• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN FAKTOR EMISI DEBU JATUH DAN PARTIKEL TERSUSPENSI DALAM UDARA AMBIEN DI PULAU JAWA

DAN REKAYASA (B6)

PENENTUAN FAKTOR EMISI DEBU JATUH DAN PARTIKEL TERSUSPENSI DALAM UDARA AMBIEN DI PULAU JAWA

(Determination of Emission Factor for Dustfall and Suspended Particulate in Ambient Air of Java Island)

Arief Sabdo Yuwono1), Budi Mulyanto2), Allen Kurniawan1)

1)Dep. Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

2)Dep. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB ABSTRAK

Sesuai Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, debu jatuh (dustfall) dan partikel tersuspensi (total suspended particulate) merupakan parameter penting kualitas udara ambien. Faktor emisi (emission factor) kedua parameter strategis tersebut saat ini belum tersedia di Indonesia. Tujuan penelitian adalah menentukan faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi dari berbagai jenis tanah di Pulau Jawa yang langsung bisa diimplementasikan secara sederhana dan praktis. Tahapan penelitiannya adalah penelitian awal, kompilasi data dokumen publik, pengukuran bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi dari model lahan terbuka skala laboratorium, pengukuran konsentrasi debu jatuh dan partikel tersuspensi di lahan terbuka, serta penyusunan faktor emisi. Sampel berasal dari Bogor, Yogyakarta, Kuningan, Madiun, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, dan Sumedang. Peralatan yang dipakai adalah terowongan (tunnel), dustfall canister [AS-2011-1], oven, timbangan analitik [OHAUS], termometer, kertas saring 20µ dan 10µ [Whatmann], spreadsheet debu jatuh, High Volumetric Air Sampler (HVAS) [Staplex TFIA-2], dan pencatat waktu. Penelitian telah menghasilkan faktor emisi bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi yang berbentuk persamaan matematika sederhana dari berbagai jenis tanah di Pulau Jawa yang mencakup faktor kecepatan angin, kadar air tanah, dan tutupan lahan. Faktor emisi tersebut siap untuk diimplementasikan di Pulau Jawa dengan hanya memasukkan nilai dari ketiga faktor yang memengaruhinya.

Kata kunci: debu jatuh, faktor emisi, partikel tersuspensi, tanah, udara ambien. ABSTRACT

According to Governmental Regulation No. 41/1999 pertaining on Air Pollution Control, dustfall and suspended particulate are important ambient air quality parameters. Emission factor for these parameters is not available in Indonesia yet. The objectives of the research were to determine emission factors for those parameters generated from various soil types in Java Island, Indonesia, that can be implemented simply in the field directly. The research steps were preliminary research, a compilation of data from the public docu-ment, measurement of dustfall and suspended particulate generation from a land model in laboratory scale, measurement of dustfall and suspended particulate generation in the field and finally, determination of emission factor for both parameters. Samples were originated from Bogor, Yogyakarta, Kuningan, Madiun, Sukabumi, Karawang, Tasikma-laya, and Sumedang Municipalities. Instruments used were tunnel, dustfall canister [AS-2011-1], oven, analytical balance [OHAUS], thermometer, filter paper 20µ and 10µ [Whatmann], dustfall spreadsheet, High Volumetric Air Sampler (HVAS) [Staplex TFIA-2], and timer. Research series has resulted in emission factors expressed in simple mathe-matical equations that contain influencing factors such as wind speed, soil moisture con-tent, and vegetation cover. The emission factors are now ready to implement in the field. Keywords: ambient air, dustfall, emission factor, soil, suspended particulate.

PENDAHULUAN

Debu jatuh (dustfall) dan total partikel tersuspensi (total suspended particulate, TSP) merupakan dua komponen sangat penting dari parameter kualitas udara ambien (udara luar ruang/outdoor). Keduanya merupakan parameter yang wajib diukur sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Dalam jumlah tertentu yang relatif rendah, keduanya tidak menimbulkan efek negatif. Namun demikian, bila keberadaannya dalam udara ambien melebihi baku mutu akan menimbulkan efek negatif yang serius, beragam dan merugikan, baik dari segi ekonomi maupun dari aspek lingkungan. Contoh penyakit yang timbul karenanya antara lain adalah asma (Zhou 2010) sedangkan jenis kerugian yang terbukti timbul adalah penurunan jarak pandang (Zhou 2010) dan gangguan ekosistem (McTainsh & Strong 2007).

