• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. METODE PENELITIAN

2. Penelitian Utama

Penelitian utama terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama yaitu menentukan formula nugget ikan nila. Bagian kedua yaitu membuat nugget ikan yang ditambahkan tepung wortel dan karagenan.

a. Proses Pembuatan Nugget Ikan Nila

Pembuatan nugget ikan dalam penelitian ini dimulai dengan menentukan formula nugget. Formula nugget yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari formula nugget yang digunakan dalam penelitian Hapsari (2002). Penentuan formula nugget dan batter

dilakukan berdasarkan metode trial and error untuk memperoleh perbandingan komposisi bahan yang paling tepat. Formulasi nugget yang akan dimodifikasi terdapat pada Tabel 5. Sedangkan komposisi

batter terdapat pada Tabel 6.

Tahapan proses pembuatan nugget dalam penelitian ini dilakukan dengan memodifikasi proses pembuatan yang digunakan dalam penelitian Aswar (1995) dengan yang terdapat dalam Asian Pasific Food Industry (2002). Modifikasi dilakukan dalam tahap pemasakan. Dalam penelitian Aswar (1995) dilakukan pengukusan setelah pencetakan, sedangkan pada Asian Pasific Food Industry

(2002) langsung dilakukan pencelupan dalam larutan batter setelah dicetak. Diagram alir proses pembuatan nugget dapat dilihat secara jelas pada Gambar 6.

Tabel 5. Formula nugget ikan

No Bahan Jumlah

1 Daging Ikan giling 80 %

2 Tepung 15 % 3 Susu skim 1 % 4 Soya Lecitin 1 % 5 Garam 1.5 % 6 STPP 0.25 % 7 Bumbu 1.25 % Sumber : Hapsari (2002)

Keterangan : Bahan Pengisi terdiri dari tepung terigu dan tepung maizena dengan perbandingan 1 : 1

Tabel 6. Formula batter Bahan Jumlah (per 100 g adonan) Terigu 24.81 g Maizena 5.64 g Garam 0.75 g Air 68.8 g

b. Proses Pembuatan Nugget Ikan Nila dengan Penambahan Tepung Wortel dan Karagenan

Pembuatan nugget ikan nila dilakukan dengan menggunakan formula nugget ikan yang diperoleh (Tabel 9). Selanjutnya dalam formula tersebut ditambahkan tepung wortel dan karagenan. Penambahan serat pangan (tepung wortel dan karagenan) dilakukan dengan beberapa konsentrasi berdasarkan total daging ikan yang digunakan. Proses pembuatannya dapat dilihat pada Gambar 6.

Batas maksimum penambahan serat pangan dicari melalui metode trial and error. Setelah didapat batas maksimum penambahan, dibuat enam kombinasi perlakuan berdasarkan batas maksimum yang telah diperoleh. Kemudian dilakukan uji organoleptik pada enam kombinasi penambahan serat pangan menggunakan uji kesukaan (hedonik) terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur secara keseluruhan (over all) serta uji ranking secara keseluruhan (over all).

Selanjutnya pada nugget yang mendapatkan penerimaan terbaik dari panelis dan nugget kontrol (tanpa penambahan serat pangan) dilakukan analisis sifat fisik yang meliputi warna (chromameter), daya iris (Texture Analyser TAX2i) dan sifat kimia yang meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, lemak dan protein), analisis nilai pH, analisis serat pangan (metode enzimatis), analisis total karoten (metode HPLC), analisis kadar natrium (metode AAS).

Tepung wortel Ikan karagenan

Pencucian

Pemfilletan

Penggilingan

Pembuatan adonan

(penambahan tepung, emulsi dan bumbu)

Pencetakan

Pencelupan dalam larutan batter

Pelumuran tepung roti (breading/coating)

Penggorengan secara deep fat frying

T = 180°C, 70 detik

Nugget ikan

3. Rancangan Percobaan

Penentuan perlakuan terbaik pada nugget di dalam penelitian utama ini menggunakan dua faktor yaitu faktor α dan , dimana :

faktor α adalah jumlah tepung wortel (dari total daging ikan nila)

α1 = tepung wortel 10 %

α2 = tepung wortel 12,5 %

α3 = tepung wortel 15 %

faktor adalah konsentrasi karagenan (dari total daging ikan nila).

