• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Penentuan Lama Proses Sulfonasi Metil Ester Olein Menggunakan

Pilot plantSingletube Falling Film Sulfonation Reactor (STFR) berlokasi di pabrik PT Mahkota Indonesia, Pulogadung. Gas SO3 yang digunakan diperoleh dari proses produksi H2SO4 dari PT Mahkota Indonesia, melalui proses pencairan sulfur pada suhu 140-150 oC, dilanjutkan dengan pembakaran sulfur cair dengan udara kering pada suhu 600-800 oC untuk menghasilkan sulfur dioksida (SO2). SO2 kemudian dioksidasi dalam empat bed converter menggunakan katalis V2O5 pada suhu 400-500 oC sehingga dihasilkan SO3 berupa gas. Produksi gas SO3 sangat tergantung pada tingkat produksi asam sulfat pada PT Mahkota Indonesia. Proses sulfonasi metil ester olein dengan gas SO3 berlangsung secara cepat pada STFR, yang berukuran tinggi enam meter dengan diameter tabung reaktor 25

mm. Umpan metil ester olein dipanaskan pada suhu 100 oC kemudian

dipompakan naik ke head reactor dengan laju 100 ml/menit atau setara dengan 5,23 kg/jam, masuk ke liquid chamber membentuk lapisan film dengan ketebalan tertentu. Kontak metil ester olein dengan gas SO3 terjadi pada puncak reaktor secara kontinyu sepanjang tabung dengan aliran laminar dan ketebalan film metil ester yang mengalir di sepanjang tabung dijaga konstan agar reaksi terjadi merata sepanjang permukaan dalam tabung.

Secara umum, produk MESA dan MES yang dihasilkan berwarna gelap kehitaman. Warna hitam merupakan sifat yang dihasilkan oleh proses sulfonasi ME, terutama jika umpan ME yang digunakan mengandung asam lemak tidak jenuh akibat terbentuknya senyawa polisulfonat yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi. Pada Gambar 14 disajikan contoh surfaktan MES yang dihasilkan.

53

Mekanisme sintesis MES dari ME yang terdiri dari ester asam lemak jenuh dan tidak jenuh melalui proses sulfonasi pada reaktor falling-film terjadi dalam beberapa tahap reaksi. Menurut Stein dan Bauman (1974) dan Ghazali (2002), MES disintesis dengan mereaksikan metil ester asam lemak dengan SO3 hingga membentuk senyawa sulfonat. Mekanisme sintesis MES dari ME yang terdiri dari ester asam lemak jenuh melalui proses sulfonasi pada reaktor falling-film terjadi dalam beberapa tahap reaksi. Pada tahap pertama atom O pada gugus karboksil bersifat sangat elektromagnetik, menarik semua elektron ke arahnya sehingga atom C pada gugus karbonil menjadi kekurangan elektron. Atom S yang kekurangan elektron dengan mudah berikatan dengan gugus -OCH3 pada ester sehingga membentuk senyawa alfa keto enol berupa asam sulfat anhidrid (a). Senyawa alfa keto enol ini bersifat sementara karena dapat mengalami toutomerisasi sehingga senyawa anhidrid ini berada dalam keadaan setimbang

dengan bentuk enolnya (b), dimana ketika SO3 ditambahkan maka ikatan

rangkapnya diserang oleh molekul SO3 kedua. Molekul SO3 terikat pada ikatan π pada ikatan rangkap dan terbentuk ikatan hidrogen antara atom H dan atom O

pada gugus SO3 sebelumnya. Senyawa yang terbentuk merupakan senyawa

anhidrid dengan dua gugus sulfonat yang terikat pada Cα dan pada gugus karboksil (c). Pada tahap kedua yang berlangsung lebih lambat, senyawa sulfonat anhidrid ini mengalami penyusunan kembali membentuk ester sulfonat dan melepaskan satu molekul SO3 yang pada awalnya terikat pada gugus karboksil hingga menghasilkan MESA. SO3 yang dilepaskan akan mensulfonasi molekul ME yang lain. Produk MESA selanjutnya dire-esterifikasi dan dinetralisasi menggunakan NaOH sehingga dihasilkan MES. Mekanisme reaksi pembentukan MES selama proses sulfonasi disajikan pada Gambar 15.

