• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.1. Uji Kuantitatif Sampel dengan Spektrofotometer

4.1.1.4. Penentuan Kandungan Kadmium

∑(�� − ��)2 =0,414050 0,70 = 0,5915 �= ∑ �� − � ∑ �� � = 1,8113−0,5915 . 3,0 6 = 0,0061

Maka diperoleh Persamaan Garis Regeresi berikut: y = 0,5915� + 0,0061

4.1.1.3. Penentuan Koefisian Korelasi

Koefisien Korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

�= ∑(�� − ��)(�� − ��)

�∑(�� − ��)2(�� − ��)2 = 0,414050

�(0,70)(0,245041)= 0,9997

4.1.1.4.Penentuan Kandungan Kadmium dalam Sampel

Kandungan kadmium dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi kurva kalibrasi.

4.1.1.5.Penentuan Kandungan Kadmiumyang TerkadungdalamIkanSardenKemasanKaleng dalam mg/L

Dari data pengukuran absorbansi kadmium untuk sampel larutan ikan sarden kemasan kaleng A, diperoleh absorbansi sebagai berikut:

A1 = 0,0353 A2 = 0,0363 A3 = 0,0373

Dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) ke persamaan garis regresi y = 0,5915x+ 0,0061 maka diperoleh :

X1 = 0,0493 X2 = 0,0511 X3 = 0,0527

Dengan demikian kandungan kadmium dalam larutan ikan sarden kemasan kaleng A dengan metode SSA adalah

��= ∑ �� � = 0,0510 (X1−X�)2 = (0,0493 −0,0510)2 = 2,89 x 106 (X2−X�)2 = (0,0511 −0,0510)2 = 0,01 x 106 (X3−X�)2 = (0,0527 −0,0510)2 = 2,89 x 106 �(�� − ��)2 = 0,00000579 maka S = �∑(XiX�)2 n−1 =0,00000579 3−1 = 0,00170 didapat Sx = S √n= 0,00170 √3 = 0,000981

Dari data hasil distribusi t student untuk n = 3, dengan derajat kebebasan (dk)= n-1 = 2 untuk derajat kepercayaan 95 % (p-0,05), t = 4,30 maka :

� =��0,05 � (� −1)��

� = 4,30 (0,05 � 2)0,000981 = 0,000422

Sehinggadiperoleh hasil pengukuran kadmium pada ikansarden kaleng A 2014sebesar:

0,0510mg/L

Hasil perhitungan untuk kandungan kadmium pada ikansardenkaleng B dan Cterlampir pada lampiran.

4.1.1.6. PenentuanKandunganKadmium yang

TerkandungdalamIkanSardenKemasanKaleng mg/Kg

Untuk memperoleh kandungan cadmium dalam 1 Kg ikan sarden kemasan kaleng A tanpa kadar air dalam satuan mg/Kg dapat ditentukan melalui persamaan berikut :

Kadar Cd = ����� ��� �� �������� ℎ���� ��������� (�)

����� ������ (��) � 106 mg/Kg = 0,0510 ��� �� �� 0,1 �

5,0005 � 103�� � 106mg/Kg = 1,019 mg/Kg

Pada saat pengukuran larutan ikan sarden kemasan kaleng tidak dilakukan pengenceran untuk pengukuran absorbansi (0,2 - 0,8) % sehingga hasil pengukuran dikali 1.

Kadar logam Cd x 1 = 1,019 mg/Kg x 1

4.1.2. Logam Timah (Sn)

Data hasil pengukuran absorbansi timah pada ikansardenkalengdengantanggal produksitertentu dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom adalah pada tabel 4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Logam Sn pada Ikan Sarden Kemasan Kaleng dengan Metode SSA pada λspesifik = 286,3 nm .

