• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian utama meliputi pembuatan nasi singkong instan yang dapat direhidrasi maksimal selama 5 menit dengan cara diseduh air panas dan penentuan formulasi yang terbaik. Bahan baku yang digunakan adalah tepung ikan teri dan tepung singkong fermentasi yang telah dibuat sebelumnya, serta bahan-bahan tambahan lain seperti gula, garam, CMC, soda kue, dan air. Berdasarkan jumlah penambahan tepung ikan teri yang ditambahkan, nasi singkong instan terbagi menjadi 5 formulasi. Masing-masing formulasi dapat dilihat pada Tabel 8.

Garam dapur dan gula berfungsi untuk memberi cita rasa. Soda kue berfungsi untuk mempercepat pengembangan adonan dan membuat tekstur menjadi lebih porous sehingga dapat mempercepat proses rehidrasi. CMC selain dapat mengembangkan adonan, mampu mengikat pati sehingga tekstur butiran nasi menjadi lebih kompak dan tidak mudah hancur saat pemasakan.

Formulasi 0 (100:0), yaitu formulasi yang tidak ditambahkan tepung ikan teri berfungsi sebagai kontrol. Formulasi 1 dibuat dengan tujuan nasi singkong instan yang dibuat akan berfungsi sebagai pengganti nasi. Berdasarkan DKBM, kandungan protein pada nasi adalah sebesar 2.1 % dan kandungan protein pada tepung ikan teri tawar (tidak asin) sebesar 68.7 % (Departemen Kesehatan,2005). Dengan ini, diharapkan kandungan protein

pada nasi singkong instan akan mendekati protein nasi. Formulasi 4 dibuat untuk menyetarakan kandungan protein nasi singkong instan dengan kadar protein pada beras, yaitu sebesar 6-7 %. Oleh karena itu, untuk mencapai kesetaraan dengan kadar protein nasi dan beras, perlu ditambahkan tepung ikan sebanyak 2.5 % sampai 10 %. Sedangkan formulasi 3 dan 4 dibuat unuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap jumlah penambahan tepung ikan teri pada produk nasi singkong instan.

Tabel 8. Formulasi nasi singkong instan

Proses pembuatan nasi singkong instan diawali dengan mencampur semua bahan hingga homogen dengan cara mengocoknya dalam kantung plastik selama beberapa menit. Sebelum ditambahkan air, bahan-bahan kering tersebut diayak lagi dengan ayakan tepung agar benar-benar tercampur dan tidak ada bahan yang masih menggumpal. Jumlah air yang ditambahkan sebanyak 50% - 60% dari bahan kering. Bahan yang ditambahkan air adalah hanya sekitar satu per empat bagian saja. Bagian sisanya digunakan untuk tahap pembutiran.

Penambahan air harus tepat karena akan sangat mempengaruhi produk akhir. Bila air yang ditambahkan terlalu banyak, maka adonan yang terbentuk menjadi lengket pada alat-alat (ayakan dan mesin pembutir). Lengketnya adonan akan menghambat proses penghabluran dan pembutiran, dan juga akan menyebabkan rendeman menjadi rendah. Solusinya adalah dengan penambahan bahan kering lagi hingga diperoleh adonan yang tidak lengket. Akan tetapi, bila air yang ditambahkan terlalu sedikit akan menyebabkan adonan yang terbentuk tidak menyatu sehingga saat penghabluran, butiran-

Formula BAHAN

1 2 3 4 5

Fermented cassava flour 100 97.5 95 92.5 90

Tepung ikan teri 0 2.5 5 7.5 10

Air (%) 60 60 60 60 60

Garam (%) 1 1 1 1 1

Gula (%) 5 5 5 5 5

Baking Powder (%) 0.3 o.3 0.3 0.3 0.3

butiran yang terbentuk berukuran kecil atau bahkan hancur kembali seperti tepung. Hal ini juga berpengaruh terhadap proses pembuatan karena adonan sulit membentuk butiran-butiran dan akan banyak tepung yang terbuang, rendemen pun menjadi rendah. Solusinya adalah dengan menambahkan sedikit air dan melakukan penghabluran ulang.

Penghabluran adalah proses perubahan ukuran dan/atau perubahan bentuk, tanpa adanya perubahan kimia (Mohamed, 2006). Tujuan dari proses penghabluran ini adalah menghancurkan adonan tepung akibat penambahan air menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Penghabluran dilakukan dengan menggunakan ayakan 10 mesh. Bila digunakan ayakan 8 mesh, hasil penghabluran cukup besar sehingga produk akhir pun menjadi berukuran besar (>6 mesh). Hasil penghabluran berupa butiran-butiran adonan yang belum rata bentuknya dan belum seragam ukurannya.

Tahap selanjutnya adalah pembutiran yang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang paling sederhana adalah dengan memasukkan hasil penghabluran ke dalam wadah yang beralas bulat. Wadah tersebut kemudian diputar secara horizontal sehingga butiran-butiran saling bertumbukan dan membentuk bulatan. Cara yang lebih mudah adalah dengan menggunakan mesin pembutir yang berbentuk silinder yang dapat diputar pada porosnya (Pamularsih, 2006). Pembutiran dilakukan untuk merapikan bentuk nasi singkong instan agar menjadi bulat sempurna seperti bola.

