• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Formulasi Snack Bar

2. Penentuan suhu pemanggangan

Alat pemanggang yang digunakan dalam formulasi ini adalah oven dengan sumber bahan bakar gas elpiji. Penentuan suhu ini pertama-tama dicari suhu yang tepat untuk bagian atas oven. Selanjutnya dicari suhu bagian bawah yang tepat serta seragam hasilnya dengan suhu bagian atas oven.

Tabel 4. Penentuan suhu pemanggangan

Bagian atas Bagian bawah

180⁰C 180⁰C

160⁰C 160⁰C

140⁰C 140⁰C

3.3.Pembuatan snack bar (tahap III)

Formula snack bar yang telah diperoleh pada tahap penentuan formula (tahap I) diberi 2 perlakuan variabel antara lain persentase penambahan tepung ampas tahu dan perbandingan sorgum dengan maizena. Persentase tepung ampas tahu yang ditambahkan adalah 20%, 12%, dan 8% dari basis total tepung yang digunakan. Variabel perbandingan sorgum dengan maizena yang digunakan adalah 3:1 dan 1:1. Oleh karena itu, diperoleh enam formula yang dibuat menjadi enam produk snack bar.

Tabel 5. Formula snack bar

1

Formulasi dibuat dengan basis tepung 300 gram. 2

A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%) Bahan Bobot (gram) A1B1 (F1) A2B1 (F2) A1B2 (F3) A2B2 (F4) A1B3 (F5) A2B3 (F6) Sorgum 180 120 198 132 207 138 Maizena 60 120 66 132 69 138 Ampas tahu 60 60 36 36 24 24 Selai nenas 168 168 168 168 168 168 Telur 72 72 72 72 72 72 Susu bubuk 48 48 48 48 48 48 Minyak goreng 36 36 36 36 36 36

Bahan kering seperti tepung sorgum, tepung maizena, tepung ampas tahu, dan susu bubuk full cream dicampur kering. Setelah itu ditambahkan bahan basah seperti telur, selai nenas (TPT=67%), dan minyak. Adonan dicampur sampai merata dan tidak lengket. Adonan tersebut kemudian digiling (sheeting) dengan mesin sheeter pada ketebalan 1.3 cm. Adonan yang telah digiling dengan ketebalan 1.3 cm, dicetak dengan ukuran 10 cm x 3 cm. Adonan yang telah siap tersebut dipanggang dengan suhu atas 160⁰C dan suhu bawah 140⁰C selama 25 menit. Setelah matang, bar didinginkan selama 30 menit lalu dikemas dengan kemasan plastik aluminium.

Gambar 10. Diagram alir pembuatan snack bar Pencampuran kering

Pencampuran Sheeting

Pencetakan 10 cm x 3cm x 1.3 cm

Pemanggangan suhu atas 160⁰C suhu bawah 140⁰C selama 25 menit Pendinginan selama 30 menit

suhu bawah 140⁰C

Tepung sorgum, maizena, tepung serat kedelai, dan susu bubuk

Selai nenas, telur, dan minyak goreng

4. Analisis bahan baku (tepung ampas tahu dan tepung sorgum) dan

snack bar

4.1. Uji organoleptik (Adawiyah dan Waysima, 2008)

Uji organoleptik pada penelitan ini terdiri dari 2 tahap, yaitu penentuan dua perbandingan sorgum dengan maizena yang disukai (tahap I) dan uji organoleptik enam formula yang diperoleh dari perlakuan dua variabel. Keenam formula tersebut (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) dilakukan uji ranting hedonik pada atribut rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan (overall). Skala yang digunakan adalah skala 1 hingga 5 (1 = sangat tidak disukai hingga 5 = sangat disukai). Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Data akan diolah dengan uji ANOVA dengan α=0.05 dan uji lanjut adalah uji Duncan.

