• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Prahastuti (2000), dalam penelitiannya yang mengambil judul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan minyak sawit (CPO); serta keterkaitan pasar CPO dan minyak goreng sawit di Indonesia, telah meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan luas areal kelapa sawit, produksi CPO, ekspor CPO, produksi minyak goreng sawit, konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit, harga CPO domestik, harga ekspor CPO dan harga minyak goreng sawit. Selain itu, penelitiannya juga bertujuan untuk mengetahui tingkat ketekaitan antara pasar CPO dan minyak goreng sawit di Indonesia. Penelitian ini membuktikan bahwa luas areal kelapa sawit di Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO domestik, harga pupuk, harga ekspor CPO, dan

tingkat suku bunga. Produksi CPO di Indonesia dipengaruhi harga CPO domestik dan luas areal perkebunan kelapa sawit. Sedangkan ekspor CPO dipengaruhi oleh harga CPO domestik, produksi CPO, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit dipengaruhi oleh ekspor CPO, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga CPO domestik dan penewaran CPO domestik. Produksi minyak goreng sawit di Indonesia dipengaruhi penawaran CPO domestik. Pembentukan harga CPO domestik dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Harga ekspor CPO dipengaruhi oleh fluktuasi harga dunia CPO dan produksi CPO Indonesia. Harga minyak goreng sawit dipengaruhi fluktuasi harga CPO domestik.

Menurut Maria Irene Hutabarat (2008), dalam penelitiannya yang mengambil judul Analisis Pengaruh Pajak Ekspor Terhadap Kinerja Industri Kelapa Sawit, telah meneliti tentang permasalahan yang ada pada aspek produksi dan ekspor CPO Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal, produktivitas, ekspor CPO dan harga CPO domestik serta mengevaluasi pengaruh pajak ekspor terhadap kinerja industri kelapa sawit. Pengolahan data dilakukan melalui metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan luas areal kelapa sawit, produksi CPO, produktivitas CPO, pajak ekspor CPO dan harga CPO domestik. Model kuantitatif menggunakan model ekonometrika dengan metode Two Stages Least Square (2SLS) untuk menganalisis pengaruh pajak ekspor terhadap kinerja industri kelapa sawit. Pengolahan data yang diperoleh dilakukan secara bertahap dimulai dengan pengelompokan data dan perhitungan model analisa dengan bantuan komputer.

Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program E-views 4.1 dan Microsoft Excel 2003. Penelitian ini membuktikan bahwa Luas areal kelapa sawit Indonesia secara signifikan dipengaruhi oleh harga CPO (HCPO) pada tingkat kepercayaan 80 persen. Harga CPO berpengaruh nyata terhadap luas areal kelapa sawit, menunjukkan bahwa harga CPO mempengaruhi pertumbuhan luas areal kelapa sawit. Dimana, harga CPO domestik lebih baik dibandingkan dengan harga ekspor CPO yang secara langsung dapat menarik minat para pengusaha kelapa sawit untuk memperluas areal perkebunannya. Dan untuk Produktivitas CPO berhubungan positif dengan harga pupuk dan produktivitas tahun sebelumnya. Ini membuktikan bahwa pengusaha perkebunan kelapa sawit akan tetap meningkatkan produktivitas CPO walaupun harga pupuk yang digunakan cenderung mengalami peningkatan. Sebaliknya harga ekspor CPO, dan harga CPO domestik, berhubungan negatif dengan produktivitas CPO. Sementara Pajak ekspor dan harga CPO tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga CPO domestik pada tingkat kepercayaan 90 persen (pajak ekspor) dan 95 persen (harga CPO tahun sebelumnya). Pajak ekspor yang meningkat akan diikuti dengan meningkatnya harga CPO domestik. Sedangkan ekspor CPO tidak berpengaruh nyata baik pada tingkat kepercayaan 90 persen maupun 95 persen. Jika ekspor CPO menurun, maka harga CPO domestik akan meningkat. Ini menggambarkan bahwa harga CPO di pasar internasional tidak lebih baik dibandingkan dengan harga di pasar domestik. Produksi CPO berpengaruh nyata terhadap ekspor CPO pada tingkat kepercayaan 90 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya produksi CPO maka akan meningkatkan volume CPO yang akan

diekspor. Ekspor CPO tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap ekspor CPO pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan harga ekspor CPO, nilai tukar, pajak ekspor, dan harga BBM dunia tidak berpengaruh nyata. Dan kebijakan pajak ekspor CPO diharapkan mampu memposisikan urutan prioritas secara tepat untuk mencari solusi terhadap masalah ekonomi yang mendesak. Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PE hanya akan menambah mata rantai pungutan disamping biaya yang tak terduga dan yang selama ini telah meningkatkan ongkos produksi dan menghambat pertumbuhan sektor industri, khususnya dalam industri CPO.

