• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kerangka Kerja Elpsa Untuk Meningkatkan Pemahaman Rumus Pola Dan Barisan Bilangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Kerangka Kerja Elpsa Untuk Meningkatkan Pemahaman Rumus Pola Dan Barisan Bilangan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

33

Implementasi Kerangka Kerja Elpsa

Untuk Meningkatkan Pemahaman Rumus Pola Dan Barisan Bilangan

Muhammad Abror

SMPN 1 Unter Iwes, Sumbawa muh.abror@gmail.com

Abstrak

Siswa diharapkan dapat mengonstruksi sendiri rumus dalam bentuk simbol matematika sehingga dapat memahami konsep yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini mendeskripsikan implementasi tahapan experience (E), language (L) dan pictorial (P) menuju pembentukan simbol (S) dari kerangka kerja ELPSA untuk meningkatkan pemahaman rumus pola dan barisan bilangan. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX-1 SMPN 1 Unter Iwes Tahun Pelajaran 2016/2017. Untuk sumber data dipilih 9 siswa, masing-masing mewakili siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pengumpulan data dilakukan selama 5 kali pertemuan dengan menggunakan metode tes sebagai data utama yang diberikan pada akhir penelitian untuk mengetahui hasil belajar siswa. Observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa yang diukur berdasarkan indikator keterlibatan siswa dalam pembelajaran, sedangkan untuk menambah informasi dan memberi bimbingan pada subyek penelitian digunakan metode wawancara. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 23,7; dan aktivitas siswa menunjukkan kategori “Baik” dengan skor sebesar 79%. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi tahapan ELPSA dapat meningkatkan pemahaman siswa, khususnya dalam menentukan rumus pola dan barisan bilangan. Dengan demikian kerangka kerja ELPSA dapat digunakan guru untuk meningkatkan pemahaman rumus pola dan barisan bilangan.

Kata kunci: Implementasi ELPSA, hasil belajar, aktivitas siswa

PENDAHULUAN

Rumus atau bentuk umum pola merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika (Sutarto, dkk., 2015; 2016). Rumus bentuk simbol matematika memang merupakan hal yang penting, tetapi menyampaikan rumus saja, tanpa disertai konsep di dalamnya dapat mengakibatkan siswa kurang efektif menggunakannya, karena simbol itu sendiri menerangkan sebuah ide ataupun konsep didalamnya. Lowrie dan Patahuddin (2015) menyatakan bahwa para guru sering berkonsentrasi menyajikan ide matematika dalam bentuk simbol dalam pembelajaran di kelas. Penggunaan simbol memang merupakan hal kritis bagi siswa untuk mengembangkan pemikiran yang fleksibel, tapi pemahaman simbol secara mendalam hanya dapat dicapai ketika ide matematika tersebut disajikan dengan cara sedemikian sehingga representasi simbol itu dibutuhkan oleh siswa.

Hasil analisis peneliti yang merupakan guru di SMPN 1 Unter Iwes menunjukkan bahwa pemahaman siswa terkait konsep rumus-rumus pola dan barisan bilangan masih rendah. Salah satu contoh soal yang sering keluar dalam ujian nasional adalah menentukan suku ke-n dari

(2)

34 suatu barisan yang diketahui lima suku pertama, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Soal menentukan Gambar ke 𝑛

Jika dianalisis soal tersebut, maka kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa adalah menentukan rumus suku ke-n dari barisan tersebut terlebih dahulu dengan melhat pola, kemudian melakukan subsitusi nilai n yang ditanyakan. Pengalaman peneliti, siswa tidak kesulitan dalam keterampilan menggunakan rumus, tapi kesulitan dalam menentukan rumusnya. Dari nilai harian siswa pada materi tersebut pada tahun sebelumnya hanya 56,25% yang mencapai nilai tuntas dengan nilai rata-rata 57,6; sehingga masih belum mencapai ketuntasan yang diharapkan yaitu 80% siswa memperoleh nilai tuntas.

