• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Hubungan RTH dan Suhu Udara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Penentuan Hubungan RTH dan Suhu Udara

Hasil analisis bentuk hubungan antara RTH dan suhu udara pada tahun 1991, 1997 dan 2004 didapatkan persamaan berbentuk non-linier kubik. Bentuk persamaan non-linier kubik dipilih berdasarkan pola sebaran data dan pada nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) tertinggi serta nilai standar deviasi model (S) terendah. Secara rinci hasil analisis disajikan pada Tabel 12.

Berdasarkan Tabel 12 tersebut terlihat bahwa terdapat kecenderungan yang sama pada ketiga tahun data baik 1991, 1997 dan 2004. Semua persamaan antara RTH dan suhu udara, secara konsisten nilai koefisien determinasi tertinggi dan nilai standar deviasi model terendah terdapat pada persamaan non-linier kubik.

Analisis lanjut berupa validasi model, untuk memastikan model mana yang paling baik dalam menduga nilai sebenarnya (nilai observasi lapang). Validasi model persamaan dilakukan cara membandingkan antara hasil keluaran model dengan menggunakan data di luar data penyusunan model persamaan dengan hasil pengukuran lapangan. Kedua data disajikan secara grafis dengan sumbu x merupakan nilai keluaran model dan sumbu y merupakan nilai hasil pengukuran lapang. Kemudian dilakukan uji statistika untuk mengetahui besarnya nilai korelasi atau nilai koefisien determinasi antara kedua peubah

tersebut. Makin besar nilai korelasi atau nilai kuadrat korelasi (koefisien determinasi) maka makin baik model yang diuji.

Tabel 12. Nilai koefisien determinasi (R2adj) dan standar deviasi model

(S) persaman RTH dan suhu udara 1991, 1997 dan 2004

LINIER KUADRATIK KUBIK

No WILAYAH

R2adj S R2adj S R2adj S

Tahun 1991 1. JAKARTA 85 0.15 95 0.08 98 0.03 2. KOTA BOGOR 87 0.15 95 0.08 99 0.02 3. KAB BOGOR 84 0.15 95 0.05 99 0.02 4. KOTA TANGERANG 87 0.15 95 0.11 98 0.02 5. KAB TANGERANG 87 0.12 94 0.05 91 0.02 6. KOTA BEKASI 85 0.09 95 0.07 96 0.04 7. KAB BEKASI 87 0.12 94 0.05 96 0.04 Tahun 1997 1. JAKARTA 86 0.14 96 0.07 99 0.04 2. KOTA BOGOR 88 0.17 96 0.05 99 0.03 3. KAB BOGOR 85 0.17 95 0.04 99 0.02 4. KOTA TANGERANG 88 0.14 96 0.10 99 0.03 5. KAB TANGERANG 88 0.11 95 0.04 99 0.02 6. KOTA BEKASI 86 0.08 96 0.06 99 0.02 7. KAB BEKASI 88 0.11 95 0.07 99 0.03 Tahun 2004 1. JAKARTA 85 0.11 97 0.05 98 0,04 2. KOTA BOGOR 89 0.16 97 0.04 99 0,01 3. KAB BOGOR 86 0.16 96 0.03 99 0,01 4. KOTA TANGERANG 89 0.13 97 0.09 99 0,01 5. KAB TANGERANG 89 0.10 96 0.03 99 0,01 6. KOTA BEKASI 87 0.07 97 0.05 99 0,02 7. KAB BEKASI 89 0.10 96 0.03 99 0,02

Hasil validasi model persamaan hasil ektraksi Landsat 2004, mampu menduga sebesar 98% data suhu udara hasil ekstraksi Landsat 1991 mendekati nilai aktual 1991 dan menduga sebesar 98% suhu udara hasil ekstraksi Landsat 1997 mendekati nilai aktual 1997 disajikan secara grafis pada Gambar 16.

Sedangkan validasi model hasil ekstraksi Landsat 1991 ketika divalidasi untuk data 1997 hanya sebesar 78% data dugaan mendekati aktual selebihnya

under estimate serta hasil validasi model hasil ekstraksi Landsat 1997 untuk data 1991 hanya sebesar 77% data dugaan mendekati data aktual 1991 selebihnya terjadi over estimate disajikan pada Gambar 17.

