• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Komposisi O ₂ dan CO ₂ Kemasan Atmosfer Termodifikasi

   

Gambar 8. Perbandingan kondisi awal (kiri) dan akhir (kanan) penyimpanan setelah 6 hari pada suhu ruang

Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin rendah suhu penyimpanan yang diujikan maka semakin rendah laju respirasinya sehingga lama umur simpan buah naga lebih panjang. Dengan demikian, suhu terpilih untuk tahap selanjutnya adalah 10°C.

B.

Penentuan Komposisi O dan CO Kemasan Atmosfer Termodifikasi

Berdasarkan penelitian pada tahap sebelumnya, maka suhu penyimpanan optimum yang digunakan untuk menentukan komposisi atmosfer termodifikasi buah naga adalah suhu 10°C. Komposisi atmosfer yang diujikan pada tahap ini adalah (1) 2-4% O₂ dan 6-8% CO₂, (2) 2-4% O₂ dan 4-6% CO₂, (3) 4-6% O₂ dan 6-8% CO₂, (4) 21% O₂ dan 0.03% CO₂ sebagai kontrol. Parameter yang diamati adalah laju susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut , perubahan warna (nilai L dan a), dan uji organoleptik.

1. Susut Bobot

Susut bobot selama penyimpanan pada berbagai komposisi atmosfer merupakan salah satu indikator yang mencerminkan tingkat kesegaran buah. Penurunan bobot pada buah yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Kehilangan air tidak saja menurunkan bobot tetapi juga potensial menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan pada produk.

Perbedaan laju susut bobot dapat dilihat antara buah naga yang mendapat perlakuan gas dengan yang tidak mendapat perlakuan gas (kontrol). Buah naga yang mendapat perlakuan gas memiliki laju susut bobot yang lebih tinggi dibanding dengan buah naga tanpa perlakuan gas. Laju susut bobot pada komposisi 2-4% O₂ dan 6-8% CO₂  hampir  sama dengan  laju  susut 

bobot pada komposisi 2-4% O₂ dan 4-6% CO₂. Laju susut bobot kedua komposisi tersebut 

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan komposisi 4-6% O₂ dan 6-8% CO₂ dan 21%

O₂ dan 0.03% CO₂.  Pada saat penyimpanan, terdapat fluktuasi laju susut bobot yang diakibatkan oleh ukuran buah dan tingkat kematangan buah naga yang tidak seragam. Perubahan susut bobot buah naga selama penyimpanan disajikan pada Gambar 9 serta Tabel 2 pada Lampiran 2.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian perlakuan komposisi gas berpengaruh nyata pada laju susut bobot buah naga kecuali pada hari ke-2. Uji lanjut Duncan

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0 5 10 15 20 25 30 Susut   bobot   (%) Hari ke‐ 2‐4% O₂ & 6‐8% CO₂ 2‐4% O₂ & 4‐6% CO₂ 4‐6% O₂ & 6‐8% CO₂ 21% O₂ & 0.03% CO₂

Gambar 9. Grafik perubahan laju susut bobot buah naga pada berbagai komposisi atmosfer

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0 5 10 15 20 25 30 Kekerasan   (kgf) Hari ke‐ 2‐4% O₂ & 6‐8% CO₂ 2‐4% O₂ & 4‐6% CO₂ 4‐6% O₂ & 6‐8% CO₂ 21% O₂ & 0.03% CO₂ 2. Kekerasan

Akibat terjadinya proses respirasi yang menghasilkan uap air dan proses transpirasi yang menyebabkan kehilangan uap air dari permukaan maka akan menyebabkan buah naga menjadi lunak selama masa penyimpanan.

Burton (1982) menerangkan bahwa laju pindah massa air di dalam jaringan tanaman bergantung dari luas permukaan bahan, tekanan uap air permukaan bahan dan tekanan uap air di sekitar bahan. Pindah massa air dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan jaringan tanaman dengan tekanan uap air atmosfer di sekitarnya hingga mencapai keadaan setimbang.

Dalam pengukuran kekerasan buah naga dilakukan dengan menggunakan Rheometer CR-300DX dengan beban maksimal 2 kg, kedalaman penekanan 15 mm dan kecepatan penekanan sebesar 60 mm/m. Hasil uji kekerasan disajikan pada Gambar 10 dan serta tabel pada Lampiran 3.

