• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Penelitian Terdahulu

Tabel. 2.1

Matriks Referensi Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Variabel Metode Hasil

1

Harunurrasyid & Yovi Noveriza

PENGARUH TINGKAT BUNGA SBI TERHADAP

TINGKAT INFLASI DI INDONESIA 1. Suku bunga SBI

Analisis kualitatif deskriptif & analisis kuantitatif Positif 2. Inflasi 2 Nairobi

FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG MEMPENGARUHI

PERGERAKAN INFLASI DI BANDAR LAMPUNG 1.. Biaya transportasi

Inflasi lebih dominan dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat, IHK Kota Jakarta, biaya transportasi, dan uang kuasi di Lampung 2. Pengeluaran pemerintah 3. Konsumsi masyarakat

4. IHK Kota Jakarta

5. Pajak & retribusi daerah

6. Kredit perbankan

Analisis regresi komponen utama

7. Uang kuasi di Lampung

8. Kurs Rupiah/Dollar

9. Upah riil

10. Tingkat bunga deposito

11. Inflasi

3 Etty Puji Lestari

PENGARUH VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

TERHADAP PERMINTAAN UANG M1 INDONESIA, 1. Nilai tukar Rupiah

Analisis VAR, Dynamis OLS,

dan ADL ECM Positif

ESTIMASI DATA NON STASIONER 2. Permintaan uang M1

4

Ferry Andrianus & Amelia Niko

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA

PERIODE 1997 :3 - 2005:2

1. Tin gkat suku bunga deposito

Suku bunga dan

nilai tukar berpengaruh positif terhadap

inflasi

2. Jumlah uang beredar

3. PDB

OLS dan Partial Adjusment Model

4. Nilai tukar

5. Tin gkat inflasi

5 Enny Sri Hartati DAMPAK PERGERAKAN NILAI TUKAR TERHADAP INFLASI (EXCHANGE RATE PASS THROUGH)

DI INDONESIA

1.Nilai tukar VAR Positif

2. Inflasi

6 Didi Nuryadin

REAL EFFECTIVE EXCHANGE RATE DETERMINATION IN INDONESIA:

A BEHAVIORAL EQUILIBRIUM EXCHANGE RATE APPROACH

1. Real effective exchange rate exchange rate, Real effective

net foreign asset, term of trade, and total trade/GDP were correctly signed,plausible magnitude and statistically significant

2. Net foreign asset

3. Term of trade Johansen method & VECM 4. Total trade/GDP 5. Private consumption 6. Government consumption 7

Adji Pratikto & Andy

Susilo Lukito Budi THE IMPACT OF EXCHANGE RATE UNCERTAINTY ON

INDONESIAN EXPORTS:

BEFORE AND DURING THE PERIOD OF CRISIS

1. Developing country category

Linear Regression

Estimation Negative

Pada penelitian yang dilakukan oleh Harunurrasyid dan Yovi Noveriza yang berjudul “Pengaruh Tingkat Bunga SBI Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia” menunjukkan bahwa selama periode 1988-2003 variabel tingkat bunga SBI berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Bila dilihat dari periode sebelum krisis (1988-1996) dan sesudah krisis moneter (1998-2003), maka terdapat beda hasil perhitungan di antara kedua periode tersebut. Sebelum krisis, variabel tingkat bunga SBI berpengaruh secara negatif, namun tidak signifikan. Sebaliknya, pada masa setelah krisis variabel tersebut berpengaruh secara positif dan signifikan.

Melihat fenomena yang terjadi, sebaiknya kebijakan Bank Indonesia harus lebih antisipatif dengan melihat gejala-gejala yang akan timbul sebelum terjadinya inflasi. Dengan keluarnya UU No. 23 Tahun 1999 telah memberikan gerak yang lebih besar bagi Bank Indonesia untuk mensukseskan single objektif yaitu memelihara kestabilan nilai Rupiah. Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang memasukkan variabel-variabel lain terutama kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah. (Harunurrasyid & Yovi Noveriza, 2005: 13).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nairobi yang berjudul “Faktor-faktor Utama yang Mempengaruhi Pergerakkan Inflasi di Kota Bandar Lampung” di dapat tiga kesimpulan, yaitu:

1. Berdasarkan besarnya angka koefisien regresi, tekanan inflasi di daerah Lampung lebih dominan dipengaruhi oleh faktor-faktor non moneter dibandingkan faktor moneter. Faktor moneter yang paling dominan tersebut adalah pengeluaran konsumsi masyarakat, inflasi daerah Jakarta,

dan biaya transportasi. Faktor moneter yang paling dominan adalah faktor peningkatan dalam jumlah uang beredar.

2. Faktor non moneter yang lain yang dapat meningkatkan laju inflasi namun kurang dominan adalah pengeluaran pemerintah, pajak dan retribusi daerah, dan kenaikan upah. Di sisi lain faktor moneter yang berpengaruh namun tidak dominan adalah jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan dan tingkat kurs Rupiah terhadap Dollar USA.

