• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Strategi Bisnis Hilir BBM Pertamina di Indonesia untuk menghadapi era pasar bebas

Dalam dokumen BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN (Halaman 33-45)

Untuk menentukan strategi bisnis BBM di Indonesia diperlukan penjabaran dari faktor strategi SO, Strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal.

Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan.

Figure 6

TABEL : PENENTUAN STRATEGI BISNIS BBM DI INDONESIA

Kekuatan (S)

1. Kapasitas Kilang yang dimiliki relatif besar (1,05 juta Barel/hari)

2. Minyak mentah diolah 80%

berasal dari dalam negeri 3. Kondisi fasilitas kilang cukup

baik

4. Mutu BBM yang dihasilkan memenuhi kebutuhan 5. Mampu memenuhi pangsa

pasar dlm negeri sekitar 85 % 6. Posisi perusahaan dalam

kondisi baik diantara pesaing.

7. Perusahaan mampu sebagai pemimpin pasar

8. Organisasi pemasaran BBM cukup effektif

9. Harga BBM sementara masih disubsidi

10. Memiliki fasilitas distribusi BBM cukup luas.

4. Minyak mentah produksi Pertamina hanya sedikit 5. Kemampuan investasi

rendah

6. Pembelian BBM oleh pengecer harus kontan 7. Margin pengecer rendah 8. Jumlah SPBU milik

Pertamina sedikit 9. Jaringan transportasi laut kurang

10. Komposisi SDM berpen- didikan rendah

relatif masih tinggi

11. Saluran distribusi yang ada dapat dipercaya

12. SDM cukup berpenga-laman dipasar domestic

undang-undang migas baru 4. Banyak lokasi yang bisa dikembangkan

Strateqi S – O

1. Memaksimalkan pangsa pasar BBM. ( S1, S2, S5, S6,

1. Meningkatkan usaha integrasi vertikal antara pengolahan dan pemasaran BBM. ( W1, W3, W4, W7, W8, W10 – O1, O3 )

2. Melakukan aliansi atau joint venture dengan perusahaan yang berkemampuan

tinggi dalam bisnis BBM ( W1, W3, W5, W6, W8, W9 – O1, O2, O3, O4 )

3. Divestasi aset “non core”

yang tidak

menguntungkan ( W1,

W2, W5, W9 - O2, O3 )

Ancaman (T) 1. Margin yang kecil

dan berfluktuasi 2. Teknologi kilang

berkembang mengolah minyak berat

3. Masuknya pesaing baru

4. Pesaing memiliki kelebihan kapasitas kilang BBM 5. pesaing mampu

investasi

6. Hilangnya Subsidi BBM

7. Tuntutan konsumen atas kualitas produk yang lebih baik / berwawasan lingkungan

Strategi S-T

1. Melakukan modifikasi kila ng minyak yang ada ( S1, S2, S3 – T1, T2 )

2. Mengoptimalkan Kilang minyak dan infrastruktur distriusi BBM ( S6, S7, S11, S12 – T3, T4 )

3. Restrukturisasi perusahaan ( S8, S11, S12 – T9 )

4. Meningkatkan kualitas mutu BBM ( S4, S11, S12 – T6, T7, T8 )

Strategi W-T

1. Menjadikan perusahaan sebagai perusahaan yang mampu menciptakan laba (profit center company) ( W1, W2, W5, W6, W7, W8, W9 – T1, T6 ) 2. Cost effectiveness dalam

penyediaan dan distribusi BBM ( W1, W5 – T1, T2, T3, T9 )

8. Kemampuan pesaing

memproduksi BBM berkualitas lebih baik.

9. SDM yang berpengalaman Mengharapkan income yag lebih tinggi

Dari analisa faktor strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT diatas maka dapat dijabarkan beberapa langkah strategi perusahaan yang perlu dilaksanakan dalam bisnis BBM menghadapi pasar bebas yaitu :

