• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PERMODELAN MATEMATIS PENDETEKSIAN OBJEK BAWAH TANAH MENGGUNAKAN POLA REDAMAN PROPAGASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PERMODELAN MATEMATIS PENDETEKSIAN OBJEK BAWAH TANAH MENGGUNAKAN POLA REDAMAN PROPAGASI"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERMODELAN MATEMATIS PENDETEKSIAN OBJEK BAWAH TANAH MENGGUNAKAN POLA REDAMAN PROPAGASI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik Telekomunikasi

Oleh

ERWIN WIJAYANTO NIM.140402061

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

ABSTRAK

Kebutuhan akan komunikasi semakin berkembang pesat dan dibutuhkan untuk berbagai aspek . Komunikasi tidak hanya dilakukan di udara dan didarat, namun juga dilakukan dibawah tanah. Komunikasi dibawah tanah dibutuhkan untuk komunikasi pertambangan. Dibutuhkan perangkat yang tepat untuk digunakan pada saat melakukan komunikasi di pertambangan agar tidak terjadi kesalah pahaman di lingkungan kerja. Antena yang tepat, serta rugi-rugi di dalam tanah sangat patut untuk diperhitungkan.

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis pemodelan Friis dengan faktor koreksi dan pengukuran secara langsung di halaman gedung Magister Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara. Alat ukur yang digunakan yaitu Vector Network Analyzer dan Antena monopole serta disimulasikan menggunakan software pyton dengan matplotlib agar mendapatkan hasil 3 dimensi.

Hasil pengukuran menunjukkan, pola sinyal terima berbeda dengan model matematik. Sinyal diterima pada jarak yang lebih jauh tidak selalu lebih kecil dari pada sinyal yang diterima pada jarak yang lebih dekat. Hal ini disebabkan difraksi dan refleksi di tanah jauh lebih besar daripada udara. Tren linier menunjukkan sebagaian besar sinyal memiliki nilai tangen positif. Sehingga sulit membedakan sinyal terblok atau tidak. Sehingga deteksi objek dilakukan pada skripsi ini secara supervisi, yakni telah diketahui propagasi sinyal radio tanpa objek.

Penelitian ini telah menyajikan pertimbangan jalur propagasi ketika menggunakan TTE untuk mendeteksi objek bawah tanah dengan menggunakan model propagasi dan beberapa alat tiga dimensi, termasuk matematika dan bahasa pemrograman. Studi ini mengungkapkan bahwa jumlah jalur transmisi yang mungkin untuk menilai posisi objek adalah fungsi dari tepi vertikal untuk menyelidiki n, kedalaman tepi l, dan langkah pemancar s. Disarankan jalur sinyal yang diblokir digunakan untuk analisis pemrosesan sinyal karena jumlahnya lebih kecil. Pekerjaan masa depan akan berurusan dengan pemodelan objek.

Kata Kunci :Propagasi Radio Bawah Tanah, Antenna Monopole, Vector Network Analyzer, Ground Penetration Radar

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat beriring salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi panutan penulis dan umat muslim.

Skripsi ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu (S-1) di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah :

“PERMODELAN MATEMATIS PENDETEKSIAN OBJEK BAWAH TANAH MENGGUNAKAN POLA REDAMAN PROPAGASI”

Tugas akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu (S-1) di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Keluarga tercinta : Bapak H. Muchjat Sp.d dan Ibu Musrini, Kakak Endang Sri Wahyuni serta keluarga dan Kakak Enita Retno Wati serta keluarga, atas segala kasih sayang, doa, semangat, arahan, nasehat dan segala perhatiannya.

2. Bapak Suherman, ST., M.Comp., Ph.D. sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir penulis yang selalu bersedia memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan oleh penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Dr. Fahmi, S.T., M.Sc., I.PM. sebagai Dosen Wali penulis yang membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di kampus USU.

(5)

4. Bapak Dr. Fahmi, S.T., M.Sc., I.PM. sebagai Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Arman Sani, S.T, M.T sebagai Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ir. Zulfin, M.T dan Bapak Rahmad Fauzi S.T, M.T sebagai Dosen Penguji penulis, yang memberikan arahan dan nasihat kepada penulis.

7. Bapak Suherman, ST., M.Comp., Ph.D., selaku mentor dalam pengambilan data dan pihak yang sedia memfasilitasi data – data yang dibutuhkan pada tugas akhir ini.

8. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU.

9. Sahabat terbaik komunitas inteligen Fahmi idris, Sukriman Siregar, Murjiono, Anshar Harahap, Fattah Rambe, Peri H Harahap, Bayu dan Dicki atas kebersamaan, doa, dukungan dan bantuan kepada penulis. .

10. Teman - teman di Departemen Teknik Elektro FT-USU, terkhusus angkatan, 2014 atas segala motivasi dan batuan yang diberikan.

11. Pihak-pihak yang telah membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk wawasan pembaca dan juga dalam pengembangan selanjutnya.

Medan, 24 Juni 2020

Penulis,

Erwin Wijayanto

NIM. 140402061

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Batasan Masalah ... 3

1.6 Metode Penelitian. ... 3

1.7 Sistematika Penulisan. ... 4

BAB II TEORI DASAR ... 5

2.1 Ground Penetrating Radar ... 5

2.2 Radio through the earth ... 6

2.3 Refleksi dari Permukaan Tanah ... 7

2.3.1 Multi-Path Fading dan Bit Error ... 7

2.4 Refleksi Sinyal Radio ... 8

2.5 Propagasi Radio di Bawah Tanah ... 8

2.6 Garis dan Bidang diruang 3D ... 12

2.6.1 Garis diruang 3D ... 12

2.6.2 Bidang diruang 3D ... 13

2.6.3 Perpotongan Bidang ... 14

2.7 Antena Monopole ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Umum ... 16

3.2 Alur Penelitian ... 16

3.3 Perangkat Pengukuran ... 17

(7)

3.3.2 Antena ... 18

3.3.4 Bahasa Pyton ... 18

3.3.4 Software Pycharm ... 19

3.3.5 Rancangan Pengukuran ... 19

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ... 21

4.1 Pemilihan Frekuensi Pengukuran ... 21

4.2 Tantangan Pola Redaman Bawah Tanah ... 26

4.3 Penentuan Jumlah Sampel ... 27

4.4 Hasil Pendekteksian Objek dari Pengukuran ... 29

BAB V PENUTUP ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... viii

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh perangkat Ground Penetrating Radar (GPR) ... 5

Gambar 2.2 Garis di Ruang 3D ... 12

Gambar 2.3 Perpotongan Bidang ... 14

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 16

Gambar 3.2 Vector Network Analyzer ... 17

Gambar 3.3 Antena dipole ... 18

Gambar 3.4 Tampilan Software Pycharm (Pyton) ... 19

Gambar 3.5 Rancangan Pengukuran ... 20

Gambar 4.1 Pola Redaman Model Matematika Berbagai Frekuensi ... 21

Gambar 4.2 Pola Sinyal Ternormalisasi... 22

Gambar 4.3 Sampel Pengukuran dengan Network Analizer ... 22

Gambar 4.4 Sinyal diterima pada jarak 0,7 m dalam tanah dengan rentang Frekuensi 503,56 MHz - 1086 MHz. ... 23

Gambar 4.5 Sinyal diterima pada jarak 0,7 - 4,8 m dalam tanah dengan rentang Frekuensi 503,56 MHz - 1086 MHz. ... 23

Gambar 4.6 Nilai tangensial sinyal terima model matematika semua frekuensi ... 24

Gambar 4.7 Nilai tangensial frekuensi terpilih ... 25

Gambar 4.8 Pola reduksi sinyal terpilih ... 25

Gambar 4.9 Nilai tangen hasil pengukuran ... 26

Gambar 4.10 Sampel sinyal propagasi ... 27

Gambar 4.11 Potongan kode (pseudocode) untuk penentuan sinyal terblok ... 28

Gambar 4.12 Jalur transmisi yang terblok ... 28

Gambar 4.13 Experimen Pengukuran ... 29

Gambar 4.14 Perbedaan level sinyal terima ... 31

Gambar 4.15 Nilai daya terima dengan prediksi model matematika ... 33

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sinyal Terima tanpa dan dengan Objek ... 30 Tabel 4.2 Sinyal Terima Prediksi dan Pengukuran dengan Objek... 32 Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Prediksi ... 33

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Deteksi dan identifikasi objek yang terkubur di bawah tanah merupakan salah satu topik yang terus dikembangkan untuk keperluan di berbagai bidang.

