.46 7.68 7.80 7.75 7.79 8.02 8.23 Formula B, Blansir, non-Vakum 7.37 7.60 7.97 7.63 7.84 7.99 - Formula B, Blansir, Vakum 7.28 7.58 7.66 7.82 7.97 8.09 8.11
Lampiran 25 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama penyimpanan suhu ruang
Perlakuan Hari ke-
0 1 2 3 4 5
43 Lampiran 26 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama
penyimpanan suhu refrigerator
Perlakuan Hari ke-
0 2 4 6 8 10 12
Formula O, non-Blansir, Vakum 8.0 7.8 8.2 9.8 8.2 8.8 9.2 Formula O, non-Blansir, non-Vakum 6.7 7.8 7.4 7.3 7.7 8.0 8.3 Formula O, Blansir, non-Vakum 9.8 9.1 9.0 9.8 9.8 10.5 10.6 Formula O, Blansir, Vakum 9.1 7.8 8.2 8.7 8.8 9.9 10.1 Formula A, non-Blansir, Vakum 10.1 11.2 12.0 11.8 12.7 13.8 - Formula A, non-Blansir, non-Vakum 10.6 11.6 11.8 12.2 13.2 13.6 - Formula A, Blansir, non-Vakum 10.7 10.9 11.7 12.7 13.0 14.4 - Formula A, Blansir, Vakum 10.8 11.8 12.6 12.8 13.7 14.0 14.0 Formula B, non-Blansir, Vakum 9.8 11.6 12.1 12.8 12.6 13.7 - Formula B, non-Blansir, non-Vakum 9.9 10.9 11.3 11.7 12.2 12.3 - Formula B, Blansir, non-Vakum 10.2 11.6 12.1 13.1 13.5 14.0 - Formula B, Blansir, Vakum 10.5 11.8 12.7 12.4 13.8 13.4 14.6
Lampiran 27 Perubahan tekstur (nilai penetrasi dalam mm) tempe selama penyimpanan suhu freezer
Perlakuan Hari ke-
0 7 14 21 28 35 42
Formula O, non-Blansir, Vakum 8.0 9.9 10.3 10.5 10.9 10.4 10.5 Formula O, non-Blansir, non-Vakum 6.7 10.0 9.1 11.0 11.6 11.7 11.9 Formula O, Blansir, non-Vakum 9.8 10.2 10.5 9.1 10.0 10.6 11.4 Formula O, Blansir, Vakum 9.1 9.3 9.2 9.0 10.0 10.4 10.7 Formula A, non-Blansir, Vakum 10.1 10.5 11.4 10.9 11.9 11.8 12.2 Formula A, non-Blansir, non-Vakum 10.6 10.7 11.1 11.3 11.2 11.6 - Formula A, Blansir, non-Vakum 10.7 11.6 12.6 12.9 13.9 14.3 - Formula A, Blansir, Vakum 10.8 11.9 12.3 12.5 13.7 14.0 14.0 Formula B, non-Blansir, Vakum 9.8 10.9 11.9 12.1 11.7 12.2 - Formula B, non-Blansir, non-Vakum 9.9 10.7 11.9 12.5 12.6 12.5 12.3 Formula B, Blansir, non-Vakum 10.2 11.2 10.9 11.5 10.9 11.4 - Formula B, Blansir, Vakum 10.5 11.7 12.7 13.6 13.2 13.8 14.0
44
Lampiran 28 Rataan dan standar deviasi perubahan atribut overall tempe yang disimpan pada suhu ruang
Perlakuan Hari ke-
0 1 2 3 4 5
Formula O, non-Blansir, Vakum 6.25 5.08 4.75 4.08 3.25 2.75
+ 0.45 + 1.00 + 1.22 + 1.31 + 1.29 + 1.06
Formula O, non-Blansir, non-Vakum 6.75 6.33 4.50 2.67 - -
+ 0.45 + 0.78 + 1.38 + 0.89
Formula O, Blansir, non-Vakum 6.17 5.58 3.33 2.08 - -
+ 0.72 + 1.00 + 1.61 + 0.90
Formula O, Blansir, Vakum 6.25 6.25 5.33 4.67 3.75 2.92
+ 0.45 + 0.87 + 0.65 + 0.78 + 0.75 + 0.51
Formula A, non-Blansir, Vakum 6.50 5.67 4.50 3.83 2.92 -
+ 0.52 + 0.78 + 1.17 + 1.11 + 0.79
Formula A, non-Blansir, non-Vakum 6.50 5.08 4.25 2.33 - -
+ 0.52 + 0.67 + 0.87 + 0.78
Formula A, Blansir, non-Vakum 6.25 5.00 4.00 2.67 - -
+ 0.45 + 0.60 + 0.43 + 0.49
Formula A, Blansir, Vakum 6.25 5.75 4.83 4.08 2.75 -
+ 0.45 + 0.62 + 0.72 + 0.51 + 0.45
Formula B, non-Blansir, Vakum 6.67 5.25 4.50 3.67 2.83 -
+ 0.49 + 0.75 + 0.67 + 0.98 + 0.58
Formula B, non-Blansir, non-Vakum 6.58 4.83 3.75 2.17 - -
+ 0.51 + 0.58 + 0.62 + 0.83
Formula B, Blansir, non-Vakum 6.75 4.67 3.25 2.33 - -
+ 0.45 + 0.65 + 0.62 + 0.65
Formula B, Blansir, Vakum 6.42 5.67 4.50 4.00 3.33 2.75
45
46