1 = karagenan 0,5 %

2 = karagenan 1 %

Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial 2x3 dengan dua kali ulangan (Gaspersz, 1991) dengan model linear sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + j + (α )ij + εijk

Dimana : Yijk = Output dari nugget ke-k yang dibuat dengan jumlah tepung wortel pada konsentrasi ke-i dan karagenan

dengan konsentrasi j

µ = Nilai rata-rata output yang sesungguhnya αi = Pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor α

j = Pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor

(α )ij = Pengaruh interaksi jenis taraf ke-i dari faktor α dan taraf ke-j dari faktor

εijk = Pengaruh galat percobaan pada nugget yang dibuat dengan tepung wortel pada konsentrasi ke-i dan karagenan dengan konsentrasi-j

C. METODE ANALISIS

1. Kadar Air (AOAC, 1984)

Sampel sebanyak 2.0 gram dihancurkan dan dimasukkan ke dalam cawan, lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam. Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya.

Kadar air = (berat cawan akhir) – (berat cawan awal) x 100 % (berat basah) berat sampel

2. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 1.0 - 2.0 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 1.0 gram K2SO4, 40 mg HgO dan 2.0 ml H2SO4

pekat. Setelah itu didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih. Dibiarkan dingin, lalu ditambahkan sedikit air suling dan 10 ml 60 % NaOH-5 % Na2S2O3 lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml H3B03 dan 2-4 tetes indikator merah metil serta metil biru hingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N standar hingga titik akhir.

% N = (ml contoh - ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100 % (bb) berat contoh (mg)

3. Kadar Lemak Kasar (AOAC, 1984)

Labu lemak yang akan digunakan dalam alat ekstraksi Soxhlet dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Pelarut heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, sesuai dengan ukuran alat

ekstraksi Soxhlet yang digunakan, lalu dilakukan refluks selama 5 jam. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah itu didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang.

% lemak = berat lemak x 100 % (bb) berat sampel

4. Kadar Abu (AOAC, 1984)

Sampel ditimbang 2.0 - 3.0 gram, dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dibakar pada pembakar sampai asapnya habis. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 4 - 5 jam. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang.

% kadar abu = berat abu x 100 % (bb) berat sampel

5. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat (bb) = 100 – (kadar protein+lemak+air+abu)

6. Analisis Kadar Serat Pangan, Metode enzimatis (Asp et al., 1983)

a) Persiapan sampel

Sepuluh gram sampel (W) dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer kemudian ditambah 25 ml buffer Na-fosfat dan dibuat menjadi suspensi. Penambahan buffer berguna untuk menstabilkan enzim termanyl. Ke dalam labu Erlenmeyer ditambah 100 μl termanyl, labu ditutupi dan diinkubasi pada T= 100 oC selama 15 menit sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambah termanyl dan pemanasan adalah untuk

memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu. Kemudian labu diangkat dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi pH 1.5 dengan menambahkan HCl 4 M. setelah itu ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH menjadi 1.5 dimaksudkan agar kondisi lingkungan optimum bagi aktivitas pepsin. Labu Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi 60 menit.

Setelah 60 oC labu Erlenmeyer diangkat dan ditambah 20 ml air destilata, kemudian pH diatur menjadi 6.8 (dengan NaOH 4 M) yang merupakan pH optimum bagi aktivitas enzim pankreatin. Setelah pH sesuai lalu ditambahkan 100 mg enzim pankreatin, labu ditutup kemudian diinkubasi pada suhu 40oC dan diagitasi selama 60 menit. pH diturunkan sampai 4.5 dengan menggunakan HCl. Larutan disaring melalui crucible kering yang telah diketahui beratnya (porositas 2) yang mengandung 0.5 gram celite kering. Kemudian dicuci 2 kali masing-masing dengan 10 ml air destilata. Setelah proses ini didapat residu dan filtrat.

b) Penentuan Kadar Serat Pangan Tidak Larut (IDF)

Residu yang didapat dari tahap persiapan sampel dicuci dua kali masing-masing dengan 10 ml aseton. Kemudian residu dikeringkan pada suhu 105 oC sampai beratnya tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (X1). Residu diabukan dalam tanur pada suhu 500 oC paling tidak selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (Y1).

c) Penentuan Kadar Serat Pangan Larut (SDF).