Banyak kegiatan yang membutuhkan informasi mengenai keadaan di bawah permukaan tanah secara efisien tanpa harus menggali tanah, seperti pencarían barang tambang, pencarian ranjau darat, perbaikan dan perawatan kabel-kabel yang ditanam di dalam tanah, dan lain-lain [1].

Aplikasi GPR juga banyak digunakan di bidang militer, konstruksi bangunan, jalan raya dan lapangan terbang. Prinsip kerja GPR mengandalkan sinyal pantul objek. Dalam pendeteksian objek, GPR memancarkan sinyal ke arah tanah. Media tanah atau bebatuan atau beton merupakan bahan-bahan yang mampu meredam sinyal sekaligus memantulkan sinyal. GPR mengandalkan sinyal yang dipantulkan oleh objek potensial dalam tanah. Pola sinyal pantulan tersebut disusun sedemikian rupa, sehingga diperoleh pola tiga dimensi yang menggambarkan objek bawah tanah.

Kelemahan GPR adalah terdapatnya potensi sinyal yang tumpang tindih untuk objek-objek yang terletak segaris dengan sinyal yang datang. Objek yang terhalangi tidak mampu memantulkan sinyal. Selain itu, harga peralatan GPR yang relatif mahal akan menyulitkan pengguna. Teknik lain yang dapat digunakan dalam pemetaan namun jarang ditemui diantaranya adalah Time Domain Reflectometer (TDR), dan capacitance measurement.

Radio through the earth (TTE) banyak digunakan untuk aplikasi komunikasi permukaan tanah ke situs pertambangan. Radio bekerja pada frekuensi rendah agar dapat menembus kulit bumi. Radio ini tersedia luas dengan harga yang relative murah. Beberapa kesulitan aplikasi TTE untuk pendeteksian objek adalah propagasi gelombang radio bawah tanah melewati tanah dan lapisan tanah yang berlapis akan mengalami dispersion, absorption and scattering [2] [3].

Keberagaman dan struktur komplek dari suatu tanah akan membuat propagasi

(11)

Very High Frequency adalah frekuensi yang tepat digunakan untuk komunikasi dibawah tanah seperti komunikasi antar pekerja tambang [4]. Pada frekuensi ini, tanah dapat menjadi penghantar gelombang elektromagnetik yang baik. Namun, Karakteristik tanah memiliki pengaruh besar terhadap propagasi yang sedang berlangsung dan harus diperhitungkan. Pemilihan lokasi harus dilakukan secara teliti untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pengaruh dari struktur tanah yang besar memiliki pengaruh signifikan terhadap komunikasi radio bawah tanah dan menarik untuk dibahas. Untuk mengetahui karakteristik dari gelombang radio bawah tanah ini dilakukan beberapa pendekatan permodelan propagasi serta pengukuran langsung. Untuk memahami karakteristik radio bawah tanah, diperlukan analisis matematis dari propagasi sinyal bawah tanah. Salah satu model propagasi yang digunakan telah diteliti oleh [5] dengan mengevaluasi parameter tanah pada rentang frekuensi 97 MHz – 130 MHz.

Skripsi ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik perambatan gelombang radio bawah tanah untuk mendeteksi objek dibawah tanah dengan menganalisis secara matematis dan eksperimen pola propagasi gelombang tanah.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari skripsi ini adalah:

1. Bagaimana permodelan propagasi dibawah tanah.

2. Bagaimana menganalisis pengaruh objek penghalang terhadap sinyal yang diterima.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mempelajari karakteristik perambatan gelombang radio bawah tanah untuk mendeteksi objek dibawah tanah dengan menganalisis secara matematis serta eksperimen pola propagasi gelombang tanah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian skripsi ini yaitu dengan menganalisis secara matematis dan eksperimen pola propagasi gelombang tanah akibat pengaruh dan

(12)

penghalang sehingga pada penelitian selanjutnya dapat memperkirakan bentuk objek dan membandingkan bentuk objek yang terkontruksi dengan objek sesungguhnya.

1.5 Batasan Masalah

Agar penyelesaian masalah tidak menyimpang dari tujuan dan menghindari kemungkinan meluasnya pembahasan dari yang seharusnya diteliti, maka penulis membuat batasan masalah. Batasan masalah yang digunakan yaitu:

1. Pengukuran objek bawah tanah dilakukan dengan memprediksi redaman sinyal yang diterima.

2. Model yang digunakan adalah model Friis dengan faktor koreksi.

1.6 Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam membantu untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur

Mempelajari dan memahami bahan-bahan referensi tertulis seperti; buku referensi, jurnal-jurnal, bahan dari internet yang mendukung penulisan Tugas Akhir ini.

2. Pemodelan friis dengan faktor koreksi

Melakukan perhitungan secara matematis dengan rumus friis faktor koreksi.

3. Pengujian dan pengukuran

Melakukan pengukuran secara langsung dengan menggabungkan perangkat keras yang ada.

Menarik Kesimpulan

Mengambil beberapa kesimpulan dari hasil pengukuran dan pemodelan yang telah dilakukan.

(13)

1.7 Sistematik Penulisan

Penulisan skripsi ini ditulis dan di susun dalam urutan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan skripsi, manfaat penelitian, batasan penelitian, metode penelitian dan sistematik penulisan.

BAB II Dasar Teori

Bab ini memberikan teori dasar Ground Penetration Radar, Radio to the earth, propagasi radio di bawah tanah dan refleksi sinyal radio.

BAB III Metodologi Penelitian

Dalam bab ini akan membahas mengenai model yang digunakan, spesifikasi perangkat, komponen yang dibutuhkan, tahapan dan pengukuran.

BAB IV Hasil Permodelan dan Pengukuran

Bab ini berisikan hasil pemodelan dan pengukuran langsung.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran untuk rekan-rekan yang akan melakukan penelitian lanjutan dari Skripsi ini.

(14)

BAB II TEORI DASAR

2.1 Ground Penetration Radar

Ground Penetrating Radar (GPR), yaitu alat yang dipakai untuk menyelidiki kondisi di bawah permukaan tanah tanpa harus menggali dan merusak tanah. Sistem GPR terdiri atas pengirim (transmitter), yaitu antena yang terhubung ke generator sinyal dan bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung ke LNA dan ADC yang kemudian terhubung ke unit pengolahan data hasil survey serta display sebagai tampilan output-nya dan post processing untuk alat bantu mendapatkan informasi mengenai suatu objek. Antena pengirim mengirimkan pulsa elektromagnetik berdurasi cepat ke dalam tanah. Gelombang elektromagnetik yang dikirimkan akan mengalami pantulan jika mengenai objek, sinyal pantulan ini akan ditangkap oleh antena penerima untuk kemudian diolah agar diperoleh gambaran kondisi bawah permukaan tanah yang dapat dengan mudah dibaca dan diinterpretasikan oleh user.