Menurut Joseph Obado, Yusman Syaukat, dan Hermanto Siregar (2009), dalam penelitiannya yang berjudul The Impacts Of Export Tax Policy On The Indonesian Crude Oil Palm Industry, telah meneliti tentang dampak kebijakan pajak ekspor terhadap industri CPO Indonesia dengan menggunakan model ekonometrik dengan metode 2SLS. Penelitian ini membuktikan bahwa pajak ekspor berhubungan negatif dengan luas area perkebunan kelapa sawit , produksi , ekspor CPO , dan harga domestik CPO. Sementara pada konsumsi CPO domestik dan tingkat persediaan, pajak ekpsor mempunyai hubungan yang positif. Dalam penelitian ini, para peneliti menganggap bahwa kebijakan pajak ekspor yang diterapka pemerintah hanya akan menguntungkan para konsumen CPO domestik. Menurut para peneliti kebijakan pajak ekspor hanya akan mengurangi daya saing Industri kelapa sawit Indonesia karena memberatkan produsen CPO dalam negeri.

Menurut Amzul Rifin (2010), dalam penelitiannya yang mengambil judul The Effect of Export Tax On Indonesia’s Crude Oil Palm (CPO) Export Competitiveness, telah meneliti tentang daya saing ekspor CPO Indonesia

dibandingkan dengan Malaysia yang merupakan pesaing utama Indonesia akibat adanya kebijakan pungutan ekspor yang diberlakukan pemerintah Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan kebijakan pajak ekspor yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia dan untuk menganalisis pengaruh dari pajak ekspor terhadap daya saing ekspor CPO Indonesia dibandingkan dengan Malaysia. Sebuah persamaan rasio ekspor antara Indonesia dan Malaysia dibangun menggunakan data bulanan. Variabel dependen adalah ekspor CPO dari kedua negara, sedangkan variabel independen yaitu rasio harga, perbedaan pajak ekspor, rasio ekspor minyak sawit, dan rasio nilai tukar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pajak ekspor Indonesia akan menyebabkan berkurangnya daya saing ekspor CPO Indonesia.

Menurut Peersis, Syafrial, dan Nuhfil (2013), dalam penelitiannya yang mengambil judul Dampak kebijakan pajak ekspor terhadap kinerja ekspor CPO (Crude Oil Palm), Produksi, dan Konsumsi minyak goreng di pasar domestik, telah meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekpor CPO Indonesia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi minyak goreng Indonesia, serta telah meneliti tentang dampak kebijakan pajak ekspor terhadap perilaku ekspor komoditi CPO, produksi, serta konsumsi minyak goreng Indonesia. Seluruh persamaan menunjukan hasil yang semuanya adalah overidentified. Maka dari itu analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika dengan sistem persamaan simultan (2SLS) yang meliputi analisis perilaku penawaran dan permintaan dan validasi model. Hasil analisis menunjukan bahwa ekspor CPO Indonesia dipengaruhi secara nyata

oleh harga dunia CPO, kebijakan pajak ekspor CPO, dan ekspor CPO Indonesia pada tahun sebelumnya. Sedangkan, ekspor CPO Malaysia dan nilai tukar tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor CPO Indonesia. Produksi domestik minyak goreng dipengaruhi secara nyata oleh ekspor CPO Indonesia, lahan perkebunan kelapa sawit, dan produksi minyak goreng pada tahun sebelumnya. Sedangkan, harga domestik minyak goreng dan upah riil tenaga kerja tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi domestik minyak goreng. Sedangkan, konsumsi domestik minyak goreng dipengaruhi secara nyata oleh harga domestik minyak goreng, produksi domestik minyak goreng dan konsumsi domestik minyak goreng pada tahun sebelumnya. Sedangkan, harga domestik minyak kelapa dan pendapatan nasional tidak berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi domestik minyak goreng. Dan berdasarkan hasil hasil simulasi dampak peningkatan kebijakan pajak ekspor CPO mengakibatkan penurunan ekspor CPO impor minyak goreng. Selain itu, meningkatkan produksi domestik minyak goreng, konsumsi domestik minyak goreng dan harga minyak goreng sawit. 2.15 Kerangka Konseptual