Rendahnya hasil belajar siswa dapat terjadi, karena siswa tidak membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar yang bermakna, siswa hanya belajar berdasarkan buku dan penjelasan guru, tanpa mengalami pembelajaran secara langsung, yang berakibat pembelajaran yang terjadi tidak tersimpan baik dimemori otak. DePorter dan Hernacki (2011:38) menyatakan bahwa otak akan menyimpan ingatan lebih lama ketika seseorang mengalami suatu kejadian/peristiwa dengan melakukan aktivitas yang nyata, seperti belajar dengan melakukan dan belajar berdasarkan pengalaman. Untuk itu, peneliti ingin meningkatkan kemampuan ini dengan cara memberi kesempatan pada siswa membangun sendiri pengetahuan dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa menggunakan pengalaman mereka untuk membangun konsep matematika dengan kemampuannya sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk menggali pengetahuannya secara aktif yang dapat meningkatkan pemahamannya terhadap konsep-konsep yang dipelajari (Pribadi, 2014: 137). Pentingnya keaktifan siswa ini sehingga guru perlu mengamati aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran untuk mendukung peningkatan hasil belajar siswa.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti menawarkan suatu kerangka kerja dalam merancang suatu pembelajaran matematika bagi siswa yaitu kerangka kerja ELPSA. Kerangka kerja ELPSA terdiri dari lima komponen, yaitu: E (Experience = pengalaman); L (Language = bahasa yang mendeskripsikan pengalaman); P (Pictorial = gambar yang menyajikan pengalaman tersebut); S (Symbol = simbol tertulis yang menyatakan pengalaman secara umum

(3)

35 atau bersifat general); dan A (Application = aplikasi yang berhubungan dengan bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh dapat diterapkan dalam bermacam-macam situasi) (Lowrie dan Patahuddin, 2015). ELPSA didasarkan pada teori-teori pembelajaran konstruktivisme dan sifatnya sosial. Kerangka ELPSA melihat pembelajaran sebagai suatu proses aktif dimana para siswa mengkonstruksi sendiri caranya dalam memahami sesuatu melalui proses berpikir secara individu dan interaksi sosial dengan orang lain. Kerangka kerja ELPSA merupakan suatu pendekatan perancangan pembelajaran yang sifatnya bersiklus. Rancangan ini menyajikan ide-ide matematika melalui pengalaman-pengalaman hidup, percakapan matematika, rangsangan visual, notasi simbol, dan aplikasi pengetahuan. (Lowrie dan Patahuddin, 2015)

Berdasarkan uraian diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi tahapan experience (E), language (L) dan pictorial (P) menuju pembentukan simbol (S) dari kerangka kerja ELPSA dalam meningkatkan pemahaman rumus Pola dan Barisan Bilangan.

METODE

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang dilaksanakan pada kelas IX SMP Negeri 1 Unter Iwes, pada semester genap tahun pelajaran 2016-2017. Subyek penelitian adalah kelas IX.1 yang berjumlah 32 orang, tapi difokuskan pada 9 siswa, yang terdiri dari 3 siswa yang mewakili kategori tinggi, sedang, dan rendah sebagai sumber data. Kesembilan siswa tersebut dikelompokkan dalam 3 kelompok diskusi.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Tes sebagai sumber data utama berupa soal uraian sebanyak 8 butir soal. Tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap materi pola dan barisan bilangan setelah menggunakan tahapan ELPSA. Tes diberikaan pada akhir pembelajaran yaitu setelah lima kali pertemuan tatap muka; (2) Lembar observasi aktivitas siswa. Lembar observasi aktivitas siswa ini digunakan untuk mengetahui keaktifan siswa selama proses pembelajaran; (3) wawancara digunakan untuk mendapat informasi yang lebih banyak terhadap subyek penelitian.

Indikator pemahaman matematis yang digunakan mengacu pada indikator pemahaman konsep menurut Depdiknas (2004), tapi hanya memakai 2 indikator, yaitu: (1) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, (2) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

Analisis data tes dilakukan secara kuantitatif dengan memberi nilai pada hasil tes yang diberikan pada akhir kegiatan penelitian. Untuk menentukan ketuntasan belajar siswa digunakan acuan KKM yang termuat dalam kurikulum sekolah. Seorang siswa dinyatakan tuntas belajar apabila memiliki daya serap 70% atau lebih. Ketuntasan klasikal tercapai apabila minimal 80% siswa pada suatu kelas tuntas belajar. Analisis data observasi aktivitas siswa dilakukan dengan

(4)

36 menghitung persentase aktivitas siswa pada setiap pertemuan, yang diperoleh dengan membandingkan kegiatan yang terlaksana dengan seluruh kegiatan. Hasil persentase aktivitas siswa itu kemudian dikonversikan dalam kriteria aktivitas siswa seperti pada tabel berikut.