Oleh karena itu, data processing merupakan bagian yang sangat penting pada perangkat GPR, karena dibutuhkan untuk mengolah sinyal terima agar diperoleh informasi yang jelas mengenai objek yang dideteksi antara lain jenis, bentuk, dimensi, dan kedalaman objek bawah tanah [1]. Gambar 2 menunjukan contoh perangkat Ground Penetrating Radar.

Gambar 2.1 Contoh perangkat Ground Penetrating Radar (GPR)

(15)

Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan suatu alat yang digunakan untuk proses deteksi benda – benda yang terkubur di bawah tanah dengan tingkat kedalaman tertentu, dengan menggunakan gelombang radio, biasanya dalam range 10 MHz sampai 1 GHz.

Seperti pada sistem radar pada umumnya, sistem GPR terdiri atas pengirim (trasmiter), yaitu antena yang terhubung ke sumber pulsa, dan bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung ke unit pengolahan sinyal dan citra. Adapun dalam menentukan tipe antena yang digunakan, sinyal yang ditransmisikan dan metode pengolahan sinyal tergantung pada beberapa hal, yaitu:

1. Jenis objek yang akan dideteksi, 2. Kedalaman Objek, dan

3. Karakteristik elektrik medium tanah.

Dari proses pendeteksian seperti di atas, maka akan didapatkan suatu citra dari letak dan bentuk objek yang terletak di bawah tanah. Untuk menghasilkan pendeteksian yang baik, suatu sistem GPR harus memenuhi empat persyaratan sebagai berikut :

1. Kopling radiasi yang efisien ke dalam tanah, 2. Penetrasi gelombang elektromagnetik yang efisien,

3. Menghasilkan sinyal dengan amplitudo yang besar dari objek yang dideteksi,

4. Bandwidth yang cukup untuk menghasilkan resolusi yang baik [6].

2.2 Radio To The Earth

Radio through the earth (TTE) banyak digunakan untuk aplikasi komunikasi permukaan tanah ke situs pertambangan. Radio bekerja pada frekuensi rendah agar dapat menembus kulit bumi. Radio ini tersedia luas dengan harga yang relative murah. Beberapa kesulitan aplikasi TTE untuk pendeteksian objek adalah propagasi gelombang radio bawah tanah melewati tanah dan lapisan tanah yang berlapis akan mengalami dispersion, absorption and scattering [2] [3].

(16)

2.3 Refleksi dari Permukaan Tanah

Panjang jarak antara antena pengirim dan penerima pada karakteristik path-loss dianggap d. Propagasi sinyal radio di bawah tanah juga dipengaruhi oleh sinar yang tercermin dari permukaan tanah karena interaksi antara tanah dan udara. Meskipun efek ini bergantung terhadap kedalaman antena di dalam tanah, itu harus diperhitungkan juga [7] .

Propagasi radio bawah tanah antara antena pengirim dan penerima menghasilkan dua jalur. Jalur yang pertama adalah jalur yang langsung antara antena pengirim dan penerima. Sedangkan, jalur yang kedua adalah jalur refleksi karena permukaan tanah. Sementara jalur lintasan langsung merupakan komponen utama dari sinyal yang diterima, refleksi dari jalur juga berpengaruh terhadap perambatan sinyal terutama ketika antena ditanam dekat dengan permukaan.

Ketika kedalaman antena meningkat hingga tingkat tertentu, yaitu lebih dalam. Efek refleksi dapat diabaikan dan saluran dapat dianggap sebagai satu jalan.

Namun, jika antena yang ditanamkan dekat dengan permukaan tanah, yaitu lebih rendah. Maka pengaruh pantulan gelombang dengan permukaan tanah harus dipertimbangkan [7].

2.3.1 Multi-Path Fading dan Bit Error Rate

Propagasi sinyal radio bawah tanah memiliki komplikasi lebih dari model dua jalur saluran. Pertama permukaan tanah tidak ideal dan mulus yang dapat menyebabkan refleksi serta pembiasan. Kedua, biasanya ada batu, akar tanaman di tanah dan tanah liat umumnya tidak homogen. Sebagai hasil dari kotoran didalam tanah, Multi-path fading harus dipertimbangkan selain model dasar dua jalur saluran.

Multi-path fading secara ekstensif harus melihat keadaan di permukaan tanah. Di udara, refraksi acak karena udara, gerakan benda, serta efek lain akan mengakibatkan fluktuasi dan pembiasan gelombang elektromagnetik . oleh karena itu, amplitudo dan fase sinyal yang diterima menunjukkan perilaku acak dengan waktu. Umumnya, karakteristik multi-path ini mematuhi aturan Rayleigh atau distribusi probabilitas log-normal.

(17)

Pada komunikasi radio bawah tanah. Ada udara acak yang terkena refraksi terhadap waktu. Karena, saluran antara antena pengirim dan penerima relatif stabil ketika komposisi tanah dianggap. Saluran tersebut hampir stabil di masing-masing jalur terhadap waktu. Akar pohon, batu, partikel tanah dan benda-benda lain di tanah masih dapat dikenakan refleksi dan melakukan pembiasan untuk elektromagnetik mirip dengan obstacle yang ada di udara. Kecuali, terhadap variasi waktu akan membuat propagasi radio bawah tanah akan mirip dengan propagasi radio di udara.

Mengingat jarak antara antena pengirim dan penerima, tingkat menerima sinyal memiliki level yang berbeda di setiap tempat. Karena perjalanan sinyal melalui jalur yang berbeda memiliki multi-path yang berbeda juga. Hasilnya, teracaknya karena lokasi dan waktu yang berbeda masih mematuhi aturan [7].

2.4 Refleksi Sinyal Radio

Pada perambatan gelombang radio akan terjadi pemantulan oleh permukaan bumi, sehingga pada penerima akan menerima dua gelombang yang berbeda yaitu gelombang langsung dan gelombang pantul yang jarak tempuh dan waktu perambatan yang berbeda sehingga menimbulkan level daya yang diterima berbeda pada ujung penerima. Perbedaan level daya terima untuk daya pancar yang tetap inilah disebut fading margin [8].

2.5 Propagasi Radio di Bawah Tanah

Keberagaman dan struktur komplek dari suatu tanah akan membuat propagasi terganggu. Gelombang radio mengalami atenuasi selama propagasi dilakukan. Frekuensi kerja harus diperiksa dengan teliti khususnya untuk jenis jalur tanah sehingga radio bawah tanah dapat bekerja.

Very High Frequency adalah frekuensi yang tepat digunakan untuk komunikasi dibawah tanah seperti komunikasi antar pekerja tambang [4]. Pada frekuensi ini, tanah dapat menjadi penghantar gelombang elektromagnetik yang baik. Namun, Karakteristik tanah memiliki pengaruh besar terhadap propagasi yang sedang berlangsung dan harus diperhitungkan. Pemilihan lokasi harus dilakukan secara teliti untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

(18)

Gelombang tanah (ground wave) adalah gelombang radio yang berpropagasi di sepanjang permukaan bumi/tanah. Gelombang ini sering disebut dengan gelombang permukaan (surface wave). Untuk berkomunikasi dengan menggunakan media gelombang tanah, maka gelombang harus terpolarisasi secara vertikal, karena bumi akan menghubung-singkatkan medan listriknya bila berpolarisasi horisontal. Gelombang tanah sangat tidak efektif pada frekuensi di atas 2 MHz. Untuk memperkecil redaman, maka digunakan frekuensi yang sangat rendah, yaitu band ELF (Extremely Low Frequency), yaitu antara 30 hingga 300 Hz. Dalam pemakaian tertentu dengan frekuensi 100 Hz, redamannya hanya sekitar 0,3 dB per meter. Redaman ini akan meningkat drastis bila frekuensinya makin tinggi, misalnya pada 1 GHz redamannya menjadi 1000 dB per meter [9].