No. Kode Sampel

Absorbansi A1 A2 A3 �̅ 1 A 0,0027 0,0027 0,0026 0,0026 2 B 0,0031 0,0028 0,0029 0,0029 3 C 0,0043 0,0042 0,0042 0,0042 Keterangan: A = Ikansardenkemasankalengdengantanggalproduksi 21 Juni 2014 B = Ikansardenkemasankalengdengantanggalproduksi 14 Januari 2015 C = Ikansardenkemasankalengdengantanggalproduksi 29 Juni 2015

4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasiuntuk Larutan Standar Sn

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Sn diplotkan terhadap berbagai konsentrasi larutan standar yaitu pada pengukuran 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 sehingga diperoleh kurva kalibrasi yang berupa garis linear pada gambar 4.2 dibawah ini:

Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Sn

Berikut hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar Timah (Sn). Data Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Timah (Sn) dapat ditunjukkan pada table 4.5 berikut :

Tabel 4.5. Data Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Timah (Sn)

No Sampel (mg/L) Absorbansi 1 0,0 0,0002 2 2,0 0,0028 3 4,0 0,0050 4 6,0 0,0063 5 8,0 0,0078 6 10,0 0,0094

Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode Least Square, dimana konsentrasi larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan absorbansi dinyatakan sebagai Yi dengan data pada tabel 4.6 berikut:

y = 0,0009x + 0,0008 r = 0,9915 0,0000 0,0020 0,0040 0,0060 0,0080 0,0100 0,0120 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 A bs or ban si

Tabel 4.6. Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Larutan Seri Standar Sn

Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Larutan Seri Standar Sn ��=∑ �� = 30 6 = 5 ��= ∑ �� � = 0,0315 6 = 0,0053

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis:

Y = aX + b

Dimana: a = slope b = intersept

Selanjutnyaharga slope dapatditentukandenganmenggunakanmetode least square sebagaiberikut: � =∑(�� − ��)(�� − ��) ∑(�� − ��)2 =0,062300 70 = 0,0009 �= ∑ �� − � ∑ �� � = 0,0315−0,0009 . 30 6 = 0,0008 No Xi Yi (�� − ��) (�� − ��) (�� − ��)(�� − ��) (�� − ��)2 (�� − ��)2 1 0,0 0,0002 -5 -0,005050 0,025250 25,000000 0,000026 2 2,0 0,0028 -3 -0,002450 0,007350 9,000000 0,000006 3 4,0 0,0050 -1 -0,000250 0,000250 1,000000 0,000000 4 6,0 0,0063 0 0,001050 0,001050 1,000000 0,000001 5 8,0 0,0078 3 0,002550 0,007650 9,000000 0,000007 6 10,0 0,0094 5 0,004150 0,020750 25,000000 0,000017 30,0 0,0315 0,0 0,000000 0,062300 70,000000 0,000056

4.1.2.2. Penentuan Koefisian Korelasi

Koefisien Korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

�= ∑(�� − ��)(�� − ��)

�∑(�� − ��)2(�� − ��)2 = 0,062300

�(70)(0,000056)= 0,9950

4.1.2.3. Penentuan Kandungan Timah dalam Sampel

Kandungan timah dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi kurva kalibrasi.

4.1.2.4. Penentuan KandunganTimahIkanSardenKaleng Adalam mg/L

Dari data pengukuran absorbansi timah untuk sampel ikansarden kaleng dengan tanggal produksi 21 Juni 2014 diperoleh absorbansi sebagai berikut:

A1 = 0,0027 A2 = 0,0027 A3 = 0,0026

Dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) ke persamaan garis regresi y = 0,0009�+ 0,0008 maka diperoleh :

X1 = 2,1111 X2 =2,1111 X3 = 2,0000

Dengan demikian kandungan timah dalam larutan ikan sarden kemasan kaleng A dengan metode SSA adalah

��= ∑ �� � = 2,0741 (X1−X�)2 = (2,1111 −2,0741)2 = 1,37 x 103 (X2−X�)2 = (2,1111 − 2,0741)2 = 1,37 x 103 (X3−X�)2 = (2,0000 − 2,0741)2 = 5,49 x 103 �(�� − ��)2 = 0,00549 maka S = �∑(XiX�)2 n−1 =0,00549 3−1 = 0,05239 didapat Sx = S √n= 0,05239 √3 = 0,030247

Dari data hasil distribusi t student untuk n = 3, dengan derajat kebebasan (dk)= n-1 = 2 untuk derajat kepercayaan 95 % (p-0,05), t = 4,30 maka :

� =��0,05 � (� −1)��

� = 4,30 (0,05 � 2)0,030247 = 0,013006

Sehingga diperoleh hasil pengukuran kandungan timah dalam ikansarden kaleng A sebesar:

Hasil perhitungan untuk kandungan timah pada ikansardenkaleng B dan Cterlampir pada lampiran.

