• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. RANCANGAN PERCOBAAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Pengaruh Suhu Pemurnian Menggunakan Kolom

Analisa statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan percobaan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu suhu

pemurnian, dengan 4 taraf perlakuan, yaitu 25oC (C1), 70oC (C 2), 80oC (C 3), dan 90oC (C 4). Percobaan ini dilakukan dengan dua kali ulangan.

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + C i+ εij

Yij = Pengamatan pada faktor C taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

C i = Pengaruh faktor C taraf ke-i (1, 2, 3, dan 4)

εij = Efek galat percobaan

Untuk mengetahui pengaruh antar faktor-faktor tersebut, rancangan percobaan dianalisis sidik ragamnya dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) dan jika hasil yang diperoleh berbeda nyata, pengujian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENENTUAN KOMPOSISI ALUMINIUM SILIKAT DAN

MAGNESIUM SILIKAT

Penelitian dimulai dengan tahap penentuan komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat terbaik yang dapat digunakan dalam proses pemurnian biodiesel kasar. Komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat yang diuji coba adalah aluminium silikat 100%, magnesium silikat 100%, dan kombinasi dari keduanya dengan berbagai macam perbandingan aluminium silikat dan magnesium silikat, yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 2:3, 3:2, 3:1, dan 2:1. Perbandingan ini dipilih karena ingin diketahui pengaruh kombinasi dari kedua macam adsorben tersebut dengan jarak perbandingan yang kecil terhadap efektifitasnya dalam memurnikan biodiesel.

Komposisi terbaik dilihat dari kemampuannya untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang terkandung di dalam biodiesel kasar, seperti asam lemak bebas, kadar sabun, kadar air, gliserol bebas dan gliserol terikat. Zat- zat pengotor ini harus dihilangkan atau dikurangi jumlahnya dari biodiesel sampai batas yang diperbolehkan, karena dapat mengganggu proses pembakaran maupun kinerja mesin, seperti keausan pada dinding silinder, kerusakan nozzle, penambahan deposit dalam ruang bakar, dan penyumbatan saringan pada mesin (Haryanto, 2002).

Hasil analisa biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat dan magnesium silikat ini akan dibandingkan dengan biodiesel cuci air dan biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben komersial, yaitu biosponge. Hasil analisa biodiesel yang telah dimurnikan dengan berbagai macam komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat adalah sebagai berikut.

1. Bilangan Asam

Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terkandung di dalam biodiesel. Bilangan asam dinyatakan dengan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak (Ketaren, 2005). Bilangan asam

biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat dan magnesium silikat dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Pengaruh Komposisi Aluminium silikat dan Magnesium Silikat terhadap Bilangan Asam Biodiesel

Ket. BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel Cuci air

B100% = Aluminium silikat 100% T100% = Magnesium silikat 100%

B1T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:1) B1T2 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:2)

B1T3 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:3) B2T3 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (2:3)

B2T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (2:1) B3T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (3:1)

B3T2 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (3:2)

Menurut SNI 04-7182-2006, maksimal bilangan asam yang boleh terkandung di dalam biodiesel adalah 0,8 mg KOH/g biodiesel. Pada Gambar 16., nilai bilangan asam seluruh biodiesel murni berada di bawah standar SNI 04-7182-2006, yaitu berkisar antara 0,14-0,57 mg KOH/g biodiesel. Berdasarkan analisis keragaman pada tingkat kepercaaan 95% (α = 0,05), komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat berpengaruh nyata terhadap bilangan asam biodiesel yang dihasilkan. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, ternyata hampir setiap biodiesel yang dimurnikan dengan tiap komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat memiliki bilangan asam yang berbeda nyata dengan biodiesel lain, kecuali biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat 100% dan campuran

bilangan asam kedua jenis biodiesel tersebut tidak berbeda nyata. Selain itu, biodiesel yang dimurnikan dengan campuran kedua adsorben tersebut pada perbandingan 2:1 dan 3:1 juga memiliki bilangan asam yang tidak berbeda nyata.

