• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3. Penentuan derajat deasetilasi kitosan

Pada penelitian ini derajat deasetilasi kitosan diperoleh dengan perhitungan menggunakan software “DDKProject”. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

A1655 adalah pita serapan (band) pada bilangan gelombang 1655 cm-1 untuk serapan gugus amida dan A3450 adalah pita serapan (band) pada bilangan gelombang 3450 cm-1 untuk serapan gugus hidroksi. Penentuan derajat deasetilasi kitosan menggunakan spektroskopi FTIR, ditentukan dengan menggunakan metode baseline, yaitu perbandingan nilai pita serapan antara pita serapan (band) gugus hidroksil sekitar 3450 cm-1 dengan pita serapan (band) karbonil dari gugus amida pada daerah sekitar 1655 cm-1. 4. Penentuan gugus fungsi dengan Fourier Transform Infra Red

Spectroscopy (FTIR)

Mencampur 100 mg KBr dan kitosan, kemudian menghaluskan dengan menggunakan mortar. Setelah halus, memasukkan dalam cetakan pellet dan menekan hingga membentuk lapisan yang transparan. Memasukkan pellet ke dalam tempat sampel dan kemudian dianalisis dengan FTIR.

Diharapkan muncul pita serapan gugus amina (–NH) ulur yang umumnya muncul pada bilangan gelombang 3500-3300 cm-1 (Pavia et al., 2001). Gugus amina (–NH) ulur memiliki dua vibrasi ulur yaitu simetris dan asimetris yang menunjukkan pira serapan pada bilangan gelombang 3400 dan 3500 cm-1 (Silverstein, 2005). Gugus hidroksi (–OH) pada umumnya juga muncul pada bilangan gelombang 3400-3300 cm-1 (Pavia et al., 2001). Gugus amina primer (–NH) vibrasi tekuk yang pada bilangan gelombang sekitar 1640-1560 cm-1 (Pavia et al., 2001). Dan pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C–O–C (Pavia et al., 2001).

3.5.2 Karakteristik CPO

3.5.2.1 Penentuan kadar air CPO

Kadar air ditentukan dengan memanaskan ±5 g CPO dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Pemanasan dilakukan pada suhu ±150˚C selama 15 menit, dilanjutkan dengan penimbangan setelah cawan dingin. Memanaskan cawan kembali selama 5 menit dan melakukan penimbangan sampai beratnya konstan. Jika penimbangan yang kedua berbeda 0,003 g dari penimbangan pertama, pemanasan dilakukan pemanasan kembali hingga beratnya konstan. Kadar air dalam minyak adalah jumlah komponen yang menguap (SNI 01-5009.12-2001). Kadar air dapat ditentukan melalui persamaan:

Keterangan :

W : berat cawan kosong (g)

W1 : berat cawan dan sampel minyak (g)

W2 : berat cawan dan sampel setelah dipanaskan (g) 3.5.2.2 Penentuan bilangan asam CPO

Menimbang sebanyak 1 g sampel dan mencampur dengan 5 mL etanol 96% dan 5 mL n-heksana. Kemudian menambahkan 3 tetes indikator fenolftalein dan melakukan titrasi dengan KOH 0,1 N. Sebelumnya, KOH telah dibakukan dengan asam oksalat 0,1 N. Menghentikan titrasi ketika warna larutan berubah menjadi merah jambu yang dapat bertahan sampai 30 detik (Sudarmadji et al., 2007). Selanjutnya angka asam dapat diketahui dengan memasukkan data ke dalam persamaan (Ladd et al., 1986).

Keterangan :

mL KOH : volume KOH untuk titrasi (mL) N KOH : normalitas KOH (0,10050251 N) Mr KOH : massa molekul KOH (56,11 g/mol) w sampel : berat sampel yang ditimbang (g)

Apabila kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) dari minyak kelapa sawit tinggi yaitu berangka asam ≥ 5 mg KOH/g maka perlu dilakukan perlakuan esterifikasi terlebih dahulu untuk mengurangi kadar asam lemak bebas. Kami melakukan tahap ini setiap akan melakukan esterifikasi dan sesudah esterifikasi.

3.5.3 Penentuan berat molekul (BM) CPO 3.5.3.1 Esterifikasi CPO

Esterifikasi dapat dilakukan dengan cara menimbang sejumlah mol CPO dan metanol dengan perbandingan 1:6 dan katalis H2SO4 1% terhadap berat minyak (Berchmans and Hirata, 2008). Merefluks campuran selama 5 jam pada suhu 65-70˚C hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah ialah fasa minyak yang akan digunakan. Melakukan evaporasi fasa minyak pada 65˚C selama 20 menit untuk menguapkan sisa metanol, kemudian mencuci kelebihan asam dengan akuadem sebanyak dua kali menggunakan corong pisah. Melalui tahap esterifikasi ini diharapkan bilangan asam CPO akan turun kurang dari 2 mg KOH/g sehingga dapat digunakan untuk reaksi transesterifikasi selanjutnya.

3.5.3.2 Transesterifikasi CPO

Mereaksikan sebanyak 10 mL minyak kelapa sawit dengan 60 mL metanol dengan katalis KOH 1% dari berat CPO. Merefluks campuran selama 5 jam pada suhu 65-70˚C hingga terbentuk cairan dengan 2 lapisan. Lapisan atas ialah fasa biodiesel yang terbentuk. Kemudian fasa atas dievaporasi pada suhu 65˚C selama 20 menit untuk menguapkan sisa metanol. Larutan tersebut dianalisis menggunakan GC-MS untuk menentukan berat molekul CPO. Setelah mengetahui berat molekul CPO, dapat ditentukan rasio molar CPO terhadap metanol.