Permasalahan yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan pengelolaan kualitas udara di Indonesia dewasa ini adalah dalam hal menentukan konsentrasi debu jatuh dan partikel tersuspensi (TSP) dalam udara ambien di suatu lokasi sebagai akibat adanya berbagai macam kegiatan manusia, seperti pertambangan, transportasi, pembukaan lahan, pembangunan kawasan perumahan, konversi lahan, pengolahan tanah, penggundulan hutan, dan lain sebagainya. Permasalahan ini timbul karena ketiadaan data mengenai besarnya bangkitan (generation) debu dan TSP yang berasal dari permukaan lahan yang ada di Indonesia serta sebagai akibat dari bermacam-macam kegiatan manusia. Sementara waktu ini, taksiran bangkitan debu jatuh dan TSP di Indonesia menggunakan persamaan empiris dari Niemeier et al. (2000) yang berasal dari California (USA) yang tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Berdasarkan uraian singkat diatas, maka penelitian yang ditujukan untuk memperoleh faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi menjadi sangat penting peranannya, mengingat hasil yang diperoleh bisa dijadikan sebagai acuan nasional oleh berbagai pihak dalam mengambil kebijakan pengendalian kualitas lingkungan. Berbagai pihak yang berkepentingan dalam hal ini antara lain adalah Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) termasuk Badan Lingkungan

Hidup (BLH), dan Badan Pengendalian Lingkugan Hidup Daerah (BPLHD) sebagai pihak pemegang otoritas pengelolaan lingkungan hidup, pemrakarsa kegiatan pertambangan, pekerjaan umum serta instansi yang wajib menyajikan informasi perkiraan dampak yang timbul dari kegiatan pembangunan serta akademisi dan konsultan lingkungan yang melaksanakan kajian ilmiah perubahan kualitas lingkungan yang akan terjadi karena kegiatan pembangunan.

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1) Mengukur konsentrasi debu jatuh (dustfall) dan partikel tersuspensi (TSP) dalam udara ambien pada model lahan terbuka dengan sepuluh jenis tanah dari berbagai lokasi yang berbeda pada berbagai tingkat kadar air dan kecepatan angin dalam skala laboratorium; 2) Mengukur konsentrasi debu jatuh (dustfall) dan partikel tersuspensi (TSP) dalam udara ambien diatas lahan dengan jenis tanah berbeda di Pulau Jawa; dan 3) Me-nyusun faktor emisi bangkitan debu jatuh (dustfall) dan partikel tersuspensi (TSP) dalam udara ambien untuk jenis-jenis tanah tersebut di Pulau Jawa.

METODE PENELITIAN

Bahan yang diperlukan dalam tahap awal penelitian adalah contoh udara ambien yang berlokasi di tempat terbuka dengan derajat bukaan obstacles sebesar minimum 120°. Lokasi penelitian awal adalah tempat-tempat (lahan) terbuka yang hampir tidak mempunyai tutupan vegetasi (maksimum tutupan 5%) atau tanpa vegetasi sama sekali. Peralatan yang dipakai adalah Dustfall canister [Model AS-2011-1], oven atau stabilization chamber [Model ASS-01-2011], pencatat waktu, timbangan analitik [OHAUS; Adventurer Pro], termometer [Normal temperature; 0100 °C], kertas saring 20µ, dan program perhitungan (spreadsheet) debu jatuh [© Arief Sabdo Yuwono, 2012]. Peralatan yang diperlu-kan adalah Hi-Volumetric

Air Sampler (HVAS) [Staplex-USA TFIA-2], oven atau stabilization chamber

[Model ASS-01-2011], pencatat waktu, timbangan analitik [OHAUS; Adventurer Pro], termometer [Normal temperature; 0100 °C], dan kertas saring 10µ [Whatmann #41].

Peralatan utama yang dipasang pada tunnel tersebut mencakup blower dan air

velocity meter, termometer, dan pengukur kadar air tanah. Bahan dan peralatan

yang dipergunakan adalah sebidang tanah dalam tunnel seluas 5,8 m2; tebal 3 cm. Sampel tanah berasal dari lapangan. Sampel mencakup jenis tanah berbeda yang berasal dari Pulau Jawa. Peralatan yang dipakai adalah Wind velocity

mete/Anemometer [Lutron AM-4201]; Termometer [Normal temperature; 0100 °C]; Pengukur kadar air tanah (Soil moisture tester) [OGA Model TA-5];

Blower dengan pengaturan flowrate [Maspion JT-2101-T]; Generator listrik (gen-set) [Fuji 220V; 10A;2200 W]; Dustfall canister [Model AS-2011-1]; Hi-Vol Air Sampler (HVAS) [Staplex-USA TFIA-2]; Tangki air [Penguin 600 l], selang air

[Ø ⅜”] dan sprinkler.