3. Faktor besarnya tingkat bunga deposito dan faktor musiman (periode akhir tahun) berpengaruh deflatoir terhadap laju inflasi daerah. (Nairobi, 2006: 18).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Etty Puji Lestari yang berjudul “Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Terhadap Permintaan Uang M1 Indonesia, Estimasi Data Non Stasioner” dapat dilihat bahwa terdapat adanya kondisi non stasioneritas pada data time series yang digunakan dalam penelitian. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakstabilan kondisi perekonomian di Indonesia. Hasil estimasi jangka panjang dengan VAR menunjukkan masing-masing variabel dipengaruhi oleh variabel itu sendiri yang konsisten pada satu kuartal sebelumnya.

Adanya volatilitas nilai tukar Rupiah sangat mempengaruhi permintaan uang M1 Indonesia. Salah satu solusi yang banyak disarankan adalah agar Bank Indonesia selaku otoritas moneter menetapkan strategi dengan target nilai kurs. Strategi ini dipandang efektif sebagai upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah. Bank Sentral dibutuhkan untuk mempertahankan nilai tukar yang tetap

agar mata uang dari negara yang banyak melakukan perdagangan (baskets of

trading partner currencies) terjaga tingkat kestabilannya. (Etty Puji Lestari, 2005:

11).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Fery Andrianus dan Amelia Niko yang berjudul “Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 1997:3 – 2005:2” didapat bahwa penggunaan suku bunga saat ini sebagai sasaran operasional sebaiknya disertai dengan penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai penghitungan tingkat suku bunga netral di Indonesia mengingat pengaruhnya yang signifikan dalam jangka panjang terhadap inflasi. Laju inflasi yang juga dipengaruhi oleh nilai tukar (exchange rate) dalam jangka pendek menyebabkan pemerintah dan otoritas moneter harus berupaya menjaga kestabilan nilai tukar yang tidak over valued ataupun under valued agar tercapai kestabilan ekonomi. (Fery Andrianus & Amelia Niko, 2006: 11).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Enny Sri Hartati yang berjudul “Dampak Pergerakan Nilai Tukar Terhadap Inflasi (Exchange Rate Pass

Through) di Indonesia” didapatkan dampak lintasan kurs terhadap tingkat inflasi

atau exchange rate pass through dapat melalui dua jalur, yaitu jalur langsung

(direct pass through) dan jalur tidak langsung (indirect pass through). Jalur

langsung adalah melalui perubahan harga barang-barang impor yang langsung mempengaruhi harga barang-barang yang dikonsumsi konsumen, dan melalui perubahan harga impor barang-barang antara dan barang modal. Sementara jalur tidak langsung melalui perubahan net ekspor yang akan mempengaruhi demand

Sesuai dari hasil perhitungan diketahui bahwa pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap inflasi baru terasa dalam jangka panjang. Dengan demikian, dalam jangka pendek kebijakan moneter terutama harus ditujukan untuk mengendalikan

shock itu sendiri. Kebijakan yang efektif untuk mengendalikan laju inflasi dalam

jangka pendek adalah dengan menyerap kelebihan likuiditas perekonomian agar dapat mengurangi kemungkinan digunakannya likuiditas untuk kegiatan yang bersifat spekulatif, baik melalui pengurangan jumlah uang beredar maupun kenaikan tingkat suku bunga. Namun penerapan kebijakan moneter yang ketat dalam kondisi ketidakstabilan nilai tukar, justru berakibat dilematis terhadap pertumbuhan sektor riil sehingga justru menimbulkan dampak inflasi melalui

output gap. Oleh karena itu, dalam jangka panjang, kebijakan pengetatan

likuiditas harus segera dilonggarkan kembali, dan kebijakan moneter lebih fokus pada pengendalian faktor-faktor yang menyebabkan depresiasi Rupiah. (Enny Sri Hartati, 2004: 31).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Didi Nuryadin yang berjudul “Real Effective Exchange Rate Determination in Indonesia: a Behavioral Equilibrium

Exchange Rate Approach” didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa beberapa

variabel seperti net foreign asset, term of trade, dan ratio total trade to GDP

adalah signifikan. Akan tetapi, variabel government dan private consumption

tidak signifikan secara statistik. Pada tahun 1997 nilai tukar mengalami under

valued.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Adji Pratikto & Andy Susilo Lukito Budi yang berjudul “The Impact of Exchange Rate Uncertainty on Indonesian

Exports: Before and During The Period of Crisis ” didapatkan hasil analisis sebagai berikut:

1. Untuk kategori negara berkembang, hasilnya menunjukkan bahwa variabel-variabel world demand benar-benar signifikan untuk persamaannya.

2. Untuk kategori negara industri, import demand rate dari negara-negara sampel tidak dipengaruhi oleh krisis, atau dengan kata lain, uncertanty of

exchange rate tidak dipengaruhi oleh permintaan.

3. Model ini gagal menjelaskan dampak dari nilai tukar terhadap ekspor Indonesia, untuk kedua kategori tersebut.

Dokumen terkait