4.2. Analisis kimia

4.2.1. Kadar serat pangan metode enzimatis (AOAC, 1995)

Sampel yang diukur kadar serat pangannya dalam penelitian ini yaitu bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Dua gram sampel diekstrak lemaknya dengan heksana selama 15 menit. Kemudian diambil 1 g dan dimasukkan ke erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer fosfat pH 6.0. Lalu ditambahkan 0.1 ml alpha amylase (termamyl 120 l) dan labu ditutup. Diinkubasi dalam penangas air panas (80⁰C) bergoyang selama 15 menit. Selanjutnya dibiarkan dingin dan ditambahkan 20 ml air destilata, dan pH diatur menjadi 1.5 dengan HCl. Lalu ditambahkan 0.1 gram pepsin, ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40⁰C selama 60 menit, kemudian ditambahkan 20 ml air destilata dan diatur pH menjadi 6.8 dengan NaOH. Selanjutnya ditambahkan 0.1 gram pankreatin, kemudian labu ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40⁰C selama 60 menit, serta pH diatur menjadi 4.5 dengan HCl. Kemudian disaring

dengan kertas saring Whatman no. 4.2, dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata. Residu (Insoluble Fiber). Residu dalam kertas saring dicuci dengan dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring dikeringkan pada suhu 105⁰C sampai bobot tetap dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (DI). Kemudian diabukan pada suhu 550⁰C kurang lebih 5 jam setelah didinginkan dalam desikator (LI).

Filtrat (Soluble Fiber). Volume filtrat diatur dan dicuci dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60⁰C) dan dibiarkan prespitasi selama satu jam (waktu dapat diperpendek). Lalu disaring dengan Whatman no.4.2, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah kertas saring dikeringkan dalam desikator (D2), dan terakhir diabukan pada suhu 550⁰C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam desikator (L2).

Dilakukan pula perhitungan nilai serat blanko dengan menggunakan prosedur seperti di atas tetapi tanpa menggunakan sampel.

Perhitungan:

%serat makanan tidak larut= [(D1-L1-B1)/W]x100% (1) % serat makanan larut = [(D2-L2-B2)/W]x100% (2) % total serat pangan = (1) + (2)

4.2.2. Aktivitas antioksidan (Choi, et al., 2007)

Sampel yang diukur aktivitas antioksidannya yaitu bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Sebanyak 10 gram sampel dilarutkan dengan 50 ml metanol dalam erlenmeyer 300 ml. Sampel diaduk dengan shaker kecepatan 35 rpm selama 24 jam. Sampel disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan disaring dengan kertas saring dan akan menjadi larutan sampel. Sebanyak 2 ml larutan sampel

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 7 ml metanol (sebagai kontrol negatif adalah 9 ml metanol). Sebanyak 2 ml larutan DPPH 1mM ditambahkan ke tabung reaksi lalu dikocok kuat (vortex). Selanjutnya didiamkan selama 30 menit dalam suhu ruang di ruang gelap. Setelah 30 menit, sampel diukur absorbansinya (A) pada 517 nm. Hasil pengukuran absorbansi sampel dibandingkan dengan kurva standar aktivitas antioksidan vitamin C (asam askorbat) dengan satuan mg vitamin C equivalen/100g produk.

4.2.3. Kadar air metode oven (AOAC, 1995)

Sampel bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur kadar airnya. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (sekitar 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dikeringkan di dalam oven bersuhu 100⁰C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Perghitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar air (% berat basah)= x 100 %

Keterangan: a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)

c = berat sampel awal (g)

4.2.4. Kadar abu (AOAC, 1995)

Sampel yang diukur kadar abunya adalah bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sebanyak 3 gram – 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipanaskan di atas hot

plate sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400⁰C-600⁰C selama 4 jam-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih, sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang.

Kadar abu (% berat basah): x 100%

Keterangan: a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)

c = berat sampel awal (g)

4.2.5 Kadar lemak metode soxhlet (AOAC, 1995)

Sampel bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur kadar lemaknya. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan ke dalam oven bersuhu 100⁰C-110⁰C selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gram, bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana.

