• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Penelitian Terdahulu

Sesuai dengan tema dalam penelitian ini, maka pasar modal syariah akan lebih difokuskan dalam perbandingan antara indeks syariah dan indeks konvensional dalam hal kinerja risiko dan imbal hasil. Harus diakui belum banyak penelitian yang dilakukan tentang hal ini. Penelitian yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut :

Hakim dan Rashidian (2002 : 10) melihat risiko dan imbal hasil dari indeks syariah dengan melihat hubungan antara DJIMI, Wilshire 5000 dan TIBILLS 3 bulanan periode Desember 1999 sampai dengan April 2002. DJIMI adalah indeks syariah di Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh Dow Jones dan Wilshire 5000 adalah kumpulan dari 5000 perusahaan terbesar di Amerika Serikat. DJIMI adalah bagian dari Wilshire 5000. Sekitar 75% saham di Wilshire 5000 tidak memenuhi kriteria syariah. Hakim dan Rashidian menggunakan Statistik Deskriptif, Unit Root Test, Cointegration Test, Causality Test dan VECM. Hasilnya adalah Indeks syariah memiliki karakteristik risiko dan imbal hasil yang unik, yaitu indeks syariah kurang terdiversifikasi dari pada Wilshire 5000 namun memiliki imbal hasil yang lebih kecil dan disiko yang lebih kecil pula dibandingkan Wilshire 5000.

Penelitian dengan obyek pasar modal syariah dilakukan oleh Aruzzi dan Bandi (2003). Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana variable tingkat suku bunga, rasio profitabilitas dan beta akuntansi dapat mempengaruhi risiko sistematik atau beta saham syariah yang tergabung dalam

48 Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) secara bersama-sama ataupun secara parsial pada periode pengamatan yang diambil dalam penelitian tersebut. Adapun obyek yang diteliti adalah saham perusahaan yang termasuk ke dalam JII dalam periode Januari 2008– Desember 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama maupun parsial variabel-variabel tingkat suku bunga, rasio profitabilitas dan beta akuntansi tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap beta saham syariah. Koefisien determinasi adalah sebesar 7,1% ini berarti variabel-variabel tingkat suku bunga, rasio profitabilitas dan beta akuntansi hanya dapat menjelaskan beta saham syariah sebesar 7,1%, sedangkan 92,9% dijelaskan oleh variabel-variabel lain.

Hinsa Siahaan (Maret 2007 : 1), Setiap investasi selalu membandingkan besarnya risiko dengan pengembalian yang diharapkan. Investasi disebut juga sebagai the trade off between Risk and return. Hampir semua investor tidak suka dengan risiko, kalau boleh menghindarinya. Untuk mengharapkan agar investor bersedia mengambil risiko tinggi, maka kepada mereka harus ditawarkan tingkat pengembalian yang tinggi. Dengan kata lain apabila seorang investor menghendaki tingkat pengembalian yang lebih tinggi, dia harus berani atau bersedia mengambil risiko yang lebih tinggi. High risk high return.

Hinsa Siahaan (Maret 2007: 15). Pada dasarnya , proses investasi di pasar keuangan (di pasar uang dan pasar modal) adalah meliputi; tahapan menentukan tujuan investasi (set investment policy), tahapan penilaian sekuritas secara individual (perform security analysis), tahapan membentuk portfolio (construct a

49

portfolio), tahapan merivisi portfolio, dan tahapan penilaian kinerja portofolio (Evaluate the performance of the portfolio).

Di Malaysia, Ahmad, Z dan Haslindar Ibrahim (2002 : 33) menunjukkan tetang penelitian perbandingan Islamic Index dengan KLSE Composite Index (KLCI). Hasilnya, Islamic Index lebih baik dari KLCI tersebut.

Hakim dan Rashidian (2002 : 5) juga menggunakan Rasio Sharpe dan hasilnya, DJIMI memiliki Rasio Sharpe yang lebih rendah dibandingkan dengan Wilshire 5000, ini menggambarkan DJIMI memiliki risiko per unit imbal hasil yang lebih kecil dari pada Wilshire 5000. Dan dalam pasar modal US, tidak ada hubungan jangka panjang yang stabil antara DJIMI dan Wilshire 5000. Kesimpulan lain yang ada dari penelitian ini adalah seleksi yang ada pada DJIMI tidak mempengaruhi kinerja dari indeks dan tidak mengakibatkan investasi pada DJIMI kehilangan imbal hasil jika dibandingkan dengan Wilshire 5000. DJIMI dan Wilshire 5000 sama-sama kompettif.

Albaity, M dan Rubi Ahmad (2008 : 41) menganalisa imbal hasil dari saham Islamic di Malaysia. Penelitiannya menggunakan Unit Root Test, Correlation dan Cointergration Test, Granger Causality, dan Vector Error Correction Model. Data yang diambil sebagai sample observasi adalah Saham gabungan (KLCI), Indeks Syariah (KLSI) dan TBills 3 bulanan Malaysia. Periode data dari April 1999 sampai dengan Desember 2003. Hasilnya adalah TBills memiliki return tertinggi, lalu diikuti oleh KLSI dan KLCI. Diketahui pula adanya : (1) hubungan jangka panjang antara KLCI dan KLSI, (2) KLSI ternyata menyebabkan KLCI, (3) TBill 3 bulanan menyebabkan KLSI dan (4) KLSI-KLCI

50

mempunyai hubungan timbale balik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tbills tidak mempengaruhi dalam jangka panjang.

