• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis

1. Hubungan Moral Reasoning dengan Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Moral Reasoning atau penalaran moral merupakan upaya dalam memecahkan suatu masalah moral dengan menggunakan logika yang sehat. Dalam berlogika secara sehat seseorang harus mampu untuk memahami dengan baik masalah yang sedang dihadapi sebelum memutuskan pemecahan masalah seperti apa yang akan diambilnya.

Begitu juga dengan mahasiswa akuntansi yang merupakan calon akuntan di masa depan, ketika mereka dihadapkan pada berbagai kasus pelanggaran etika yang dilakukan para akuntan, mereka akan memiliki persepsi etis atas kejadian tersebut. Mahasiswa dengan tingkat Moral Reasoning yang tinggi dalam memberikan persepsi etis dari kasus pelanggaran etika akan mendasarkan perilaku akuntan tersebut pada prinsip-prinsip moral. Sebaliknya, mahasiswa akuntansi dengan tingkat Moral Reasoning yang rendah akan cenderung mengabaikan prinsip-prinsip moral dalam memberikan persepsi etis kasus pelanggaran etika yang dilakukan para akuntan.

Ilham (2012) pada penelitiannya menyatakan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara tingkat penalaran moral siswa dengan kedisiplinan siswa. Seorang siswa yang memiliki tingkat penalaran moral yang baik akan memiliki perilaku yang baik juga, dimana hal tersebut menunjukkan adanya kesatuan antara penalaran moral dan perilaku moral tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Al-Fithrie (2015) menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan Moral Reasoning terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi. Berdasarkan penjelasan di atas maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis :

H1 : Moral Reasoning berpengaruh positif terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi.

2. Hubungan Ethical Sensitivity dengan Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Ethical Sensitivity atau sensitivitas etika merupakan tingkat kepekaan terhadap nilai-nilai etika yang ada. Selain memiliki Moral Reasoning, akuntan seharusnya juga memiliki sensitivitas etika yang tinggi karena tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh para akuntan akan mempengaruhi kinerja dari para akuntan tersebut. Akuntan yang memiliki tingkat sensitivitas etika tinggi kemungkinan untuk melakukan penyimpangan etika sangat kecil, sedangkan akuntan dengan sensitivitas etika yang rendah kemungkinan untuk berbuat penyimpangan etika lebih tinggi. Kinerja dari para akuntan secara tidak langsung telah mendapat sorotan dan penilaian dari kalangan masyarakat termasuk dengan mahasiswa, khususnya mahasiswa akuntansi yang nantinya akan menjadi penerus profesi akuntan di masa yang akan datang.

Informasi mengenai perilaku tidak etis para akuntan atau pelanggaran terhadap etika seperti pada kasus Enron menjadi contoh pelanggaran kode etik yang dipelajari oleh mahasiswa ketika berada di bangku perkuliahan. Mahasiswa yang memiliki tingkat sensitivitas etika yang tinggi akan mengambil pelajaran dari kasus tersebut dan cenderung menghindari kasus yang serupa. Mereka akan memiliki persepsi yang baik terhadap para akuntan yang tidak menyimpang dari etika yang berlaku. Sedangkan mahasiswa yang memiliki tingkat sensitivitas etika yang rendah akan cenderung mengabaikan dan tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan meniru dari contoh kasus yang ada.

Penelitian yang dilakukan oleh Al-Fithrie (2015) menyatakan bahwa Ethical Sensitivity berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi. Selain itu, Febrianty (2010) menyatakan bahwa ethical sensitivity berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis mahasiswa akuntansi. Berdasarkan penjelasan di atas maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis :

H2 : Ethical Sensitivity berpengaruh positif terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi.

3. Gender dapat memoderasi Pengaruh Moral Reasoning terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi

Selama dibangku perkuliahan, mahasiswa akuntansi tentunya pasti sering membahas mengenai pelanggaran perilaku etis dari para akuntan. Salah satu contohnya yaitu mengenai kasus yang terjadi pada Enron dan melibatkan kantor akutan publlik Arthur Anderson. Dari pembahasan mengenai kasus tersebut tentunya akan memunculkan persepsi dari mahasiswa yang akan dipengaruhi salah satunya oleh Moral Reasoning yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut.Mahasiswa yang memiliki tingkat Moral Reasoning yang tinggi maka akan memiliki persepsi negatif terhadap para akuntan yang melakukan pelanggaran etika. Sedangkan mahasiswa dengan tingkat Moral Reasoning yang rendah maka akan cenderung meniru perilaku dari para akuntan tersebut untuk melakukan pelanggaran terhadap kode etik.