A. Memaksimalkan pangsa pasar BBM dalam negeri ya ng ada pada saat ini Pangsa pasar BBM saat ini seratus persen ditangan Pertamina sesuai Undang-Undang Nomor 8 tahun1971, akan berubah dengan adanya Undang-Undang-Undang-Undang Minyak dan Gas bumi yang baru Nomor 22 tahun 2001 yang memberikan peluang badan usaha lain melaksanakan pemasaran bahan bakar minyak. Pangsa pasar Pertamina sebagian akan beralih kepada badan usaha lain. Untuk menjaga keekonomian dari produksi bahan bakar minyak dari kilang Pertamina yang mampu memproduksi

bahan bakar minyak untuk pasar dalam negeri sebesar 85 % dari kebutuhan dalam negeri, maka perlu adanya jaminan pasar yang akan menyerap produk kilang minyak pada pasar dalam negeri paling tidak 60 % dari pangsa pasar yang ada pada saat ini ( 0,60 x 56 juta KI = 33,6 juta KI ), sehingga paling tidak 80 % dari BBM yang di produksi di kilang ( 0,80 x 42 juta = 33,6 juta KI. ) dapat diserap di pasar dalam negeri. Untuk itu Pertamina perlu menggunakan segala upaya dalam penetrasi pasar baik melalui perbaikan pelayanan pada penyalur dan konsumen maupun dengan pemberian margin pada penyalur yang cukup.

B. Mengembangkan kompetensi inti dalam infrastruktur distribusi.

Kompetensi inti Pertamina dalam menghadapi persaingan yaitu dengan kepemilikan infrastruktur distribusi bahan bakar minyak yang cukup besar dan luas diseluruh wilayah Indonesia perlu dikembangkan melaui optimalisasi sistem distribusi BBM. Untuk itu pelayanan pada retailer dan konsumen perlu ditingkatkan, sehingga dapat merebut peluang pasar yang masih berkembang untuk menghadapi pesaing baru.

C. Meningkatkan usaha integrasi vertikal antara pengolahan dan pemasaran BBM.

Untuk menekan biaya operasi dalam pengolahan bahan bakar minyak, usaha-usaha efisiensi perlu dilakukan antara lain melalui integrasi vertikal dari penyediaan bahan baku sampai pada pemasaran bahan bakar minyak, sehingga terjaminnya pasokan dan pasar BBM. Integrasi vertikal yang ada didalam Pertamina saat ini perlu diperbaiki dari sistem yang ada sehingga menjadi suatu usaha integrasi korporat antara pengolahan dan pemasaran BBM maupun produk Non BBM. Dengan integrasi

vertikal yang baik antara pengolahan dan pemasaran akan membantu menyerap seluruh produk yang dihasilkan dari unit pengolahan dan meningkatkan marjin operasional bagi pengolahan dan pemasaran. Disamping itu perlu adanya integrasi dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan pasar bahan bakar minyak cukup baik sehingga adanya jaminan pasar dengan sistem yang optimal dan efisien.

D. Melakukan aliansi atau joint venture dengan perusahaan yang berkemampuan tinggi dalam bisnis BBM.

Didalam mengembangkan usaha produksi bahan bakar minyak dan jalur distribusi yang dimiliki oleh Pertamina akan diperlukan dana dan kemampuan melihat peluang bisnis serta jaminan usaha yang cukup baik. Melalui aliansi maupun joint venture dengan perusahaan yang sudah cukup berpengalaman dalam pasar bahan bakar minyak akan menambah kekuatan kondisi internal perusahaan sehingga mampu menghadapi pesaing lain yang akan mengambil pasar bahan bakar minyak.

E. Divestasi aset "non core" yang tidak menguntungkan

Aset "non core" yang menjadi beban Pertamina seharusnya dialihkan pada perusahaan lain untuk mengelolanya sehingga tidak mengganggu bisnis utama Pertamina. Sedangkan aset "non core" yang tidak ekonomis untuk dikelola oleh Pertamina dan menimbulkan biaya yang cukup besar bisa di divestasi sehingga mengurangi biaya pemeliharaan dan mengurangi beban biaya yang harus ditanggung oleh bahan bakar minyak. Berapa aset yang ada di Pertamina saat ini merupakan aset milik Pemerintah. Dengan reevaluasi aset akan dapat diketahui keseluruhan nilai aset milik Pertamina dan aset milik Pemerintah yang dapat merupakan penyertaan modal Pemerintah apabila Pertamina menjadi perusahaan persero. Pertamina harus dapat

memutuskan aset mana yang masih akan di kelola oleh Pertamina dan tidak menambah biaya pengelolaannya bahkan dapat menambah manfaat dan keuntungan dari pengelolaannya.

