• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dengan menggunakan teori LSF dilakukan terhadap berbagai peristiwa bahasa. Pertama, Sinar meneliti “Phasal and Experiential Realisation in

data berupa bahan kajian Ideologi Wacana Kekuasaan: Daya Semiotik Ideasional dan Interpersonal” (2004). Sinar meneliti teks pidato Presiden Irak dan Amerika Serikat, pada Konteks Situasi dalam Teks” (2003). Hasil penelitian ini dijadikan rujukan awal dalam analisis teks Imlek peserta didik etnik Tionghoa Medan.

Kedua, Nurlela dengan disertasi berjudul “Representasi Leksikogramatika

Teks Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto Dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono: Sebuah Kajian Makna Berdasarkan Analisis Sistemik Fungsional.” Penelitian kualitatif ini menggunakan metode analisis deskriptif eksplanatif mengkaji representasi leksikogramatika teks pidato kenegaraan Presiden Soeharto (1982 & 1983) dan dua teks pidato kenegaraan Presiden SBY (2006 & 2007).

Penelitian terhadap teks pidato Presiden Suharto dan SBY menemukan fakta bahwa representasi leksikogramatika pada tataran makna eksperiensial didominasi oleh Proses Material dengan dominasi pemakaian Partisipan II bukan manusia sebagai medium dan Partisipan I manusia sebagai Agen. Mental Kognisi muncul lebih dominan pada teks Soeharto, sedangkan teks SBY lebih dominan dengan Mental Keinginan, dengan Pengindera sebagai Partisipan I muncul dominan pada semua teks. Sirkumstan didominasi Sirkumstan Waktu, Cara, Sebab dan Tempat.

Temuan pada fungsi Antarpersona berfokus pada Modus Deklaratif. Ini menunjukkan kedua presiden memanfaatkan secara maksimal media teks pidato kenegaraan untuk menyampaikan berbagai informasi penting tentang kebijakan pembangunan masing-masing. Sebaliknya, representasi leksikogramatika fungsi tekstual didominasi oleh Tema Bermarkah atau Tak Lazim dalam teks Soeharto,

sebaliknya, teks SBY didominasi oleh Tema tidak Bermarkah atau Lazim. Hal ini menunjukkan, teks Soeharto ditata dengan cara menempatkan dominasi non-Subjek sebagai pokok persoalan yang ditemakan, sedangkan teks SBY ditata dengan cara dominasi Subjek sebagai pokok yang ditemakan. Model penelitian Nurleka yang mengungkapkan dominasi fungsi bahasa dalam metafungsi menjadi model analisis yang relevan dengan target analisis terhadap teks Imlek peserta didik dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan penelitian ini juga mengidentifikasi dan menganalisis dominasi fungsi bahasa tersebut dengan teori LSF pada objek yang berbeda.

Ketiga, Rozanna Mulyani dengan disertasi berjudul “Fungsi dan Implikasi

Makna Logis Pantun Melayu Deli dan Serdang” (2011). Teori yang digunakan dalam penelitian ini teori (LSF) yang digagas oleh Halliday (2004) dan diadaptasi oleh Saragih (2006) dan Sinar (2008). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggali bentuk wacana budaya Melayu Deli dan Serdang, yaitu pantun dan diharapkan dapat memberi kontribusi untuk pemertahanan budaya daerah (lokal) sebagai bagian dari kebudayaan Nasional. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi fungsi logis yang direalisasikan pantun Melayu Deli dan Serdang, merumuskan pola fungsi logis yang digunakan dalam pantun Melayu Deli dan Serdang, menganalisis implikasi makna logis pantun Melayu Deli dan Serdang, dan menginterpretasi implikasi makna logis pantun Melayu Deli dan Serdang.