Al-Fithrie (2015) menyatakan bahwa Moral Reasoning yang dimiliki oleh mahasiswa salah satunya dipengaruhi oleh Gender. Mahasiswa laki-laki cenderung akan memiliki tingkat Moral Reasoning yang rendah dibanding mahasiswa perempuan. Laki-laki memiliki moral yang lebih rendah sehingga akan dapat mempengaruhi pula penalaran moralnya, sedangkan perempuan lebih dipengaruhi oleh perasaan dan penghayatan akan kejadian yang terjadi disekitarnya sehingga perempuan akan lebih mudah menerima aturan norma yang ada. Lebih lanjut Al-Fithrie (2015) pada penelitiannya mengungkapkan bahwa gender dapat memoderasi pengaruh Moral Reasoning terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi.

Febrianty (2010) mengungkapkan bahwa laki-laki akan bersaing untuk mencapai kesuksesan dan lebih cenderung akan melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan karena menurut mereka pencapaian suatu prestasi merupakan suatu persaingan. Sementara perempuan dalam bekerja akan lebih menitikberatkan pada pelaksanaan tugas dengan baik dan hubungan kerja yang harmonis. Oleh karena itu perempuan akan lebih mungkin untuk lebih patuh terhadap aturan-aturan dan kurang toleran terhadap individu yang melanggar aturan.

Saputra (2005) juga mengungkapkan hal yang sama, yaitu laki-laki dan perempuan membawa nilai dan sifat yang berbeda dalam dunia kerja, dimana perbedaan nilai dan sifat tersebut akan mempengaruhi laki-laki dan perempuan dalam membuat keputusan dan praktik. Laki-laki akan

cenderung bersaing untuk mencapai kesuksesan dengan cenderung untuk melanggar aturan karena memandang pencapaian suatu prestasi sebagai suatu persaingan. Sementara perempuan lebih memilih untuk patuh terhadap aturan dan kurang toleran terhadap tindakan yang melanggaar aturan. Sugiarti (2004) pada penelitiannya menyatakan adanya perbedaan sikap dan perbedaan penilaian etika antara laki-laki dan perempuan dilingkungan kerja. Berdasarkan penjelasan di atas maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis :

H3 : Gender dapat memoderasi Pengaruh Moral Reasoning terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi

4. Gender dapat memoderasi Pengaruh Ethical Sensitivity terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi

Dalam menjalankan tugasnya, para akuntan dituntut untuk mematuhi kode etik profesi yang ada, akan tetapi, pada kenyataannya tidak sedikit para akuntan yang melanggar dan tidak mematuhi kode etik yang berlaku. Dari berbagai kasus pelanggaran tersebut maka akan memunculkan persepsi dari berbagai golongan seperti masyarakat serta mahasiswa, khususnya mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan dimasa yang akan datang.

Munculnya persepsi tersebut akan dipengaruhi salah satunya oleh tingkat sensitivitas etika yang dimiliki. Seseorang yang memiliki tingkat sensitivitas etika yang tinggi akan cenderung memiliki persepsi yang positif

kepada para akuntan yang mematuhi kode etik profesi yang ada dan akan memiliki persepsi negatif terhadap akuntan yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat sensitivitas etika yang rendah akan cenderung mengabaikan perilaku para akuntan yang melanggar kode etik profesi.

Al-Fithrie (2015) mengungkapkan bahwa tinggi rendahnya sensitivitas etika yang dimiliki mahasiswa akan dipengaruhi oleh gender. Mahasiswalaki-laki cenderung memiliki tingkat sensitivitas etika yang rendah dibandingkan dengan mahasiswa perempuan. Hal ini dikarenakan laki-laki dalam berfikir dan bertindak cenderung menggunakan logika, yaitu termasuk pada saat memberikan penilaian atau persepsi terkait kasus-kasus yang terjadi disekitarnya, sedangkan perempuan dalam berfikir dan bertindak cenderung menggunakan perasaan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Al-Fithrie (2015) mengungkapkan bahwa gender dapat memoderasi pengaruh Ethical Sensitivity terhadap persepsi etis mahasiswa akuntansi. Sugiarti (2004) menyatakan secara umum perempuan memiiki tingkat sensitivitas etika yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Saputra (2005) pada penelitiannya menyatakan bahwa terdapat perbedaan sensitivitas etika yang signifikan antara akuntan publik perempuan dan akuntan publik laki-laki. Kartika (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa tidak terdapat perbedaan sensitivitas etika antara mahasiswa akuntansi pria dan mahasiswa akuntansi wanita terhadap aktivitas tidak etis yang terjadi

didalam lingkungan akademik. Berdasarkan penjelasan di atas maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis :

H4 : Gender dapat memoderasi Pengaruh Ethical Sensitivity terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi

5. Perbedaan Moral Reasoning Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Islam dengan Moral Reasoning Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Negeri/Nasional