Filtrat yang didapat dari tahap persiapan sampel ditepatkan volumenya sampai 100 ml dengan menggunakan labu takar 100 ml. Larutan dituang kedalam gelas piala lalu ditambah 400 ml etanol 95 % hangat (60 oC) dan diendapkan selama satu jam. Larutan disaring dengan crucible kering (porositas 2) yang mengandung 0.5 gram celite

kering, kemudian dicuci 2 kali masing-masing dengan 10 ml etanol 95 %, dua kali masing-masing dengan 10 ml etanol. Endapan dikeringkan pada suhu 105 oC sampai beratnya tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah dingin (Y2).

d) Pembuatan Blanko

Blanko untuk serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF) diperoleh dengan cara yang sama pada tahap persiapan sampel tetapi pada pembuatan blanko tidak digunakan sampel dan semua pereaksi yang digunakan dalam tahap persiapan sampel harus digunakan. Dari tahap pembuatan blanko juga didapat residu dan filttrat. Residu yang didapat diberikan perlakuan yang sama seperti pada tahap penentuan kadar serat pangan tidak larut. Berat residu setelah dikeringkan dan diabukan digunakan sebagai blanko untuk penentuan kadar serat pangan larut. Berat filtrat setelah dikeringkan dan diabukan digunakan sebagai blanko untuk penentuan kadar serat pangan larut (B2).

e) Koreksi protein pada residu

Koreksi protein dilakukan pada residu IDF (K1) maupun SDF (K2). Koreksi protein bertujuan untuk menghindari kesalahan positif akibat adanya protein dalam residu yang yang belum terurai oleh enzim termanyl dan pankreatin. Analisis protein pada residu dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl.

f) Perhitungan serat pangan total

IDF (% bb) = (X1-Y1-B1-K1) X 100% W

SDF (% bb) = (X2-Y2-B2-K2) X 100% W

Total serat pangan (TDF) = IDF + SDF

Keterangan : W : berat sampel

X1 : berat residu setelah dianalisis dan dikeringkan (g) X2 : berat filtrat setelah dianalisis dan dikeringkan (g) Y1 : berat residu setelah diabukan (g)

Y2 : berat filtrat setelah diabukan (g)

B1 : berat blanko serat makanan bebas abu untuk kadar serat pangan tidak larut (IDF)

B2 : berat blanko serat makanan bebas abu untuk kadar serat pangan larut (SDF)

K1 : Koreksi protein pada residu serat pangan tidak larut (IDF) K2 : Koreksi protein pada residu residu pangan larut (SDF)

7. Analisis β-Karoten Metode HPLC (Parker, 1992)

Pengukuran kadar -karoten dilakukan dengan metode High Performance Liquid Chromatographi (HPLC). Sampel sekitar 0.1 gram diblender 15-20 menit kemudian diekstrak dengan heksan dan aseton (1:1) dan disaring menggunakan corong Buchner dalam kondisi vakum. Filtrat yang dihasilkan dimasukkan kedalam tabung reaksi untuk dikeringkan dengan gas N2 atau di freez dryer. Filtrat yang sudah kering ditambah 4 ml KOH 5 % dalam metanol. Selanjutnya filtrat dikocok satu menit dan diaerasi selama 30 menit. Ekstrak dipanaskan dalam penangas air suhu 60 oC selama 30 menit. Ekstrak dikocok kembali satu menit. Lapisan atas ekstrak diambil dan dikumpulkan. Filtrat hasil pengumpulan disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm sehingga terpisah. Fase organik yang

terbentuk dikumpulkan dan ditambah 3 ml asam asetat 5 % dalam air bebas ion, dikocok. Selanjutnya fase organik yang telah ditambah asam asetat dan air bebas ion disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Fase organik dipindahkan dan dikeringkan dengan N2 (freezdryer). Residu kering ditambah 5 ml CHCl3 5 % dalam metanol. Selanjutnya dikeringkan dan diaerasi selama 30 menit. Ekstrak didiamkan dalam pendingin suhu -20 oC selama 12 jam. Selanjutnya ekstrak dikeringkan dengan N2. Residu kering ditambah 2 ml metanol, asetonitril dan NHCl3, sebagai fase gerak (48.5 %, 48.5 %, 3 %).