Tabel 1. Kriteria Aktivitas Siswa

Skor P (%) Kriteria

80 <

P

≤ 100 Sangat Baik (SB)

60 <

P

≤ 80 Baik (B)

40 <

P

≤ 60 Cukup Baik (CB) 20 <

P

≤ 40 Tidak Baik (TB)

P

≤ 20 Sangat Tidak Baik (STB) (Riduwan, 2010: 15)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil Belajar Siswa

Data hasil penelitian tentang hasil belajar siswa menunjukkan bahwa dari 9 siswa terdapat 8 siswa atau 88,9% tuntas belajar dan 1 siswa atau 11,1% tidak tuntas dengan nilai rata-rata 81,3. Siswa yang tidak tuntas merupakan siswa kategori rendah. Hasil ini mengalami peningkatan sebesar 23,7 dari nilai rata-rata hasil tes pada tahun sebelumnya. Demikian pula untuk ketuntasan klasikal naik sebesar 32,6%.

Data hasil jawaban siswa dilihat dari setiap kategori disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Keterangan:

Indikator 1: menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, 2: menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu Dari Gambar 2 terlihat bahwa indikator kemampuan pemahaman telah tuntas untuk siswa kategori tinggi dan sedang, tapi tidak tuntas untuk siswa kategori rendah pada indikator 2.

98 88 86 81 73 62 0 20 40 60 80 100 120 Indikator 1 Indikator 2 Tinggi Sedang Rendah

(5)

37 Untuk ketuntasan klasikal, baik indikator 1 maupun indikator 2 telah memenuhi syarat yang ditentukan.

Aktivitas Siswa

Selama pembelajaran berlangsung aktivitas siswa diamati kemudian dicatat dalam lembar observasi. Pengamatan aktivitas siswa dilakukan terhadap tiga kelompok siswa yang menjadi subyek penelitian. Adapun data pengamatan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Aktivitas Siswa

No Kriteria aktivitas siswa

Rata-rata Persentase Aktivitas Siswa dalam Lima Kali Pertemuan

kategori

Rata

rata Kategori Tinggi Sedang Rendah

1 Mendengarkan penjelasan Guru. 100 100 100 100 SB

2 Menjawab dan bertanya kepada

guru. 60 67 40 56 CB

3 Memberikan tanggapan pada apa

yang disampaikan guru. 80 73 60 71 B

4 Mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang diberikan dalam kelompok

100 87 80 89 SB

5 Mengemukakan pendapat dalam

diskusi dengan kelompok lain 80 67 53 67 B

6 Mengerjakan soal Latihan 100 100 100 100 SB

7 Menyimpulkan materi pelajaran

bersama-sama dengan guru 87 73 60 73 B

Rata-rata 87 81 70 79 B

Keterangan: SB = Sangat Baik, B = Baik, CB = Cukup Baik

Dari Tabel 2 terlihat bahwa persentase aktivitas siswa sebesar 79% dengan kategori “Baik”.

Pembahasan Penelitian

Tahapan dalam kerangka kerja ELPSA telah dilakukan mulai dari experience, language, pictorial, symbol, dan aplication. Setiap tahapan ini tidak selalu muncul dalam setiap pertemuan, tetapi urutan dari tahapan tersebut tetap. Pada pertemuan pertama, dimulai dengan E, dilanjutkan dengan L, P dan S. Pada pertemuan kedua, hanya dilakukan tahapan P dan S. Pertemuan ketiga dengan melakukan tahapan P, S dan A. Begitu pula untuk pertemuan keempat dan kelima dengan mengikuti tahapan tersebut. Dalam penelitian ini ditekan proses dalam pembentukan symbol (S) dengan mengimplementasikan tahapan experience, language dan pictorial.

