BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Penemuan dan Pembahasan
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0 untuk dapat mengolah data dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari variabel endogen; kebijakan deviden dan harga saham. Sedangkan
variabel eksogen; struktur kepemilikan, tahapan daur hidup, DER, dan
Suku Bunga SBI. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut: a. Analisis deskriptif variabel struktur kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan proporsi kepemilikan saham oeh manajerial, publik, ataupun institusional (Haruman, 2008: 155). Pengukuran struktur kepemilikan dalam penelitian ini diwakili dengan
kepemilikan institusi (institutional ownership). Data Institutional
Ownership (IO) yang digunakan adalah kepemilikan institusi per tahun
pada perusahaan manufaktur periode 2005–2009. Data tersebut diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan dalam situs www.idx.co.id. Selama tahun penelitian tersebut diperoleh nilai
rata-rata IO tertinggi sebesar 73.17% (2009) dan terendah sebesar
69.26% (2006).
Secara umum, nilai rata-rata IO perusahaan manufaktur selalu
mengalami peningkatan, hanya pada tahun 2006 saja sedikit mengalami penurunan sebesar 0.79% dari tahun sebelumnya, yaitu dari 70.05 menjadi 69.26. Hal ini menunjukkan kepemilikan institusi atas saham
perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang terus meningkat. Selain itu, nilai rata-rata IO berkisar di 70% dari total saham, ini berarti kepemilikan saham oleh institusi lebih besar dibandingkan kepemilikan
saham oleh manajemen dan masyarakat (public), sehingga akan
mendorong pengawasan yang lebih efektif karena institusi merupakan profesional yang memiliki kemampuan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Secara tidak langsung, dengan kepemilikan institusi yang tinggi akan meningkatkan pengawasan terhadap manajer yang merupakan wakil dari pemegang saham dalam menjalankan aktivitas operasional perusahaan.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, berikut ini adalah
grafik nilai rata-rata Institutional Ownership (IO) 20 perusahaan
manufaktur periode 2005-2009. 2005 2006 2007 2008 2009 IO 70.05 69.26 70.59 72.49 73.17 70.05 69.26 70.59 72.49 73.17 67.00 68.00 69.00 70.00 71.00 72.00 73.00 74.00
Sumber: Data diolah, 2010
Gambar 4.1
b. Analisis deskriptif variabel tahapan daur hidup perusahaan
Ide utama dalam strategi bisnis menurut Boston Consulting Group
adalah untuk menciptakan cost advantage dan demand advantage yang
melebihi pesaing, dimana keduanya diharapkan akan menciptakan halangan untuk masuk bagi pendatang baru. Teori daur hidup menyatakan bahwa pengembangan strategi yang paling pas adalah dengan memperhatikan tahapan daur hidup perusahaan (Murhadi, 2008:
6). Penelitian ini menggunakan pendekatan earned contributed capital
mix dalam menjelaskan tahapan daur hidup perusahaan, dengan variabel
pengukuran retained earning/total equity (RETE).
Data RETE yang digunakan adalah rasio laba ditahan atas total
equitas per tahun pada perusahaan manufaktur periode 2005-2009, yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan dalam situs www.idx.co.id. Selama tahun penelitian tersebut diperoleh
nilai rata-rata RETE tertinggi sebesar 12.18% (2008) dan terendah
sebesar 2.77% (2009).
Sepanjang tahun 2005-2008, nilai rata-rata RETE mengalami
peningkatan. Ini menandakan bahwa perusahaan manufaktur berada
pada tahapan growth yang di antaranya ditandai dengan pertumbuhan
secara continue. Pada tahapan pertumbuhan ini, perusahaan akan
memiliki prospek ke depan yang lebih baik sehingga diharapkan akan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham. Namun, nilai rata-rata
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, berikut ini adalah
grafik nilai rata-rata Retained Earning/Total Equity (RETE) 20
perusahaan manufaktur periode 2005-2009.
2005 2006 2007 2008 2009 RETE 4.49 9.07 11.09 12.18 2.77 4.49 9.07 11.09 12.18 2.77 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00
Sumber: Data diolah, 2010.