Standar -karoten dicampurkan dalam petroleum eter, dievaporasi dan dicampurkan dengan diklorometan. Konsentrasi standar ditunjukkan secara spektrofotomketrik menggunakan koefisien ekstensi molar E tem 1 % = 2530,. Konsentrasi yang berbeda digunakan untuk analisa HPLC dan memplot grafik standar. Koefisien korelasi dihitung untuk menaksir kelinieran diantara konsentrasi standar dan puncak area grafik. Sampel diencerkan untuk diinjeksikan dan pemisahan analisa dihubungkan dengan rata-rata aliran pelarut pada 1.5 ml per menit dengan sensitifitas detektor (AUFS) 0.02 dan standar lebar gelombang 450 nm. Konsentrasi -karoten dihitung dengan grafik standar menggunakan rumus :

Luas puncak sampel

Kadar -karoten (ppm) = x konsentrasi standar x FP Luas puncak standar

Keterangan : FP = faktor pengenceran = 4

8. Analisis Total Karoten Metode Spektrofotometer (Parker, 1992)

Sampel yang sudah halus ditimbang sebanyak 7.0 gram dan diaduk dengan 42 ml akuades. Sebanyak 20 ml suspensi sampel tersebut ditambahkan 0.1 gram MgCO3, 10 ml aseton dan 15 ml heksan, diblender selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat dipindahkan ke labu pemisahan, sedangkan residu ditambahkan 5 ml aseton dan 10 ml heksan, diblender 5

menit, diekstraksi dan filtrat dipindahkan ke labu pemisahan yang sama. Ekstraksi dilakukan 1-2 kali sampai residu tidak terekstrak lagi.

Filtrat yang terdapat di labu pemisahan, ditambahkan sedikit air. Dikocok dan didiamkan hingga terjadi pemisahan antara aseton-air-residu di bagian bawah dengan heksan karotenoid di bagian atas. Larutan di bagian bawah dibuang sedangkan ekstrak karoten di bagian atas disaring dengan kertas saring anhydrate. Kertas saring tersebut dibilas dengan heksan. Filtrat dipindahkan ke labu takar 100 ml, ditambahkan 22,5 ml aseton, ditepatkan dengan heksan hingga tanda tera. Hasil ekstraksi dapat disimpan menggunakan botol gelap pada freezer dengan suhu -29°C.

Sebagai faktor koreksi ekstraksi di cari recovery factor yaitu sampel yang sama ditambahkan -karoten 0,5 mg sebagai larutan standar. Kemudian dilakukan proses ekstraksi seperti pada larutan sampel. Untuk pengukuran total karoten, sampel dan sampel yang ditambahkan standar diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 453 nm, dengan blanko yaitu 9 % aseton dalam heksan, lalu dibaca absorbennya. Kadar

-karoten dengan memperhitungkan recovery factor dihitung dengan menggunakan rumus :

Total karoten (ppm) = A x D x V x 10 x 100

E 1%

1 cm x M

Keterangan : Recovery factor

A = absorben m = total karoten sampel (ppm)

D = faktor pengencer n = total karoten sampel + standar (ppm) V = volume ekstrak 100 ml s = standar yang ditambahkan (0,5 mg) E 1%1 cm = berat sampel (g) m-n = a dimana seharusnya a = s

9. Analisis Kadar Total Natrium Metode AAS (Apriyantono et al., 1989)

Penetapan kadar natrium total dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode AAS. Prinsip dari metode ini adalah residu

sampel yang telah dihilangkan kandungan bahan-bahan organiknya dengan menggunakan pengabuan basah dapat dilarutkan dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada dalam nyala AAS sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang gelombang tertentu.

a. Pereaksi

1. H2SO4 pekat, HNO3 pekat dan HClO4

2. Air demineralisasi

3. Larutan stock standar (1000 mg/L) natrium 4. Larutan standar

Encerkan larutan stock standar dengan menggunakan air demineralisasi sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang bersangkutan seperti dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi yang direkomendasikan untuk analisis logam Unsur Panjang gelombang (A’’)1 Limit deteksi (µg logam ml)1 Kisaran kerja (µg logam/ml)1 Sistem nyala2 Natrium 589.0 0.002 0.1-5 Udara-asetilen 1 Apriyantono et al., (1989) 2 AOAC (1995)

b. Persiapan sampel dengan pengabuan basah menggunakan H2SO4, HNO3 pekat dan HClO4

Ditimbang tepat sejumlah sampel dan dimasukkan ke dalam Labu Kjeldahl. Ditambahkan 4 ml asam perklorat, beberapa butir batu didih, dan HNO3 secukupnya. Ditambahkan pula H2SO4 sambil diaduk

perlahan. Dipanaskan perlahan-lahan dengan api kecil selama 5-10 menit sampai timbul asap tebal. Hentikan pemanasan dan biarkan

larutan menjadi dingin. Larutan kemudian dipanaskan lagi dengan api kecil selama 5-10 menit sampai timbul asap (H2SO4) putih tebal. Besarkan api dan lanjutkan pemanasan 1-2 menit. Tambahkan 1-2 ml HNO3 jika diperkirakan masih ada karbonnya dan panaskan. Larutan

yang dihasilkan kemudian didinginkan. Setelah dingin, larutan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman dan diencerkan sampai volume 100 ml dengan menggunakan air demineralisasi. Hasil pengabuan basah ini selanjutnya siap untuk dianalisis dengan menggunakan AAS.