4.1.2.5. PenentuanKandungan Timah yang

TerkandungdalamIkanSardenKemasanKaleng mg/Kg

Untuk memperoleh kandungan timah dalam 1 Kg ikan sarden kemasan kaleng A tanpa kadar air dalam satuan mg/Kg dapat ditentukan melalui persamaan berikut :

Kadar Sn = ����� ��� �� �������� ℎ���� ��������� (�)

����� ������ (��) � 106mg/Kg = 2,0741��� �� �� 0,05 �

5,0090 � 103�� � 106mg/Kg = 20,7037 mg/Kg

Sebelum pengukuran dilakukan larutan ikan sarden kemasan kaleng tersebut diencerkan terlebih dahulu sebanyak 10 kali. Pengenceran ini dilakukan agar pada saat pengukuran dengan SSA diperoleh absorbansi antara (2,0 – 8,0) % karena itu hasil pengukuran dikali 10.

Kadar logam Sn x 10 = 20,7037 mg/Kg x 10

= 207,037 mg/Kg ± 0,013006

Hasil perhitungan untuk kandungan timah pada ikansardenkaleng B dan Cterlampir pada lampiran.

4.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan kadar logam Cd dan Sn pada ikan sarden kemasan kaleng berdasarkan tanggal produksi

KodeSampel Tanggal Sampling Tanggal Produksi Tanggal Kadaluwarsa A 30 Maret 2106 21 Juni 2014 21 Juni 2017 B 30 Maret 2106 14 Januari 2015 14 Januari 2018 C 30 Maret 2106 29 Juni 2015 29 Juni 2018

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan apakah kadar logam kadmium (Cd) dan timah (Sn) yang terkandung dalam ikan sarden kemasan kaleng tersebut masih memenuhi standar yang dibenarkan oleh Standar Nasional Indonesia. Menurut syarat mutu SNI tentang ikan kaleng, kadar maksimum cemaran logam cadmium dan timah pada ikan sarden adalah 0,1 mg/Kg dan 250 mg/Kg.

Kurva kalibrasi seri standar logam kadmium (Cd) dan timah (Sn) diperolah dengan membuat larutan induk Cd dan Sn pada konsentrasi 1000 ppm,

kemudian dilakukanpengenceran hingga

diperolehvariasikonsentrasilarutanseristandar0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ppm lalu diukur absorbansinya dengan alat SSA. Nilai absorbansi yang diperoleh dihitung dengan dengan menggunakan Metode Least Square sehingga diperoleh persamaan garis regresi untuk logam kadmium (Cd) Y = 0,5915�+ 0,0061; dan timah (Sn) Y = 0,0009� + 0,0008. Dalam penelitian ini diperoleh koefisien korelasi logam kadmium (Cd) = 0,9997; dan timah (Sn) = 0,9980. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara konsentrasi dengan absorbansi. Pada penelitian analitik, grafik kurva kalibrasi yang baik ditunjukkan dengan harga r ≥ 0,99.