Gambar 4.2
Rata-rata RETE Perusahaan (dalam satuan persentase) c. Analisis deskriptif variabel financial leverage
Pembiayaan perusahaan melalui hutang (financial leverage)
bertujuan untuk meningkatkan return bagi pemegang saham, tetapi
financial leverage juga berpotensi terhadap besarnya risiko yang
dihadapi oleh investor jika beban tetap yang harus dibayar perusahaan atas hutang-hutangnya lebih besar dari laba yang diperolehnya. Pengaruh penggunaan hutang terhadap harga saham dikemukakan oleh
Lasher (1997) yaitu: “leverage influences stock price because it alters
the risk-return relationship in an equity investment.” Leverage
keuangan yang semakin besar mengakibatkan risiko keuangan semakin tinggi (Matriadi, 2007: 232).
Penelitian ini mengukur financial leverage dengan menggunakan
indeks total hutang dibagi dengan equitas (DER) per tahun pada
perusahaan manufaktur periode 2005-2009, yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan dalam situs www.idx.co.id. Selama tahun penelitian tersebut diperoleh nilai
rata-rata DER tertinggi sebesar 106.99% (2009) dan terendah sebesar
72.60% (2006).
Di tahun 2006, nilai rata-rata DER mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya, yaitu dari 79.30% (2005) menjadi 72.60%, namun mengalami peningkatan lagi secara terus-menerus sepanjang 3 tahun menjadi 75.82% (2007), 85.67% (2008), dan puncaknya di tahun 2009 meningkat signifikan menjadi 106.99%. Ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur selalu meningkatkan penggunaan hutang dalam membiayai aktivitas operasional perusahaannya. Kenaikan ini
diharapkan dapat meningkatkan return bagi pemegang saham, tetapi
kondisi ini juga berpotensi terhadap besarnya risiko bagi investor jika tidak diikuti dengan peningkatan laba perusahaan. Konsekwensinya,
perusahaan akan berada pada posisi default dan financial distress yang
dapat mengarah pada kebangkrutan.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, berikut ini adalah
grafik nilai rata-rata Debt to Equity Ratio (DER) 20 perusahaan
2005 2006 2007 2008 2009 DER 79.30 72.60 75.82 85.67 106.99 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00
Sumber: Data diolah, 2010.
Gambar 4.3
Rata-rata DER Perusahaan (dalam satuan persentase) d. Analisis deskriptif variabel suku bunga SBI
Menurut Wiguna dan Mendari (2008: 132), Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia adalah suatu nilai (dalam bentuk presentase) yang digunakan untuk menandakan sertifikat bank Indonesia yang diterbitkan oleh bank sentral sebagai salah satu surat berharga, dimana nilai tersebut merupakan balas jasa atas investasi dalam sertifikat bank Indonesia tersebut.
Data tingkat suku bunga SBI dalam penelitian ini diperoleh dari situs www.bi.go.id. Dalam 5 tahun terakhir diperoleh suku bunga SBI; 12.75% di tahun 2005, 9.75% di tahun 2006, 8.00% di tahun 2007, 10.83% di tahun 2008, dan 6.46% di tahun 2009. Jadi, suku bunga tertinggi terjadi di tahun 2005 (12.75%) sedangkan terendah terjadi di tahun 2009 (6.46%).
Selama tahun penelitian tersebut, suku bunga SBI terlihat bergerak menurun dari tahun ke tahun, hanya pada tahun 2008 mengalami peningkatan namun mengalami penurunan di tahun 2009. Hal ini (saat suku bunga SBI mengalami penurunan atau rendah) akan mendorong hasrat individu untuk menginvestasikan uang dalam saham meningkat sedangkan investasi dalam tabungan atau deposito akan berkurang sehingga permintaan terhadap saham akan meningkat yang mana hal ini akan berakibat pada penurunan harga saham.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, berikut ini adalah grafik Suku Bunga SBI periode 2005-2009.
2005 2006 2007 2008 2009 SBI 12.75% 9.75% 8.00% 10.83% 6.46% 12.75% 9.75% 8.00% 10.83% 6.46% 0.00% 2.00% 4.00% 6.00% 8.00% 10.00% 12.00% 14.00%
Sumber: Data diolah, 2010.
Gambar 4.4 Suku Bunga SBI e. Analisis deskriptif variabel kebijakan dividen
Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen atau ditahan dalam bentuk laba ditahan (retained earnings)
guna pembiayaan investasi di masa dating. Menurut Murhadi (2008)
pengukuran kebijakan dividen dapat berupa dividend yield. Dividend
Yield (DY) diperoleh dengan membandingkan antara dividend per share
dan share price (Coyle, 2002: 17).
Nilai DY perusahaan manufaktur per tahun bersumber dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan dalam situs www.idx.co.id.