3.5.4 Pembuatan katalis heterogen (modifikasi kitosan dengan asam sulfat) Melarutkan 5 g kitosan dalam 200 mL asam asetat 2%. Setelah larut, melakukan sulfonasi dengan mereaksikan kitosan yang telah larut dengan 5 g H SO 95% dan mengaduk menggunakan stirrer magnetik selama 5 jam. Pada

tahap akhir menambahkan NaOH 60% untuk mengendapkan kitosan kembali. Kitosan yang mengendap ialah kitosan-sulfat yang telah termodifikasi. Setelah kitosan-sulfat kering, melakukan karakterisasi FTIR untuk mengetahui adanya gugus SO4 yang terikat dengan kitosan.

3.5.5 Karakterisasi katalis heterogen kitosan-sulfat dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Uji FTIR bertujuan untuk mengidentifikasi adanya gugus sulfat (–SO4) yang berikatan dengan kitosan. Diharapkan muncul pita serapan (band) gugus sulfat pada bilangan gelombang 1350-1175 cm-1 (Pavia et al., 2001) atau pada bilangan gelombang sekitar 1130-1080 cm-1 (Fleming et al., 1995). Serta gugus ammonium pada bilangan gelombang sekitar 3300-3030 cm-1 (Fleming et al., 1995).

3.5.6 Sintesis biodiesel

Pada proses produksi biodiesel skala laboratorium ini, reaktan yang digunakan yaitu berupa metanol. Tahap pertama mereaksikan metanol dan katalis pada labu alas bulat leher tiga yang dilengkapi oleh refluks, termometer, dan saluran pengambilan sampel. Memanaskan pada suhu 65-70˚C selama 15 menit dan diaduk dengan menggunakan stirrer magnetik. Kemudian dilanjutkan pada tahap kedua yaitu memasukkan CPO yang telah diesterifikasi terlebih dahulu untuk menurunkan bilangan asamnya. Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 65-70˚C selama 3 jam. Pada tahap sintesis biodiesel ini dilakukan dengan tiga perlakuan yaitu tanpa katalis, dengan katalis kitosan, dan dengan katalis kitosan-sulfat.

3.5.6.1 Sintesis biodiesel tanpa katalis

Crude Palm Oil (CPO) yang telah diesterifikasi direaksikan dengan metanol dengan perbandingan rasio molar CPO dengan metanol yang digunakan yaitu 1:60 (sebanyak 14,7652 g CPO dan 33,8015 g metanol). Pertama-tama memanaskan metanol pada suhu 65-70˚C dan diaduk dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit, kemudian memasukkan CPO. Campuran tersebut direfluks

selama 3 jam. Cairan yang terbentuk dipisahkan dengan corong pisah, fasa atas merupakan biodiesel yang terbentuk.

3.5.6.2 Sintesis biodiesel dengan katalis kitosan

Crude Palm Oil (CPO) yang telah diesterifikasi direaksikan dengan metanol dengan perbandingan rasio molar CPO dengan metanol yang digunakan yaitu 1:60 (sebanyak 11,5227 g CPO dan 26,4830 g metanol) dan sejumlah katalis yaitu 10% b/b berat minyak (1,1536 g). Pertama-tama mereaksikan metanol dan kitosan pada suhu 65-70˚C dan diaduk dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit, kemudian memasukkan CPO. Campuran tersebut direfluks selama 3 jam. Cairan yang terbentuk dipisahkan dengan corong pisah dan fasa atas merupakan biodiesel.

3.5.6.3 Sintesis biodiesel dengan katalis kitosan-sulfat

Crude Palm Oil (CPO) yang telah diesterifikasi direaksikan dengan metanol dengan perbandingan rasio molar CPO dengan metanol yang digunakan yaitu 1:60 (sebanyak 12,5131 g CPO dan 28,6111 g metanol) dan sejumlah katalis yaitu 10% b/b berat minyak (1,2536 g). Pertama-tama mereaksikan metanol dan katalis kitosan-sulfat pada suhu 65-70˚C dan diaduk dengan kecepatan 1000 rpm

selama 15 menit, kemudian memasukkan CPO. Campuran tersebut direfluks

selama 3 jam. Cairan yang terbentuk dipisahkan dengan corong pisah, fasa atas merupakan biodiesel yang terbentuk.

3.5.7 Analisis senyawa biodiesel

Analisis senyawa biodiesel dapat dilakukan dengan GC-MS. Dari GC-MS kandungan senyawa dan konversi minyak menjadi biodiesel dari hasil reaksi dapat diketahui.

Tahap preparasi dilakukan dengan menimbang sampel biodiesel sebanyak 250 mg dan standar internal metil heptadekanoat 50 mg. Kemudian menambahkan sebanyak 5 mL n-heksana sebagai pelarut. Konversi biodiesel dapat ditentukan melalui persamaan:

Keterangan :

ΣA : total area puncak metil ester

As : area puncak standar internal (metil heptadekanoat) Cs : konsentrasi larutan standar (10 mg/mL)

Vs : volume larutan sampel (5 mL) m : massa sampel (250 mg)

BAB IV

Dokumen terkait