(a) (b)

Gambar 16. Validasi model persamaan tahun 2004 untuk data tahun 1991 (a) dan data tahun 1997 (b)

(a) (b)

Gambar 17. Validasi model persamaan hasil ekstraksi 1991 untuk data 1997 (a) dan model persamaan hasil ekstraksi 1997 untuk data 1991 (b)

Berdasarkan hasil validasi model, ditetapkan model persamaan antara RTH dan suhu udara adalah model persamaan hasil ektraksi data Landsat tahun 2004. Adapun bentuk model persamaan terpilih untuk wilayah JABOTABEK antara RTH dan suhu udara, secara umum dapat dituliskan sebagai:

Y=bo – b1X + b2X2 – b3X3

Di mana Y merupakan suhu udara (oC) dan X merupakan RTH (%), uji regresi nilai konstanta bo dan koefisien b1, b2 dan b3 disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai konstanta dan koefisien persamaan RTH dan suhu udara JABOTABEK

Nilai konstanta dan koefisien No. Wilayah bo b1 b2 b3 1. Jakarta 27.5** 7,4x10-3** 2,2x10-4** 4,0x10-6** 2. Kota Bogor 27,4** 8,2x10-3** 1,5x10-4** 2,0x10-6** 3. Kab. Bogor 27,2** 8,4x10-3** 1,5x10-4** 2,0x10-6** 4. Kota Tangerang 27,4** 1,6x10-2** 2,7x10-4** 3,0x10-6** 5. Kab. Tangerang 27,2** 1,2x10-2** 2,0x10-4** 2,0x10-6** 6. Kota Bekasi 27,3** 4,8x10-3** 2,8x10-4** 1,0x10-6** 7. Kab. Bekasi 27,2** 3,8x10-3** 4,9x10-4** 1,0x10-6** Keterangan: angka yang diikuti tanda ** , sangat nyata pada taraf α=1%

Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa nilai bo sebagai konstanta persamaan merupakan nilai suhu udara secara alami bila tanpa pengaruh RTH. Jakarta sebagai kota terbesar memiliki nilai tertinggi sebesar 27.5, diikuti kota Bogor dan Tangerang dengan nilai sebesar 27.4, lalu kota Bekasi sebesar 27.3 serta ketiga wilayah kabupaten dengan nilai suhu udara alami terendah dengan besaran yang sama, yaitu sebesar 27.2oC. Sementara nilai b1, b2 dan b3 merupakan koefisien

bagi RTH, RTH kuadrat dan RTH kubik, juga memiliki besaran koefisien yang sama kecuali untuk kota dan kabupaten Tangerang pada koefisien b1.

Bentuk persamaan dalam bentuk grafis disajikan pada Gambar 18 untuk kota Jakarta, kota dan kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi. Berdasar Gambar 18 makin memperjelas arti nilai bo sebagai titik potong dengan sumbu Y atau dapat dikatakan nilai suhu udara saat RTH bernilai 0%. Persamaan hanya berlaku untuk kisaran RTH 0 hingga 80%. Pada nilai RTH 80% hingga 100% nilai suhu udara relatif sama. Nilai suhu udara di Jakarta pada saat RTH mencapai 80% adalah sebesar 26.5oC nilai ini besarnya sama dengan nilai suhu udara rata- rata wilayah Indonesia dengan ketinggian 0 m dpl (di atas permukaan laut). Nilai yang sama untuk kota Bogor dan Tangerang, sementara kota Bekasi dan kabupaten Bogor sebesar 26.4 serta kabupaten Tangerang dan Bekasi sebesar 26.3oC.

Tidak mudah untuk membuat interpretasi persamaan terpilih secara langsung. Untuk itu disajikan grafik perubahan RTH dan dampaknya terhadap perubahan suhu udara untuk ketujuh wilayah kajian, disajikan pada Gambar 19.

(a) Jakarta

(b) Kota Bogor (c) Kab. Bogor

(d) Kota Tangerang (e) Kab. Tangerang

(f) Kota Bekasi (g) Kab. Bekasi

Gambar 18. Bentuk persamaan terpilih antara RTH dengan suhu udara (Ta) pada tujuh wilayah kajian