c. Kalibrasi alat dan penetapan sampel

1. Set alat AAS sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut 2. Ukur larutan standar logam dan blanko

3. Ukur larutan sampel (selama penetapan sampel, periksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan)

4. Buat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi vs konsentrasi logam dalam mg/L).

d. Perhitungan

Konsentrasi natrium total dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar logam (mg/1000 g) = a x 1000 g x FP W

Keterangan : W = berat sampel (g)

a = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar (mg/L)

FP = faktor pengenceran

10.Nilai pH (AOAC, 1984)

Pengukuran nilai pH dilakukan dengan alat pH-meter. Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan pH 7 sebelum digunakan untuk mengukur pH sampel. Sampel sebanyak

10 gram ditambah dengan 50 ml aquades kemudian dihomogenkan. Nilai pH diukur dengan menempatkan elektroda pada sampel dan nilai pH sampel terbaca pada layar.

11.Kekerasan (Daya Iris)

Pengukuran sifat fisik tekstur nugget ikan yaitu daya iris atau

hardness diukur dengan menggunakan alat Stevens LFRA Texture Analyzer (Texture Expert TA-XT2i) dengan parameter yang diamati adalah kekerasan. Cara kerja alat ini adalah pisau pada alat akan memotong sampel kemudian akan terbaca kurva. Kurva yang tertinggi menyatakan nilai kekerasan sampel. Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat, dinyatakan dalam gram force (gf). Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah produk, maka semakin besar nilai kekerasan produk tersebut.

Tabel 8. Settingtexture analyzer yang digunakan dalam pengukuran Parameter Setting

Probe set Warner-Bratzer Blade

Test speed 2.0 mm/s

Pre test speed 2.0 mm/s

Post test speed 10.0 mm/s

Repture test dist 1.0 mm

Force 100 gram

Distance 20.0 mm

Time 5.00 sec

Count 2

Alat Texture Analyzer (Texture Expert TA-XT2i) sudah dilengkapi dengan sistem komputerisasi, sehingga alat tersebut harus disetting sesuai dengan kebutuhan dan jenis probe yang diuji sebelum digunakan. Probe

blade yang digunakan memberi gaya tekan atau kompresi yang dapat memotong nugget. Adapun setting yang digunakan dalam pengukuran tekstur nugget ikan dapat dilihat pada Tabel 8.

12.Kromatisitas Warna

Pengujian warna secara objektif dilakukan dengan menggunakan alat chromameter (R-20, Minolta Camera Co., Japan) dengan menentukan nilai L, a dan b. Chromameter Minolta bekerja berdasarkan pengukuran pantulan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel yang dianalisis. Sebelum dilakukan pengukuran sampel, alat harus dikalibrasi dengan warna kalibrasi agar diperoleh data yang akurat.

Nilai L berhubungan dengan derajat kecerahan, yang berkisar antara nol samapi seratus. Kecerahan dinyatakan meningkat dengan meningkatnya nilai L. Nilai a menggambarkan tingkat kemerahan dan kehijauan. Nilai a negatif menunjukkan warna hijau dari nol sampai delapan puluh, sedang a positif menunjukkan warna merah dari nol sampai seratus. Nilai b menunjukkan tingkat kekuningan dan kebiruan. Nilai b positif menunjukkan intensitas warna kuning, sedangkan nilai b negatif menunjukkan intensitas warna biru.

13.Uji Organoleptik(Rahayu, 1997)

Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap mutu produk berdasarkan panca indera manusia melalui sensorik. Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk penilaian mutu suatu produk terutama produk hasil pertanian dan makanan. Beberapa cara penilaian organoleptik terhadap suatu produk dapat dilakukan, antara lain yaitu dengan menggunakan uji hedonik dan uji ranking.

Pengujian organoleptik pada penelitian ini dilakukan secara keseluruhan (over all) terhadap rasa, warna, dan tekstur pada produk nugget ikan yang diberi perlakuan dengan menggunkan uji hedonik dan uji

ranking. Pada uji ini nugget ikan nila yang telah siap akan dinilai oleh panelis setengah terlatih sebanyak 30 orang untuk menunjukkan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan secara keseluruhan dengan instruksi dari penyaji.