Karakteristik propagasi sinyal radio di bawah tanah sangat unik.

Mengingat memerlukan pengaruh tanah terhadap perambatan. Dari persamaan Friis, hal ini juga diketahui bahwa kekuatan sinyal yang diterima diruang bebas pada adalah jarak dari pemancar antena dapat dinyatakan sebagai [10 ] :

(2.1) dimana adalah kekuatan pemancar, dan adalah Gain dari antena pemancar dan penerima, adalah jalur loss pada free space dapat dinyatakan sebagai [10] :

(2.2) Dimana adalah untuk jarak antara transmitter dan receiver dalam meter, dan adalah operasi frekuensi dalam MHz. Untuk propagasi di dalam tanah, faktor koreksi harus memasukkan persamaan Friis (2.1) dengan menghitung efek dari media tanah. Kekuatan sinyal di penerima dapat dinyatakan sebagai [7] :

(2.3)

dimana adalah dan adalah tambahan path loss karena propagasi di dalam tanah. dapat dihitung dengan mempertimbangkan perbedaan dari propagasi gelombang elektromagnetik di bawah tanah dibandingkan dengan di udara. Ada beberapa aspek yaitu :

(19)

2. Amplitudo dari gelombang akan melemah tergantung dari frekuensi yang digunakan,

3. Kecepatan fase berkolerasi dengan frekuensi di dalam tanah yang dapat menyebabkan bermacam-macam scattering dan distorsi tunda.

Akibatnya penambahan path loss pada dua komponen dapat dinyatakan sebagai [7] :

(2.4)

Dimana Lβ adalah attenuation loss karena adanya perbedaan panjang gelombang sinyal di dalam tanah, λ , dibandingkan dengan panjang gelombang di free space λ0, dan Lα adalah loss karena transmisi yang dikarenakan adanya attenuation, akibatnya dapat dinyatakan sebagai [7] :

(2.5) Mengingat ini adalah propagasi radio di bawah tanah, panjang gelombangnya adalah λ = dan free space λ0 = , dimana β adalah konstanta pergesaran fasa, c

= 3 x 108 m/s, dan f adalah operasi frekuensi, kemudian, Lm1 dapat dinyatakan sebagai [7] :

Lβ = 154 – 20 log(f)(Hz) + 20log(β) (2.6)

Lα = 8,69αd (2.7)

Ditunjukkan bahwa path loss dari gelombang elektromagnetik di dalam tanah dapat dinyatakan sebagai [10] :

(2.8) Dimana jarak dinyatakan dalam d, dalam satuan meter, konstanta attenuation,α, adalah dalam 1/m dan konstanta pergeseran fase, β, adalah dalam radian/m.

Path loss Lp adalah kombinasi dari space loss L0 dan ground loss Ls. Ls harus mempertimbangkan kecepatan sinyal bawah tanah, hamburan dan distorsi yang berbeda dari perambatan udara. Ls direkonstruksi oleh Lα dan Lβ konstanta attenuation,α, adalah dalam 1/m dan konstanta pergeseran fase, β, adalah dalam radian/m. persamaan Ls dapat dinyatakan sebagai berikut [11].

(2.9)

(20)

Path loss , Lp tergantung pada konstanta attenuation, α, dan konstanta pergeseran fase, β. Nilai dari parameter ini tergantung pada nilai dieletrik kandungan tanah.

Menggunakan prinsip Peplinski, dapat dinyatakan sebagai [11] :

Ɛ = Ɛ’ - j Ɛ’’ (2.10)

Ɛ’ = 1.15 * ( ) +1/α’ (2.11) Ɛ’’= * +1/α’ (2.12) Dimana Ɛm adalah nilai konstanta komplek dieletrik dari campuran tanah dan air, mv adalah volumetric water content (VWC) dari dalam tanah, ρb adalah kepadatan masal dalam per kubik centimeter, ρs = 2.66g/cm3 adalah kepadatan tertentu dari partikel solid tanah, α’ = 0.65 adalah konstanta empiris yang telah ditentukan, dan β’ dan β’’ adalah konstanta empiris yang telah ditentukan, tergantung dari jenis tanah dapat dinyatakan sebagai [11] :

β’ = 1.2748 – 0.519S – 0.152C (2.13)

β’’ = 1.33797 – 0.603S – 0.166C (2.14)

dimana S dan C adalah Ɛ’fw dan Ɛ’’fw adalah bilangan real dan imajiner dari konstanta dielektrik air. Akibatnya, konstanta dari attenuation, α, dan konstanta pergeseran fasa, β dapat dinyatakan sebagai [11] :

α = ω√ √ ( ) (2.15)

β = ω√ √ ( ) (2.16) Dimana ω = 2πf adalah frekuensi sudut, µ adalah permeabilitas magnetik, dan

fw Ɛ’dan fw Ɛ’’adalah bilangan real dan imajiner. Akibatnya, path loss, Lp dapat dihitung dengan rumus diatas.

Hal ini dapat dilihat dari persamaan yang kompleks dari konstanta propagasi dari gelombang electro magnetic didalam tanah tergantung dari frekuensi yang di operasikan. Komposisi tanah seperti pasir dan pecahan tanah liat, S dan C, sebagian besar kepadatan, ρb dan volumetric water content (VWC), mv, path loss Lp, juga tergantung dari parameter ini [11].

(21)

2.6 Garis dan Bidang diruang 3 D 2.6.1 Garis di Ruang 3D

Pertimbangkan garis L melalui titik yang sejajar dengan vektor

Gambar 2.2 Garis diruang 3D

Garis L terdiri dari semua titik Q = (x, y, z) yang vector ⃗⃗⃗⃗⃗ sejajar dengan v.

Sekarang, ⃗⃗⃗⃗⃗ Sejak ⃗⃗⃗⃗⃗ sejajar dengan , ⃗⃗⃗⃗⃗ di mana t adalah skalar [12].

Demikian, ⃗⃗⃗⃗⃗ . Persamaan ini memberikan, Pemecahan untuk vektor < x,y,z > memberikan, . Pengaturan dan kita dapat mengikuti persamaan vektor dari garis.

Persamaan vektor garis dalam ruang 3D diberikan oleh persamaan [12]

2.17 di mana adalah vektor yang komponen yang terbuat dari titik pada garis L dan adalah komponen dari vektor

r =< x, y, z >

P = (x0 , y0 , z0 )

R0=<x0 , y0 , z0 > v = <A, b, c>

(22)

yang sejajar dengan garis L.

Jika kita mengambil persamaan vektor dan menulis ulang sisi kanan persamaan ini sebagai salah satu vektor, kita memperoleh [12]

2.18 Persamaan parametrik dari garis L dalam ruang 3D diberikan oleh [12]

2.19 dimana ( ) adalah titik melewati garis dan v = <a, b, c> adalah vektor bahwa garis sejajar dengan. Vektor v = <a, b, c> disebut vektor arah untuk garis L dan komponen-komponennya a, b, dan c disebut nomor arah.

Menyamakan komponen vektor ini memberikan persamaan parametrik dari garis.