Refluks dilakukan selama 6 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam over bersuhu 100⁰C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

Kadar lemak (% berat basah) = x 100%

Keterangan: a = berat labu dan sampel akhir (g) b = berat labu kosong (g)

c = berat sampel awal (g)

4.2.6. Kadar protein metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995)

Sampel yang diukur kadar proteinnya adalah bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Sejumlah kecil sampel sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan ke

dalam labu Kjeldhal. kemudian ditambahkan 1 gram K2SO4 , 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organic di atas 15 mg. sampel didihkan sampai cairan menjadi jernih.

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 8 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh 5 ml H3BO3 dalam Erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Kondesat tersebut kemudian dititrasi dengan HCL 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar N(%)=

Kadar Protein (% berat basah) = %N x factor konversi (6.25)

4.2.7. Kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) serta keenam produk hasil formulasi (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur secara by difference.

Kadar karbohidrat (% berat basah) = 100% - (P+KA+A+L) Keterangan: P = kadar protein (%)

KA = kadar air (%) A = kadar abu (%) L = kadar lemak (%)

4.2.8. Komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn (Faridah et al., 2009)

Analisis komposisi mineral dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer. Hanya produk formula terbaik yang diukur kandungan mineral Ca, Fe, dan Zn. Persiapan

sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut. Mula-mula sampel sebanyak 1-2 g (untuk blanko tidak ditambahkan sampel) dimasukkan ke dalam cawan porselin ukuran 50 ml yang telah dikeringkan (1000C, 15 menit) dan telah didinginkan. Selanjutnya sampel dibakar atau dioven 2500C sampai asapnya habis (2 jam) dan diletakkan dalam tanur pengabuan 5500C selama 6 jam. Apabila sampel tetap berwarna hitam ditambahkan 1 ml air destilata bebas ion dan 1 ml HNO3 pekat. Kemudian diupakan sampai kering (110- 1500C), dan diabukan lagi 3500C selama 30 menit.

Setelah semua sampel telah menjadi abu berwarna putih, ditambahkan 5 – 6 ml HCl pekat dan dipanaskan di hot plate dengan suhu rendah sampai kering. Kemudian ditambahkan 15 ml HCl encer (HCL: air = 1:1) dan dipanaskan kembali sampai mulai mendidih, dan didinginkan. Larutan abu dituangkan ke dalam labu takar melalui kertas saring. Cawan dibilas dengan HCl encer 10 ml dan dipanaskan sampai mulai mendidih. Setelah didinginkan larutan dituang kembali melalui kertas saring ke dalam labu takar. Selanjutnya cawan dibilas dengan air destilata bebas ion minimal 3 kali, dan air bekas pembilasan juga dituang melalui kertas saring ke dalam labu takar. Setelah itu labu takar ditepatkan sampai tanda tera dengan air destilata, dan sampel siap dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrophotometer.

Kadar mineral (mg/l) =

Keterangan: a= konsentrasi sampel dari kurva standar (mg/L) FP= faktor pengenceran

W= berat sampel (g)

4.3.Analisis fisik

4.3.1. Analisis Warna (Metode Hunter)

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter CR-300 (Minolta Camera, Co. Japan 82281029) untuk formula terbaik. Sebelum digunakan alat ini dikalibrasi dengan

0

Hue = tan-1

standar warna putih. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, setelah menekan tombol start diperoleh nilai L, a dan b. Ketiga parameter tersebut merupakan ciri notasi warna Hunter.

Notasi L berkisar antara 0 (hitam) hingga 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dangan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna biru. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung 0Hue dengan rumus:

Jika hasil yang diperoleh:

180– 540 = produk berwarna red (R)

540– 900 = produk berwarna yellow red (YR) 900– 1260 = produk berwarna yellow (Y)

1260– 1620 = produk berwarna yellow green (YG) 1620– 1980 = produk berwarna green (G)

1980– 2340 = produk berwarna blue green (BG) 2340– 2700 = produk berwarna blue (B)

2700– 3060 = produk berwarna blue purple (BP) 3060– 3420 = produk berwarna purple (P) 3420 - 180 = produk berwarna red purple (RP)

4.3.2. Analisis tekstur

Kekerasan snack bar formula terbaik diukur dengan menggunakan texture analyzer XT2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force). Texture analyzer XT2i dapat dilihat pada gambar 10. Alat ini dilengkapi dengan sistem komputerisasi sehingga harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenis produk yang diuji. Sebelum dilakukan pengukuran contoh, terlebih dahulu dilakukan

kalibrasi probe. Bar yang diukur kekerasannya diletakkan dibawah probe dan “Quick Run Test” ditekan.