Selama tahun penelitian (2005-2009) diperoleh nilai rata-rata DY
tertinggi sebesar 5.92% (2008) dan terendah sebesar 3.45% (2006). DY
dalam 5 tahun penelitian ini terlihat fluktuatif (berubah-ubah atau
naik-turun), hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dimana DY pada tahun 2005 adalah 4.44%, 2006 turun menjadi 3.45%, pada tahun 2007 naik menjadi 3.62%, dan pada tahun tahun 2008 naik menjadi 5.92% namun mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 4.41%.
Pergerakan DY yang naik-turun ini akan berdampak pada fluktuasi
harga saham. Menurut Black (1976), saat pembayaran dividen oleh
perusahaan meningkat maka pemegang saham akan
menginterpretasikan peningkatan ini sebagai signal bahwa pihak
manajemen memiliki prediksi arus kas yang tinggi, sebaliknya penurunan pembayaran dividen diinterpretasikan sebagai antisipasi manajer terhadap terbatasnya arus kas di masa yang akan datang. Sehingga, penurunan ataupun peningkatan pembayaran dividen oleh
pemegang saham. Namun keadaan ini bisa berbalik, dalam atian bahwa dividen memiliki pengaruh negatif terhadap perubahan harga saham seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (1979), hal ini disebabkan karena pajak atas dividen lebih
tinggi dari pada pajak yang dikenakan atas capital gain. (Murhadi,
2008)
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, berikut ini adalah
grafik nilai rata-rata Dividen Yield (DY) 20 perusahaan manufaktur
untuk periode 2005-2009. 2005 2006 2007 2008 2009 DY 4.44 3.45 3.62 5.92 4.41 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Sumber: Data diolah, 2010.
Gambar 4.5
Rata-rata Dividend Yield (DY) Perusahaan (dalam satuan kali) f. Analisis deskriptif variabel harga saham
Harga saham masing-masing perusahaan manufaktur yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga penutupan saham per tahun
dari data perdagangan saham. Berikut ini adalah nilai rata-rata CP 20 perusahaan manufaktur untuk periode 2005-2009.
2005 2006 2007 2008 2009 CP 11088.00 13832.50 14953.90 11858.45 27623.30 11088.00 13832.50 14953.90 11858.45 27623.30 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Sumber: Data diolah, 2010.
Gambar 4.6
Rata-rata Harga Saham (CP) Perusahaan (dalam rupiah penuh)
Pada grafik di atas, nilai rata-rata CP tertinggi sebesar Rp 27623.30
(2009) dan terendah sebesar Rp 11088.00 (2005).
Sepanjang tahun 2005-2007, nilai rata-rata CP perusahaan
manufaktur mengalami peningkatan yaitu Rp 11088.00 di tahun 2005, naik menjadi Rp 13832.50 di tahun 2006, dan naik kembali di tahun 2007 menjadi Rp 14953.90. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan atas saham perusahaan manufaktur selalu mengalami peningkatan yang direspon dengan harga saham yang selalu meningkat tiap tahunnya, dan kondisi ini juga akan memberikan sinyal atau tanda positif bagi para investor perihal prospek berinvestasi pada saham tersebut.
Kenaikan ini berlangsung selama 3 tahun penelitian, dan pada tahun ke-4 (2008) mengalami penurunan menjadi Rp 11858.45. Hal ini
tentunya akan memberikan respon yang buruk kepada investor. Namun penurunan ini hanya berlaku 1 tahun saja karena di tahun 2009 nilai
rata-rata CP mengalami peningkatan hingga pada titik harga Rp
27623.30.