Dengan asumsi a ≠0, b ≠ 0, c ≠ 0, jika kita mengambil setiap persamaan parametrik dan memecahkan untuk variabel t, kita akan mendapatkan persamaan [12]

2.20 Menyamakan masing-masing persamaan ini memberikan persamaan simetris garis.

Persamaan simetris garis di ruang 3D

2.21

dimana ( ) adalah titik melewati garis dan v = <a, b, c> adalah vektor bahwa garis sejajar dengan. Vektor v = <a, b, c> disebut vektor arah untuk garis L dan komponen-komponennya a, b, dan c disebut nomor arah [12].

2.6.2 Bidang didalam Ruang 3D

Persamaan standar dari bidang di ruang 3D memiliki bentuk

2.21

(23)

n1

n2

planes 1

Planes 2

normal (orthogonal ke bidang). Jika persamaan ini diperluas, kita memperoleh persamaan umum dari bidang dalam bentuk

2.22

2.6.3 Perpotongan Bidang

Misalkan kita diberikan dua bidang berpotongan dengan sudut antara mereka.

Gambar 2.3 Perpotongan bidang Maka n1 dan n2 menjadi vektor normal bidang ini. Kemudian

| || | 2.23

Dengan demikian, dua bidang yang tegak lurus jika , yang menyiratkan Paralel jika , Di mana c adalah skalar [12].

2.7 Antena Monopole

Antena monopole merupakan salah satu jenis antena kawat yang terbentuk dengan cara mengganti atau menghilangkan setengah dari antena dipole dengan bidang pentanahan (ground plane) pada penempatan yang tepat sesuai dengan sisa antenanya. Jika bidang pentanahanya cukup besar, antena monopole akan bekerja seperti antena dipole yang mana pantulan pada bidang pentanahan akan menggantikan fungsi dari setengah antena dipole yang dihilangkan tersebut. Oleh

(24)

karena hal ini, antena monopole dikenal juga sebagai antena dipole dengan seperampat panjang gelommbang (1/4λ).

Antena monopole biasanya memiliki bentuk geometri yang terdiri dari elemen vertikal berbentuk silinder yang berada pada bagian tengah dari bidang pertanahan yang menjadi penghantar (konduktor) sempurna di dalam ruang bebas (free space). Bentuk antena seperti ini memiliki karakteristik pola radiasi yang seragam pada arah azimuth yang biasa dikenal dengan jenis pola radiasi omnidirectional.

Antena monopole merupakan antena yang paling banyak digunakan untuk sistem komunikasi wireless mobile dengan karakteristik broadband dan konstruksi yang sederhana biasa digunakan pada antena berhubungan langsung dengan frekuensi resonannya dan berpengaruh terhadap efesiensi dan karakteristik gain [13].

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Bab ini berisi uraian metodologi penelitian yang meliputi teknik pengukuran serta pemodelan matematik yang digunakan. Adapun pengukuran menggunakan vector network analyzer (VNA) sebagai transmitter dan receiver.

Sementara model friis dengan faktor koreksi tanah [2.3] digunakan.

3.2 Alur Penelitian

Adapun alur penelitian dari skripsi ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian

Langkah penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Penelitian terlebih dahulu melakukan perhitungan menggunakan model friis dengan faktor koreksi [2.3] untuk memprediksi losses dan daya yang terima

Mulai

Pemodelan matematika

Melakukan Pengukuran dan Analisis

Membuat Laporan

Selesai

Perbandingan pengukuran dan Simulasi

(26)

untuk beberapa jarak transmitter dan receiver.

2. Melakukan pengukuran secara langsung.

3. Menganalisis hasil baik pemodelan maupun pengukuran, serta membandingkannya.

4. Melakukan pelaporan serta menarik kesimpulan.

3.3 Perangkat Pengukuran

3.3.1 Vector Network Analyzer (VNA)

Vector Network Analyzer merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur parameter medan jauh dan medan dekat pada antena. Alat ini akan digunakan untuk mengetahui pada frekuensi berapa antena bekerja dan mengetahui nilai daya terima pada antena penerima. Gambar 3.2 menunjukkan vector network analyzer.

. Gambar 3.2 Vector Network Anlyzer

(27)

3.3.2 Antena

Antena yang akan digunakan pada penelitian ini adalah dipole.

Gambar 3.3 menunjukkan Antena dipole yang digunakan.

Gambar 3.3 Antena Dipole 3.3.3 Bahasa Pyton

Pyton adalah bahasa pemrograman interpretative multiguna. Pyton diklaim sebagai bahasa yang menggabungkan kapabilitas kemampuan dengan sintaksis kode yang sangat jelas dan dilengkapi dengan fungsionalitas pustaka standar yang besar serta komprehensif.

Python mendukung multi paradigma pemrograman, namun tidak dibatasi.

Pada pemrograman berorientasi objek, pemrograman imperatif, dan pemrograman fungsional. Salah satu fitur yang tersedia pada python adalah sebagai bahasa pemrograman dinamis yang dilengkapi dengan manajemen memori otomatis.

Seperti halnya pada bahasa pemrograman dinamis lainnya, python umumnya digunakan sebagai bahasa skrip meski pada praktiknya penggunaan bahasa ini lebih luas mencakup konteks pemanfaatan yang umumnya tidak dilakukan dengan menggunakan bahasa skrip. Python dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengembangan perangkat lunak dan dapat berjalan di berbagai platform sistem operasi.

(28)

3.3.4 Software PyCharm

Pada penelitian ini untuk menentukan objek bawah tanah dengan hasil 3D (tiga dimensi), digunakan simulasi yang diatur menggunakan bahasa python dengan menggunakan software pyCharm dan matplotlib.

Pycharm adalah lingkungan pengembangan terintegrasi yang digunakan dalam pemrograman komputer, khusus bahasa python. Untuk mengaplikasikan bahasa pyton digunakan software pycharm agar mendapatkan hasil 3D (dimensi).

Tampilan pycharm dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut

Gambar 3.4 Tampilan Software python

3.3.5 Rancangan Pengukuran

Untuk menggambarkan sinyal yang diterima secara grafis, beberapa pertimbangan diperlukan. Ruang tiga dimensi yang dievaluasi, diasumsikan memiliki bentuk kubik dengan ukuran tepi 5m x 5m x 5m. Pemancar dan penerima secara berurutan diletakkan pada tepi vertikal yang berbeda. Posisi pemancar dan penerima diubah dalam ukuran (s) sehingga sinyal mengalir di berbagai jalur.

Bahan dasar diasumsikan homogen. Pertimbangan tingkat sinyal untuk tingkat penerimaan langsung pada awalnya dianggap hingga 90% dari tingkat

(29)

diberikan. Objek bawah tanah yang terdeteksi adalah bentuk yang dibentuk oleh titik persimpangan jalur transmisi. Ukuran ruang / ruang yang dievaluasi adalah 5m x 5m x 1m. Ukuran langkah s = 20 cm. Jumlah tepi vertikal, n = 4. Pemilihan frekuensi dilakukan dari hasil pengukuran awal. Desain pengukuran awal ditunjukkan pada Gambar 3.5

Gambar 3.5 Ruang dan Benda dibawah Tanah

(30)

BAB IV

HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS

4.1 Pemilihan Frekuensi Pengukuran

Gambar 4.1 menunjukkan pola redaman secara matematika untuk frekuensi pengukuran 503,56 MHz - 1086 MHz. Redaman menaik secara perlahan terhadap jarak yang ditempuh. Redaman akan semakin tinggi untuk frekuensi kerja yang lebih tinggi. Namun peningkatan redaman terhadap jarak lebih lambat pada frekuensi yang lebih tinggi.

Gambar 4.1 Pola Redaman Model Matematika Berbagai Frekuensi

Gambar 4.2 menunjukkan pola sinyal terima ternormalisasi untuk frekuensi pengukuran 503,56 MHz - 1086 MHz. Semua nilai dikurangkan dengan nilai redaman maksimum pada Gambar 4.1. Pola ini bermanfaat untuk meninjau pola sinyal yang diterima.

