• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Penelitian Terdahulu

Berikut ini terdapat beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan

referensi dan pembanding oleh penulis dalam melakukan penelitian ini:

1. Muhammad Sholahudin (2013), dengan judul “Tantangan Perbankan

Syariah Dalam Peranannya Mengembangkan UMKM”. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan data kualitatif. Hasil penelitian mengatakan

bahwa secara kualitatif ternyata peran perbankan syariah terhadap UMKM masih

belum memuaskan. Tantangan utama lembaga keuangan syariah adalah

menyelesaikan permasalahan fundamental tersebut yang terdiri dari kerangka

sistem yang berbasis pada bunga, ketidakstabilan standar mata uang dan pola

piker permissive akibat lingkungan kehidupan kapitalistik.

2. Jaka Sriyana (2010), dengan judul “Strategi Pengembangan Usaha Kecil

dan Menengah (UKM) : Studi Kasus di Kabupaten Bantul”. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) memiliki peranan penting

dalam perkeonomian lokal daerah, khususnya dalam menggerakkan aktivitas

ekonomi regional dan penyediaan lapangan kerja di Kabupaten Bantul.Namun

demikian diperlukan berbagai kebijakan yang bersifat terobosan untuk memotong

mata rantai masalah yang dihadapi UKM, khususnya untuk mengatasi beberapa

hal yang menjadi hambatan dalam bidnag pengembangan produk dan pemasaran.

3. Zednita Azriani (2008), dengan judul “Peranan Bank Perkreditan Rakyat

Terhadap Kinerja Usaha Kecil di Sumatera Barat”. Temuan yang ada dalam penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang nyata dari karakteristik nasabah

Bank Nagari. Kredit yang diterima usaha kecil berpengaruh positif dan berbeda

nyata terhadap nilai omset penjualan, tetapi tidak berpengaruh secara nyata

terhadap penyerapan tenaga kerja usaha kecil. Kinerja usaha kecil nasabah BPR

binaan Bank Nagari ternyata tidak berbeda nyata dengan kinerja usaha nasabah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan dan pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

merupakan salah satu motor penggerak yang krusial bagi pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi dibanyak negara di dunia. Salah satu karakteristik dari

dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju pertumbuhan PDB yang

tinggi di Negara-negara Asia Timur dan Tenggara yang dikenal dengan sebutan

Newly Industrializing Countries (NIC’s) seperti Korea Selatan, Singapura, dan

Taiwan adalah kinerja UKM mereka yang sangat efisien, produktif dan memiliki

tingkat daya saing global yang tinggi (Tambunan, 2002:19). UKM di

negara-negara tersebut sangat responsif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahnya

dalam pembangunan sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang

berorientasi ekspor. Di negara-negara berkembang dengan tingkat pendapatan

menengah dan rendah, peranan UKM juga sangat penting. Di beberapa Negara

kawasan Afrika, perkembangan dan pertumbuhan UKM sekarang diakui sangat

penting untuk menaikkan output agregat dan kesempatan kerja (Tambunan,

2002:19).

Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, UKM memiliki peranan baru

yang lebih penting lagi yaitu sebagai salah satu faktor utama pendorong

perkembangan dan pertumbuhan ekspor non migas dan sebagai industri

pendukung yang membuat komponen-komponen dan sparepats untuk Usaha

Besar (UB) lewat keterkaitan produksi misalnya dalam bentuk subcontracting.

UKM juga bisa berperan penting dalam pertumbuhan ekspor dan bisa bersaing

dipasar domestik terhadap barang-barang impor maupun dipasar global. Di

Indonesia, UKM sangat diharapkan dapat menjadi salah satu pemain penting

dalam penciptaan pasar baru bagi Indonesia bukan hanya didalam negeri tetapi

lebih penting lagi diluar negeri, jadi sebagai salah satu sumber penting bagi

surplus neraca perdagangan dan jasa atau neraca pembayaran (balance of

payment).

Pentingnya UKM khususnya Usaha Kecil (UK) di negara-negara

berkembang sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam

negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran

terutama dari golongan masyarakat berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi

pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan

daerah pedesaan serta masalah urbanisasi dengan segala efek negatifnya. Artinya,

keberadaan atau perkembangan UKM diharapkan dapat memberi suatu kontribusi

positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah

tersebut.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu,

yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan krisis moneter

telah mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami suatu resesi ekonomi

yang besar. Krisis ini sangat berpengaruh negatif terhadap hampir semua lapisan

atau golongan masyarakat dan hampir semua kegiatan-kegiatan ekonomi didalam

negeri, tidak terkecuali kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam skala kecil dan

semua sektor ekonomi dan kontribusinya yang besar terhadap penciptaan

kesempatan kerja dan sumber pendapatan, khususnya di daerah pedesaan dan bagi

rumah tangga berpendapatan rendah, tidak dapat diingkari betapa pentingnya

UKM.