Rn-1 CH2 C OCH3 O SO3 Rn-1 CH2 C OSO3CH3 O (a) Rn-1 CH C OSO3CH3 O H (b) Rn-1 CH C OSO3CH3 O (c) SO3H Rn-1 CH C O SO3H OCH3 MESA NaOH Rn-1 CH C O SO3Na OCH3 MES + SO3 + + H2O

Gambar 15. Mekanisme reaksi pembentukan MES selama proses sulfonasi (Ghazali, 2002)

Jika SO3 terlalu banyak selama proses sulfonasi berlangsung, maka kelebihan SO3 akan menyebabkan terbentuknya produk samping, dan ketika dinetralisasi akan terkonversi menjadi sulfon dan sabun sulfonat (sulfonated soap) atau dikenal sebagai disalt. Menurut Biermann et al. (1987) semakin tinggi kelebihan SO3 maka akan semakin banyak disalt terbentuk. Mekanisme reaksi pembentukan hasil samping selama proses sulfonasi disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Mekanisme reaksi pembentukan hasil samping (Stein dan Baumann, 1974)

55

Hasil analisis MESA sebagai berikut : warna berkisar 279,8 - 638,8 klett, pH berkisar 0,82 - 1,11, viskositas berkisar 37,75 – 100,75 cP, bilangan iod berkisar 13,91 – 32,46 mg iod/g sampel, kestabilan emulsi berkisar 84,51 - 94,10 persen, kandungan bahan aktif berkisar 7,51 - 11,44 persen, bilangan asam berkisar 10,37 - 18,66 mg KOH/g sampel, dan tegangan antarmuka berkisar 2,00x10-1 – 9,00x10-2 dyne/cm. Rekapitulasi hasil analisis parameter uji sampel MESA disajikan pada Tabel 10. Sementara analisis MES memberikan hasil sebagai berikut : warna berkisar 194,5 - 379,3 klett, pH 6,85 - 8,68, viskositas berkisar 84,75 – 175,25 cP, bilangan iod berkisar 22,61 – 28,62 mg iod/g sampel, kestabilan emulsi berkisar 98,68 - 99,22 persen, kandungan bahan aktif berkisar 6,19 - 9,73 persen, bilangan asam berkisar 0,33 - 0,57 mg KOH/g sampel, dan tegangan antarmuka berkisar 2x10-2 - 8x10-2 dyne/cm. Rekapitulasi hasil analisis parameter uji sampel MESA dan MES disajikan pada Tabel 11. Fluktuasi parameter yang dihasilkan disebabkan karena fluktuasi pasokan gas SO3 yang terjadi selama proses sulfonasi berlangsung. Jika produksi asam sulfat tinggi maka produksi dan tekanan gas SO3 menjadi tinggi sehingga gas SO3 yang masuk ke instalasi reaktor tinggi pula, demikian sebaliknya.

Tabel 10. Karakteristik MESA yang dihasilkan dari lama sulfonasi 1 – 6 jam

Lama Sulfonasi

(Jam)

Warna (Klett) pH Viskositas (cP)

Bilangan Iod (mg Iod/g sampel) Kestabilan Emulsi (%) Bahan Aktif (%) Bilangan Asam (mg KOH/g sampel) Tegangan Antarmuka (dyne/cm) 1 279,8 ± 73,89 c 1,11 ± 0,16 37,75 ± 18,74 30,37± 5,99 a 87,05 ± 2,50 7,51 ± 1,39 10,37 ± 2,72 0,20 ± 0,13 2 346,0 ± 44,55 bc 1,07 ± 0,01 39,50 ± 0,71 29,22 ± 0,02 a 90,26 ± 11,22 8,17 ± 0,76 11,32 ± 1,81 0,13 ± 0,10 3 543,0 ± 80,61 abc 0,82 ± 0,27 100,75 ± 73,19 32,46 ± 9,60 a 85,88 ± 0,20 7,73 ± 0,43 18,66 ± 3,50 0,16 ± 0,01 4 638,8 ± 228,75 a 0,85 ± 0,14 68,50 ± 32,53 13,91 ± 5,74 b 84,51 ± 0,23 8,92 ± 0,12 15,28 ± 5,56 0,12 ± 0,09 5 425,5 ± 3,54 abc 0,85 ± 0,19 68,50 ± 36,06 22,14 ± 4,53 ab 85,46 ± 0,98 10,18 ± 1,55 14,42 ± 4,30 0,09 ± 0,02 6 596,5 ± 82,73 ab 0,88 ± 0,02 45,50 ± 6,36 28,48 ± 2,68 a 94,10 ± 5,71 11,44 ± 3,51 12,98 ± 1,58 0,10 ± 0,01 Keterangan : huruf berbeda menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5% (uji ANOVA).