Kondisi ini—peningkatan nilai rata-rata CP selama 2005-2007,
penurunan di tahun 2008, dan kenaikan yang signifikan di tahun 2009), secara tidak langsung, ada faktor-faktor yang mendukung perubahan
(naik-turun) nilai rata-rata CP baik faktor dari dalam perusahaan
(internal) maupun faktor dari luar perusahaan (eksternal). Menurut
Mendari (2008: 133) faktor-faktor fundamental dapat dikatakan sebagai
faktor internal perusahaan seperti tingkat penjualan dan laba usaha
perusahaan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi harga
saham menurut Husnan (2005) dapat berupa kondisi makro ekonomi, stabilitas politik, kebijakan pemerintah dalam dunia industri dan usaha atau faktor sejenis yang terjadi pada perusahaan merupakan variabel yang bisa ikut memicu arah pergerakan kurs saham. Sebagai contoh
penurunan nilai rata-rata CP pada tahun 2008 lebih dipicu oleh keadaan
ekonomi tepatnya krisis keuangan global yang dimulai dari Amerika dan meluas ke hampir seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. 2. Analisis Jalur Pengaruh Struktur Kepemilikan, Tahapan Daur Hidup
Perusahaan, Financial Leverage, dan Suku Bunga SBI terhadap Kebijakan Dividen, serta Implikasinya terhadap Harga Saham
Analisis jalur ini dibagi menjadi dua substruktur. Substruktur yang pertama (substruktur I) menganalisis pengaruh struktur kepemilikan,
tahapan daur hidup perusahaan, financial leverage, dan suku bunga SBI
sebagai variabel eksogen terhadap kebijakan dividen sebagai variabel endogen. Substruktur yang kedua (substruktur II) menganalisis pengaruh
struktur kepemilikan, tahapan daur hidup perusahaan, financial leverage,
suku bunga SBI, dan kebijakan dividen sebagai variabel eksogen terhadap harga saham sebagai variabel endogen. Untuk lebih komunikatif berikut diagram jalur dalam analisis ini.
Gambar 4.7 Diagram Jalur
a. Analisis Korelasi
Korelasi antar variabel struktur kepemilikan, tahapan daur hidup
perusahaan, financial leverage, dan suku bunga SBI dengan hasil
penghitungan SPSS 17.0 dapat dilihat pada tabel berikut.
Kebijakan Dividen
Harga Saham Struktur Kepemilikan
Tahapan Daur Hidup
Suku Bunga SBI
Tabel 4.2
Korelasi antar Variabel Bebas
Correlations
IO RETE DER SBI
IO Pearson Correlation 1 -.078 -.130 -.035
Sig. (2-tailed) .440 .197 .731
N 100 100 100 100
RETE Pearson Correlation -.078 1 -.741** .029
Sig. (2-tailed) .440 .000 .771
N 100 100 100 100
DER Pearson Correlation -.130 -.741** 1 -.070
Sig. (2-tailed) .197 .000 .489
N 100 100 100 100
SBI Pearson Correlation -.035 .029 -.070 1
Sig. (2-tailed) .731 .771 .489
N 100 100 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data diolah, 2010.
Untuk menafsirkan angka tersebut digunakan kriteria sebagai berikut.
• 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
• > 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup kuat
• > 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat
• > 0,75 – 1 : Korelasi sangat kuat
Untuk pengujian lebih lanjut, maka diajukan hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan korelasi yang signifikan antara dua variabel. Ha : Ada hubungan korelasi yang signifikan antara dua variabel.
1) Korelasi antara variabel struktur kepemilikan dan variabel tahapan daur
hidup perusahaan
Korelasi sebesar -0.078 menunjukkan hubungan antara variabel
variabel tahapan daur hidup perusahaan yang diwakili retained
earnings/total euity (RETE) cukup kuat dan berlawanan. Berlawanan
artinya apabila terjadi kenaikan nilai IO maka nilai RETE akan
mengalami penurunan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0.440 > 0.05 telah cukup bukti untuk menerima Ho dan menolak Ha sehingga korelasi tidak signifikan.
2) Korelasi antara struktur kepemilikan dan financial leverage
Korelasi sebesar -0.130 menunjukkan hubungan antara variabel
struktur kepemilikan yang diwakili institutional ownership (IO) dan
variabel financial leverage yang diwakili debt to equity ratio (DER)
sangat lemah dan berlawanan. Berlawanan artinya apabila terjadi
kenaikan nilai IO maka nilai DER akan mengalami penurunan, dan
sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0.197 > 0.05 telah cukup bukti untuk menerima Ho dan menolak Ha sehingga korelasi tidak signifikan.
3) Korelasi antara struktur kepemilikan dan suku bunga SBI
Korelasi sebesar -0.035 menunjukkan hubungan antara variabel
struktur kepemilikan yang diwakili institutional ownership (IO) dan
variabel suku bunga SBI sangat lemah dan berlawanan. Berlawanan
artinya apabila terjadi kenaikan nilai IO maka nilai SBI akan
mengalami penurunan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0.731 > 0.05 telah cukup bukti untuk menerima Ho dan menolak Ha sehingga korelasi tidak signifikan.
4) Korelasi antara tahapan daur hidup perusahaan dan financial leverage
Korelasi sebesar -0.741 menunjukkan hubungan antara variabel
tahapan daur hidup perusahaan yang diwakili retained earnings/total
euity (RETE) dan variabel financial leverage yang diwakili DER kuat dan berlawanan. Berlawanan artinya apabila terjadi kenaikan nilai
RETE maka nilai DER akan mengalami penurunan, dan sebaliknya.
Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0.000 > 0.01 telah cukup bukti untuk menerima Ha dan menolak Ho sehingga korelasi signifikan pada level 1%.
5) Korelasi antara tahapan daur hidup perusahaan dan suku bunga SBI
Korelasi sebesar 0.029 menunjukkan hubungan antara variabel
tahapan daur hidup perusahaan yang diwakili retained earnings/total
euity (RETE) dan variabel suku bunga SBI sangat lemah dan searah.
Searah artinya apabila terjadi kenaikan nilai RETE akan dikuti dengan kenaikan nilai SBI, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0.771 > 0.05 telah cukup bukti untuk menerima Ho dan menolak Ha sehingga korelasi tidak signifikan.
6) Korelasi financial leverage dan suku bunga SBI
Korelasi sebesar -0.070 menunjukkan hubungan antara variabel
financial leverage yang diwakili DER dan variabel suku bunga SBI
sangat lemah dan berlawanan. Berlawanan artinya apabila terjadi
kenaikan nilai DER maka nilai SBI akan mengalami penurunan, dan
sebesar 0.489 > 0.05 telah cukup bukti untuk menerima Ho dan menolak Ha sehingga korelasi tidak signifikan.
b. Analisis Regresi (Substruktur I)
Pada bagian ini analisis dibagi menjadi dua, pertama melihat pengaruh secara sendiri-sendiri (parsial) dan kedua adalah melihat pengaruh secara bersama-sama (simultan).
1) Melihat pengaruh struktur kepemilikan, tahapan daur hidup
perusahaan, financial leverage, dan suku bunga SBI terhadap
kebijakan dividen secara parsial.
Untuk melihat besarnya pengaruh variabel struktur kepemiikan,
tahapan daur hidup perusahaan, financial leverage, dan suku bunga
SBI terhadap kebijakan dividen secara parsial, digunakan uji t,
sedangkan untuk melihat besarnya pengaruh, digunakan angka Beta
atau Standardized Coeffecient. Sedangkan untuk melihat kemaknaan
(signifikansi) pengaruh variabel-variabel independen terhadap variable dependen yaitu dengan membuat hipotesis dan menentukan kriteria uji hipotesis sebagaimana berikut.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel independen terhadap variabel dependen.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan variabel independen terhadap variabel dependen.
Kriteria uji hipotesisnya:
Jika thitung < ttabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, atau
Jika angka signifikansi < 0.05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, Jika angka signifikansi > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Berikut adalah hasil analisis regresi secara parsial dengan
menggunakan SPSS 17.0. Tabel 4.3 Uji t Regresi Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) .016 .016 1.013 .314 IO .038 .012 .263 3.048 .003 RETE -.073 .014 -.647 -5.078 .000 DER -.008 .004 -.276 -2.151 .034 SBI 1.668 1.308 .106 1.275 .205 a. Dependent Variable: DY
Sumber: Data diolah, 2010.
a) Pengaruh variabel struktur kepemilikan terhadap kebijakan
dividen.
• Didasarkan perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 3.048
sedangkan nilai ttabel adalah t(0.05,95) = 1.99. Nilai thitung berada di
daerah penerimaan Ha atau Ho ditolak karena nilai tersebut lebih besar dari nilai ttabel (3.048 > 1.99). Hal ini juga tercermin
dalam angka signifikansi 0.003 yang lebih kecil dari 0.05.
• Dengan angka Beta atau Standardized Coeffecient sebesar
0.263 atau 26.3%, maka variable struktur kepemilikan yang
menunjukkan pengaruh yang signifikan bertanda positif terhadap kebijakan dividen. Ini mengandung makna bahwa setiap kenaikan kepemilikan institusi akan diikuti dengan kenaikan pembayaran dividen.
• Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Shleifer
dan Vishny (1986) dimana kepemilikan institusi akan dapat membantu memecahkan masalah keagenan tipe I melalui pengawasan terhadap manajemen (Murhadi, 2008: 7), namun bertentangan dengan hasil penelitian empiris yang dilakukan Dewi (2008) yang menunjukkan terdapatnya pengaruh variabel kepemilikan institusi terhadap kebijakan dividen dengan arah negatif.
b) Pengaruh variabel tahapan daur hidup perusahaan terhadap
kebijakan dividen.