Kawasan perkotaan di Indonesia, seperti juga perkotaan di dunia ketiga,

banyak dijumpai berkembangnya industri kecil sebagai akibat tidak mampunya

pemerintah mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Beberapa kegiatan

industri kecil bahkan masuk dalam sektor informal. Namun keberadaan mereka

belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada umumnya pemerintah

daerah sebagai pengelola kota masih banyak memikirkan sektor formal yang lebih

mudah dikontrol. Padahal sektor industri kecil dan menengah memiliki kontribusi

yang nyata bagi pengatasan masalah pengangguran dan masalah perekonomian

kawasan perkotaan. ILO melaporkan bahwa 60% buruh di kota-kota negara

berkembang diserap oleh sektor informal dan kegiatan pada UKM. Dilaporkan

juga bahwa peran sektor UKM sangat penting karena mampu menciptakan

pasar-pasar, mengembangkan perdagangan, mengelola sumber alam, mengurangi

kemiskinan, membuka lapangan kerja, membangun masyarakat dan menghidupi

keluarga mereka tanpa kontrol dan fasilitas dari pihak pemerintah daerah yang

memadai (ILO, 1991 dan Reddy et.al., 2002).

Perkembangan UKM di Indonesia tidak lepas dari bebagai macam masalah

yang tingkat intensitas dan sifatnya berbeda tidak hanya menurut jenis produk

atau pasar yang dilayani, tetapi juga berbeda antarwilayah/lokasi, antarsentra,

kegiatan/sektor yang sama. Namun demikian, ada beberapa masalah umum yang

dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti keterbatasan modal kerja

dan/atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas

yang baik namun dengan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi modern,

SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), dan

informasi khususnya mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk

distribusi).

Sejalan dengan kenyataan seperti diatas, pemerintahan Indonesia juga terus

memberikan perhatian yang serius terhadap eksistensi UKM. Perhatian ini

diberikan dalam berbagai bentuk fasilitas seperti penyederhanaan pengurusan

perizinan, kenyamanan dan kepastian hukum, pendidikan dan pelatihan, informasi

pemasaran dan sebagainya. Bahkan lebih jauh dari itu, pemerintah sangat konsen

membantu dan memfasilitasi pengusaha UKM dari aspek permodalan dan

pembiayaan. Misalnya, Kementrian Koperasi dan UKM pada 23 Februari 2015

mengatakan menurunkan suku bunga Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir Kredit

Usaha Kecil Menegah (LPDB KUKM) dan berlaku mulai Maret 2015. Penurunan

ini salah satunya bertujuan mencapai target penyaluran dana pembiayaan bagi

pengusaha UKM sebesar Rp. 2,65 triliun (Bisnis.Com). Kebijakan pemerintah ini

akan membantu seluruh pengusaha UKM di Indonesia termasuk

pengusaha-pengusaha UKM di Sumatera Utara.

Kebijakan pengembangan UKM secara nasional harus diikuti dengan

adanya keselarasan kebijakan pengembangan UKM diberbagai daerah sehingga

merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah

provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan semua pihak yang terkait. Semua pihak

harus bekerjasama dan saling membantu sehingga sasaran dan tujuan

pengembangan UKM yakni meningkatkan kesejahteraan ekonomi tercapai dengan

efektif. Dalam hal pendanaan dan pembiayaan misalnya, kerjasama dan kemitraan

antar bank dan lembaga keuangan lainnya dengan para pengusaha UKM harus

terbina dan berjalan dinamis, saling menguntungkan dan lain-lain seperti mana

maksud penetapan PP No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan.

Berkaitan dengan kemitraan dan kerjasama ini, pengusaha-pengusaha UKM

Sumatera Utara diangap relatif beruntung karena di Sumatera Utara telah eksis

berbagai Bank dan lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan. Eksistensinya

pula relatif luas, merata dan beragam sebab banyak Bank konvensional dan

banyak bank syariah/unit usaha syariah. Eksistensi perbankan konvensional dan

perbankan syariah serta Unit Usaha Syariah yang sedemikian banyak di Sumatera

Utara merupakan lembaga-lembaga terdepan dalam menyalurkan berbagai jenis

dana, kredit dan pembiayaan kepada pengusaha UKM antara lain: Kredit Usaha

Tani, Kredit KUD, Kredit Kopersi untuk Anggota, Kredit Kelayakan Usaha dan

sebagainya.

Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia dengan lalu lintas

perekonomian yang begitu banyak jelas memiliki potensi yang besar bagi

pengembangan UKM. Pemerintah Kota Medan telah memasukkan UKM sebagai

salah satu prioritas dalam program kerja pembangunan ekonominya. Capaian

95,10% dengan jumlah UKM sebanyak 222.000 usaha. Kota Medan memiliki

pertumbuhan perdagangan dan industri yang cukup tinggi di Sumatera Utara,

terbukti dengan perkembangan baik di sektor jasa, perdagangan dan industri

setiap tahunnya. Pemerintah Kota Medan telah memasukkan UKM sebagai salah

satu prioritas dalam program kerja pembangunan ekonominya.

Di tingkat daerah, khususnya Kabupaten Deli Serdang, dapat dilihat bahwa

secara umum pertumbuhan perekonomian Kabupaten Deli Serdang tidak terlepas

dari kontribusi UKM. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan UKM yang

ada di Kabupaten Deli Serdang cukup pesat pada unit usaha baik yang bergerak di

sektor industri maupun yang bergerak di sektor perdagangan.

Tabel 1.1

Pertumbuhan UKM Kabupaten Deli Serdang (tahun 2007-2009) Jenis

Usaha Variabel Satuan 2007 2008 2009

Usaha Kecil Jumlah Usaha Unit 13.244 13.527 13.751 Tenaga Kerja Orang 57.391 158.627 159.023 Modal Rp. Juta 637.235.425 646.492.588 654.206.890 Volume Usaha Rp. Juta 895.345.350 975.727.675 1.056.110.000 Aset Rp. Juta 723.455.200 737.155.178 750,855.16 Usaha Menengah Jumlah Usaha Unit 673 684 691 Tenaga Kerja Orang 97.501 98.033 98.473 Modal Rp. Juta 543.250.125 545.413.864 547.216.946 Volume Usaha Rp. Juta 367.508.415 400.971.897 428.858.127 Aset Rp. Juta 473.127.510 509.392.737 539.613.750

Sumber: Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang

Dari data tersebut di atas terlihat sebuah gambaran potensial menyangkut

lokal. Hal ini dapat dilihat dari trend peningkatan angka tenaga kerja yang

terserap, akumulasi modal yang meningkat serta pertumbuhan volume dan aset

usaha setiap tahunnya. Pengembangan ekonomi lokal adalah merupakan suatu

konsep pengembangan ekonomi yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber

daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya kelembagaan lokal yang ada

pada suatu masyarakat, oleh masyarakat itu sendiri melalui pemerintah lokal

maupun kelembagaan berbasis masyarakat yang ada. Pengembangan ekonomi

lokal dilakukan oleh para stakeholder (pemerintah lokal, swasta dan masyarakat

lokal) dan menitik beratkan pada peningkatan daya saing, pertumbuhan ekonomi

yang berkelanjutan, serta penciptaan lapangan kerja yang dirancang dan

dilaksanakan secara spesifik untuk setiap komoditas atau wilayah, serta peran

aktif atau insiatif dari para stakeholder.

Berkembangnya UKM di berbagai daerah baik di wilayah perkotaan

maupun di wilayah pedesaan seperti di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang

memiliki potensi dan prestasi yang berbeda-beda. Prestasi (keberhasilan) dapat

diartikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau tingkat pencapaian tujuan

organisasi. Menurut Mulyadi (2001) “Prestasi adalah penentuan secara periodic

efektifitas operasional suatu organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran

standar dan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.

Prestasi atau keberhasilan suatu usaha menurut pendapat Yusuf (2002) dapat

diukur melalui 2 cara, yaitu: (1) Cara kualitatif, yakni diukur dari faktor sumber

daya manusia. Sumber daya manusia adalah asset perusahaan yang paling penting

dipengaruhi dengan motivasi. (2) Cara kuantitatif, dapat diukur melalui beberapa

faktor, yaitu: (a) Pertumbuhan Penjualan, pertumbuhan penjualan diukur dengan

seberapa besar rata-rata penjualan tahun sekarang dibandingkan dengan tahun

lalu. (b) Pertumbuhan Laba, dengan laba yang diperoleh, perusahaan akan dapat

mengembangkan berbagai kegiatan, meningkatkan jumlah aktiva dan modal serta

dapat mengembangkan memperluas bidang usahanya. Pertumbuhan laba diukur

berdasarkan laba rata-rata yang diperoleh tahun yang lalu dibandingkan dengan

laba rata–rata tahun sekarang. (c) Pertumbuhan Tenaga Kerja, menurut Subiakto

(2004) salah satu indicator keberhasilan dilihat dari pertumbuhan tenaga kerja dari

sebuah usaha kecil.

Dokumen terkait