Dari hasil penelitian ini diperoleh kadar logam kadmium (Cd) dalam ikan sarden kemasan kaleng A, B, dan C secara berturut-turut ialah 1,019 mg/Kg; 0,483 mg/Kg; dan 0,646 mg/Kg serta kadar logam timah (Sn) dalam ikan sarden kemasan kaleng A, B, dan C secara berturut-turut ialah 207,037mg/Kg; 236,712mg/Kg; dan 38,860 mg/Kg. Kadar logam Cd pada ikan sarden kemasan kaleng A, B, dan C telah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu 0,1 mg/Kg. Sementara kadar logam Sn pada ikan sarden kemasan kaleng C telah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu 250 mg/Kg, dan ikan sarden A dan B tidak melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh

Hai ini mungkin disebabkan karena adanya pengaruh lama penyimpanan ikan tersebut di dalam kaleng, dimana waktu berkorelasi positif dengan banyaknya logam yang terlarut artinya semakin lama waktu kontak, maka semakin banyak logam yang terlarut.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

3. Kandungan logam Cd dalam ikan sarden kemasan kaleng A ialah 1,0198 mg/Kg, kemasan B ialah 0,4913 mg/Kg, dan kemasan C ialah 0,6455 mg/Kg. Sementara kandungan logam Sn dalam ikan sarden ikan sarden kemasan kaleng A ialah 207,0373mg/Kg, kemasan B ialah 236,7128mg/Kg, dan kemasan C ialah 380,8682 mg/Kg.

4. Kandungan logam Cd dalam ikan sarden kemasan kaleng A, B, dan C telah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI. Sementara kandungan logam Sn dalam ikan sarden ikan sarden kemasan kaleng A dan B tidak melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI, dan kadar logam Sn untuk ikan sarden kemasan kaleng C telah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI.

5.2. Saran

Dari hasil penelitian yang didapat sebaiknya produk ikan sarden kemasan kaleng yang melewati ambang batas Standar Nasional Indonesia dapat ditarik dari peredaran.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Sarden

Ikan Sarden (Sardinella longiceps) merupakan ikan olahan yang dikemas dalam kaleng yang banyak diproduksi didalam dan luar negeri. Kelebihan pengemasan ikan dalam kaleng diantaranya adalah praktis bagi para konsumen dalam memasaknya, dapat disimpan lebih lama dan dapat meminimalisir kontaminasi dari luar seperti bakteri. Namun dalam penggunaannya perlu diwaspadai karena pada makanan kaleng dapat terjadi kontaminasi logam berat dari pengemasnya tersebut (Rahayu, 1992).

Sarden adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili

Clupeidae. Ikan ini mampu bertahan hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter. Ikan ini cocok digunakan sebagai makanan dihidangkan dengan saus cabe atau saus tomat. Sarden media saos tomat adalah produk yang dibuat dari jenis sarden segar maupun beku dari spesies Clupea harengus yang mengalami penyiangan, dengan media saos tomat, dikemas secara kedap (hermetis) dan disterilisasi dengan pemanasan (Firman, 2011).

Di pasaran, ikan tidak hanya ditemukan dalam keadaan segar tetapi juga ditemukan dalam bentuk kemasan, baik dalam bentuk kaleng maupun plastik, hal ini akan memberikan kemudahan bagi para konsumen dalam pengolahannya. Salah satu produk industri ikan yang banyak ditemukan di pasaran adalah ikan kaleng (Sardines) kemasan, yang komposisinya terdiri dari ikan, pasta tomat, saus pepaya, garam dan pengawet. Ikan yang digunakan untuk produk ikan kaleng (Sardines) kemasan ini ada bermacam-macam antara lain ikan sarden, ikan tuna, ikan kembung, ikan kakap dan ikan salam. Produk olahan makanan seringkali dibuat dalam kemasan yang terbuat dari gelas, plastik, dan kaleng dimaksudkan

untuk menghindari pengaruh sinar matahari, lama pengemasan, penyimpanan dan lain-lain. Dan akibat dari pengemasan itu juga, maka produk sering mengalami kerusakan baik secara mikrobiologis, mekanis maupun kimiawi. Kerusakan produk secara kimia disebabkan karena adanya interaksi antara produk yang dikemas dengan komponen penyusun kemasan. Bahan-bahan dari kemasan akan bereaksi membentuk persenyawaan dengan zat-zat yang terkandung dalam produk susu. Hal ini berakibat pada produk yang dikemas akan tercemari oleh komponen-komponen yang lain dalam kemasan (Tehubijuluw, 2013).