Gambar 11. Texture Analyzer

Probe yang digunakan adalah P2, jarak probe yang dikalibrasi sesuai dengan tinggi bar yaitu 4 mm dari bar. Probe P2 dapat dilihat pada gambar 11. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan bar dapat dilihat pada layar komputer. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar dapat dilihat Tabel 6.

Tabel 6. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar

Test Mode Option Measure Force in Compression Return to Start Parameters

Trigger

Pre test speed Test speed Post test speed Distance Type Force Force Distance 2.0 mm/s 0.5 mm/s 10.0 mm/s 4 mm Auto 5 g Grams Milimeters Data acquisition rate 200 pps

5. Pemilihan formula terbaik snack bar

Pemilihan formula snack bar terbaik pada penelitian ini didasarkan pada hasil uji organoleptik, analisis serat pangan, dan analisis aktivitas antioksidan. Prioritas pertama pemilihan formula terbaik ini adalah uji organoleptik sedangkan yang kedua adalah kadar serat pangan dan aktivitas antioksidan.

Enam formula hasil formulasi (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2,

A1B3, dan A2B3)

Gambar 12. Diagram alir penentuan formula terbaik Uji organoleptik (Rating hedonik

atribut rasa, aroma, tekstur, dan overall)

Analisis kadar serat pangan tertinggi Analisis aktivitas

antioksidan tertinggi

Formula yang paling disukai berdasarkan atribut rasa, aroma,

tekstur, dan overall

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penepungan Sorgum

Penelitian ini menggunakan sorgum dengan varietas kawali yang diperoleh dari kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Varietas ini banyak digunakan di beberapa daerah penghasil sorgum. Selain itu, varietas ini mudah dibiakkan dan memiliki potensi hasil yang tinggi.

Biji sorgum utuh harus disosoh untuk menghilangkan sekamnya sehingga memudahkan proses penepungan. Pemilihan waktu penyosohan 20 detik berdasarkan tingkat efisiensi penyosohan terhadap aktivitas antioksidan setelah disosoh dan penerimaan panelis (Yanuar, 2009). Lapisan testa dalam perikarp pada sorgum, banyak terdapat senyawa fenolik. Dua jenis pigmen yang terdapat pada biji sorgum yaitu senyawa karotenoid dan senyawa polifenol yang terdapat pada lapisan testa.

Penyosohan dilakukan menggunakan alat penyosoh Satake Grain Mill dengan bobot sorgum sekali penyosohan adalah 200 gram selama 20 detik. Alat penyosoh berfungsi untuk mengupas kulit biji sorgum dengan gaya gesekan yang terjadi antara batu gerinda dengan biji sorgum,dan gesekan antar biji sorgum itu sendiri. Berdasarkan penelitian Yanuar (2009), sorgum yang disosoh selama 20 detik akan memiliki rendemen sebesar 85.6% .dan kadar air 10.34%

Tahap selanjutnya setelah penyosohan yaitu penepungan. Alat-alat yang dapat digunakan untuk menepungkan sorgum antara lain hammer mill, roller mill, dan pin mill. Alat penepung yang digunakan pada penelitian ini yaitu disc mill. Alat ini terdiri dari dua piringan , satu piringan bersifat statis sedangkan piringan lainnya berputar (dinamis). Prinsip kerja alat ini yaitu adanya gesekan antara kedua piringan tersebut yang menyebabkan hancurnya biji menjadi partikel yang lebih kecil.

