• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS

4.3 Penentuan Jumlah Sampel

Penentuan jumlah sampel menggunakan model 3 dimensi berbentuk kubus dengan panjang sisi l. Posisi transmitter dan receiver di letakkan pada garis vertical sejumlah n dan diubah kedalamannya dengan jarak s. Jumlah posisi radio dapat dihitung berdasarkan persamaan:

( ⁄ ) (4.1) Sementara jumlah garis propagasi:

( ) (4.1) Dengan asumsi kondisi tanah homogen, maka sinyal dapat dibedakan mana yang terblok mana yang tidak. Gambar 4.10 menunjukkan model pengukuran. Dengan panjang l=5m, ukuran ruangan adalah 5m x 5m x 5 m.

Dengan ukuran s = 10 cm dan jumlah sisi tegak n = 4, maka akan diperoleh jumlah posisi radio 6 untuk transmitter dan 6 posisi untuk receiver, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.10

Gambar 4.10 Sampel sinyal propagasi

Jika jalur propagasi dinyatakan sebagai pi,j dimana i adalah posisi transmitter dan j posisi receiver, maka pi,j dapat dinyatakan sebagai terblok jika daya terima lebih kecil dari daya terima maksimum yang dihitung dikali faktor peredaman f dengan:

{

(4.3) Simulasi menggunakan python dengan kode seperti pada Gambar 4.11 memberiskan hasil seperti pada Gambar 4.12.

Gambar 4.11 Potongan kode (pseudocode) untuk penentuan sinyal terblok

Dengan ukuran ruangan dievaluasi l = 5 m, jumlah sisi vertikal n= 4, dan steps s = 10 cm, akan terdapat 15,606 jalur transmission dengan setidaknya 228 jalur terblok untuk ukuran objek 50 cm x 50 cm x 50 cm terletak ditengah ruangan.

Gambar 4.12. Jalur transmisi yang terblok

Mengingat keterbatasan peralatan dalam pengambilan data, pengukuran menggunakan tanah terbuka yang digali dengan ukuran ruang 5m x 5m x 1m, dan langkah pengukuran 20 cm. Objek ukuran 20cm x 20cm x 20cm ditimbun di posisi tengah sedalam 0,5 m seperti pada ilustrasi Gambar 4.13.

4.4 Hasil Pendeteksian Objek dari Pengukuran

Skenario pengukuran ditunjukkan pada Gambar 4.13 dimana objek monitoring adalah tanah dengan lebar 5 m, panjang 5 m dan kedalaman 1 m.

Besarnya daya diterima terlebih dahulu diukur pada saat objek belum diletakkan di dalam tanah. Setelah objek diletakkan, nilai daya yang diterima diukur kembali.

(a) Area pengukuran tanpa objek

(b) Area pengukuran dengan objek di titik 2,5;2,5;0,5

(c) Lintasan pengukuran dengan 20 lintasan Gambar 4.13 Experimen pengukuran

Untuk menjaga posisi transmitter dan receiver dalam keadaan sama untuk kedua keadaan pengukuran, pengukuran setiap lintasan, dilakukan bersamaan dengan meletakkan dan mengambil kembali objek yang ditanam.

Hasil pengukuran pada 20 lintasan; yakni masing-masing 5 lintasan diagonal A dan B dan masing-masing 5 lintasan memotong C dan D ditunjukkan pada Tabel 4.1. Nilai daya terima pada setiap titik menunjukkan nilai konsisten bahwa daya terima saat ada objek menurun dibandingkan setelah ada objek. Jika penurunan terjadi, maka ini menunjukkan bahwa objek terdeteksi.

Tabel 4.1 Sinyal Terima tanpa dan dengan Objek

Lintasan Jarak (m) Sinyal Terima (dBm)

Status Tanpa objek Dengan Objek

A1 7.1414284 -69,625 -71,449 Terdeteksi objek

A2 7.1063352 -65,890 -70,538 Terdeteksi objek

A3 7.0710678 -68,341 -71,715 Terdeteksi objek

A4 7.1063352 -68,688 -70,594 Terdeteksi objek

A5 7.1414284 -70230 -71,686 Terdeteksi objek

B1 7.1414284 -70,487 -71,041 Terdeteksi objek

B2 7.1063352 -70,209 -70,768 Terdeteksi objek

B3 7.0710678 -66,824 -70,978 Terdeteksi objek

B4 7.1063352 -67,229 -70,421 Terdeteksi objek

B5 7.1414284 -68,977 -70,847 Terdeteksi objek

C1 5.0990195 -71,134 -71,347 Terdeteksi objek

C2 5.0497525 -69,659 -70,768 Terdeteksi objek

C3 5 -70,717 -70,868 Terdeteksi objek

C4 5.0497525 -70,479 -70,921 Terdeteksi objek

C5 5.0990195 -70,812 -70,847 Terdeteksi objek

D1 5.0990195 -64,991 -71,959 Terdeteksi objek

D2 5.0497525 -71,418 -71,785 Terdeteksi objek

D3 5 -71,747 -72,613 Terdeteksi objek

D4 5.0497525 -68,688 -72,125 Terdeteksi objek

D5 5.0990195 -71,825 -71,926 Terdeteksi objek

Jika diurutkan dari nilai lintasan terpendek ke lintasan terpanjang, diperoleh plot seperti ditunjukkan pada Gambar 4.14. Redaman rata-rata yang dialami dengan peletakan objek bawah tanah adalah 2,75%. Hasil ini diperoleh

jika area pengukuran diketahui nilai peredaman sebelum keberadaan objek bawah tanah.