• Didasarkan perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar -5.078
sedangkan nilai ttabel adalah t(0.05,95) = 1.99. Nilai thitung berada di
daerah penerimaan Ha atau Ho ditolak karena nilai tersebut lebih besar dari nilai ttabel, baik itu bertanda positif ataupun
negatif (-5.078 > 1.99). Hal ini juga tercermin dalam angka signifikansi 0.000 yang lebih kecil dari 0.05.
• Dengan angka Beta atau Standardized Coeffecient sebesar
-0.647atau -64,7%, maka variabel tahapan daur hidup
(RETE) secara parsial menunjukkan pengaruh yang signifikan bertanda negatif terhadap kebijakan dividen. Ini mengandung
makna bahwa kenaikan RETE akan mengakibatkan penurunan
pembayaran dividen.
• Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Magginson
(1997) yang menyatakan bahwa perusahaan yang berada dalam
industry yang mature cenderung untuk membayarkan lebih
banyak dividen daripada perusahaan yang masih muda dan sedang mengalami pertumbuhan. Hasil ini juga konsisten dengan penelitian Murhadi (2008) dan Djumahir (2009) bahwa tahapan daur hidup perusahaan berpengaruh terhadap penentuan kebijakan dividen, dimana perusahaan dalam tahapan pertumbuhan cenderung untuk tidak membagikan dividen.
c) Pengaruh variabel financial leverage terhadap kebijakan dividen.
• Didasarkan perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar -2.151
sedangkan nilai ttabel adalah t(0.05,95) = 1.99. Nilai thitung berada di
daerah penerimaan Ha atau Ho ditolak karena nilai tersebut lebih besar dari nilai ttabel, baik itu bertanda positif ataupun
negatif (-2.151 > 1.99). Hal ini juga tercermin dalam angka signifikansi 0.000 yang lebih kecil dari 0.05.
• Dengan angka Beta atau Standardized Coeffecient sebesar
diwakili debt to equity ratio (DER) secara parsial menunjukkan pengaruh yang signifikan bertanda negatif terhadap kebijakan
dividen. Ini mengandung makna bahwa kenaikan DER akan
mengakibatkan penurunan pembayaran dividen.
• Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sutrisno
(2001: 304) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya deviden yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham dimana semakin banyak hutang yang harus dibayar, semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham.
d) Pengaruh variabel suku bunga SBI terhadap kebijakan dividen.
• Didasarkan perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 1.275
sedangkan nilai ttabel adalah t(0.05,95) = 1.99. Nilai thitung berada di
daerah penerimaan Ho atau Ha ditolak karena nilai tersebut lebih kecil dari nilai ttabel (1.275 < 1.99). Hal ini juga tercermin
dalam angka signifikansi 0.205 yang lebih besar dari 0.05.
• Maka angka Beta atau Standardized Coeffecient sebesar 0.106
atau 10.6% yang menunjukkan besarnya pengaruh dianggap tidak signifikan, artinya variabel suku bunga SBI secara parsial tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen.
• Hal ini tidak sesuai dengan pandangan Marzuki (1990) bahwa peningkatan tingkat suku bunga menyebabkan investor menjual sahamnya untuk ditukar dengan obligasi sehingga perusahaan kekurangan modal untuk pendanaan operasional, pada akhirnya perusahaan akan mengakumulasikan dananya ke dalam laba ditahan, yang berarti akan terjadi penurunan pembayaran dividen.
2) Melihat pengaruh struktur kepemilikan, tahapan daur hidup
perusahaan, financial leverage, dan suku bunga SBI terhadap
kebijakan dividen secara simultan.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan, dapat dilihat hasil perhitungan
dalam model summary berikut.
Tabel 4.4
Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)
Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .595a .354 .327 .02374911
a. Predictors: (Constant), SBI, RETE, IO, DER
Sumber: Data diolah, 2010.
Besarnya angka R square (r²) adalah 0.327. Angka tersebut dapat digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan dengan cara menghitung koefisien determinasi (KD) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Angka tersebut mengartikan bahwa pengaruh variabel struktur
kepemilikan, tahapan daur hidup perusahaan, financial leverage, dan
suku bunga SBI terhadap kebijakan dividen sebesar 32.70%. Sedangkan sisanya sebesar 67.30% (100% - 32.70%) dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di luar model ini.
Kemudian, untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi tersebut diperlukan uji hipotesis. Berikut ini adalah hasil analisis regresi secara simultan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4.5 Uji F Regresi
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.