Biodiesel yang memiliki bilangan asam terkecil adalah biodiesel yang dimurnikan dengan magnesium silikat 100%, yaitu sebesar 0,1467 mg KOH/g biodiesel. Angka ini bahkan lebih kecil dari bilangan asam biodiesel cuci air dan biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben komersial, yaitu 0,2341 dan 0,2155 mg KOH/g biodiesel. Hal ini

membuktikan, bahwa magnesium silikat mampu menyerap zat-zat organik seperti asam lemak bebas lebih baik daripada aluminium silikat, seperti yang dijelaskan oleh Agnello (2005), bahwa magnesium silikat efektif digunakan sebagai adsorben untuk zat organik.

Kemampuan magnesium silikat dalam menyerap bahan organik mempengarui kinerja dari kombinasinya dengan aluminium silikat dalam memurnikan biodiesel. Semakin besar jumlah magnesium silikat yang digunakan untuk memurnikan biodiesel, maka bilangan asam yang dihasilkan semakin kecil, sebaliknya, semakin kecil jumlah magnesium silikat yang digunakan untuk memurnikan biodiesel, maka bilangan asam yang dihasilkan akan semakin besar.

2. Kadar Katalis dan Sabun

Katalis sangat dibutuhkan dalam proses produksi biodiesel, karena dengan menggunakan katalis, alkohol, waktu, dan temperatur yang digunakan lebih sedikit. Pada proses transesterifikasi, katalis yang

digunakan adalah KOH. Keuntungan penggunaan katalis ini dibandingkan dengan katalis asam adalah tingginya tingkat konversi yang terjadi dalam waktu singkat, kondisi tidak ekstrim, dan alkohol yang lebih sedikit daripada menggunakan katalis asam (Mittelbach dan Remschimdt, 2006).

Jumlah katalis yang terkandung di dalam biodiesel sangat kecil, sehingga pada saat pengujian, jumlah katalis tidak dapat terdeteksi, baik di dalam biodiesel kasar dan biodiesel murni. Hal ini dikarenakan katalis yang bersifat polar akan ikut terbawa bersama gliserol yang juga bersifat polar, pada saat pemisahan biodiesel. Selain itu, penggunaan katalis asam

(H2SO4) pada proses esterifikasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi

pembentukan garam.

Sabun merupakan senyawa yang terbentuk selama proses pembuatan biodiesel berlangsung. Kadar sabun biodiesel hasil pemurnian dengan berbagai komposisi adsorben dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Pengaruh Komposisi Aluminium silikat dan Magnesium Silikat terhadap Kadar Sabun Biodiesel

Ket. BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel Cuci air

B100% = Aluminium silikat 100% T100% = Magnesium silikat 100%

B1T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:1) B1T2 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:2)

B1T3 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:3) B2T3 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (2:3)

B2T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (2:1) B3T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (3:1)

B3T2 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (3:2)

Gambar 17. menunjukkan penurunan kadar sabun yang signifikan pada biodiesel setelah pemurnian. Berdasarkan hasil analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), berbagai jenis komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat berpengaruh nyata terhadap kadar sabun biodiesel yang dihasilkan. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, komposisi adsorben yang mampu menghasilkan biodiesel dengan kadar sabun terendah dan tidak berbeda nyata dengan biodiesel cuci air (17,78 ppm) dan biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben komersial (22,23 ppm) adalah Aluminium silikat 100% (53,37 ppm).

Berdasarkan penjelasan di atas, Aluminium silikat mampu menyerap sabun lebih baik daripada magnesium silikat maupun kombinasi kedua adsorben. Kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat dimana jumlah aluminium silikat lebih besar, akan menghasilkan biodiesel dengan kadar sabun yang lebih rendah daripada kombinasi kedua adsorben

tersebut dimana jumlah magnesium silikat yang lebih besar.

3. Kadar Gliserol

Gliserol merupakan hasil samping dari proses transesterifikasi. Metanol akan bereaksi dengan trigliserida menghasilkan metil ester (biodiesel) dan gliserol. Gliserol dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gliserol bebas dan gliserol terikat. Jumlah dari kedua jenis gliserol ini biasa disebut sebagai gliserol total. Keberadaan gliserol yang cukup tinggi di dalam biodiesel dapat membahayakan mesin diesel, karena terdapat gugus OH yang agresif terhadap logam bukan besi dan campuran krom

(Widyianagari, 2008).