F. Melakukan modifikasi pada kilang minyak yang ada.

Usaha meningkatkan produksi dan peningkatan kualitas bahan bakar minyak masih banyak peluang untuk dilaksanakan pada kilang minyak yang ada dan menjadi milik Pertamina. Usaha itu antara lain dengan meningkatkan produksi bahan bakar minyak dari bahan residu yang masih diproduksi maupun usaha memproduksi bahan Non Bahan Bakar Minyak yang cukup baik pasarnya untuk menambah margin usaha pengolahan dan mengurangi beban biaya yang harus ditanggung oleh bahan bakar minyak. Kesulitan dana yang mungkin dihadapi oleh Pertamina dalam pengembangan kilang minyak dapat ditempuh dengan mengadakan joint venture ataupun aliansi dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan dana dan peluang memasarkan bahan bakar minyak di dalam negeri. Usaha memodifikasi kilang minyak Pertamina sering terkendala oleh masalah pendanaan, dengan pasar yang lebih terbuka merupakan kesempatan untuk Pertamina memasok perusahaan lain yang memasarkan BBM dengan produk yang standar sehingga perusahaan tersebut tidak perlu mendatangkan BBM dari Kilang Minyak yang dimiliki namun dapat di pasok dari kilang Pertamina. Keterbatasan dana dapat ditempuh dengan aliansi maupun dengan usaha patungan (joint venture ).

G. Mengoptimalkan Kilang Minyak dan Infrastruktur distribusi BBM.

Pertumbuhan kebutuhan bahan bakar minyak yang mencapai 3 sampai dengan 6 % merupakan peluang untuk mengembangkan kilang minyak dan jalur distribusi yang dimiliki oleh Pertamina. Pertamina dapat mengoptimalkan operasi kilang minyak dan distribusi bahan bakar minyak sehingga biaya dapat ditekan dan dapat bersaing dengan pesaing yang akan membangun kilang minyak dan jalur distribusi, karena di beberapa lokasi yang strategis, Pertamina sudah memiliki infrastruktur yang memadai. Optimalisasi dari infrastruktur yang dimiliki oleh Pertamina dapat ditempuh pula dengan sistem menyewakan atau pemanfaatan bersama infrastruktur yang dimiliki oleh Pertamina kepada perusahaan yang akan berbisnis BBM di Indonesia pada pasar yang terbuka.

H. Restrukturisasi perusahaan

Didalam menangani usaha bisnis yang baru untuk Pertamina dari usaha tanpa pesaing menjadi usaha yang bersaing maka restrukturisasi perusahaan perlu segera dilaksanakan sehingga menjadi suatu perusahaan dengan sistem baru dan mampu bersaing, dengan struktur organisasi dan sumber daya manusia yang handal yang mampu mengembangkan Pertamina untuk menghadapi pesaing. Restrukturisasi yang telah dilaksanakan oleh Pertamina perlu di tinjau kembali setelah perusahaan menjadi perusahaan persero yang di syaratkan dalam undang-undang minyak dan Gas bumi nomor 22 tahun 2001.

I. Meningkatkan mutu BBM

Kualitas bahan bakar minyak akan menjadi alat dalam persaingan sehingga perlu peningkatan dan jaminan kualitas pada konsumen agar memberikan kepercayaan bagi konsumen bahwa kualitas bahan bakar minyak yang digunakan cukup aman dan memberikan manfaat untuk digunakan pada mesin dan peralatan yang dimiliki oleh konsumen kualitas BBM Pertamina harus setara atau lebih dari kualitas BBM pesaing, sehingga konsumen dapat di pertahankan untuk tetap menggunakan BBM Pertamina dan tidak beralih pada BBM perusahaa pesaing.

J. Menjadikan perusahaan sebagai perusahaan yang mampu menciptakan laba (Profit Centre Company)

Dengan memperkuat kondisi internal melalui restrukturisasi dan efisiensi serta memanfaatkan peluang dengan memperhatikan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan maka perusahaan akan mampu menjadi perusahaan yang dapat menciptakan laba dari usahanya dalam memasarkan bahan bakar minyak yang merupakan kebutuhan utama bagi perekonomian masyarakat dan mempunyai pasar yang cukup besar. Usaha ini menjadi sangat penting pada kondisi bisnis BBM yang bersaing, karena menurunnya pangsa pasar akan dapat mengurangi laba perusahaan, kondisi ini tidak diperlukan pada perusahaan yang monopoli, namun sangat penting bagi perusahaan yang akan bersaing.