Tabel 11. Karakteristik MES yang dihasilkan dari lama sulfonasi 1 – 6 jam

Lama Sulfonasi

(Jam)

Warna (Klett) pH Viskositas (cP)

Bilangan Iod (mg Iod/g sampel) Kestabilan Emulsi (%) Bahan Aktif (%) Bilangan Asam (mg KOH/g sampel) Tegangan Antarmuka (dyne/cm) 1 194,5 ± 21,21 6,85 ± 2,60 84,75 ± 6,72 b 28,62 ± 6,64 98,93 ± 0,57 6,19 ± 1,48 0,57 ± 0,11 0,05 ± 0,02 2 256,5 ± 15,56 7,17 ± 2,58 90,00 ± 5,66 ab 28,33 ± 4,27 99,22 ± 0,15 9,25 ± 3,13 0,51 ± 0,02 0,08 ± 0,08 3 379,3 ± 258,45 8,68 ± 0,18 101,25 ± 5,30 ab 22,61 ± 9,56 99,00 ± 0,21 7,67 ± 0,61 0,35 ± 0,32 0,02 ± 0,01 4 287,8 ± 9,55 7,72 ± 0,27 175,25 ± 86,62 a 23,74 ± 3,08 98,68 ± 0,29 7,17 ± 0,18 0,37 ± 0,21 0,03 ± 0,01 5 320,3 ± 15,20 8,21 ± 0,30 145,25 ± 71,06 a 24,70 ± 0,30 99,08 ± 0,01 8,57 ± 1,03 0,33 ± 0,23 0,06 ± 0,04 6 348,8 ± 10,96 8,17 ± 1,35 143,00 ± 63,64 a 25,51 ± 2,78 99,04 ± 0,69 9,73 ± 1,62 0,53 ± 0,02 0,06 ± 0,06 Keterangan : huruf berbeda menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5% (uji ANOVA).

57

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama sulfonasi berpengaruh nyata terhadap warna dan bilangan iod MESA, namun tidak berpengaruh terhadap pH, viskositas, kestabilan emulsi, bahan aktif, bilangan asam dan tegangan antarmuka. Sementara pada sampel MES, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama sulfonasi berpengaruh nyata terhadap viskositas, namun tidak berpengaruh terhadap warna, pH, kestabilan emulsi, bahan aktif, bilangan asam dan tegangan antarmuka. Rekapitulasi data hasil analisis berbagai parameter MESA dan MES disajikan pada Lampiran 7. Sidik ragam hasil analisis berbagai parameter uji MESA dan MES disajikan pada Lampiran 8 dan 9.

Nilai viskositas pada produk MESA berkisar 37,75 – 100,75 cP sedangkan pada produk MES berkisar 84,75 – 175,25 cP. Nilai viskositas pada produk MESA dan MES mengalami peningkatan secara berfluktuasi dengan semakin lamanya waktu sulfonasi berlangsung. Diduga konsentrasi gas SO3 yang dialirkan ke reaktor selama proses sulfonasi cukup pekat sehingga terjadi sulfonasi berlebih terhadap metil ester olein yang mampu memutus ikatan rangkap lebih banyak pada rantai karbon. Akibat berkurangnya ikatan rnagkap menyebabkan titik cair meningkat sehingga terjadi perubahan fisik sampel menjadi lebih kental dan nilai viskositas pada pengukuran menjadi lebih tinggi.

Warna pada produk MESA berkisar 279,8 – 638,8 Klett sedangkan pada produk MES berkisar 194,5 – 379,3 Klett. Warna pada produk MESA dan MES mengalami peningkatan secara berfluktuasi dengan semakin lamanya waktu sulfonasi berlangsung. Diduga disebabkan karena konsentrasi gas SO3 yang dialirkan ke reaktor selama proses sulfonasi cukup pekat sehingga terjadi sulfonasi berlebih sehingga warna gelap pada produk hasil sulfonasi mengalami peningkatan.