Penelitian Mulyani (2011) dilakukan secara kualitatif dengan data pantun tertulis. Hasil penelitan ini menemukan bahwa pada hubungan logis sampiran (1) – (2) dalam PAA, POM, dan POT yang terdiri atas masing – masing 20 klausa

kompleks, dan semuanya berjumlah 60 klausa kompleks, setelah direalisasikan 10 jenis fungsi logis, didapati bahwa fungsi logis (hubungan logis) yang dominan ada

dua, yaitu Ganda Hipotaktik (α×β), dan Ekstensi Parataktik, yaitu sama – sama

berjumlah 21 (35%). Pada hubungan logis sampiran (1) – (2) dan isi (3) – (4) ada empat jenis hubungan logis yang kosong, yaitu lokusi Parataktik (1”2), lokusi

Hipotaktik (α”β), ide Parataktik (1’2), dan ide Hipotaktik (α’β).

Di samping meneliti hubungan logis sdampiran dan isi, penelitian ini juga meneliti dominasi Proses dan Sirkumstan Proses dan konteks situasi. Pada konteks situasi, Pantun Lisan (berbalas pantun) didapati bahwa pemantun tidak siap dengan pantun – pantunnya, pemantun banyak gugup dan lupa akan pantun yang dijualnya. Sedangkan pada pantun perkawinan, walau pemantun dihadapkan dengan lawan pantunnya, aturan pantun tetap terjaga. Rumus ab-ab nya terjaga baik. Pada pantun perkawinan didapati bahwa di samping bersifat logogenetik fonologis juga bersifat filogenetik etnografis. Pantun yang merupakan kearifan budaya lokal secara konseptual merupakan kebijaksanaan masyarakat Melayu Deli dan Serdang.

Penelitian Mulyani (2011) membuka cakrawala kearifan budaya lokal dalam analisis LSF, sehingga penelitian tersebut berkorelasi dengan penelitian terhadap teks Imlek. Penelitian teks Imlek ini juga menggunakan teori LSF untuk menganalisis metafungsi dan konteks sosial sebelum menemukan kearifan budaya lokal pemilik tradisi Imlek tersebut, yang dalam penelitian ini adalah peserta didik etnik Tionghoa Medan.

Keempat, Risnawati dengan disertasi “Pergeseran Makna Tekstual Dalam

Terjemahan Teks Populer “See You At The Top” (Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia)” (2011). Disertasi ini menganalisis pergeseran makna tekstual yang terdapat dalam sebuah buku teks dengan judul “See you at the Top” dan versi terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Teori yang digunakan untuk menganalisis makna tekstual terjemahan buku tersebut, yang pertama digunakan teori Halliday (1994; 2004) dan Halliday dan Hassan (1980), khususnya yang hubungkait dengan pengidentifikasian tema-rema dan kohesi; yang kedua digunakan teori Catford (1996); Nida dan Taber (1969); Larson (1984); dan Zellermeyer (1987), untuk analisis pergeseran dalam penerjemahan. Metode riset yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan mengadopsi usulan Miles dan Huberman (1994) khususnya dalam tahapan dalam penganalisisan data.

Penelitian Risnawaty (2011) memokuskan pada analisis tekstual. Temuannya adalah terdapat 10 pergeseran makna tekstual, terutama sekali dalam makna tunggal dalam BS menjadi makna tunggal juga dalam BT, penggantian pengulangan adjektiva dalam BS dan BT dan pergeseran dalam tema-rema. Sebagai simpulan bahwa unsur-unsur penambahan lebih mendominasi pergeseran makna tekstual. Penggunaan teori LSF dalam analisis teks penerjemahan berimplikasi pada proses penerjemahan gagasan yang disampaikan oleh peserta didik dalam penulisan teks Imlek pada penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian Risnawaty ini berkedudukan penting dalam analisis Tema-Rema.