K. Cost effektiveness dalam penyediaan dan distribusi BBM

Biaya dalam penyediaan dan distribusi bafian bakar minyak harus ditinjau kembali untuk menghindari atau mengurangi biaya yang besar dalam kegiatan yang tidak diperlukan. Pertamina harus merubah system akuntansi biaya BBM yang pada

saat lalu keseluruhan biaya bahan bakar minyak menjadi tanggung jawab Pemerintah akan berubah menjadi tanggung jawab Pertamina. Efektivitas biaya penyediaan dan distribusi bahan bakar minyak harus mendapat perhatian untuk dapat menekan biaya dan pada akhirnya harga jual bahan bakar minyak dengan laba yang memadai bagi perusahaan dapat dinikmati oleh perusahaan. Langkah-langkah yang diperlukan:

a) Pengembangan Infrastruktur dalam negeri

Mengedepankan perolehan produksi BBM dan Gas untuk konsumsi dalam negeri dengan menjaga stabilitas kuota BBM dan konsistensi pendistribusiannya ketimbang memanfaatkan dan mengeksploitasi hasil produksi untuk kepentingan eksport. Untuk mengimplemetasikan strategi ini BPH Migas sebagai regulator kebijakan hilir perlu meratifikasi UU yang telah ada mengenai distribusi dan memperbaiki perangkat undang – undang yang telah ada sebagai bagian dari perbiakan iklim investasi. Kerjasama strategis dengan investor asing akan mampu menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi.

b) Inovasi dan pengembangan teknologi dari proses refinery sampai ke end user

Technology development dalam proses refinery akan mampu menciptakan BBM yang bermutu dan berkelas dunia. Seperti kita ketahui, Indonesia belum memiliki refinery station yang cukup handal sehingga masih memerlukan kerjasama berbiaya tinggi untuk mengolah produksi minyak mentah dan gas Indonesia menjadi minyak yang berdaya guna tinggi. Investasi dibidang pengolahan ini membutuhkan

biaya yang sangat mahal dan memerlukan subsidi yang proporsional dari Pemerintah Indonesia. Apabila Indonesia memiliki basis pengolahan yang baik dan memenuhi standar internasional maka kondisi ini dapat menjadi proses transformasi bagi Indonesia untuk menjadi hub petroleum sekaligus menjadi center trading dalam sektor hilir.

Dalam rangka meningkatkan mutu dan memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui BPH Migas yaitu Pertamina sebagai pemegang mandat Public Service Obligation serta menciptakan peluang baru untuk memiliki hak yang sama dalam pendistribusian BBM bersubsidi, Pertamina dapat merangkul Shell untuk bekerjasama dan meningkatkan kadar oktan BBM jenis ini. Upaya yang dilakukan ini merupakan kerjasama strategis yang berbasis pada continuous improvement.

Kemitraan ini sekaligus dapat memperkuat citra Pertamina yang selama ini merupakan satu – satunya pemegang hak PSO menjadi Perusahaan nasional yang memiliki visi global. Kondisi tersebut menggambarkan, bahwa perluasan usaha, peningkatan mutu dan kerjasama merupakan suatu syarat mutlak dalam menghadapi globalisasi industri hilir minyak dan gas.

Menciptakan kebijakan kondusif dan akomodatif yang mampu menyerap investasi baru sehingga memungkinkan terbentuknya iklim industri yang dinamis dan berkesinambungan dalam persaingan yang positif. BPH migas belakangan ini mulai membuka akses dalam hak pendistribusian yaitu memberikan kuota di 2 (dua) wilayah distribusi dari 4 (empat) wilayah kerja yang ada yaitu wilayah I (Sumatra) dan wilayah II (Jawa dan Bali). Namun kewenangan ini dibatasi hanya untuk 1 (satu) tahun dimana setiap tahunnya akan dilakukan evaluasi kinerja dan penyediaan

infrastruktur (Receiving Terminal, Depo dan SPBU). Disini peranan BPH migas diuji, bagaimana badan yang mewakili Peme rintah ini bisa memberikan insentif pada dunia usaha agar bisa memberikan kontribusi secara luas bagi masyarakat serta memberikan patokan harga jual BBM (down price and selling price) yang lebih kompetitif dan diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar sehat dan transparan.

Dalam dokumen BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN (Halaman 33-45)

Dokumen terkait