Menurut SNI 04-7182-2006 tentang biodiesel, jumlah maksimal gliserol total yang diperbolehkan terkandung di dalam biodiesel adalah 0,24%-berat. Hasil analisa kadar gliserol total biodiesel hasil pemurnian dengan berbagai komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Pengaruh Komposisi Aluminium silikat dan Magnesium Silikat terhadap Kadar Gliserol Total Biodiesel

BCA = Biodiesel Cuci air

B100% = Aluminium silikat 100% T100% = Magnesium silikat 100%

B1T1 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (1:1) B1T2 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (1:2)

B1T3 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (1:3) B2T3 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (2:3)

B2T1 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (2:1) B3T1 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (3:1)

B3T2 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (3:2)

Berdasarkan Gambar 18., kandungan gliserol total biodiesel kasar adalah sebesar 0,2974%. Setelah dilakukan pemurnian dengan berbagai komposisi adsorben, terjadi penurunan, yaitu sebesar 0,01-0,07%. Biodiesel yang memiliki kadar gliserol total di bawah standar adalah biodiesel hasil pemurnian dengan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat, dengan perbandingan 2:1, yaitu sebesar 0,2318 %. Berdasarkan analisis keragaman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), nilai ini tidak berbeda nyata dengan biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben komersial, dan berbeda nyata dengan biodiesel yang dimurnikan dengan komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat yang lain. Biodiesel lainnya memiliki kadar gliserol total lebih besar dari 0,24%.

Gliserol bebas merupakan hasil samping reaksi transesterifikasi yang berjalan sempurna, sehingga sudah tidak berikatan dengan asam-asam lemak membentuk mono, di, maupun trigliserida. Hasil analisa gliserol bebas biodiesel yang dimurnikan dengan berbagai komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Pengaruh Komposisi Aluminium silikat dan Magnesium Silikat terhadap Kadar Gliserol Bebas Biodiesel

Ket. BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel Cuci air

B100% = Alumunium silikat 100% T100% = Magnesium silikat 100%

B1T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:1) B1T2 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:2)

B1T3 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (1:3) B2T3 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (2:3)

B2T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (2:1) B3T1 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (3:1)

B3T2 = Alumunium silikat:Magnesium silikat (3:2)

Menurut SNI 04-7182-2006, maksimal kadar gliserol bebas yang boleh terkandung di dalam biodiesel adalah 0,02%. Biodiesel yang telah dimurnikan dengan menggunakan berbagai komposisi aluminium silikat dan magnesium silikat, memiliki kadar gliserol bebas di bawah standar, yaitu pada kisaran 0,005-0,01%, Berdasarkan analisis keragaman dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), kisaran angka ini berbeda nyata dengan angka gliserol bebas yang dimiliki oleh biodiesel kasar. Gliserol bebas terkecil terdapat pada biodiesel hasil pemurnian dengan aluminium silikat 100% (0,0054%) dan tidak berbeda nyata dengan gliserol bebas biodiesel cuci air (0,0014%) dan biodiesel hasil pemurnian dengan

kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 1:1 (0,0072%).

Berbeda dengan gliserol bebas, gliserol terikat merupakan hasil samping proses transesterifikasi yang tidak berjalan sempurna. Senyawa-

senyawa gliserol terikat adalah monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Nilai gliserol terikat didapatkan dari selisih gliserol total dan gliserol bebas. Kadar gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel hasil pemurnian dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Pengaruh Komposisi Aluminium silikat dan Magnesium Silikat terhadap Kadar Gliserol Terikat Biodiesel

Ket. BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel Cuci air

B100% = Alumunium silikat 100% T100% = Magnesium silikat 100%

B1T1 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (1:1) B1T2 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (1:2)

B1T3 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (1:3) B2T3 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (2:3)

B2T1 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (2:1) B3T1 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (3:1)

B3T2 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (3:2)

Standar jumlah maksimal gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel tidak tercantum dalam SNI 04-7182-2006. Akan tetapi,

berdasarkan standar maksimal gliserol bebas dan gliserol total biodiesel, maka jumlah maksimal gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel adalah 0,22%. Berdasarkan Gambar 20., adsorben dengan berbagai

komposisi dapat mengurangi kandungan gliserol terikat yang terdapat di dalam biodiesel, dengan penurunan sebesar 0,01-0,04%. Akan tetapi, walaupun terjadi penurunan, mayoritas biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben memiliki kadar gliserol terikat lebih besar dari 0,22%, begitu pula dengan biodiesel cuci air.