Kelima, Muhizar Muchtar dengan disertasi berjudul “Tematisasi dalam

Translasi Dwibahasa: Teks Bahasa Inggris-Indonesia” (2010). Penelitian yang menggunakan teori LSF serta teori translasi Larson dan Catford ini pada dasarnya untuk melihat pengedepanan ide dan pemodelan dalam translasi. Pengedepanan ide ini dilihat dari Tema dan pergeseran Tema saat penerjemahan. Analisis dilakukan terhadap lima teks bahasa Inggris dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia secara kualitatif. Setiap teks yang berasal dari kelima sumber data diidentifikasi dan dianalisis atas Tema dan Rema, baik Tema Bermarkah, Tema Tak Bermarkah, Tema Sederhana, Tema Kompleks, Tema Tunggal, maupun Tema Majemuk. Dari hasil identifikasi inilah diketahui adanya pergeseran tema dalam translasi dan bagaimana terjadinya pergeseran tema dalam translasi. Dari identifikasi ini juga diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran Tema. Faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara teks berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagaimana dilakukan oleh Muchtar (2010) dijadikan model analisis dalam pengungkapan faktor sebab perbedaan dominasi metafungsi dan konteks sosial dalam teks Imlek dalam penelitian ini.

Keenam, T. Thyrhaya Zein dengan disertasi berjudul “Representasi Ideologi

Masyarakatr Melayu Serdang dalam Teks,Situasi, dan Budaya” (2009). Penelitian difokuskan pada pengungkapan representasi ideologi dalam bahasa (teks), situasi, dan budaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menerapkan metode analisis isi, yang pada jenjang bahasa menganalisis isi gramatika transivitas teks, nilai situasional, budayawi, dan ideologi masyarakat Melayu Serdang (MMS).

Analisis dilakukan dengan berlandaskan kerangka teoretik LSF, dengan konstruk analitik yang dirumuskan peneliti. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri, yang merumuskan konsep dan menerapkannya dalam penelitian. Instumen pendukung berupa angket.

Penelitian ini menemukan bahwa ideologi MMS diwarnai dan diwataki oleh Poses Maerial, Prses Relasional, dan Proses Mental. Pada tataran konteks Situasi, teks MS merepresentasikan medan situasi yang berkaitan dengan MP, MA, dan MM, kegiatan sosial terintitusi, dan isi yang dibahas berada pada kontinum (+) spesialisasi. Pada tataran konteks Budaya, teks mempresentasikan fungsi sosial, struktur generik, dan ciri linguistik pada teks MS. Penelitian Zein (2009) telah menggunakan angket dalam meneliti teks secara LSF, sehingga dijadikan rujukan awal dalam penelitian terhadap teks Imlek yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Ketujuh, Darmayanti dengan tesis “Metafunsi Bahasa dari Teks yang

Digunakan sebagai Bahan Ajar Bahasa Inggris untuk Mahapeserta Didik Teknik Pengairan Fakultas Teknik Univesitas Brawijaya” (2012). Dengan menggunakan desain kualitatif konten analisis sebagai metode, penelitian ini menyelidiki struktur teks yang digunakan sebagai bahan ajar mata kuliah bahasa Inggris di jurusan teknik pengairan dengan menganalisis metafungsi bahasa yang terdiri dari metafungsi tekstual, interpersonal dan experiensial, hubungan logis dalam klausa majemuk meliputi tingkat keterkaitan atau taksis dan hubungan logicosemantic.

Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa setiap teks memanfaatkan berbagai sumber daya bahasa dan terstruktur dengan cara tertentu untuk mencapai

tujuannya dengan didominasi oleh klausa deklaratif dan klausa material. Penggunaan teori metafungsi dalam mengidentifikasi klausa pada teks bahan ajar tersebut menjadi kontradiksi dalam penelitian terhadap teks Imlek yang justru ditulis oleh peserta didik. Meskipun demikian, perbedaan tersebut menjadi menarik untuk studi banding hasil penelitian ini, terutama untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di Indonesia.