Berdasarkan Gambar 19 terlihat bahwa peningkatan suhu udara terjadi saat RTH berkurang, sebaliknya pada saat penambahan RTH terjadi penurunan suhu udara. Hal menarik adalah laju kenaikan suhu udara lebih tajam dibandingkan laju penurunannya, hal ini menunjukkan resiko pengurangan RTH terhadap peningkatan suhu udara, lebih besar dibandingkan upaya penambahan RTH. Hal ini menjadi masukan yang sangat berharga bagi pengambil kebijakan tata kota, bahwa setiap pengurangan RTH menyebabkan konsekuensi bagi peningkatan suhu udara dengan derajat yang lebih besar dibandingkan dengan upaya penambahan RTH. Sehingga harus lebih berhati-hati dalam setiap keputusan mengalihfungsikan RTH menjadi ruang terbangun (RTB). Atau dapat dikatakan bahwa upaya untuk mempertahakan luasan RTH memerlukan pengorbanan yang lebih besar dibandingkan dengan upaya penambahan RTH, namun memberikan hasil yang lebih baik dalam hal mempertahankan nilai suhu udara pada kisaran rata-rata yang nyaman bagi sebuah kota.

Tanda panah pada Gambar 19, menunjukkan mulai terjadi peningkatan tajam. Terlihat untuk Jakarta peningkatan suhu udara dengan laju tajam pada saat RTH berkurang sebesar 30%. Untuk Bogor baik kota maupun kabupaten pada pengurangan RTH 30%, kota dan kabupaten Tangerang pada saat nilai RTH berkurang 15% dan 20% serta kota dan kabupaten Bekasi pada pengurangan RTH sebesar 35%. Secara rata-rata nilai pengurangan RTH pada titik kritis (tanda panah) untuk kawasan JABOTABEK sebesar 28%. Bila nilai 28% dilampaui menyebabkan laju peningkatan suhu udara lebih tajam. Laju kenaikan suhu udara yang tajam mengindikasikan perubahan suhu yang terjadi setiap pengurangan RTH lebih besar dua kali lipat dibandingkan laju yang landai. Sedangkan pengurangan RTH dari 0-28% berakibat pada laju peningkatan suhu udara landai. Peningkatan yang landai indikasi bagi peningkatan suhu udara yang lebih kecil.

Penyajian secara kuantitatif setiap perubahan RTH 5% untuk ketujuh wilayah di JABOTABEK disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14 dapat diperjelas titik kritis (tanda panah) pengurangan RTH pada angka yang dicetak tebal. Untuk Jakarta, kota dan kabupaten Bogor pada pengurangan RTH 30%, kota dan kabupaten Tangerang pada pengurangan RTH sebesar 15 dan 20% serta kota dan kabupaten Bekasi pada pengurangan RTH sebesar 35%.

(a) Jakarta

(b) Kota Bogor (c) Kab. Bogor

(d) Kota Tangerang (e) Kab. Tangerang

(f) Kota Bekasi (g) Kab. Bekasi

Gambar 19. Perubahan suhu udara akibat perubahan RTH Wilayah JABOTABEK

Tabel 14. Laju perubahan suhu udara akibat perubahan RTH sebesar 5% di JABOTABEK No ∆RTH (%) ∆Ta(oC) JKT ∆Ta(oC) Kota BGR ∆Ta(oC) Kab. BGR ∆Ta(oC) Kota TGR ∆Ta(oC) Kab TGR ∆Ta(oC) Kota BKS ∆Ta(oC) Kab. BKS 1 -50 1.4 1.0 1.0 1.8 1.3 0.5 0.4 2 -45 1.1 0.9 0.9 1.5 1.1 0.4 0.4 3 -40 0.9 0.7 0.7 1.3 0.9 0.3 0.3 4 -35 0.7 0.6 0.6 1.0 0.8 0.2 0.2 5 -30 0.5 0.4 0.4 0.8 0.6 0.2 0.2 6 -25 0.4 0.3 0.3 0.6 0.5 0.2 0.1 7 -20 0.3 0.2 0.2 0.4 0.3 0.1 0.1 8 -15 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.1 0.1 9 -10 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.0 10 -5 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.0 11 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 12 +5 0.0 0.0 0.0 -0.1 -0.1 0.0 0.0 13 +10 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 0.0 14 +15 -0.1 -0.1 -0.1 -0.2 -0.1 -0.1 -0.1 15 +20 -0.1 -0.1 -0.1 -0.2 -0.2 -0.1 -0.1 16 +25 -0.1 -0.1 -0.2 -0.3 -0.2 -0.1 -0.1 17 +30 -0.1 -0.2 -0.2 -0.3 -0.2 -0.2 -0.1 18 +35 -0.2 -0.2 -0.2 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 19 +40 -0.2 -0.2 -0.2 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 20 +45 -0.3 -0.2 -0.3 -0.4 -0.3 -0.3 -0.2 21 +50 -0.3 -0.3 -0.3 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2

Dokumen terkait