Produk hasil penghabluran yang berukuran antara 10 dan 20 mesh ditambahkan bahan kering yang tersisa sambil menyemprotkan air ke permukaan butiran nasi. Penyemprotan ini dilakukan untuk membasahkan permukaan butiran, agar bahan kering yang ditambahkan dapat menempel menutupi permukaan butiran. Tahap ini dilakukan terus menerus hingga diperoleh butiran nasi yang seragam dengan ukuran antara 6 dan 8 mesh. Butiran-butiran yang berukuran besar (> 6 mesh) dihancurkan lagi (dihablur) dan kemudian dilakukan pembutiran ulang hingga ukurannya mencapai 8 mesh (Gambar 9).

Gambar 9. Nasi singkong hasil pembutiran

Hasil pembutiran kemudian disangrai selama 5 - 6 menit (hingga kering). Penyangraian dilakukan agar nasi singkong menjadi kering dengan tekstur yang porous dan permukaan nasi singkong menjadi tergelatinisasi. Tergelatinisasinya permukaan nasi singkong mengakibatkan bagian dalam butiran terlapisi oleh lapisan tipis pati di bagian luar. Waktu penyangraian disesuaikan dengan jumlah panas dan ukuran butiran. Makin besar api atau makin tinggi suhunya, waktu yang digunakan semakin singkat, begitu pula sebaliknya (Pamularsih, 2006). Bila api yang digunakan terlalu besar (suhu terlalu tinggi), hasil penyangraian menjadi terlalu kering, retak, dan sebagian pecah/hancur. Sedangkan bila apinya terlalu kecil (suhu terlalu rendah), maka lapisan terluar butir-butir nasi singkong instan tidak tergelatinisi yang mengakibatkan bagian dalamnya tidak terlapisi dengan sempurna, sehingga pada saat pemasakan, kemungkinan produk hancur sangat besar.

Gambar 10. Nasi singkong hasil penyangraian (Nasi singkong mentah)

Jenis api (suhu) dan waktu penyangraian yang digunakan dalam penelitian ini adalah api sedang selama 5-6 menit (sampai butiran kering). Hasil penyangraian berupa butiran-butiran nasi yang kering bagian luarnya,

berwarna sedikit kuning kecoklatan. Bila butiran ini dipecah, bagian dalam masih berupa tepung mentah kering mudah hancur. Sampai tahapan ini diperoleh produk nasi singkong yang masih mentah atau dengan kata lain masih berupa beras singkong (Gambar 10).

Nasi singkong mentah ini kemudian harus dimatangkan dan dikeringkan agar menjadi nasi singkong instan. Metode pematangan yang digunakan adalah pengukusan dan perebusan, sedangkan metode pengeringan yang digunakan adalah penyangraian dan pengeringan dengan oven. Metode pemasakan berupa perebusan dan pengukusan dipilih agar mudah diterapkan mulai dari skala industri hingga skala rumah tangga.

Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Pamularsih (2006) tentang pembuatan sagu mutiara instan, hanya saja teknologi yang digunakan tidak dapat diterapkan pada skala rumah tangga. Teknologi tersebut berupa pemasakan dengan menggunakan retort. Demikian juga dengan metode pengeringan, yaitu menggunakan oven vakum, sebelum dikeringkan produk tersebut harus dibekukan terlebih dahulu dengan freezer kemudian dithawing dengan microwave.Teknologi tersebut dirasa sulit untuk diterapkan dalam skala rumah tangga (untuk memenuhi kebutuhan harian). Oleh karena itulan, metode yang diterapkan dalam penelitian ini berupa pengukusan, perebusan, penyanraian, dan pengeringan menggunakan oven yang hampir seluruh alatnnya telah dimiliki oleh setiap keluarga.

Keempat metode tersebut (pengukusan, perebusan, pengeringan dengan oven, dan penyangraian) ditentukan berdasarkan trial and error. Penentuan metode terpilih dilihat dari produk akhir yang sesuai dengan yang diharapkan. Produk akhir yang diharapkan adalah teksturnya kompak, waktu rehidrasinya cepat, bentuknya bulat sempurna, dan warnanya seragam.

Metode pemasakan yang pertama adalah pengukusan. Sama halnya dengan memasak nasi, pengukusan beras singkong dilakukan selama 30 menit. Pengukusan adalah pemasakan dengan menggunakan uap air mendidih. Pengukusan merupakan tahapan yang dilakukan dengan tujuan mematangkan beras singkong. Hasil pengukusan berupa butiran-butiran yang masih utuh dan sebagian besar saling terpisah, bagian luarnya berwarna putih kecoklatan,

kering dan masih mentah, kenyal, serta beberapa butir menyatu akibat distribusi uap air yang kurang merata. Akan tetapi bila ditekan hingga pecah, bagian dalam terlihat seperti tepung yang menggumpal. Hal ini terjadi karena uap air panas hanya mengenai bagian permukaan produk. Akibatnya, bagian yang tergelatinisasi hanya bagian luarnya saja, sedangkan bagian dalam masih mentah. Nasi singkong mentah yang dikukus kemudian dikeringkan, baik secara disangrai, dioven, maupun kombinasi keduanya, ketiganya menunjukkan hasil akhir setelah direhidrasi dengan air panas teksturnya lembek dan masih terasa tepungnya (Lampiran 2 dan 3).