Kedelapan, Hidayati meneliti “Metafungsi dalam Khotbah Jumat di Masjid

Chusain dan Al-Azhar, Kairo, Mesir: Analisis Fungsional” (2012). Khotbah Jumat dalam penelitian ini diteliti dengan teori metafungsi yang diasumsikan memiliki tiga fungsi (metafungsi), yakni: metafungsi ideasional, metafungsi interpersonal, dan metafungsi tekstual. Hubungan ketiga metafungsi tersebut dengan khotbah Jumat sebagai berikut: Pertama, metafungsi ideasional atau makna pengalaman, yang merupakan intisari tuturan khotbah Jumat. Tanpa memahami makna ideasional yang dituturkan khathib dalam khotbah Jumat, maka pesan atau wasiat tidak akan sampai kepada jamaah. Kedua, interaksi sosial antara khathib dengan jamaah sangat berpengaruh dalam pencapaian tujuan khotbah Jumat. Karena ketidakharmonisan hubungan antara khathib dan jamaah, akan menyebabkan kegaduhan saat khotbah berlangsung serta perhatian jamaah tidak kepada khathib yang sedang berkhotbah. Ketiga, berkaitan dengan metafungsi tekstual, yaitu bagaimana gagasan atau ide tersebut dituangkan dalam teks yang sistematis dan logis. Berdasarkan hal tersebut, penelitian terhadap teks Imlek juga dilakukan secara metafungsi, terutama dalam mengungkap kearifan budaya lokal.

Kesembilan, Abdulrahman Adisaputra dengan judul artikel “Linguistik

Fungsional Sistemik: analisis Teks Materi Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD)” dalam Logat: Jurnal Ilnmiah Bahasa dan Sastra (2008). Adisaputra (2008) dalam artikelnya menggunakan teori yang dikemukakan Halliday, yaitu LSF. Dalam tulisannya, analisis teks dengan pendekatan LSF terhadap teks mata pelajaran bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas dua sekolah dasar menghasilkan beberapa temuan sebagai simpulan analisis. Sebagai simpulan dapat dilihat bahwa unsur transitivitas sangat memengaruhi suatu teks. Klausa yang saling berhubungan menciptakan makna dalam teks. Jika dilihat dari kontekstual dan inferensinya, dinyatakan bahwa kedua teks masih belum dapat dikatakan sebagai teks pembelajaran yang universal. Di samping itu, melalui tulisan ini dapat diketahui seberapa besar pengaruh transitivitas pada suatu teks dan mengapa hal itu bisa terjadi. Berbeda dengan artikel tersebut, dalam tulisan ini diterapkan LSF pada bentuk teks yang berbeda, di samping melihat perbedaan pengaruh transitivitas pada teks yang berbahasa Inggris karena dalam tulisan ini, teks yang dianalisis menggunakan bahasa Indonesia. Penganalisisan terhadap perbedaan transitivitas dalam teks menjadi bagian dalam penelitian terhadap teks Imlek, terutama untuk mengukur pengaruh yang muncul dari penggunaan teori LSF terhadap teks Imlek.

Kesepuluh, Susanto meneliti “Kearifan budaya lokal dalam Tetralogi Laskar

Pelangi: Sebuah Pendekatan Sistemik Fungsional” (2009). Penelitian ini menjadi penelitian dengan sumber data berupa teks yang berkesejajaran dengan teks Imlek berdasarkan teori LSF. Elemen struktur penganalisaan metafungsi ini dipakai untuk

melihat sejauh mana kearifan bahasa dalam Novel Laskar Pelangi yang merupakan buku pertama dalam Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Dalam Laskar

Pelangi, Andrea bercerita tentang kehidupan 10 orang anak (Ikal, Lintang, Sahara,

Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Trapani dan Harun) yang berasal dari keluarga miskin yang menempuh pendidikan SD dan SMP di sebuah sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan kesederhanaan dan keterbatasan. Dalam Sang

Pemimpi, Andrea lebih jauh mengeksplorasi hubungan persahabatan dan

persaudaraan antara Ikal dan Arai yang bercita-cita tinggi dalam kondisi ekonomi yang terbatas. Dalam Edensor, ia menulis secara rinci dan menarik tentang kisah Ikal dan Arai ketika menjelajahi Eropa sampai Afrika dan dalam Maryamah Karpov, ia mengisahkan tentang pertemuan antara Ikal dan A Ling yang penuh dengan perjuangan. Hal yang relatif sama akan dilakukan terhadap teks Imlek, yakni untuk melihat sejauh mana kearifan budaya lokal yang terdapat dalam teks-teks yang ditulis o;leh peserta didik etnik Tionghoa Medan.