Hasil pengujian bilangan iod sampel setelah proses sulfonasi menunjukkan terjadinya penurunan, yaitu yang awalnya sebesar 61,77 mg iod/g sampel menjadi berkisar antara 13,91 - 30,37 mg iod/g pada produk MESA dan berkisar 22,61 – 28,62 mg iod/g sampel pada produk MES. Penurunan bilangan iod mengindikasikan terjadinya penjenuhan ikatan rangkap pada sampel MESA yang dihasilkan, sehingga diduga SO3 tidak hanya teradisi pada carbon α saja, namun juga teradisi pada ikatan rangkap rantai karbon, sebagaimana dinyatakan oleh

Foster (1997) bahwa reaksi sulfonasi terjadi pada atom karbon α dan kemudian pada ikatan rangkap. Karenanya ketika I2 direaksikan dengan sampel MESA pada pengukuran bilangan iod, I2 tersebut tidak mampu menggantikan molekul H pada rantai karbon yang telah jenuh karena asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Akibatnya I2 yang terabsorb menjadi lebih rendah yang terlihat pada hasil pengukuran bilangan iod sampel yang rendah.

Putusnya ikatan rangkap pada rantai karbon sampel MESA hasil sulfonasi berakibat terbentuknya ion H+ pada rantai karbon yang kemudian mengikat SO3. Penambahan SO3 terikat pada rantai karbon menyebabkan peningkatan keasamaan pada sampel MESA. Peningkatan derajat keasaman ditunjukkan dengan nilai pH yang semakin rendah, dengan kisaran nilai pH sampel MESA yang dihasilkan berkisar antara 0,82 – 1,11. Bilangan asam menggambarkan jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang ada dalam satu gram senyawa. Pada sampel MES yang memiliki nilai pH cenderung netral, jumlah basa yang dibutuhkan untuk menetralkan sampel MES menjadi sedikit dan karenanya dihasilkan nilai perhitungan bilangan asam yang rendah. Robert et al. (2008) menyatakan bahwa hasil reaksi sulfonasi yang terlalu asam akan memicu terbentuknya warna gelap.

Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Semakin panjang rantai karbon penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut dalam air. Namun dengan terjadinya adisi gugus sulfonat pada rantai karbon menyebabkan sifat sukar larut dalam air berubah menjadi mudah larut dalam air, sehingga terbentuk emulsi ketika sampel MES dicampurkan bersamaan dengan air dan senyawa yang tidak larut air. Hal ini tergambarkan pada kestabilan emulsi minyak-air dengan surfaktan MES yang berkisar 98 – 99 persen.

Tegangan antarmuka (interfacial tension, IFT) mengukur energi kohesif antarmuka yang disebabkan oleh energi yang tidak seimbang pada antarmuka molekul-molekul fluida sehingga terjadi akumulasi energi bebas pada antarmuka. Kelebihan energi ini disebut sebagai energi bebas permukaan yaitu energi yang diperlukan untuk meningkatkan area antarmuka atau bidang kontak permukaan.

59

Peningkatan area antarmuka akan menyebabkan dispersi fase cair yang satu ke dalam fase cair yang lain dalam bentuk droplet kecil. Nilai tegangan antarmuka yang lebih rendah mampu mengemulsi satu fase cairan pada fase cairan yang lain, sehingga akan meningkatkan efisiensi pemindahan atau recovery pada aplikasi EOR (Borchardt, 2010). Berdasarkan perbandingan nilai tegangan antarmuka antara minyak-air dengan penambahan sampel MES, terlihat pada lama sulfonasi tiga dan empat jam memiliki nilai tegangan antarmuka yang lebih rendah dibanding lama sulfonasi yang lainnya yaitu 2x10-2 – 3x10-2 dyne/cm. Mengingat aplikasi surfaktan untuk EOR membutuhkan nilai tegangan antarmuka minyak-air yang sangat rendah, maka lama proses sulfonasi 3 – 4 jam merupakan waktu proses yang dipilih untuk memproduksi surfaktan MES pada tahapan selanjutnya. Nilai tegangan antarmuka yang dihasilkan pada tahapan ini masih berkisar 10-2 dyne/cm, oleh karena itu pada tahapan selanjutnya dikaji pengaruh penambahan metanol terhadap nilai tegangan antarmuka.

Perbandingan dengan MESA dari stearin, kinerja terbaik diperoleh dari lama sulfonasi 6 jam, dengan karakteristik bilangan asam 23,43 mg KOH/g, viskositas 88,44 cP, densitas 0,9957 g/cm3, bilangan iod 14,89 mg I/g MESA, kadar bahan aktif 21,08% (Somantri, 2011). Penambahan MES stearin mampu memberikan tegangan antarmuka 3,00x10-2 dyne/cm (Nopianto, 2011).

4.3. Pengaruh Penambahan Metanol pada Proses Re-esterifikasi Surfaktan