Kecepatan angin dalam tunnel diatur sehingga berada dalam selang yang sesuai dengan kecepatan angin udara ambien yang terjadi di Indonesia. Tata letak sampel di dalam tunnel beserta peralatan pengkondisinya dan peralatan pengukur debu jatuh dan TSP disajikan dalam Gambar 1. Bagan alir percobaan disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 1 Percobaan pengukuran debu jatuh dan TSP dalam tunnel.

Tempat penelitian adalah lokasi terpilih yang spesifik sesuai dengan asal tanah di Pulau Jawa, yaitu Kab. Bogor (Inceptisol dan Ultisol), Kab. Kuningan (Andisol), Kab. Karawang (Entisol), Kab. Ngawi (Vertisol), Kab. Gunung Kidul dan Kab. Sukabumi (Regosol). Metode penelitian yang ditempuh disajikan pada Gambar 3 di mana didalamnya tercantum survei pemilihan lokasi dan penyiapan tapak penelitian, instalasi (pemasangan) peralatan, percobaan pengukuran

bang-kitan debu jatuh dan TSP. Faktor emisi yang disusun dari semua rangkaian penelitian tersebut merupakan indikator capaian akhir dari keseluruhan penelitian ini.

Gambar 2 Bagan alir pengukuran konsentrasi debu jatuh dan TSP dalam tunnel.

Gambar 3 Tahap penelitian pengukuran debu jatuh dan TSP di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil terpenting dari pengukuran di lapangan dan percobaan dalam tunnel adalah bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi dalam udara ambien dari berbagai jenis tanah di Pulau Jawa. Hasil ini kemudian diolah menjadi bentuk umum berupa model matematika sederhana yang didalamnya tercakup

faktor-faktor terpenting yang memengaruhi kuantitas bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi, yaitu jenis tanah, kecepatan angin, kadar air tanah, dan tutupan lahan. Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP yang dipengaruhi oleh kecepatan angin dan kadar air tanah pada tanah Inceptisol dapat dilihat pada persamaan (1) dan (2) sebagai berikut (Amaliah et al. 2013):

einc.DF= 0,54 (23,7 – 47,6V + 30,71V2) + 0,45 (50,81 – 2,79M + 0,04 M2) (1)

einc.SP= 0,51 (30,75 + 90,49V) + 0,49 (731,8 – 19,78M) (2) Keterangan:

einc.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Inceptisol (ton/km2.bulan)

einc.SP = faktor emisi TSP dari tanah Inceptisol (µg/Nm3) V = kecepatan angin (m/dt)

M = kadar air tanah (%).

Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Ultisol dapat dilihat pada persamaan (3) dan (4) sebagai berikut:

eult.DF= 0,51 (95,10 – 213,4V + 125,8 V2) + 0,49 (66,09 – 2,291M) (3)

eult.SP= 0,57 (95,10 – 213,4V + 125,8 V2) + 0,43 (66,09 – 2,291M) (4) Keterangan:

eult.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Inceptisol (ton/km2.bulan)

eult.SP = faktor emisi TSP dari tanah Ultisol (µg/Nm3).

Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Andisol dapat dilihat pada Persamaan (5) dan (6) sebagai berikut:

eand.DF= 0,59 (152,6 – 333,3V + 184,9V2) + 0,41 (827,4 – 62,21M + 1,174M2) (5)

eand.SP= 0,39 (-1617 + 1970V) + 0,61 (4497 – 128,1M) (6) Keterangan:

eand.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Andisol (ton/km2.bulan)

eand.SP = faktor emisi TSP dari tanah Andisol (µg/Nm3).

Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Entisol disajikan pada persamaan (7) dan (8) sebagai berikut:

eent.DF= 0,60 (120,5 – 258,5V + 146,9 V2) + 0,40 (110,6 – 3,751M) (7)

eent.SP= 0,51 (74,85 + 104,3V) + 0,49 (765,4 – 18,64M) (8) Keterangan:

eent.SP = faktor emisi TSP dari tanah Entisol (µg/Nm3).

Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP yang dipengaruhi oleh kecepatan angin dan kadar air tanah pada tanah Vertisol dapat dilihat pada persamaan (9) dan (10) sebagai berikut:

ever.DF= 0,58 (14,88 + 18,72V + 13,04V2) + 0,42 (154,9 – 7,92M + 0,106M2) (9)

ever.SP= 0,45 (-62,84 + 129,8V) + 0,55 (667,0 – 16,57M). (10) Keterangan:

ever.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Vertisol (ton/km2.bulan)

ever.SP = faktor emisi TSP dari tanah Vertisol (µg/Nm3).

Secara umum terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan angin, bangkitan debu jatuh dan TSP yang terbentuk semakin tinggi pula. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fecan et al. (1999) bahwa peningkatan kadar air tanah meningkatkan kekuatan kohesif antara partikel tanah, sehingga diperlukan kecepatan angin yang lebih tinggi untuk mengangkat fraksi-fraksi halus dari permukaan tanah dalam kondisi basah tersebut. Selain itu, menyangkut aspek vegetasi, daerah dengan curah hujan dan cakupan vegetasi rendah menghasilkan debu jatuh tinggi (Shang et al. 2012).

Adanya korelasi negatif antara bangkitan debu jatuh dan persentase tutupan lahan sesuai dengan penelitian Yan et al. (2011) bahwa tutupan vegetasi dapat meningkatkan ambang batas kecepatan angin dalam menghasilkan bangkitan debu jatuh dari permukaan tanah sehingga semakin tinggi persentase tutupan lahan akan semakin rendah bangkitan debu jatuh yang terbentuk. Selain itu, berdasarkan penelitian Smith dan Lee (2003), dampak erosi angin terhadap produksi debu jatuh dari permukaan tanah meningkat dengan menurunnya tutupan vegetasi dan meningkatnya kekeringan tanah.

Khusus untuk tanah jenis Regosol, hubungan yang diperoleh antara debu jatuh hasil pengukuran dan debu jatuh hasil perhitungan dengan menggunakan model disajikan dalam Gambar 4 (Azmi et al. 2015).

Gambar 4 Hubungan antara konsentrasi debu jatuh dari tanah Regosol hasil pengukuran dan perhitungan dengan model persamaan polinomial untuk Kec. Gunung

Dalam atmosfer yang tenang partikulat berukuran kecil (PM10 dan PM2.5) membutuhkan waktu harian sampai dengan tahunan untuk mengendap dan dapat menempuh jarak lebih dari 1.000 km, tetapi dapat dicuci oleh hujan dengan sangat cepat (Kruell et al. 2013). Distribusi ukuran, komposisi, dan bentuk partikulat di udara akan memengaruhi dampak partikulat tersebut terhadap lingkungannya (Formenti et al. 2011). Ukuran partikel debu jatuh yang tidak lebih kecil dari 2,5 µm dan 10 µm pada jenis tanah regosol dari Gumuk Pasir Parangkusumo memungkinkan tidak terikatnya racun pada bangkitan debu jatuh. Cazier et al. (2011) menyebutkan bahwa PM2,5memiliki luas permukaan yang besar, sehingga racun, termasuk hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH) dan logam berat dapat diserap ke permukaannya. Organ seperti paru-paru, jantung, sel-sel, dan DNA dapat rusak oleh racun ini. Masih et al. (2010) menyatakan bahwa, total PAH menempel pada partikulat yang berukuran kurang dari 10 µm.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa ditarik dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1) Kecepatan angin berkorelasi positif dengan bangkitan debu jatuh, sedangkan kadar air tanah dan tutupan lahan berkorelasi negatif dengan bangkitan debu jatuh, dan 2) Faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi telah selesai disusun dan hasilnya siap diimplementasikan di lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB dan Kemendikbud atas dukungan finansial untuk penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disam-paikan kepada para alumni S2 Dept. SIL IPB yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini, yaitu Lia Amaliah ST MSi, Nur Riana Rochimawati STP MSi, Asiyah Azmi ST MSi, dan Rady Purbakawaca SSi MSi, serta mahasiswa S1, yaitu Febri Mulyani ST, Claudia Risnayanti Munthe ST, Mega Puspita ST, Aulia