Rulindo, R dan Todi Kurniawan (2006 : 46) meneliti tentang hubungan risiko dan imbal hasil dari IHSG dan JII, juga melihat hubungan dan pengaruh dari TBills (suku bunga Bank Indonesia) dalam IHSG dan JII dan melihat pula pengaruh yang ada antara mereka. Data dari Januati 2001 sampai dengan Desember 2004. Variable yang digunakan adalah IHSG, JII dan TBills tiga bulanan. Analisa menggunakan Deskriptif Statistik, Unit Root Test, Cointegration, dan Granger Causality. Hasil yang ada adalah terlihat perbedaan antara IHSG dan JII. Di mana JII memiliki imbal hasil yang lebih besar dibandingkan dengan IHSG. Dalam hubungan jangka panjang, tidak terjadi hubungan antara TBills,IHSG dan JII, satu sama lain saling mandiri. Ini cukup menarik karena dalam penelitian-penelitian sebelumnya, ditemukan minimal adanya satu hubungan antara variable yang ada. Dan dapat disimpulkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar yang efisien karena harga informasi yang ada tercermin langsung dalam harganya. Dengan hasil ini, investor dapat pindah dari IHSG ke JII tanpa perlu khawatir mengenai tingkat suku bunga.

Dalam jangka pendek TBills mempengaruhi IHSG dan JII secara langsung. Ini memperlihatkan sebuah ide pada kita bahwa investor yang ada dalam IHSG dan JII termasuk investor yang bermain aman, memiliki kecenderungan pada tingkat bunga bebas resiko. Secara prilaku, investor yang berinvestasi dalam JII lebih termotivasi pada keuntungan jangka pendek, bukan pada kesadaran untuk berinvestasi di indeks syariah. Hasil lain penelitian ini yang

51

cukup penting adalah adanya seleksi secara syariah tidak mempengaruhi kinerja dari JII.

Hakim dan Rashidian (2004) membandingkan dua indeks, yaitu Dow Jones Sustainibility Index (DJSI) dan Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI). ‘Keranjang’ besar dari DJSI dan DJMI adalah Dow Jones World Index (DJW). DJSI sering disebut sebagai Green Index karena berbasiskan moral dalam penyaringannya. Jadi untuk dapat masuk dalam DJSI harus dilihat apakah memiliki keberpihakan pada nilai-nilai moral yang dianut secara umum. Indeks ini memiliki lebih dari tiga ratus saham DJSI. Hampir sama dengan DJIMI, hanya saja DJIMI memiliki criteria syariah, dimana ada seleksi yang sesuai dengan prinsip Islam dalam memasukkan saham-saham ke dalam indeks ini. DJIMI diluncurkan pada Februari 1999. Data yang digunakan adalah data mingguan, periode data adalah Januari 2000 sampai dengan Agustus 2004, dengan total 243 minggu. Dengan menggunakan dasar Capital Asset Pricing Model dalam teori, Deskriptif Statistik, metode Ordinary Least Square (OLS) dan Generalized Method of Momments (GMM) ditemukan bahwa adanya seleksi tidak mengakibatkan kinerja dari DJIMI berkurang, walaupun secara kinerja dengan menggunakan Rasio Treynor nilai DJSI jauh lebih baik dari DJIMI. Secara imbal hasil memang DJIMI memiliki imbal hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan DJSI, namun DJIMI juga memiliki risiko (dari standar deviasi) yang lebih kecil dibandingkan DJSI.

Hasil penelitian lainnya adalah DJIMI terkena tekanan risiko dua kali lipat dibandingkan DJSI, jika kita beralih dari DJSI ke DJIMI. DJIMI kurang sensitif

52

terhadap fliktuasi dalam risiko sistematis dibandingkan dengan Dow Jones World Index, artinya jika kita mengacu pada DJIMI maka kita tidak akan mendapatkan tekanan risiko lagi dibandingkan ketika kita mengacu pada DJW. Hakim dan Rashdian dalam penelitian ini menggunakan conditional CAPM dan menguji validitas dari conditional CAPM ini. Hasilnya adalah DJIMI conditional CAPM berlaku dengan terpenuhinya syarat garis potong adalah pada risk free rate, beta tunggal berlaku dan hubungan antara nilai DJIMI dapat dijelaskan secara linier oleh CAPM. Hasil yag sedikit berbeda ditunjukkan pada DJSI, dimana beta tunggal DJSI tetap ada namun DJSI tidak memiliki garis potong pada risk free rate, dan hubungan antara nilai DJSI tidak dapat dijelaskan secara linie oleh CAPM, DJSI jauh lebih rumit dibandingkan dengan DJIMI.

Dokumen terkait