Biodiesel yang memiliki kadar gliserol terikat yang lebih kecil atau sama dengan standar adalah biodiesel yang dimurnikan dengan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2:1, yaitu sebesar 0,219%-berat. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben komersial (0,2229%). Kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat lebih efektif dalam menyerap gliserol terikat karena gliserol terikat memiliki gugus yang bersifat polar dan nonpolar. Gugus polar akan diserap oleh aluminium silikat, sedangkan gugus nonpolar akan diserap oleh magnesium silikat.

5. Kadar Air

Berdasarkan analisa-analisa di atas, komposisi adsorben yang terbaik adalah aluminium silikat 100% serta kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2:1. Aluminium silikat 100% dapat menurunkan kadar sabun dan gliserol bebas lebih baik daripada komposisi adsorben yang lain, sedangkan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2:1 dapat menurunkan kadar gliserol terikat lebih baik daripada komposisi adsorben yang lain. Untuk memilih yang terbaik, pengujian dilanjutkan dengan analisa kadar air, karena keberadaan air cukup berbahaya bagi sistem bahan bakar kendaraan.

Menurut SNI 04-7182-2006, kadar air maksimum yang

diperbolehkan terkandung di dalam biodiesel adalah 0,05%. Hasil analisa kadar air biodiesel dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Pengaruh Komposisi Aluminium silikat dan Magnesium Silikat terhadap Kadar Air Biodiesel

Ket. BK = Biodiesel kasar BCA = Biodiesel Cuci air

B100% = Aluminium silikat 100%

B2T1 = Aluminium silikat:Magnesium silikat (2:1)

Berdasarkan Gambar 21., kandungan air di dalam biodiesel kasar cukup tinggi, yaitu 0,84%. Hal ini juga sesuai dengan tingginya gliserol terikat biodiesel kasar, karena gliserol terikat dapat mengikat air di dalam biodiesel. Setelah dilakukan pemurnian, terjadi penurunan kandungan air yang sangat signifikan, sebesar 0,74-0,84%, dimana kadar air biodiesel cuci air dan biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben komersial tidak dapat terdeteksi.

Kadar air terendah diantara kedua komposisi adsorben dan memenuhi standar SNI 04-7182-2006 tentang biodiesel (max 0,05%), adalah biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat 100%, yaitu sebesar 0,01%. Sedangkan biodiesel yang dimurnikan dengan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1) memiliki kadar air lebih besar dari standar, yaitu sebesar 0,1%.

Nilai kadar air ini tidak sesuai dengan banyaknya gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel. Gliserol terikat biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium sillikat 100% lebih besar daripada gliserol terikat biodiesel yang dimurnikan dengan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1). Hal ini menunjukkan bahwa aluminium silikat dapat menyerap air lebih baik bahkan yang terikat dengan gliserol terikat, daripada magnesium silikat maupun kombinasi keduanya.

6. Pemilihan Komposisi Adsorben

Pemilihan komposisi adsorben terbaik antara aluminium silikat 100% dan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat dengan perbandingan 2:1 dilakukan berdasarkan beberapa faktor, yaitu hasil analisa biodiesel murni yang dihasilkan (bilangan asam, kadar sabun, kadar gliserol bebas, gliserol terikat, dan kadar air), proses aktivasi, rendemen adsorben hasil aktivasi, dan harga adsorben. Perbandingan antara kedua komposisi adsorben dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Aluminium Silikat 100% dan Aluminium Silikat : Magnesium Silikat (2:1)

Faktor Aluminium Silikat 100%

Aluminiun Silikat : Magnesium Silikat (2:1)

Bilangan Asam 0,4373 mg KOH/g

biodiesel 0,5348 mg KOH/g biodiesel Kadar Sabun 53,3717 ppm 466,9453 ppm Kadar Gliserol Bebas 0,0054 % 0,0128 % Kadar Gliserol Terikat 0,2489 % 0,2190 % Kadar Air 0,01 % 0,10 %

Proses Aktivasi Mudah Sulit

Rendemen 80 % 8 %

Harga Murah (Rp. 1500/Kg) Mahal (harga magnesium

silikat Rp. 6000/Kg) Berdasarkan Tabel 4., aluminium silikat 100% dapat memurnikan zat-zat pengotor biodiesel lebih banyak daripada kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1). Biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat 100% memiliki nilai bilangan asam, kadar sabun, kadar gliserol bebas, dan kadar air yang lebih kecil daripada biodiesel yang dimurnikan dengan kombinasi aluminium silikat dan magnesium silikat (2:1).