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Moral Reasoning atau penalaran moral merupakan upaya dalam memecahkan suatu masalah moral dengan menggunakan logika yang sehat. Pembahasan mengenai moral tidak terlepas dari akhlak, karena jika dilihat dari segi fungsi dan peran dapat dikatan moralitas dan akhlak adalah sama, yaitu sama-sama menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia, untuk ditentukan baik atau buruknya, akan tetapi apabila dilihat dari segi sumber maka terdapat perbedaan, yaitu pada moralitas berasal dari kebiasaan umum yang berlaku umum di masyarakat, sedangkan akhlak berdasarkan al-Quran dan hadis.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa walaupun moral dan akhlak bersumber dari sumber yang berbeda akan tetapi mereka memiliki fungsi yang sama yaitu sama-sama digunakan untuk menentukan benar atau salahnya suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.

Menurut Reza (2013) religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam pengkahayatan atas agama yang dianut. Lebih lanjut Reza (2013) mengungkapkan bahwa religiusitas memiliki lima dimensi. Pertama akidah, yaitu tingkat keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agama Islam. Kedua syariah, yaitu tingkat kepatuhan muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan dalam agama Islam. Ketiga akhlak, yaitu tingkat perilaku seorang muslim berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam, bagaimana bersosialisasi dengan dunia beserta isinya. Keempat pengetahuan agama, yaitu tingkat pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agama Islam sebagaimana termuat dalam al-Quran. Kelima penghayatan yaitu mengalami perasaan-perasaan dalam menjalankan aktivitas beragama dalam agama Islam.

Mahasiswa akuntansi dengan lingkungan perguruan tinggi yang dilandasi ajaran agama kemungkinan akan memiliki tingkat penalaran moral yang lebih baik dan akan lebih baik dalam pengambilan keputusan penilaian mengenai etis atau tidaknya suatu tindakan. Dikarenakan pendidikan agama yang didapatkan oleh mahasiswa dari perguruan tinggi yang didasari ajaran agama akan menjadi norma dan nilai yang dianut oleh mahasiswa didalam kehidupan moral, karena didalam agama mengandung norma dan nilai yang mengatur semua sistem kehidupan manusia. Seperti yang diungkapkan Sumarmi (2007) yang menyatakan bahwa penalaran

moral bukanlah sesuatu yang bersifat bawaan, akan tetapi merupakan suatu hal yang diperoleh dan dipelajari dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.

Nazaruddin (2012) pada penelitiannya menyatakan bahwa individu dengan tingkat religiositas yang tinggi cenderung akan memiliki kemampuan penalaran moral yang baik dibandingkan dengan individu yang kurang religios. Individu yang religios dalam membuat suatu keputusan etis akan lebih mendasarkan pada keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral universal. Lebih lanjut Nazaruddin (2012) menyebutkan bahwa individu yang mempertimbangkan pendekatan agama dalam kehidupannya akan menyisihkan waktu untuk berpikir dan berdoa, menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran agamanya, dan sadar akan keberadaan Tuhan sehingga individu tersebut akan memiliki kemampuan kognitif yang relatif baik ketika dihadapkan pada dilema etika.

Berdasarkan penjelasan di atas maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis :

H5 : Moral Reasoning Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Islam lebih baik dibandingkan Moral Reasoning Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Negeri/Nasional.

6. Perbedaan Ethical Sensitivity Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Islam dengan Ethical Sensitivity Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Negeri/Nasional

Ethical Sensitivity atau sensitivitas etika merupakan tingkat kepekaan terhadap nilai-nilai etika yang ada. Menurut Reza (2013) religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam pengkhayatan atas agama yang dianut. Seseorang yang berada pada lingkungan yang didasari oleh ajaran agama, dalam hal ini mahasiswa akuntansi pada perguruan tinggi Islam, kemungkinan akan memiliki pengetahuan yang lebih mengenai agama serta akan lebih kokoh terhadap keyakinan dan lebih mengkhayati atas agama yang dianut.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa didalam agama terdapat aturan yang mengatur semua sistem kehidupan manusia. Dengan demikian, seseorang dengan pengetahuan agama dan sangat meyakini dan mengkhayati atas agama yang dianut akan memiliki tingkat sensitivitas etika yang tinggi pula. Ini dikarenakan orang dengan pengetahuan agama dan mengkhayati ajaran agama yang dianut akan sangat menghindari hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama yang telah dianutnya. Salah satunya yaitu melakukan perbuatan yang menyimpang dari etika. Dari penjelasan tersebut maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis :

H6 : Ethical Sensitivity Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Islam lebih baik dibandingkan Ethical Sensitivity Mahasiswa Akuntansi Perguruan Tinggi Negeri/Nasional.

Dokumen terkait