503,57 MHz 508,14 MHz 520,37 MHz 1086,00 MHz

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Loss (dB)

Jarak (m)

(31)

Gambar 4.2 Pola Sinyal Ternormalisasi

Gambar 4.3 sampel sinyal terima pada jarak 0,7 m dengan kemampuan network analyzer 500 MHz hingga 1,2 MHz. Sinyal terima diperoleh dengan mengaktifkan pemancar dan penerima VNA dengan menggunakan antena dipole.

Pola redaman tidak seragam. Redaman tertinggi terjadi pada frekuensi di tengah.

Sementara lonjakan nilai daya terima menunjukkan adanya sinyal lain yang bekerja pada frekuensi tersebut.

Gambar 4.3 Sampel Pengukuran dengan Network Analyzer

Dengan menganulir daya terima dari pemancar lain, diperoleh pola sinyal terima seperti pada Gambar 4.3.

503,57 MHz

508,14 MHz 520,37 MHz 1086,00 MHz -70

-60 -50 -40 -30 -20 -10 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Received power (dB)

Jarak (m)

(32)

Gambar 4.4 Sinyal diterima pada jarak 0,7 m dalam tanah dengan rentang Frekuensi 503,56 MHz - 1086 MHz.

Dengan mengubah jarak antena dari 0,7 m hingga 4,8 m diperoleh sinyal terima seperti pada Gambar 4.5. Sinyal tidak seragam dan tidak selalu menurun terhadap jarak.

Gambar 4.5 Sinyal diterima pada jarak 0,7 - 4,8 m dalam tanah dengan rentang Frekuensi 503,56 MHz - 1086 MHz.

Masalah yang muncul adalah sulit menentukan frekuensi terbaik untuk pengukuran. Oleh karenanya, pemilihan frekuensi terbaik dilakukan dengan membandingkan pola sinyal terhadap model matematikanya. Untuk perhitungan

-85,00 -80,00 -75,00 -70,00 -65,00 -60,00

500,00 600,00 700,00 800,00 900,00 1.000,00 1.100,00

Daya terima (dBm)

Frekuensi (MHz)

-85,00 -80,00 -75,00 -70,00 -65,00 -60,00

0,7 1,4 2,1 2,8 3,4 4,1 4,8

Sinyal terima (dB)

Jarak (m)

(33)

jarak terdekat antara model dan pengukuran digunakan nilai tangensial. Tangen adalah nilai kemiringan sebuah garis linier atau disebut juga gradient.

Secara matematik, sinyal terima akan menurun terhadap jarak. Sementara sinyal terima dapat merupakan penjumlahan sinyal langsung dan sinyal difraksi.

Sifat perambatan sinyal berbeda untuk setiap frekuensi, demikian juga sinyal difraksi. Sinyal difraksi dapat mengakibatkan sinyal terima tidak selalu menurun terhadap jarak. Hal ini disebabkan difraksi tergantung kontur tanah dan sifat frekuensi. Namun, karena secara matematis sinyal menurun, skripsi ini menggunakan pendekatan tren linier untuk setiap pola sinyal. Pola tren linier memiliki nilai tangent. Gambar 4.6 menunjukkan nilai tangent untuk masing- masing sinyal terima di bawah tanah.

Gambar 4.6 Nilai tangensial sinyal terima model matematika semua frekuensi Frekuensi terbaik dipilih yang memiliki kecendrungan sinyal menurun (dengan nilai tangen negatif) akan dipilih sebagai frekuensi terbaik untuk digunakan. Selain itu, selisih tangen model matematika dan tangen pengukuran harus memiliki selisih terkecil. Gambar 4.7 menunjukkan sinyal-sinyal dengan model tangen negatif. Frekuensi 537.69 MHz dipilih karena memiliki selisih tangen terkecil dan dengan nilai tangen negatif.

-3,00 -2,50 -2,00 -1,50 -1,00 -0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

500,00 600,00 700,00 800,00 900,00 1.000,00 1.100,00

Nilai tangensial

Frekuensi (MHz)

Pengukuran Model

(34)

Gambar 4.7 Nilai tangensial frekuensi terpilih

Hasil pengukuran bawah tanah untuk beberapa jarak untuk frekuensi 537,69 MHz ditunjukkan pada Gambar 4.8. Pola trend pada Gambar 4.8 akan digunakan untuk memprediksi nilai daya terima secara matematik.

Gambar 4.8 Pola reduksi sinyal pada frekuensi terpilih

-3,00 -2,50 -2,00 -1,50 -1,00 -0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

500,00 510,00 520,00 530,00 540,00

Daya terima (dBm)

Frekuensi (MHz)

Pengukuran Model

y = -0,375ln(x) - 71,609

-80,00 -79,00 -78,00 -77,00 -76,00 -75,00 -74,00 -73,00 -72,00 -71,00 -70,00

0 1 2 3 4 5 6

Daya terima (dBm)

Jarak pengirim dan penerima (m)

(35)

4.2 Tantangan Pola Redaman Bawah Tanah

Pola redaman bawah tanah menunjukkan bahwa sinyal tidak menurun secara konsisten. Hal ini termasuk pada frekuensi terpilih (Gambar 4.8). Hal ini disebabkan adanya sinyal terbias dan terpantul dari jalur lain. Dengan mengukur nilai tangen hasil pengukuran untuk beberapa jarak dengan tren linier, hasilnya menunjukkan bahwa beberapa sinyal memiliki nilai tangen positif Seperti ditunjukkan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Nilai tangen hasil pengukuran

Hal ini berarti sinyal terima pada jarak yang lebih jauh dapat memiliki level sinyal lebih besar. Sehingga hal ini menyulitkan untuk membedakan sinyal terblok objek maupun tidak, sehingga sulit menentukan ada tidaknya objek bawah tanah. Oleh karenanya, deteksi objek dilakukan dengan pertama kali mengukur daya terima tanpa ada objek. Setelah diukur, objek diletakkan pada jalur, kemudian daya terima diukur kembali. Hal ini disebut dengan deteksi objek bawah tanah supervisi (supervised). Cara pengukuran ini akan dibandingkan dengan hanya mengukur sinyal terima saat ada objek, sementara keadaan tanpa objek mengikuti hasil tren model matematika (unsupervised).

-0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

500 600 700 800 900 1.000 1.100

Nilai tangen

Frekuensi (MHz)

(36)

4.3 Penentuan jumlah sampel

Penentuan jumlah sampel menggunakan model 3 dimensi berbentuk kubus dengan panjang sisi l. Posisi transmitter dan receiver di letakkan pada garis vertical sejumlah n dan diubah kedalamannya dengan jarak s. Jumlah posisi radio dapat dihitung berdasarkan persamaan:

( ⁄ ) (4.1) Sementara jumlah garis propagasi:

( ) (4.1) Dengan asumsi kondisi tanah homogen, maka sinyal dapat dibedakan mana yang terblok mana yang tidak. Gambar 4.10 menunjukkan model pengukuran. Dengan panjang l=5m, ukuran ruangan adalah 5m x 5m x 5 m.

Dengan ukuran s = 10 cm dan jumlah sisi tegak n = 4, maka akan diperoleh jumlah posisi radio 6 untuk transmitter dan 6 posisi untuk receiver, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.10

Gambar 4.10 Sampel sinyal propagasi

Jika jalur propagasi dinyatakan sebagai pi,j dimana i adalah posisi transmitter dan j posisi receiver, maka pi,j dapat dinyatakan sebagai terblok jika daya terima lebih kecil dari daya terima maksimum yang dihitung dikali faktor peredaman f dengan:

(37)

{

(4.3) Simulasi menggunakan python dengan kode seperti pada Gambar 4.11 memberiskan hasil seperti pada Gambar 4.12.