Faktor lain yang berpengaruh dalam menentukan komposisi adsorben terbaik adalah proses aktivasi adsorben. Penanganan aktivasi magnesium silikat lebih sulit daripada aluminium silikat, karena sifat bahannya yang mudah mengembang di dalam larutan asam. Rendemen magnesium silikat hasil aktivasi sangat kecil, yaitu sebesar 8%. Nilai ini jauh lebih rendah daripada rendemen aluminium silikat, yaitu mencapai 80%. Selain itu, penggunaan kombinasi dua jenis adsorben membutuhkan biaya yang lebih mahal. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka komposisi adsorben terbaik adalah aluminium silikat 100%.

B. APLIKASI ADSORBEN TERPILIH DALAM PEMURNIAN BIODIESEL MENGGUNAKAN METODE KOLOM

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah biodiesel yang dapat dimurnikan oleh setiap gram aluminium silikat. Kapasitas adsorpsi ini sangat berguna untuk mengetahui jumlah aluminium silikat yang harus digunakan untuk memurnikan biodiesel dengan volume tertentu. Proses penentuan kapasitas adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Foto Percobaan Penentuan Kapasitas Kolom Berdasarkan nilai pH air pencuci biodiesel, banyaknya volume biodiesel yang dapat dimurnikan di dalam kolom tersebut adalah 8,1 L atau 27 kali pengumpulan 300 ml biodiesel. Setiap 300 ml biodiesel yang dikumpulkan, dilakukan analisa bilangan asam, kadar gliserol total, bebas, dan terikat, serta kadar air untuk mengetahui kualitasnya.

a. Bilangan Asam

Analisa bilangan asam ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan aluminium silikat dalam mengadsorpsi asam lemak bebas. Pengaruh banyaknya volume biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat terhadap bilangan asam biodiesel yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Pengaruh Volume Biodiesel yang Dimurnikan dengan Aluminium Silikat terhadap Bilangan Asam Biodiesel Berdasarkan Gambar 23., nilai bilangan asam semua volume biodiesel yang dimurnikan masih memenuhi standar SNI 04-7182-2006 (maksimal 0,8 mg KOH/g biodiesel). Nilai bilangan asam biodiesel kasar memang lebih kecil daripada bilangan asam biodiesel yang sudah dimurnikan. Hal ini dikarenakan di dalam biodiesel kasar masih mengandung banyak sabun ataupun katalis, yang dapat mengganggu proses titrasi dengan larutan KOH pada saat pengujian bilangan asam.

Biodiesel yang telah dimurnikan mengandung sedikit katalis dan sabun, sehingga proses pengujian bilangan asam tidak terganggu, dan nilai yang dihasilkan merupakan nilai bilangan asam yang sesungguhnya. Hal inilah yang menyebabkan bilangan asam biodiesel murni mengalami peningkatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 23. Setelah volume biodiesel mencapai 2700 ml, bilangan asam biodiesel mengalami peningkatan sampai volume 3600 ml. Hal ini dikarenakan kemampuan aluminium silikat dalam menyerap asam lemak bebas berkurang atau dengan kata lain, aluminium silikat mulai mengalami kejenuhan. Tanda-tanda kejenuhan aluminium silikat juga dapat dilihat dari nilai bilangan asam biodiesel yang mengalami penurunan kembali setelah jumlah biodiesel yang dimurnikan mencapai 3600 ml. Penurunan ini dapat dijadikan suatu indikasi bahwa kemampuan aluminium silikat dalam menyerap sisa katalis dan sabun

mulai berkurang. Akan tetapi, penurunan bilangan asam ini belum mencapai bilangan asam biodiesel kasar, sehingga dapat dikatakan bahwa aluminium silikat yang digunakan masih dapat menyerap sisa katalis dan sabun, walaupun tidak maksimal.