Terhadap nasi singkong mentah yang direbus, tidak dilakukan penyangraian, karena hasil perebusan sangat basah, lengket, dan hancur sehingga tidak mungkin disangrai. Hal ini terjadi karena peng--an beras singkong (nasi singkong mentah) belum sempurna. Pada saat perebusan, butiran-butiran nasi singkong pecah dan tepungnya yang belum tergelatinisasi keluar berhamburan menyebabkan air perebusnya menjadi kental akibat tepung yang keluar. Produk yang direbus hanya langsung dioven, dan hasilnya produk yang belum direhidrasi berbentuk tidak beraturan, sangat keras, tetapi warnanya coklat transparan dan seragam (Lampiran 2 dan 3). Butiran nasi singkong tersebut menjadi transparan (terjadi translusi) karena indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak akibat terserapnya air saat gelatinisasi itu mendekati indeks refraksi air (Winarno, 2005).

Mengacu pada hasil sebelum dan sesudah rehidrasi (Lampiran 2 dan 3), kedua metode pemasakan tersebut belum dapat menghasilkan produk akhir yang diharapkan. Oleh karena itu, metode kombinasi dilakukan, yaitu setelah pengukusan selama 30 menit, kemudian langsung direbus hingga matang (± 5 menit) dan dioven pada suhu 70oC sampai kering (4 jam). Akan tetapi setelah direbus, nasi singkong masih saling menempel, bentuk tidak bulat sempurna, sebagian hancur, air perebus menjadi kental, sehingga rendemen menjadi rendah.

Akhirnya, dicoba dilakukan penyangraian terlebih dahulu sebelum perebusan, dengan harapan tidak saling menempel dan rendemen meningkat. Hasil akhir lebih bagus daripada yang tanpa perlakuan penyangraian, yaitu

butiran tidak hancur saat direbus (Lampiran 2 dan 3). Setelah direbus, nasi singkong matang tersebut dikeringkan dengan oven selam 4 jam. Hasil setelah dioven (sebelum rehidrasi) berupa butiran yang tidak bulat sempurna, berwarna seragam coklat transparan, dan teksturnya keras, renyah, dengan permukaan yang agak halus. Sedangkan produk akhir yang telah direhidrasi dengan air panas selama 5 menit memperlihatkan warna coklat transparan, dengan bentuk seperti bola utuh, dan teksturnya agak lembek, kenyal, tidak ada spot putih, tidak berasa tepung, dan permukaannya halus.

Ketika proses pengukusan, dilakukan pengecekan terhadap tekstur nasi singkong saat menit ke-10, 15, dan 20. Hasil pengukusan pada menit ke-15, 20, dan 30 tidak memperlihatkan perbedaan yang tajam, secara subyektif hasilnya tak jauh berbeda. Oleh karena itu, agar lebih efisien penggunaan waktu dan energi diputuskan akan digunakan pengukusan selama 15 menit untuk SOP nasi singkong instan. SOP dapat dilihat pada Lampiran 1.

(a) (b)

Gambar 11. Nasi singkong instan (a) sebelum rehidrasi, dan (b) setelah rehidrasi

Penyangraian setelah pengukusan akan melapisi permukaan nasi singkong sehingga bagian dalam hasil pengukusan yang belum tergelatinisasi sempurna tidak akan menghambur keluar pada saat direbus. Produk yang telah dikukus permukaannya basah akibat uap air. Uap air tersebut cukup untuk menggelatinisasi permukaan produk saat penyangraian sehingga lapisannya lebih kompak. Lapisan ini mencegah berhamburnya partikel tepung singkong saat perebusan yang dapat menggelatinisasi semua patinya, sehingga bentuknya dapat dipertahankan tetap bulat. Adanya penyangraian akan membuat tekstur nasi instan lebih porous, karena panas yang tinggi membuat

partikel-partikel air dalam nasi singkong menguap dengan cepat dan meninggalkan rongga-rongga udara.

Selanjutnya ditiriskan dan direndam air dingin selama 2 menit. Perendaman ini dilakukan agar butiran-butiran nasi matang yang lengket dapat saling memisah sehingga saat dioven butiran-butiran nasi tidak saling menempel satu sama lain. Kemudian dilakukan tahap akhir, yaitu pengeringan nasi singkong matang. Pengeringan dengan oven akan membuat nasi singkong kering secara merata. Nasi singkong tersebut ditata dalam loyang agar tidak saling bertumpuk, kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 65-75oC selama 4-5 jam. Hasilnya berupa butiran yang sudah tidak bulat sempurna dengan warna coklat. Warna coklat ini diduga muncul karena browning akibat reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi akibat reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dan gugus amina primer. Rendemen rata-rata yang diperoleh sekitar 55-59 %.

Dokumen terkait