Dari grafik dapat dilihat bahwa kekerasan buah naga pada empat komposisi gas mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh ukuran dan tingkat kemasakan yang tidak seragam dimana ukuran yang lebih kecil dan kemasakan yang lebih tinggi akan lebih mudah lunak. Secara keseluruhan, buah naga tidak mengalami perubahan kekerasan yang cukup berarti hingga akhir penyimpanan. Nilai rata-rata kekerasan tertinggi adalah pada konsentrasi 4-6% O₂ dan 6-8% CO₂ sedangkan untuk tiga komposisi yang lain memiliki rata-rata kekerasan yang hampir sama. Tidak berpengaruhnya kekerasan buah naga ini dapat disebabkan oleh kulit buah yang cukup tebal sehingga cukup melindungi daging dari kerusakan akibat pengaruh luar.

Dari hasil uji analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan diperoleh bahwa keempat komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan kecuali pada hari ke-16. Pada hari ke-16 komposisi 4-6% O₂ dan 6-8% CO₂ berbeda nyata dan merupakan komposisi yang menunjukkan tingkat kekerasan terbaik. Komposisi 2-4% O₂ dan 6-8% CO₂ tidak berbeda nyata signifikan dengan komposisi kontrol. Komposisi 2-4% O₂ dan 4-6% CO₂ berbeda nyata dan memiliki kekerasan terendah. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan kekerasan buah naga dapat dilihat pada Lampiran 8.

3. Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang terkandung pada buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin besar pula kadar kemanisan buah. Menurut Burton (1982), sintesis sukrosa maupun heksosa di dalam jaringan tanaman melalui proses hidrolisi pati oleh enzim amylase. Proses ini menjadi tidak efektif pada kondisi suhu rendah dengan lingkungan yang mengandung 0-3% O₂. Hasil pengujian total padatan terlarut dapat dilihat pada Gambar 11 dan tabel pada Lampiran 4.

Gambar 11. Grafik perubahan total padatan terlarut buah naga pada berbagai komposisi atmosfer Dari grafik total padatan terlarut tidak terlihat perubahan yang signifikan dan cenderung fluktuatif. Kecenderungan perubahan yang terjadi diduga karena selama penyimpanan dingin, air

8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 0 5 10 15 20 25 30 Total   Padatan   Terlarut   (%   Brix) Hari ke‐ 2‐4% O₂ & 6‐8% CO₂ 2‐4% O₂ & 4‐6% CO₂ 4‐6% O₂ & 6‐8% CO₂ 21% O₂ & 0.03% CO₂

ke-2 dan ke-6. Pada hari ke-2 semua sampel berbeda nyata tetapi tidak signifikan. Pada hari ke-6 menunjukkan bahwa komposisi atmosfer kontrol memiliki tingkat total padatan terlarut paling rendah sedangkan tiga komposisi lainnya tidak berbeda nyata.

4. Perubahan Warna

Warna merupakan penentu kualitas dan parameter kritis bagi konsumen dalam memilih buah. Data warna dinyatakan dengan nilai L (kecerahan) dan nilai a (merah-hijau). Penurunan nilai (L) yang semakin membesar menunjukkan buah yang semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai (a) menyatakan warna akromatik merah-hijau. Nilai a buah yang semakin besar menunjukkan buah semakin mendekati kebusukan. Data nilai (L) dan (a) pada buah naga pada berbagai komposisi dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Sedangkan grafik nilai (L) dan nilai (a) dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 12. Grafik perubahan warna nilai (L) buah naga pada berbagai komposisi atmosfer

30.000 35.000 40.000 45.000 0 5 10 15 20 25 30 Nilai   (L) Hari ke‐ 2‐4% O₂ & 6‐8% CO₂ 2‐4% O₂ & 4‐6% CO₂ 4‐6% O₂ & 6‐8% CO₂ 21% O₂ & 0.03% CO₂ 35.000 40.000 45.000 50.000 0 5 10 15 20 25 30 Nilai   (a) Hari ke‐ 2‐4% O₂ & 6‐8% CO₂ 2‐4% O₂ & 4‐6% CO₂ 4‐6% O₂ & 6‐8% CO₂ 21% O₂ & 0.03% CO₂