Dari hasil observasi dan wawancara diperoleh data bahwa pembelajaran dengan kerangka kerja ELPSA telah berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dari hasil observasi aktivitas siswa

(6)

38 yang berkategori “Baik” serta hasil wawancara dengan 9 siswa menunjukkan kesan positif, yaitu senang dan lebih mudah memahami materi pelajaran. Sedangkan hasil tes belajar menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata siswa dan pencapaian ketuntasan klasikal. Hasil analisis jawaban siswa terlihat kesalahan yang dilakukan siswa bukan karena kesalahan konsep tapi karena kurang teliti dalam melakukan operasi hitung seperti yang terlihat pada Gambar 4. Contoh jawaban siswa kategori tinggi seperti pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Jawaban siswa yang kurang teliti Gambar 4. Jawaban siswa kategori tinggi

Pada soal tersebut, siswa diminta untuk menentukan banyaknya batang lidi yang dibutuhkan untuk membuat pola ke-20, ke-25 dan ke-40. Dari Gambar 4 terlihat kesalahan siswa tersebut terletak pada menyelesaikan operasi hitung dari 4 + 19 x 3. Sedangkan konsep untuk menemukan aturan tersebut sudah benar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah memahami konsep tapi kurang teliti dalam menyelesaikan operasi hitung.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerangka kerja ELPSA yang melibatkan siswa secara aktif mengonstruksi sendiri pengetahuannya dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hal ini sesuai dengan pendekatan konstruktivistik seperti yang dikemukakan Cruickshank, dkk. (dalam Pribadi, 2014: 137) sebagai cara belajar mengajar yang bertujuan untuk memaksimalkan pemahaman siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian ini, implementasi tahapan experience (E), language (L) dan

pictorial (P) menuju pembentukan symbol (S) dari kerangka kerja ELPSA dapat meningkatkan pemahaman siswa, khususnya dalam menentukan rumus pola dan barisan bilangan. Ini dibuktikan dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa, baik secara individu maupun

(7)

39 klasikal. Peningkatan ini tentu didukung dengan terlaksana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang berjalan dengan baik.

Kerangka kerja ELPSA dapat digunakan guru untuk meningkatkan pemahaman rumus pola dan barisan bilangan. Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan keberanian siswa untuk mengajukan pendapat, menjawab dan bertanya pada guru untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Begitu pula untuk indikator soal yang berhubungan dengan kemampuan siswa memilih prosedur atau operasi tertentu. Dibutuhkan latihan soal-soal yang lebih banyak sesuai dengan indikator tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Materi pelatihan terintegrasi. Pengelolaan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas.

Lowrie, T., & Patahuddun, S. M. (2015). ELPSA – Kerangka Kerja untuk Merancang Pembelajaran Matematika. Jurnal Didaktik Matematika, 2(1), 94-108.

Pribadi, R.B.A. (2014). “Implementasi Pendekatan Konstruktivistik dalam Pengembangan Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ)”. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas

Negeri Jakarta. Diambil 19 Januari 2016:

http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdftesis2/41666.pdf

Riduwan. (2010). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sutarto

Toto, N., & Subanji, S. (2015). Indicator of conjecturing process in a problem

solving of the pattern generalization. In

Proceding International Conference on

Educational Research and Development (ICERD), UNESA Surabaya

(pp. 32-45).

Sutarto, T. N., & Subanji, S. (2016). Local conjecturing process in the solving of pattern

Gambar

Gambar 1. Soal menentukan Gambar ke
Tabel 1.  Kriteria Aktivitas Siswa
Tabel 2. Aktivitas Siswa
Gambar 3. Jawaban siswa yang kurang teliti            Gambar 4. Jawaban siswa kategori tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dapat melakukan pendaftaran ulang (Registrasi) dengan mengikuti ketentuan pada Pengumuman.. Pendaftaran Ulang (Registrasi) Mahasiswa Baru

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggota instanusantara Surabaya pada penggunaan media sosial instagram memiliki kepuasan identitas pribadi GS ( Gratification

Islam akan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak terhormat. Nabi sangat peka dengan keadaan bangsa Arab yang puisinya cenderung pada permusuhan dan kekerasan. Karena itu, dalam

Tingkat inflasi Kota Manokwari tahun kalender Maret 2014 sebesar -0,12 persen, sedangkan tingkat inflasi tahun ke tahun (Maret 2014 terhadap Maret 2013) sebesar 3,46 persen.

Therefore, this study sought to factually and empirically describe one basic dimension of the implementation of policies on population administration by taking the case in the

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untukc.

Pada pemeriksaan fisik teraba masa di daerah perut kanan atas yang makin membesar serta terasa nyeri; pemeriksaan ultrasonografi hati tampak gambaran sesuai dengan abses hati..

Sehingga selama kerja praktek di perusahaan tersebut mahasiswa dapat memperoleh berbagai macam pengetahuan baru dari proses produksi yang dimulai dari tahap