Gambar 4.11 Potongan kode (pseudocode) untuk penentuan sinyal terblok

Dengan ukuran ruangan dievaluasi l = 5 m, jumlah sisi vertikal n= 4, dan steps s = 10 cm, akan terdapat 15,606 jalur transmission dengan setidaknya 228 jalur terblok untuk ukuran objek 50 cm x 50 cm x 50 cm terletak ditengah ruangan.

Gambar 4.12. Jalur transmisi yang terblok

Mengingat keterbatasan peralatan dalam pengambilan data, pengukuran menggunakan tanah terbuka yang digali dengan ukuran ruang 5m x 5m x 1m, dan langkah pengukuran 20 cm. Objek ukuran 20cm x 20cm x 20cm ditimbun di posisi tengah sedalam 0,5 m seperti pada ilustrasi Gambar 4.13.

(38)

4.4 Hasil Pendeteksian Objek dari Pengukuran

Skenario pengukuran ditunjukkan pada Gambar 4.13 dimana objek monitoring adalah tanah dengan lebar 5 m, panjang 5 m dan kedalaman 1 m.

Besarnya daya diterima terlebih dahulu diukur pada saat objek belum diletakkan di dalam tanah. Setelah objek diletakkan, nilai daya yang diterima diukur kembali.

(a) Area pengukuran tanpa objek

(b) Area pengukuran dengan objek di titik 2,5;2,5;0,5

(c) Lintasan pengukuran dengan 20 lintasan Gambar 4.13 Experimen pengukuran

Untuk menjaga posisi transmitter dan receiver dalam keadaan sama untuk kedua keadaan pengukuran, pengukuran setiap lintasan, dilakukan bersamaan dengan meletakkan dan mengambil kembali objek yang ditanam.

(39)

Hasil pengukuran pada 20 lintasan; yakni masing-masing 5 lintasan diagonal A dan B dan masing-masing 5 lintasan memotong C dan D ditunjukkan pada Tabel 4.1. Nilai daya terima pada setiap titik menunjukkan nilai konsisten bahwa daya terima saat ada objek menurun dibandingkan setelah ada objek. Jika penurunan terjadi, maka ini menunjukkan bahwa objek terdeteksi.

Tabel 4.1 Sinyal Terima tanpa dan dengan Objek

Lintasan Jarak (m) Sinyal Terima (dBm)

Status Tanpa objek Dengan Objek

A1 7.1414284 -69,625 -71,449 Terdeteksi objek

A2 7.1063352 -65,890 -70,538 Terdeteksi objek

A3 7.0710678 -68,341 -71,715 Terdeteksi objek

A4 7.1063352 -68,688 -70,594 Terdeteksi objek

A5 7.1414284 -70230 -71,686 Terdeteksi objek

B1 7.1414284 -70,487 -71,041 Terdeteksi objek

B2 7.1063352 -70,209 -70,768 Terdeteksi objek

B3 7.0710678 -66,824 -70,978 Terdeteksi objek

B4 7.1063352 -67,229 -70,421 Terdeteksi objek

B5 7.1414284 -68,977 -70,847 Terdeteksi objek

C1 5.0990195 -71,134 -71,347 Terdeteksi objek

C2 5.0497525 -69,659 -70,768 Terdeteksi objek

C3 5 -70,717 -70,868 Terdeteksi objek

C4 5.0497525 -70,479 -70,921 Terdeteksi objek

C5 5.0990195 -70,812 -70,847 Terdeteksi objek

D1 5.0990195 -64,991 -71,959 Terdeteksi objek

D2 5.0497525 -71,418 -71,785 Terdeteksi objek

D3 5 -71,747 -72,613 Terdeteksi objek

D4 5.0497525 -68,688 -72,125 Terdeteksi objek

D5 5.0990195 -71,825 -71,926 Terdeteksi objek

Jika diurutkan dari nilai lintasan terpendek ke lintasan terpanjang, diperoleh plot seperti ditunjukkan pada Gambar 4.14. Redaman rata-rata yang dialami dengan peletakan objek bawah tanah adalah 2,75%. Hasil ini diperoleh

(40)

jika area pengukuran diketahui nilai peredaman sebelum keberadaan objek bawah tanah.

Gambar 4.14 Perbedaan level sinyal terima

Pada umumnya, untuk pendeteksian objek bawah tanah, kondisi sebelum adanya objek adalah tidak diketahui. Satu-satunya cara adalah membandingkan hasil pengukuran sinyal saat ada objek dengan nilai pendekatan secara matematik.

Dalam hal ini, kekuatan sinyal yang terukur akan dibandingkan dengan hasil analisis model matematika pada bagian 4.1 Gambar 4.8.

Dengan mengambil pola tren matematika pada Gambar 4.8, diperoleh nilai-nilai seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.15. Jika nilai yang terukur jauh lebih kecil dari perkiraan, maka patut diduga lintasan terblok oleh objek bawah tanah. Jika sebaliknya, maka lintasan tidak terblok dan objek tidak ada. Tidak semua lintasan mampu mendeteksi objek.

(41)

Tabel 4.2 Sinyal Terima Prediksi dan Pengukuran dengan Objek

Lintasan Jarak (m)

Sinyal Terima (dBm)

Status Tanpa objek Model Matematika Dengan

Objek

A1 7.1414284 -71,806 -71,449 Tidak terdeteksi

A2 7.1063352 -71,804 -70,538 Tidak terdeteksi

A3 7.0710678 -71,803 -71,715 Tidak terdeteksi

A4 7.1063352 -71,804 -70,594 Tidak terdeteksi

A5 7.1414284 -71,806 -71,686 Tidak terdeteksi

B1 7.1414284 -71,806 -71,041 Tidak terdeteksi

B2 7.1063352 -71,804 -70,768 Tidak terdeteksi

B3 7.0710678 -71,803 -70,978 Tidak terdeteksi

B4 7.1063352 -71,804 -70,421 Tidak terdeteksi

B5 7.1414284 -71,806 -70,847 Tidak terdeteksi

C1 5.0990195 -71,680 -71,347 Tidak terdeteksi

C2 5.0497525 -71,676 -70,768 Tidak terdeteksi

C3 5 -71,673 -70,868 Tidak terdeteksi

C4 5.0497525 -71,676 -70,921 Tidak terdeteksi

C5 5.0990195 -71,680 -70,847 Tidak terdeteksi

D1 5.0990195 -71,680 -71,959 Terdeteksi objek

D2 5.0497525 -71,676 -71,785 Terdeteksi objek

D3 5 -71,673 -72,613 Terdeteksi objek

D4 5.0497525 -71,676 -72,125 Terdeteksi objek

D5 5.0990195 -71,680 -71,926 Terdeteksi objek

Terlihat bahwa, kekuatan sinyal tidak konsisten terhadap pola redaman perkiraan. Di beberapa lintasan yang seharusnya menunjukkan penurunan sinyal karena keberadaan objek, tetapi nilai terima lebih besar dari nilai perkiraan.

Persentasi ketelitian hanya sekitar 5 lintasan dari total 20 lintasan yang terdeteksi adanya objek. Secara rata-rata, keberadaan objek semakin menaikkan sinyal 0,67%. Berbeda dengan pengukuran langsung, keberadaan objek mengurangi daya terima rata-rata 2,75%. Gambar 4.15 menunjukkan plot sinyal terima dan prediksi.