Menurut Fellows (2000), disc mill cocok untuk menggiling produk-produk pangan kering seperti pati, sedangkan hammer mill cocok untuk pangan berserat seperti rempah-rempah. Selain itu, kecepatan putar disc mill lebih tinggi yaitu 80- 160 m/s dibandingkan hammer mill (40-50 m/s). Kecepatan putar yang lebih tinggi diperlukan untuk menghasilkan tepung dengan ukuran partikel kecil.

Hancuran biji sorgum yang keluar dari alat penepung memiliki ukuran yang tidak seragam sehingga perlu dilakukan pengayakan. Ukuran ayakan yang digunakan yaitu 100 mesh dengan menggunakan automatic siever di pilot plan SEAFAST. Rendemen tepung hasil penepungan dan pengayakan yaitu 28.67% dari berat biji awal sebelum disosoh. Tepung yang tidak lolos ayakan dapat digunakan sebagai bahan baku makanan lain untuk memaksimalkan penggunaan sorgum seperti pembuatan bubur, flakes, tortilla, dan minuman pengganti sarapan.

B. Penepungan Ampas Tahu

Tepung adalah produk olahan pangan setengah jadi yang diolah dari bahan asalnya menjadi berbentuk butiran halus. Tepung belum dapat dikonsumsi secara langsung, tetapi harus diolah menjadi produk pangan siap santap. Ampas tahu yang telah diubah menjadi bentuk tepung dimaksudkan untuk memudahkan aplikasinya dalam pembuatan snack bar dibandingkan dalam bentuk asalnya yang berupa ampas tahu basah yang tentunya sangat sulit untuk diformulasikan ke dalam bentuk snack bar. Ampas tahu dalam bentuk tepung juga memudahkan dalam hal penyimpanan karena memiliki daya simpan yang jauh lebih lama dibandingkan ampas tahu basah.

Proses pembuatan tepung ampas tahu diawali dengan proses pengepresan ampas tahu dengan menggunakan kain saring. Pengepresan bertujuan untuk mengurangi kadar air ampas tahu. Hal ini tentunya akan mempermudah proses selanjutnya, yaitu pada proses pengeringan. Setelah melalui proses pengepresan, ampas tahu dikeringkan dengan menggunakan tray dryer pada suhu 50⁰C - 65⁰C selama 5 jam dan menghasilkan ampas tahu kering dengan kadar air 7.90%.

Setelah itu, proses dilanjutkan dengan penggilingan tepung menggunakan disc mill. Untuk memperoleh ukuran partikel yang lebih seragam, ampas tahu kering yang telah dihancurkan diayak dengan automatic siever ukuran 100 mesh, sehingga diperoleh tepung ampas tahu yang halus dan mudah untuk diaplikasi pada pembuatan snack bar. Tepung yang tidak lolos ayakan 100 mesh kembali ditepungkan dengan disc mill untuk memaksimalkan rendemen ampas tahu. Rendemen tepung ampas tahu yang diperoleh adalah 9.89% dari ampas tahu basah. Sisa tepung ampas tahu yang tidak lolos ayakan masih dapat digunakan

kembali sebagai bahan baku pangan lainnya, antara lain brownies ampas tahu, cookies, flakes, dan cereal pengganti sarapan.

C. Formulasi Snack Bar

1. Penentuan formulasi snack bar

Formulasi snack bar dibagi menjadi tiga tahap yaitu, penentuan formulasi snack bar, penentuan suhu pemanggangan, dan pembuatan snack bar menjadi enam formula berdasarkan variabel yang diberikan. Tahap I formulasi ini menggunakan berbagai bahan baku yang pada umumnya menjadi bahan baku utama snack bar seperti tepung dan bahan pengikat. Formula pertama yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Formula I pada tahap formulasi snack bar

Bahan Bobot (gram) Keterangan

Tepung terigu 125

Renyah dan aroma langu yang kuat

Tepung sorgum 14

Tepung ampas tahu 11

Margarin 20

Madu 10

High frutose syrup 10

Susu full cream 8

Gula bubuk 32

Telur 8

Formula I tersebut memiliki karakteristik yang masih jauh dari karakteristik snack bar. Formula ini lebih menyerupai cookies karena penambahan margarin yang cukup banyak, selain itu terdapat aroma langu yang sangat tajam pada produk, sehingga diperlukan penambahan flavor tambahan untuk mengurangi aroma langu tersebut serta mengurangi penggunaan margarin pada produk.