Menurut Pantastico (1986), penggunaan O₂ dalam penyimpanan harus mempertimbangkan perbandingannya dengan CO₂ karena pada konsentrasi O₂ yang rendah pada sayur dan buah dapat menimbulkan penyimpangan bau sebagai akibat proses fermentasi. Sedangkan kandungan CO₂

yang terlalu tinggi dapat menurunkan reaksi-reaksi sintesis pematangan (protein dan zat warna), menghambat beberapa kegiatan enzimatik, mengganggu metabolisme asam organik yang menimbulkan penimbunan asam suksinat, memperlambat pemecahan zat-zat pektin, menghambat sintesis klorofil, dan merubah perbandingan berbagai jenis gula.

Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai (L) cenderung menurun walaupun tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Nilai rata-rata kecerahan (L) tertinggi adalah pada komposisi gas 4-6% O₂ dan 6-8% CO₂, sedangkan nilai rata-rata terendah ada pada komposisi kontrol. Hal ini menunjukkan pada komposisi kontrol, buah naga paling cepat menuju warna hitam atau busuk selama masa penyimpanan.

Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa keempat komposisi atmosfer yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai warna (L) buah naga. Hasil uji lanjut Duncan juga menyatakan bahwa antar keempat komposisi tidak berbeda nyata terhadap kecerahan buah. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan perubahan kecerahan (L) buah naga dapat dilihat pada Lampiran 10.

Selain perubahan nilai kecerahan (L), juga terjadi perubahan nilai (a). Keempat komposisi gas memiliki tren naik kecuali pada komposisi 2-4% O₂ dan 4-6% CO₂. Meningkatnya nilai (a) menunjukkan buah semakin mengarah ke kebusukan. Fluktuasi nilai (L) dan (a) dapat disebabkan kurang menempelnya seluruh penampang chromameter karena terhalang sisik buah naga sehingga terpengaruh oleh cahaya lingkungan.

Pada uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa keempat komposisi gas yang diujikan berpengaruh nyata kecuali pada hari ke-2, 4 dan 10. Hasil uji lanjut Duncan menyatakan bahwa komposisi 2-4% O₂ dan 6-8% CO₂ dan 2-4% O₂ dan 4-6% CO₂ berbeda nyata terhadap 4-6% O₂ dan 6-8% CO₂. Komposisi 2-4% O₂ dan 4-6% CO₂ mempunyai nilai terendah dibanding tiga komposisi yang lain. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan perubahan nilai (a) buah naga dapat dilihat pada Lampiran 11.

2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 0 10 20 30 40 Hari ke‐ Nilai   O rganoleptik 2‐4% O₂ dan 6‐8% CO₂ 2‐4% O₂ dan 4‐6% CO₂ 5. Organoleptik

Uji organoleptik buah naga dilakukan pada 10 panelis. Setiap panelis melakukan pengujian tingkat kesukaan terhadap buah naga sebanyak dua kali ulangan. Buah naga dibagi dua secara vertikal, kemudian salah satu bagian dibagi menjadi lima iris untuk dirasakan dan bagian yang kedua untuk diamati kondisi kulitnya. Hasil penilaian panelis disajikan pada Gambar 14.

C. Penentuan Jenis Film Kemasan

Dalam menentukan jenis film kemasan terpilih, mutu kritis yang digunakan adalah uji organoleptik. Nilai uji organoleptik yang dipilih adalah yang di atas penerimaan konsumen (nilai 3.0), dan dari parameter ini diputuskan bahwa penyimpanan dengan komposisi 2-4% O₂ dan 6-8% CO₂ menjadi komposisi terpilih dan akan digunakan untuk menetukan jenis film kemasan yang digunakan pada tahan berikutnya. Dengan memplotkan nilai komposisi terpilih pada kurva film hasil penelitian Gunadnya (1993) seperti pada Gambar 15.

  Berdasarkan kurva tersebut maka stretch film (sf) dan polypropilen (pp) dipilih menjadi film kemasan yang akan diujikan. Dua kemasan ini biasa digunakan di supermarket atau pedagang buah untuk mengemas buah naga.

Gambar 15. Komposisi gas terpilih untuk buah naga pada kurva film kemasan (Gunadnya, 1993)

 

Dokumen terkait