b. Kadar Gliserol Total

Gliserol total menggambarkan jumlah keseluruhan gliserol bebas dan gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel. Menurut SNI 04-7182-2006, standar maksimal gliserol total biodiesel adalah 0,24%. Pengaruh banyaknya volume biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat terhadap kadar gliserol total biodiesel dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Pengaruh Volume Biodiesel yang Dimurnikan dengan Aluminium Silikat terhadap Kadar Gliserol Total Biodiesel

Berdasarkan Gambar 24., kadar gliserol total biodiesel kasar sebesar 0,3067%, lebih besar dari standar SNI yang telah ditentukan. Nilai gliserol total mengalami penurunan setelah biodiesel dimurnikan, dan nilai ini relatif stabil sampai pada volume biodiesel yang

dimurnikan mencapai 6300 ml. Hal ini menunjukkan bahwa aluminium silikat masih dapat menyerap gliserol yang terdapat di dalam biodiesel dengan baik. Kemudian, kemampuan adsorpsi aluminium silikat

terhadap gliserol ini mengalami penurunan, sehingga gliserol total yang terkandung di dalam biodiesel terus mengalami peningkatan sampai

volume 8100 ml. Kadar gliserol total biodiesel pada volume ini adalah 0,2104%, hampir mendekati standar maksimal gliserol total yang telah ditetapkan oleh SNI 04-7182-2006 (maksimal 0,24%). Hal ini

menandakan bahwa aluminium silikat yang digunakan mulai mengalami kejenuhan, karena banyak bahan pengotor yang telah terserap pada permukaan aluminium silikat, sehingga permukaannya menjadi kurang aktif.

c. Kadar Gliserol Bebas

Gliserol bebas merupakan hasil samping proses produksi

biodiesel pada tahap transesterifikasi. Gliserol bebas dihasilkan ketika reaksi transesterifikasi berjalan sempurna, sehingga gliserol sudah tidak berikatan dengan asam lemak. Gliserol bebas dapat dihilangkan dari biodiesel dengan cara pemurnian menggunakan adsorben, seperti aluminium silikat. Hasil analisa gliserol bebas biodiesel yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Pengaruh Volume Biodiesel yang Dimurnikan dengan Aluminium Silikat terhadap Kadar Gliserol Bebas Biodiesel

Jika dilihat pada Gambar 25., kadar gliserol bebas biodiesel mengalami penurunan yang tajam setelah dimurnikan. Akan tetapi, nilai ini terus mengalami peningkatan seiring bertambah banyaknya volume biodiesel yang dimurnikan, sampai pada volume 6300 ml, dengan nilai sama dengan standar maksimal gliserol bebas yang telah ditetapkan di

dalam SNI 04-7182-2006, yaitu 0,02%. Setelah volume biodiesel mencapai 6300 ml, biodiesel yang dimurnikan berikutnya memiliki kadar gliserol bebas yang tidak memenuhi standar SNI karena memiliki nilai lebih besar dari 0,02%. Hal ini menandakan bahwa aluminium silikat telah mengalami kejenuhan, sehingga kemampuan adsorpsinya tidak maksimal. Pada kondisi ini, aluminium silikat harus diregenerasi terlebih dahulu untuk menghilangkan bahan-bahan pengotor yang menutupi pori-pori sehingga aluminium silikat aktif kembali dan dapat digunakan untuk memurnikan biodiesel.

d. Kadar Gliserol Terikat

Gliserol terikat adalah mono-, di-, dan trigliserida yang masih terdapat di dalam biodiesel sebagai hasil samping dari proses

transesterifikasi yang tidak sempurna. Gliserol terikat diperoleh dari hasil pengurangan gliserol total dengan gliserol bebas.

Maksimum gliserol terikat yang diperbolehkan terkandung di dalam biodiesel adalah 0,22%. Angka ini diambil berdasarkan SNI 04- 7182-2006, dimana maksimal gliserol total yang diperbolehkan di dalam biodiesel adalah 0,24% dan gliserol bebas adalah 0,02%. Gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel pada setiap volume biodiesel yang dimurnikan dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Pengaruh Volume Biodiesel yang Dimurnikan dengan Aluminium Silikat terhadap Kadar Gliserol Terikat Biodiesel

Berdasarkan Gambar 26., kadar gliserol terikat biodiesel

mengalami penurunan yang tajam setelah dimurnikan. Nilai ini relatif

Dokumen terkait