Gambar 4.14 Perbedaan level sinyal terima

Pada umumnya, untuk pendeteksian objek bawah tanah, kondisi sebelum adanya objek adalah tidak diketahui. Satu-satunya cara adalah membandingkan hasil pengukuran sinyal saat ada objek dengan nilai pendekatan secara matematik.

Dalam hal ini, kekuatan sinyal yang terukur akan dibandingkan dengan hasil analisis model matematika pada bagian 4.1 Gambar 4.8.

Dengan mengambil pola tren matematika pada Gambar 4.8, diperoleh nilai-nilai seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.15. Jika nilai yang terukur jauh lebih kecil dari perkiraan, maka patut diduga lintasan terblok oleh objek bawah tanah. Jika sebaliknya, maka lintasan tidak terblok dan objek tidak ada. Tidak semua lintasan mampu mendeteksi objek.

Tabel 4.2 Sinyal Terima Prediksi dan Pengukuran dengan Objek

Lintasan Jarak (m)

Sinyal Terima (dBm)

Status Tanpa objek Model Matematika Dengan

Objek

A1 7.1414284 -71,806 -71,449 Tidak terdeteksi

A2 7.1063352 -71,804 -70,538 Tidak terdeteksi

A3 7.0710678 -71,803 -71,715 Tidak terdeteksi

A4 7.1063352 -71,804 -70,594 Tidak terdeteksi

A5 7.1414284 -71,806 -71,686 Tidak terdeteksi

B1 7.1414284 -71,806 -71,041 Tidak terdeteksi

B2 7.1063352 -71,804 -70,768 Tidak terdeteksi

B3 7.0710678 -71,803 -70,978 Tidak terdeteksi

B4 7.1063352 -71,804 -70,421 Tidak terdeteksi

B5 7.1414284 -71,806 -70,847 Tidak terdeteksi

C1 5.0990195 -71,680 -71,347 Tidak terdeteksi

C2 5.0497525 -71,676 -70,768 Tidak terdeteksi

C3 5 -71,673 -70,868 Tidak terdeteksi

C4 5.0497525 -71,676 -70,921 Tidak terdeteksi

C5 5.0990195 -71,680 -70,847 Tidak terdeteksi

D1 5.0990195 -71,680 -71,959 Terdeteksi objek

D2 5.0497525 -71,676 -71,785 Terdeteksi objek

D3 5 -71,673 -72,613 Terdeteksi objek

D4 5.0497525 -71,676 -72,125 Terdeteksi objek

D5 5.0990195 -71,680 -71,926 Terdeteksi objek

Terlihat bahwa, kekuatan sinyal tidak konsisten terhadap pola redaman perkiraan. Di beberapa lintasan yang seharusnya menunjukkan penurunan sinyal karena keberadaan objek, tetapi nilai terima lebih besar dari nilai perkiraan.

Persentasi ketelitian hanya sekitar 5 lintasan dari total 20 lintasan yang terdeteksi adanya objek. Secara rata-rata, keberadaan objek semakin menaikkan sinyal 0,67%. Berbeda dengan pengukuran langsung, keberadaan objek mengurangi daya terima rata-rata 2,75%. Gambar 4.15 menunjukkan plot sinyal terima dan prediksi.

Gambar 4.15 Nilai daya terima dengan prediksi model matematika

Hal ini menunjukkan, dengan menggunakan radio dengan transmitter dan receiver terpisah, objek dapat terdeteksi jika kondisi propagasi sebelum adanya objek telah diketahui dan posisi serta besaran pengukuran sinyal memiliki parameter yang sama.

Perbandingan hasil prediksi ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Ketelitian pengukuran dengan diketahui kondisi sinyal radio sebelum ada objek mencapai 100%, sedangkan dengan model prediksi matematika, hanya memberi ketelitian 25%.

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Prediksi

Lintasan Hasil pendeteksian degan diketahui kondisi sebelum ada objek

Hasil Pendeteksian dengan prediksi matematika sebelum

ada objek

A1 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

A2 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

A3 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

A4 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

A5 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B1 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B2 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B3 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B4 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B5 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C1 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C2 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C3 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C4 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C5 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

D1 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

D2 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

D3 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

D4 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

D5 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab 4, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara matematika, sinyal radio yang merambat akan mengalami peredaman. Kenaikan redaman terhadap jarak akan semakin cepat jika frekuensi semakin kecil.

2. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sinyal yang merambat di tanah tidak memiliki pola redaman seragam. Jarak yang lebih jauh dapat menerima sinyal yang lebih besar. Hal ini terjadi karena adanya difraksi dan pantulan dari tempat lain.

3. Pemilihan frekuensi terbaik dilakukan dengan membandingkan nilai tangent tren linier model matematika dan nilai tangent tren linier hasil pengukuran untuk beberapa jarak. Frekuensi terbaik adalah yang memiliki nilai tangent negatif dan selisih tangesial terkecil. Hasilnya, frekuensi 537,69 MHz terpilih sebagai frekuensi terbaik.

4. Melalui eksperimen dengan membandingkan sinyal terima sebelum dan sesudah ada objek penghalang, dimana instalasi antenna dan alat ukur tidak berubah, objek dapat dideteksi dengan ketelitian 100%. Penurunan sinyal terima rata-rata karena keberadaan objek adalah 2,75%.

5. Tanpa pengukuran sinyal sebelum keberadaan objek, serta hanya dengan membandingkan sinyal terukur dengan sinyal hasil model matematis, diperoleh ketelitian pendeteksian objek hanya 25%, dimana persentasi sisanya gagal mendeteksi objek disebabkan sinyal terima setelah ada objek lebih besar dari prediksi sinyal sebelum ada objek.

6. Pendeteksian objek bawah tanah dengan transmitter dan receiver terpisah hanya akan efektif jika alat ukur menggunakan parameter, posisi dan keadaan yang sama, serta sinyal terima diukur sebelum dan sesudah ada objek.

5.2 Saran

Adapun saran bagi penelitian berikutnya adalah :

1. Penelitian dapat dikembangkan dengan menggunakan transmitter berdaya besar, sehingga sinyal terima langsung dapat lebih besar dari sinyal difraksi dan refraksi.

2. Penelitian prediksi bentuk objek dapat dilakukan jika lintasan propagasi lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

[1] R. Alindra, H. Wijanto, and K. Usman, “Deteksi Bentuk Objek Bawah Tanah Menggunakan Pengolahan Citra B-Scan pada Ground Penetrating Radar (GPR),” TELKA - Telekomun. Elektron. Komputasi dan Kontrol, vol.

3, no. 1, pp. 73–83, May 2017.

[2] M. C. Akyildiz, I. F., Sun, Z., & Vuran, “Signal propagation techniques for wireless underground communication networks,” Phys. Commun., vol. 2, no. 3, p. 167–183., 2009.

[3] S. Suherman, “WiFi-Friendly Building to Enable WiFi Signal Indoor,” Bull.

Electr. Eng. Informatics, vol. 7, no. 2, 2018.

[4] I. F. Vuran, M. C., & Akyildiz, “Channel model and analysis for wireless underground sensor networks in soil medium,” Phys. Commun., vol. 3, no.

4, p. 245–254., 2010.

[5]. Suherman, S., Rambe, A.H. and Tanjung, A.W., 2018. Underground Radio Propagation on Frequency Band 97 Mhz–130 Mhz.

[6] L.P. Ligthart, E.E. Ligthart, LectureNotes for The Intensive Course onGround Penetrating Radar, 2004

[7] Li Li, Mehmet C. Vuran and Ian F. Akyildiz. 2007. Characteristics of Underground Channel for Wireless Underground Sensor Network. Greece : The Sixth Annual Mediterranean AHNW Ad Hoc Networking WorkShop.

[8] (“Perancangan Jaringan Transmisi Gelombang Mikro Pada Link Site Mranggen 2 Dengan Site Pucang Gading - Neliti,” n.d.)Perancangan Jaringan Transmisi Gelombang Mikro Pada Link Site Mranggen 2 Dengan Site Pucang Gading - Neliti. (n.d.). Retrieved March 22, 2019,

[9] (Marzuki & Irawan, 2017)Marzuki, M. I., & Irawan, B. (2017). Analisa Propagasi Gelombang Continuous Wave Pada Radio Amatir di Frequency 21 MHz. Jurnal Telekomunikasi Dan Komputer, 7(2), 213.

https://doi.org/10.22441/incomtech.v7i2.1169.

[10] Hazar, Ibnu. 2015. “Rancang Bangun Autotracking Antena Stasiun Penerima Pada Frekuensi Kerja 2.4 GHz Berdasarkan Sudut Azimuth dan Elevasi Menggunakan Mikrokontroler Arduino. Un

[11] Ian F.Akyildiz, Zhi Sun and Mehmet C. Vuran. 2009. Signal propagation techniques for wireless underground communication networks. United States : Elsevier.

[12] Stewart, J. (2009). Calculus: Concepts and contexts. Cengage Learning.

[13] Ranadianti, Denita. 2012. Rancang Bangun dan Pengukuran Antena Monopole 145,95 MHz dan 436,915 MHz untuk Aplikasi Nanosatelit.

Indonesia : Universitas Indonesia.

Dokumen terkait