Menurut Julianti dkk, 2006, meskipun kaleng yang digunakan untuk mengkemas bahan makanan, namun dapat mengakibatkan ancaman bagi keamanan makanan, Karena komponen logam pada kaleng dapat bermigrasi pada makanan yang di dalamnya.

Beberapa logam yang biasa ditemukan dalam makanan kaleng adalah kadmium, dan timah. Oleh sebab itu dalam mengkonsumsi makanan kaleng sebaiknya memperhatikan batas cemaran logam karena logam akan terakumulasi didalam tubuh dan dapat mengganggu kesehatan. Untuk melindungi konsumen terhadap keracunan logam berat, pemerintah telah membuat standar baku mutu yang mengatur tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan kaleng dalam SNI 01-7387-2009 yaitu kadmium 0,1 mg/Kg dan timah 250 mg/Kg(SNI, 2009).

2.2. Preparasi Ikan Sarden

Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan spektrofotometer serapan atom, maka sampel harus dalam bentuk larutan.Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlukan sedemikian rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisis haruslah sangat encer.

Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu: • Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai • Sampel dilarutkan dalam suatu asam

• Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisis dengan spektrofotometer serapan atom, yang terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus jernih, stabil dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis. Pelarutan juga dimaksudkan untuk destruksi sampel dimana sampel dimana biasanya digunakan asam-asam seperti asam nitrat pekat(Rohman,2007).

2.2.1. Metode Penentuan Kadar Abu

Metode penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni cara basah dan cara kering.

2.2.1.1. Penentuan Kadar Abu Secara Langsung (Cara Kering)

Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500–6000C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.

Sampel yang akan diabukan dan ditimbang sejumlah tertentu tergantung macam bahannya. Beberapa contoh bahan dan jumlah berat yang diperlukan dapat dilihat pada tabelmacam bahan dan jumlah bahan yang harus ditimbang di tabel 2.1 berikut:

Tabel. 2.1. Macam Bahan dan Jumlah Bahan yang Harus Ditimbang Macam bahan Berat bahan(g)

Ikan dan hasil olahannya, biji-bijian dan makanan ternak

Padi-padian,milk dan keju

Gula,daging dan sayuran

Jelly, sirup jam dan buah kering

Juice,buah segar,buah kalengan

Anggur 2 3-5 5-10 10 25 50

Bahan yang mempunyai kadar air yang tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asap hilang baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya, olive atau parafin.

Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krus yang dapat terbuat dari porselin,silika,quartz,nikel atau platina dengan berbagai kapasitas (25–100mL). Pemilihan wadah ini disesuaikan yang akan diabukan.

Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsur, K, Na, S, Ca, Cl, P. Kadang kala pada proses pengabuan terlihat bahwa hasil pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian tengah terdapat noda hitam, ini menunjukkan pengabuan belum sempurna maka perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh yang berwarna putih keabu-abuan (warna abu ini tidak

Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara lain sampai 8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukandalam keadaan dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu yang diambil dari dalam muffle harus lebih dan dimasukkan kedalam oven pada suhu 1050C agar supaya suhu turun, baru kemudian dimasukkan kedalam desikator sampai dingin, desikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap air, misalnya silika gel,atau kapur aktif atau kalsium klorida, sodium hidroksida. Agar supaya desikator dapat mudah digeser tutup maka permukaan gelas diolesi dengan vaselin (Sudarmadji, 1989).

2.2.1.2. Penentuan Kadar Abu Secara Tidak Langsung (Cara Basah)

Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha penentuan trace elemen dan logam-logam beracun. Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang lama serta adanya kehilangan karena pemakaian suhu tinggi yaitu antara lain dengan pengabuan cara basah ini. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Berbagai bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah ini dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi.Asam sulfat merupakan bahan pengoksidasi yangkuat,meskipun demikian waktuyang diperlukanuntuk pengabuan masih cukuplama.

2. Campuran asam sulfat danpotasium sulfat dapatdipergunakan untuk mempercepat dekomposisisampel. Potasium sulfat akan menaikan titik didih asam sulfat sehingga suhu pengabuan dapat dipertinggi danpengabuan dapat lebih cepat.

