• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

2. Penentuan Jumlah Rayap S. javanicus Yang Tertangkap

Semua rayap kasta pekerja dan prajurit yang tertangkap dari setiap stasiun pengamatan ditimbang sehingga diperoleh berat total masing-masing kasta. Jumlah total rayap pekerja dan prajurit yang tertangkap adalah berat total kasta pekerja atau prajurit yang tertangkap dibagi dengan berat rata-rata tubuh rayap.

Pendugaan Kelimpahan Anggota Koloni Rayap S. javanicus

Percobaan dilakukan di Areal Asrama Mahasiswa TPB, IPB. Aplikasi dilakukan dengan penyiraman suspensi M. brunneum dan M. anisopliae pada kerapatan 4,5x109 konidia/ml sebanyak 1 liter persarang pengujian dan kontrol sarang disiram dengan aquadest steril. Aplikasi dilakukan pada pagi hari pukul

07.00-09.00 untuk menghindari tingginya temperatur pada tanah. Setiap perlakuan terdiri atas satu sarang dan diulang sebanyak tiga kali. Tiga minggu setelah perlakuan tersebut dihitung kelimpahan populasinya.

Kelimpahan anggota koloni rayap di lokasi penelitian yang telah diaplikasi dengan cendawan M. brunneum dan M. anisopliae diduga melalui teknik penangkapan dan penandaan tiga tahap (triple mark recapture technique).

Tahapan kerja adalah sebagai berikut:

Tahap Pertama

1. Penangkapan

Kayu umpan yang terserang rayap dikumpulkan, kemudian dipisahkan dari rayap dan kotoran, rayap kemudian ditimbang dan dihitung jumlahnya.

2. Penandaan

Seluruh rayap ditandai dengan menggunakan Nile Blue A 0,05% dan Neutral Red 0,25% (b/b) (Su et al. 1991). Pewarnaan rayap mengunakan kertas saring (Whatman No. 1) yang direndam dalam larutan pewarna dengan pelarut aquadest steril di dalam wadah pastik. Perendaman kertas saring dilakukan hingga warnanya menjadi pekat seperti warna pelarut. Kertas saring yang sudah diwarnai dengan baik diumpankan ke rayap selama lima hari. Setelah lima hari akan diperoleh rayap yang tubuhnya berwarna biru dan merah.

3. Pelepasan

Rayap yang telah bertanda dan diketahui jumlahnya dilepaskan kembali ke unit stasiun pengamatan semula. Beberapa rayap akan mati selama penandaan, untuk itu jumlah rayap yang akan dilepaskan perlu dihitung dengan metode berat rata-rata (penimbangan).

4. Penangkapan kembali

Satu minggu setelah pelepasan spesimen rayap bertanda, kayu umpan dari masing-masing pengamatan dikumpulkan kembali. Jumlah rayap yang tertangkap baik yang bertanda maupun yang tidak bertanda dihitung jumlahnya.

Tahap Kedua

Rayap yang bertanda pada tahap pertama, diberi tanda di dalam unit pewarnaan (dengan prosedur yang sama seperti pada tahap pertama). Kemudian rayap yang telah ditandai dilepaskan kembali ke stasiun pengamatan dimana rayap

21 tersebut tertangkap. Satu minggu kemudian, rayap yang ada di masing-masing stasiun pengamatan ditangkap kembali, dan diperlakukan sama seperti pada tahap pertama.

Tahap Ketiga

Penandaan, pelepasan dan penangkapan rayap untuk tahap ketiga diulangi seperti yang dilakukan pada tahap pertama dan kedua. Selanjutnya pendugaan ukuran populasi dalam koloni rayap dihitung dengan menggunakan rumus Begon (1979) dalam Okabe et al. 2002 sebagai berikut:

N = (Σ Mi ni) / [(Σ mi) +1]

SE = N {[1/( Σmi + 1)] + [(2/( Σmi + 1)2]+ [(6/( Σmi +1)3]}1/2 Keterangan;

N = Jumlah anggota populasi rayap SE = Simpangan baku

ni = Jumlah rayap yang tertangkap pada penagkapan ke-i

mi = Jumlah rayap yang bertanda yang tertangkap pada penangkapan ke-i Mi = Jumlah total rayap bertanda sampai penangkapan ke-i

Uji Keefektifan M. anisopliae dan M. brunneum terhadap Rayap S. javanicus Berdasarkan data dari hasil perhitungan kelimpahan koloni dilakukan perhitungan persentase mortalitas rayap untuk mengetahui keefektifan M. anisopliae dan M. brunneum terhadap S. javanicus. Besarnya persentase mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

N1 – N2

Mortalitas (%) = X 100%

N1

Keterangan:

N1= Jumlah rayap awal

Analisis Data

Data mortalitas C. curvignathus dan S. javanicus pada uji patogenisitas serta sporulasi dan daya kecambah dianalisis berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan kelimpahan anggota koloni rayap dianalisis berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan program MINITAB dan diuji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) atau uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5% (Steel & Torrie 1993) dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 6.12. Hubungan kerapatan konidia dengan mortalitas dan waktu aplikasi dengan mortalitas diolah dengan analisis probit (Finney 1971), menggunakan program SAS versi 6.12. Berdasarkan hasil analisis probit dapat diperoleh nilai LCdan LT.