Kesebelas, Amrin Saragih (2011) meneliti kearifan budaya lokal berdasarkan

pemakaiannya, dapat berupa ungkapan, semboyan, pepatah, peribahasa, gurindam, pantun, syair dan lain sebagainya. Penutur bahasa Simalungun mengungkapkan dengan sindiran bahwa orang yang menyakiti hatinya tidak dibalas tetapi dia memberikan nasihat agar si pengusik hatinya berhati-hati dengan orang lain karena orang lain mungkin tidak sesabar dia yang telah disakiti dan mungkin dia si pengusik akan mendapat balasan serta-merta dari orang lain dengan gurindam nang haluppang

Anda sipengusik tidak tersangkut pada batu, tapi tersangkut di kulit kayu, tidak mendapat balasan dari daku tetapi jika Anda berbuat seperti ini kepada dia orang lain, Anda akan mendapat balasan sebagai buruk padahnya).

Saragih (2011) memberi contoh, bahwa dalam bahasa Batak Toba seseorang dengan arif dapat memastikan apa yang terjadi melalui penglihatan mata hati dan bukan mata biasa sehingga dia dapat melihat posisi jarum yang jatuh di dalam kegelapan dengan ungkapan madabu jarum tu na potpot ndang diida mata alai diida

roha (Jarum yang jatuh dalam kegelapan dapat dilihat tempat jatuhnya dengan mata

hati walaupun tidak dapat diidentifikasi dengan mata biasa).

Penutur bahasa Karo menggunakan unkapan kias bagi si pacar yang suka mempermainkan si gadis atau pemuda dengan unkapan bage kundur truh papan (seperti labu di bawah papan). Pernyataan ini ditujukan kepada seseorang (lelaki atau perempuan) yang bermulut manis, menebar janji ke banyak orang bahwa dia mencintai seseorang (lelaki atau perempuan) tetapi dalam hatinya dia hanya memilih satu orang saja dari sekian banyak yang kena jerat janji manisnya, sementara yang lain dijadikan serap atau cadangan saja. Jika yang sesungguhnya dia inginkan tidak jadi, dia (lelaki atau perempuan) masih dapat memilih dari sekian banyak cadangan calon yang dia buat. Buah kundur atau labu biasanya di sayur, dan biasa disimpan di bawah lantai rumah yang terbuat dari papan. Buah kundur atau labu manis hanya dimasak kalau tidak ada lagi sayur yang lain. Masyarakat penutur bahasa Jawa mengungkapkan jika seseorang salah atau memiliki kelemahan, dinasehatkan agar kesalahan atau kelemahannya itu tidak digunakan terus-menerus untuk menyudutkan

dia sehingga dia tidak berpeluang mendapatkan kesempatan lain. Ungkapan yang digunakan adalah ngono yo ngono, ning ojo ngono (kalaupun begitu, jangalah begitu kali caranya).

Kearifan yang diungkapkan dalam budaya Batak dan Karo sebagaimana diteliti oleh Saragih (2011) tersebut merupakan sebuah keyakinan yang secara teoretik berpijak pada konsep ideologis. Berdasarkan konsep kearifan budaya lokal inilah penelitian terhadap teks Imlek peserta didik etnik Tionghoa Medan dilakukan dengan kerangka teoretik LSF.

2.4 Hipotesis

Penelitian ini didasarkan pada penetapan hipotesis untuk pengujian data korelasi metafungsi bahasa dan konteks sosial. Metafungsi bahasa bertindak sebagai variabel X (variabel bebas) sedangkan konteks sosial bertindak sebagai variabel Y (variabel terikat). Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah Ho dengan Ha sebagai hipotesis alternatif. Ho dinyatakan dalam pernyataan, “Tidak ada hubungan yang signifikan antara metafungsi bahasa dengan konteks sosial” sedangkan Ha dinyatakan dalam pernyataan, “Ada hubungan yang signifikan antara metafungsi bahasa dengan konteks sosial.”

Dokumen terkait