(42)

Gambar 4.15 Nilai daya terima dengan prediksi model matematika

Hal ini menunjukkan, dengan menggunakan radio dengan transmitter dan receiver terpisah, objek dapat terdeteksi jika kondisi propagasi sebelum adanya objek telah diketahui dan posisi serta besaran pengukuran sinyal memiliki parameter yang sama.

Perbandingan hasil prediksi ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Ketelitian pengukuran dengan diketahui kondisi sinyal radio sebelum ada objek mencapai 100%, sedangkan dengan model prediksi matematika, hanya memberi ketelitian 25%.

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Prediksi

Lintasan Hasil pendeteksian degan diketahui kondisi sebelum ada objek

Hasil Pendeteksian dengan prediksi matematika sebelum

ada objek

A1 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

A2 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

A3 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

A4 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

(43)

A5 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B1 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B2 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B3 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B4 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

B5 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C1 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C2 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C3 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C4 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

C5 Terdeteksi objek Tidak terdeteksi

D1 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

D2 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

D3 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

D4 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

D5 Terdeteksi objek Terdeteksi objek

(44)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab 4, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara matematika, sinyal radio yang merambat akan mengalami peredaman. Kenaikan redaman terhadap jarak akan semakin cepat jika frekuensi semakin kecil.

2. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sinyal yang merambat di tanah tidak memiliki pola redaman seragam. Jarak yang lebih jauh dapat menerima sinyal yang lebih besar. Hal ini terjadi karena adanya difraksi dan pantulan dari tempat lain.

3. Pemilihan frekuensi terbaik dilakukan dengan membandingkan nilai tangent tren linier model matematika dan nilai tangent tren linier hasil pengukuran untuk beberapa jarak. Frekuensi terbaik adalah yang memiliki nilai tangent negatif dan selisih tangesial terkecil. Hasilnya, frekuensi 537,69 MHz terpilih sebagai frekuensi terbaik.

4. Melalui eksperimen dengan membandingkan sinyal terima sebelum dan sesudah ada objek penghalang, dimana instalasi antenna dan alat ukur tidak berubah, objek dapat dideteksi dengan ketelitian 100%. Penurunan sinyal terima rata-rata karena keberadaan objek adalah 2,75%.

5. Tanpa pengukuran sinyal sebelum keberadaan objek, serta hanya dengan membandingkan sinyal terukur dengan sinyal hasil model matematis, diperoleh ketelitian pendeteksian objek hanya 25%, dimana persentasi sisanya gagal mendeteksi objek disebabkan sinyal terima setelah ada objek lebih besar dari prediksi sinyal sebelum ada objek.

6. Pendeteksian objek bawah tanah dengan transmitter dan receiver terpisah hanya akan efektif jika alat ukur menggunakan parameter, posisi dan keadaan yang sama, serta sinyal terima diukur sebelum dan sesudah ada objek.

(45)

5.2 Saran

Adapun saran bagi penelitian berikutnya adalah :

1. Penelitian dapat dikembangkan dengan menggunakan transmitter berdaya besar, sehingga sinyal terima langsung dapat lebih besar dari sinyal difraksi dan refraksi.

2. Penelitian prediksi bentuk objek dapat dilakukan jika lintasan propagasi lebih banyak.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

[1] R. Alindra, H. Wijanto, and K. Usman, “Deteksi Bentuk Objek Bawah Tanah Menggunakan Pengolahan Citra B-Scan pada Ground Penetrating Radar (GPR),” TELKA - Telekomun. Elektron. Komputasi dan Kontrol, vol.

3, no. 1, pp. 73–83, May 2017.

[2] M. C. Akyildiz, I. F., Sun, Z., & Vuran, “Signal propagation techniques for wireless underground communication networks,” Phys. Commun., vol. 2, no. 3, p. 167–183., 2009.

[3] S. Suherman, “WiFi-Friendly Building to Enable WiFi Signal Indoor,” Bull.

Electr. Eng. Informatics, vol. 7, no. 2, 2018.

[4] I. F. Vuran, M. C., & Akyildiz, “Channel model and analysis for wireless underground sensor networks in soil medium,” Phys. Commun., vol. 3, no.

4, p. 245–254., 2010.

[5]. Suherman, S., Rambe, A.H. and Tanjung, A.W., 2018. Underground Radio Propagation on Frequency Band 97 Mhz–130 Mhz.

[6] L.P. Ligthart, E.E. Ligthart, LectureNotes for The Intensive Course onGround Penetrating Radar, 2004

[7] Li Li, Mehmet C. Vuran and Ian F. Akyildiz. 2007. Characteristics of Underground Channel for Wireless Underground Sensor Network. Greece : The Sixth Annual Mediterranean AHNW Ad Hoc Networking WorkShop.

[8] (“Perancangan Jaringan Transmisi Gelombang Mikro Pada Link Site Mranggen 2 Dengan Site Pucang Gading - Neliti,” n.d.)Perancangan Jaringan Transmisi Gelombang Mikro Pada Link Site Mranggen 2 Dengan Site Pucang Gading - Neliti. (n.d.). Retrieved March 22, 2019,

[9] (Marzuki & Irawan, 2017)Marzuki, M. I., & Irawan, B. (2017). Analisa Propagasi Gelombang Continuous Wave Pada Radio Amatir di Frequency 21 MHz. Jurnal Telekomunikasi Dan Komputer, 7(2), 213.

https://doi.org/10.22441/incomtech.v7i2.1169.

(47)

[10] Hazar, Ibnu. 2015. “Rancang Bangun Autotracking Antena Stasiun Penerima Pada Frekuensi Kerja 2.4 GHz Berdasarkan Sudut Azimuth dan Elevasi Menggunakan Mikrokontroler Arduino. Un

[11] Ian F.Akyildiz, Zhi Sun and Mehmet C. Vuran. 2009. Signal propagation techniques for wireless underground communication networks. United States : Elsevier.

[12] Stewart, J. (2009). Calculus: Concepts and contexts. Cengage Learning.

[13] Ranadianti, Denita. 2012. Rancang Bangun dan Pengukuran Antena Monopole 145,95 MHz dan 436,915 MHz untuk Aplikasi Nanosatelit.

Indonesia : Universitas Indonesia.

Gambar

Gambar 2.1 Contoh perangkat  Ground Penetrating Radar (GPR)
Gambar 2.2 Garis diruang 3D
Gambar 2.3 Perpotongan bidang  Maka n1 dan n2 menjadi vektor normal bidang ini. Kemudian
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Siswa diberi kesempatan untuk menggali pengetahuannya secara aktif yang dapat meningkatkan pemahamannya terhadap konsep-konsep yang dipelajari (Pribadi, 2014:

demikian, dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk organik bio-slurry cair dan waktu aplikasi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.)..

Panduan Penyusunan Skripsi | 31 Bagian akhir berturut-turut ditulis jurnal tahun ke berapa, nomor berapa (dalam kurung) dan nomor halaman dari artikel tersebut. 4)

Melalui pendidikan maka manusia dibentuk, dikonstruksikan dan diarahkan agar menjadi manusia sesungguhnya (humanized human being), makhluk rasional yang memiliki dan

Waktu awal aplikasi tiga minggu sebelum tanam dan frekuensi aplikasi dua minggu sekali merupakan perlakuan terbaik untuk mempertahankan kualitas visual dan fungsional

Penyampaian salinan izin usaha pertambangan operasi produksi untuk penjualan dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang komoditas tambangnya bersala dari 1 (satu) daerah

Bibit yang telah siap lalu ditempatkan pada persemaian, dimana rimpang akan muncul tunas telah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Setelah tunas tumbuh 2-3 cm maka rimpang sudah

Sebagai dokumen yang menjadi pedoman pelaksanaan Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)