3. Campuran asam sulfat, asam nitrat banyak digunakan untuk mempercepat proses pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu degesti bahan yaitu pada suhu 350oC,dengan demikian komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.

4. Penggunaan asam perkhlorat dan asam nitratdapat digunakan untuk bahan yang sangat sulit mengalami oksidasi. Dengan perkhlorat yang merupakan oksidator yang sangat baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat. Kelemahan perkhlorat ini adalah bersifat explosive atau mudah meledak sehinga cukup berbahaya,untuk ini harus sangat hati-hati dalam penggunaannya. Pengabuan dengan bahan perkhloratdan asam nitrat ini dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam 10 menit sudah dapat diselesaikan.

Sebagaimana cara kering, setelah selesai pengabuhan bahan kemudian diambil dalam muffle dan dimasukan kedalam oven bersuhu 105oC sekitar 15 – 30 menit selanjutnya dipindahkan ke dalam exsikator yang telah dilengkapi dengan bahan penyerap uap air. Didalam exsikator sampai dingin kemudian dilakukan penimbangan pengabuhan diulangi lagi sampai diperoleh berat abu yang konstan.

2.2.1.3. Perbedaan Pengabuhan Cara Kering dan Cara Basah

Adapun perbedaan antara kedua metode pengabuan tersebut ialah terletak pada jenis sampel yang akan dipreparasi, yakni:

1. Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total bau dan suhu bahan makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk trace elemen.

2. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.

3. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedangkan cara basah dengan suhu relatif rendah.

4. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak sedang cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia maka penentuan cara basah perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan. Penentuan abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam HCl 10%. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas saring whatmann No.42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri atas pasir dan silika.

Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke dalam akuades kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang residunya (Sudarmaji, 1989).

2.3. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom adalah metoda pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan dasar . Telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisis. Fraksi atom - atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. Teknik ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam dan sampel yang sangat beraneka ragam (Walsh, 1955).

2.3.1. Prinsip dan Teori

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada bahwa atom – atom pada suatu unsur dapat mengabsropsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. Banyak energi sinar yang di absropsi berbanding lurus dengan jumlah atom – atom unsur yang mengabsropsi.Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton bermuatan positif dan neutron berupa pertikel netral, dimana inti atom dikelilingi oleh elektron –elektron bermuatan negatif pada tingkat energi yang berbeda – beda. Jika energi diabsorpsi oleh atom, maka elektron yang berada di kulit terluar (elektron valensi) akan tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar (Clark,1979).

2.3.2. Gangguan pada SSA dan cara mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor matriks sampel.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan cara:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu. 3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi

2.3.3. Rangkaian Spektrofotometer Serapan Atom

Komponen penting yang membentuk Spektrofotomter Serapan Atom diperlihatkan pada gambar dibawah 2.1 ini.

A B C D E F

Gambar 2.1. Rangkaian Ringkas Spektrofotometer Serapan Atom Keterangan Gambar :

A = Lampu Katoda Berongga

B = Nyala C = Monokromator D = Detektor E = Amplifier F = Recorder ( Khopkar, 2009) a. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia(neon atau argon)dengan tekanan rendah. Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. (Khopkar, 1990 dan Mulja,1995).

Tempat sampel

Dalam analisis dengan Spektofotometri Serapan Atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.

b. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.

Tanpa Nyala (Flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini,maka gas yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, 2007).

c. Monokromator

Monokromator memisahkan,mengisolasi dan mengontrol intensitas dari radiasi energi yang mencapai detektor. Pada hakekatnya mungkin saja dapat dianggap sebagai suatu saringan yang dapat disesuaikan dengan suatu daerah yang spesifik, yang mana spektrum transmisi yang tidak sesuai akan ditolak. Idealnya monokromator harus mampu memisahkan garis resonansi. Karena ada beberapa unsur yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit (Haswell, 1991).

d. Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga tidak

Dokumen terkait