Sebagai produk berbasis pertanian, maka fluktuasi harga tampaknya tidak akan dapat dihindarkan dan akan menjadi masalah rutin/kronis, baik ketika harga CPO menurun drastis ataupun meningkat tajam seperti saat ini. Kebijakan yang kini dianut oleh pemerintah umumnya belum merupakan kebijakan jangka panjang dalam pengertian kebijakan belum mantap sehingga sering direvisi. Revisi dilakukan karena alasan ekonomi, sosial, bahkan tekanan dari kelompok berkepentingan (interest group) yang memiliki lobi kuat ke pemerintah.

Pemerintah telah merumuskan kebijakan baru untuk minyak sawit di tahun 2008 secara menyeluruh, baik dari sisi tarif maupun kebijakan pengembangan industri hilir, menjaga daya saing ekspor, penerapan sustainable palm oil, dan perumusan kebijakan jangka panjang. Pemerintah melakukan evaluasi pada kebijakan yang masih berlaku. Saat ini pemerintah menerapkan pengenaan pajak ekspor secara progresif dengan berpatokan pada harga minyak sawit mentah di Rotterdam. Besaran harga patokan ekspor dan PE-nya akan ditentukan secara periodik setiap bulan. Sedangkan kebijakan lainnya saat ini ialah pemberian subsidi bagi PPN minyak goreng.

Harga CPO dalam negeri sangat ditentukan oleh harga CPO internasional. Harga CPO dunia yang tinggi merupakan daya tarik yang besar bagi pengusaha dalam negeri untuk mengekspor CPO dan menghindarkan diri dari kewajibannya memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pasokan CPO bagi industri minyak goreng sehingga stabilitas harga minyak goreng juga akan terganggu. Menurut Menteri Perdagangan (2007), kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri disebabkan oleh kenaikan harga minyak sawit mentah di pasar internasional. Artinya, pasar CPO dunia diduga mempengaruhi pasar CPO dan minyak goreng domestik.

Jika pemerintah bermaksud mengatasi masalah tersebut secara jangka panjang, pemerintah harus mengambil kebijakan yang bersifat fundamental (mendasar). Kebijakan tersebut akan memerlukan biaya yang cukup besar, namun diyakini mampu menyelesaikan masalah secara lebih mendasar dan jangka panjang. Investasi biaya yang mahal tersebut akan terbayarkan jika masalah

fluktuasi harga dan ketidakpastian kebijakan dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini akan menguntungkan baik bagi industri, konsumen, dan tentunya pemerintah.

Dampak kebijakan ini dapat diduga dengan menggunakan metode ekonometrika, yaitu 2SLS. Alasan dipilihnya metode 2SLS ini karena pendugaan setiap parameternya unik dan penerapannya relatif mudah. Kerangka konseptual kebijakan perdagangan pajak ekspor terhadap industri kelapa sawit terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2.15 Kerangka Konseptual

Industri Kelapa Sawit (CPO)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

industri kelapa sawit

Produktivitas Luas Areal

Kelapa Sawit

Tingkat Produksi CPO

Kebijakan Pajak Ekspor

2.16 Hipotesis

Menurut (Sekaren, U., 2003) dalam Sukaria Sinulingga (2011:94), hipotesis suatu pernyataan tentang hubungan logis antara dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat diuji kebenarannya.Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Hipotesis ada dua yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis statistik (Ha). Hipotesis nol adalah hipotesis negatif yang menyangkal jawaban sementara yang dirancang oleh peneliti yang harus diuji kebenarannya dengan analisa statistik. Sedangkan hipotesis statistik adalah rumusan hipotesis yang akan diuji kebenarannya melalui perhitungan statistik. Berdasarkan perumusan masalah maka peneliti menetapkan hipotesis di dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel Harga CPO Domestik, dan variabel luas areal kelapa sawit 5 tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap luas areal kelapa sawit Sumatera Utara.

2. Variabel harga ekspor CPO, harga CPO domestik, dan produktivitas tahun sebelumnya berpengaruh possitif terhadap produktivitas CPO Sumatera Utara.

3. Variabel harga ekspor CPO, nilai tukar, pajak ekspor, produksi CPO dan ekspor CPO tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap ekspor CPO Sumatera Utara.

4. Variabel pajak ekspor berpengaruh negatif terhadap kinerja industri kelapa sawit di Sumatera Utara.

Dokumen terkait