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji patogenisitas M. brunneum, M. anisopliae terhadap Rayap S. javanicus

dan B. bassiana, M. brunneum, M. roridum terhadap C. curvignathus.

Kerapatan konidia semua isolat cendawan entomopatogen yang diuji berpengaruh nyata terhadap mortalitas C. curvignathus dan S. javanicus. Mortalitas rayap C. curvignathus dan S. javanicus meningkat seiring dengan meningkatnya kerapatan konidia, kecuali pada B. bassiana hanya efektif pada kerapatan konidia yang tinggi (Gambar 1 dan 2). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi jumlah konidia, maka peluang kontak konidia dengan tubuh rayap semakin besar sehingga memberi peluang yang lebih baik untuk mempenetrasi ke dalam tubuh rayap. Roberts dan Yendol (1971) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi cendawan entomopatogen pada serangga adalah jumlah inokulum.

Yoshimura & Takahashi (1998) menyatakan bahwa B. brongniartii kontak selama satu menit dengan rayap pada kerapatan 3,3 x 108 konidia/ml menghasilkan 100% mortalitas serangga uji dalam waktu 5 hari, sedangkan dengan kerapatan konidia yang lebih rendah kontak selama satu hari hanya menghasilkan 50% mortalitas dalam waktu yang sama.

Semua spesies cendawan entomopatogen yang diuji mempunyai virulensi yang berbeda terhadap C. curvignathus dan S. javanicus. M. brunneum mempunyai virulensi yang lebih tinggi terhadap C. curvignathus dari pada isolat B. bassiana, dan M. roridum, hal ini terlihat dari rata-rata mortalitas rayap tanah S. javanicus pada pengamatan hari ke-3 setelah aplikasi konidia dengan kerapatan 5.105 konidia/ml telah menghasilkan mortalitas di atas 50% sedangkan pada isolat M. roridum hal tersebut terjadi pada kerapatan 5.106 konidia/ml dan isolat B. bassiana menghasilkan mortalitas sangat rendah walaupun pada pengamatan hari ke-5 masih di bawah 50% pada kerapatan 107 konidia/ml (Gambar 1).

Metarhizium brunneum mempunyai virulensi yang lebih tinggi terhadap S. javanicus dari pada M. anisopliae. Hal ini terlihat dari rata-rata mortalitas S. javanicus pada pengamatan hari ke-3 setelah aplikasi konidia dengan kerapatan 106 konidia/ml telah menghasilkan mortalitas di atas 50%, sedangkan pada M. anisopliae hal tersebut terjadi pada kerapatan 5.106 konidia/ml (Gambar 2).

Myrothecium roridum 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 Hari M o rt a lit a s (% ) Kontrol 10 5 5 x 10 5 10 6 5 x 10 6 10 7 Metarhizium brunneum 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 Hari M o rt a lit a s (% ) kontrol 10 5 5 x 10 5 10 6 5 x 10 6 10 7 Beauveria bassiana 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 Hari M o rt al it as ( % ) Kontrol 10 5 5 x 10 5 10 6 5 x 10 6 10 7

Gambar 1 Mortalitas C. curvignathus akibat perlakuan berbagai kerapatan konidia M. brunneum, B. bassiana, dan M. roridum.

25

Gambar 2 Mortalitas S. javanicus akibat perlakuan berbagai kerapatan konidia M. brunneum dan M. anisopliae.

Perbedaan virulensi dari semua isolat cendawan entomopatogen yang diuji diduga disebabkan oleh adanya perbedaan karakter interspesies baik secara fisiologis (viabilitas, laju pertumbuhan, kemampuan bersporulasi dan produksi toxin) maupun secara genetik serta pengaruh faktor eksternal seperti lingkungan yang dapat mempengaruhi kemampuan cendawan untuk tumbuh dan berkembang dalam melumpuhkan mekanisme pertahanan serangga inang. Diameter koloni (cm), daya kecambah (%) dan sporulasi (konidia/cawan petri) M. anisopliae (5,47, 27,20, 6,18 x 107) M. brunneum (5,25, 97,20, 223,66 x 107), B. bassiana (4,67, 82,50, 1470,33 x 107), dan M. roridum (4,72, 92,50, 285,33 x 107) (Desyanti 2007). Hajek & Leger (1994) melaporkan bahwa keragaman interspesies pada cendawan entomopatogen terlihat pada perbedaan virulensinya. Keragaman

Metarhizium brunneum 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 Hari

Dokumen terkait