Tahap formulasi selanjutnya menggunakan bahan pengikat berupa tepung tapioka dan peanut butter sebagai pemberi rasa. Tepung tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin

akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinya, maka pati cenderung menyerap air lebih banyak. Pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati yang kandungan amilopektinnya rendah akan membentuk gel yang kaku (Winarno, 1997). Untuk memaksimalkan proses gelatinisasi, semua bahan dasar tepung disangrai terlebih dahulu, selain itu, ditambahkan pula sedikit air agar membantu proses gelatinisasi tersebut. Formula II dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Formula II pada tahap formulasi snack bar

Bahan Bobot (gram) Keterangan

Tepung terigu (sangrai) 10

Tekstur padat dan retak pada permukaan

Tepung tapioka (sangrai) 10

Tepung sorgum 20

Tepung ampas tahu 10

Margarin 20

Peanut butter 20

Madu 8

High frutose syrup 8

Susu full cream 8

Gula bubuk 10

Telur 8

Air 4

Penggunaan tepung tapioka membuat tekstur bar lebih padat daripada bar yang tidak ditambahkan tapioka. Akan tetapi, tidak ada perbedaan yang nyata antara tepung yang disangrai dengan yang tidak disangrai. Formula ini memiliki tekstur permukaan bar yang retak setelah proses pemanggangan. Hal ini karena pengembangan yang terlalu berlebihan sehingga tekstur permukaan mengalami keretakan yang tentunya akan mengurangi nilai penerimaan sensori produk bar tersebut.

Oleh karena itu, formula yang dibuat selanjutnya (formula III) tidak ada penambahan margarin maupun peanut butter untuk mencegah pengembangan yang berlebihan dan tidak dilakukan penyangraian pada bahan tepung, selain itu bagian telur yang ditambahkan hanya bagian putih telur karena kuning telur berfungsi sebagai perenyah sedangkan putih telur sebagai perekat pada produk. HFS yang ditambahkan pada formula ini lebih banyak daripada formula sebelumnya agar adonan tidak kering akibat tidak ditambahkan margarin dan peanut butter. Formula III juga ditambahkan bubuk kayu manis untuk mengurangi aroma langu yang disebabkan tepung ampas tahu. Formula III dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Formula III pada tahap formulasi snack bar

Bahan Bobot (gram) Keterangan

Tepung tapioka 10

Tekstur sangat keras dan bagian dalam belum matang

Tepung sorgum 10

Tepung ampas tahu 5

High frutose syrup 10

Susu full cream 4

Gula bubuk 5

Putih telur 4

Bubuk kayu manis 1

Air 2

Namun, produk dari formula III memiliki tekstur yang sangat keras sehingga sulit untuk dikonsumsi, selain itu bagian dalam bar tidak matang. Hal tersebut mungkin dikarenakan tidak ada penambahan lemak pada produk sehingga produk tersebut menjadi sangat keras.

Berdasarkan hasil formula III, formula IV yang dibuat selanjutnya diberi penambahan minyak goreng agar tekstur menjadi lebih baik dan dapat matang merata. Komposisi formula IV dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Formula IV pada tahap formulasi snack bar

Bahan Bobot (gram) Keterangan

Tepung tapioka 10

Produk sangat kering dan sangat beremah

Tepung sorgum 10

Tepung ampas tahu 5

High frutose syrup 10

Susu full cream 4

Gula bubuk 5

Putih telur 4

Bubuk kayu manis 1

Minyak goreng 2

Formula IV ini menghasilkan produk yang sangat kering dengan remah yang sangat banyak. Hal tersebut tentunya akan mempersulit orang yang mengkonsumsi produk ini. Oleh karena itu, diperlukan binder yang lebih baik

Dokumen terkait