Panelis memberikan penilaian sesuai dengan skala penilaian yang terdapat pada formulir yang tersedia. Skala penilaian yang digunakan pada uji hedonik memiliki rentang 1-6, yaitu (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = agak suka, 5 = suka dan 6 = sangat suka). Sedangkan untuk uji ranking juga menggunakan enam skala sama seperti pada uji hedonik. Formulir isian untuk uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 1 dan uji ranking pada Lampiran 2.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Tepung wortel dibuat dengan menggunakan metode pengeringan. Tahap awal pada pembuatan tepung wortel ialah melakukan pemilihan bahan bakunya. Bahan baku yang digunakan yaitu wortel, dengan kondisi yang masih segar, tidak lecet atau luka-luka, berwarna kuning tua (jingga) kemerahan dan cerah. Wortel segar dicuci dengan air dan dipisahkan dari bagian yang tidak memenuhi persyaratan melalui proses sortasi. Wortel yang telah bersih dan telah ditiriskan, kemudian dipotong-potong menjadi bentuk dadu kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering

fluid bed dryer. Proses pengeringan ini dilakukan pada suhu 55-60 °C selama 2-3 jam. Proses pengeringan wortel dapat dilihat pada Gambar 7.

Flakes wortel kering yang dihasilkan kemudian dihancurkan hingga halus dengan menggunakan blender hingga menghasilkan bentuk tepung (tidak diayak). Proses penggilingan dengan menggunakan blender

dilakukan dalam waktu singkat hingga diperoleh bentuk serbuk tepung. Kondisi tepung wortel dapat dilihat pada Gambar 8.

Menurut Winarno, Fardiaz, dan Fardiaz (1980) diperkirakan 30-40 % sayuran dan buah-buahan di Indonesia mengalami kerusakan sebelum dikonsumsi. Salah satu komoditas pertanian yang cepat mengalami kerusakan adalah wortel (Daucus carota L). Tujuan pengolahan wortel menjadi tepung adalah untuk memudahkan penyimpaan dan pendistribusian. Kadar air yang rendah akan membuat wortel menjadi lebih tahan lama dan mempermudah tempat penyimpanan. Wortel dalam bentuk tepung juga memudahkan penambahannya pada produk nugget ikan.

Tepung wortel yang dihasilkan disimpan dengan menggunakan kantong plastik polipropilen yang diseal untuk mengurangi penyerapan uap air dari udara dan agar tidak terjadi kontaminasi yang dapat merusak tepung wortel tersebut. Pengepakan dengan oksigen rendah dapat

menurunkan kecepatan kehilangan -karoten selama penyimpanan (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Gambar 7. Proses pengeringan wortel dengan fluid bed dryer

Gambar 8. Tepung wortel

1. Rendemen Tepung wortel

Nilai rendemen merupakan parameter yang sangat penting untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk. Semakin tinggi rendemennya, maka semakin tinggi nilai ekonomis produk tersebut dan semakin rendah rendemennya maka produk tersebut dapat dianggap kurang ekonomis.

Perhitungan rendemen didasarkan pada perbandingan antara berat tepung wortel yang dihasilkan dengan berat wortel segar. Hasil perhitungan rendemen wortel adalah 7.4 %. Nilai rendemen tepung wortel tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar airnya. Semakin rendah bahan kering dan semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam wortel, maka semakin rendah rendemennya.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Formulasi

Pada tahap ini dilakukan penelitian untuk mendapatkan formula nugget ikan yang akan digunakan. Berdasarkan hasil modififkasi dan trial and error dari formula nugget ikan Hapsari (2002), didapatkan formulasi nugget ikan terpilih. Formula nugget ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Gambar dari formula nugget ikan tanpa perlakuan apapun (kontrol) dapat dilihat pada Gambar 16.

Tabel 9. Formula nugget ikan yang digunakan dalam penelitian

No Bahan Jumlah

1 Daging Ikan giling 60 %

2 *Tepung 8 % 3 Susu skim 1.3 % 4 **Emulsi 16.7 % 5 Garam 1.3 % 6 Air 4 % 7 Bumbu 8.7 % Keterangan :

* Bahan Pengisi terdiri dari tepung terigu dan tepung maizena dengan perbandingan 2 : 1 ** Emulsi terdiri dari telur dan minyak nabati dengan perbandingan 1:1

Dokumen terkait