• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan variabel-variabel yang menjadi dasar penentuan lokasi

Dalam dokumen 258564920 Buku Zonasi TN Karimunjawa (Halaman 49-53)

ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

VIII.4 Penentuan variabel-variabel yang menjadi dasar penentuan lokasi

Dasar penentuan variabel-variabel bagi penentuan suatu lokasi adalah kriteria ekologi dan sosial ekonomi tersebut di atas (Point VIII.2). Variabel-variabel tersebut semaksimal mungkin diharapkan dapat menjawab seluruh kebutuhan aspek dalam penentuan lokasi daerah perlindungan. Ada beberapa faktor yang diberi perhatian khusus dalam penentuan zonasi, harapannya adalah mekanisme zonasi yang nantinya ditetapkan lebih implementatif.

40 VIII.4.1 Faktor sosial ekonomi:

1. Pola pemanfaatan; Variabel fishing pressure merupakan parameter berisi data mengenai pola pemanfaatan perikanan dan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan.

2. Usulan Masyarakat; Lokasi-lokasi yang diusulkan masyarakat diperoleh dari hasil survei sosial ekonomi pada Bulan Mei 2003, dengan jumlah sampling 119 responden yang mewakili 3 Desa di Kecamatan Karimunjawa.

3. Jarak lokasi dari pelabuhan; Penilaian jarak masing-masing usulan lokasi zona dari pelabuhan/dermaga terdekat, yaitu di P. Parang, P. Nyamuk, Merican, Karimunjawa (pelabuhan utama), Timur Kemujan dan P. Genting.

4. Jarak lokasi dari pemukiman; Lokasi zona yang dapat dilihat dari desa terdekat. 5. Kepemilikan lahan; Berisikan informasi mengenai status kepemilikan pulau-pulau di

Karimunjawa.

VIII.4.2 Faktor ekologi VIII.4.2.1 Terumbu Karang

Terumbu karang mempunyai beberapa fungsi ekologis yang sangat penting yaitu sebagai tempat tinggal dan asuhan, mencari makan, memijah dan bertelur bagi berbagai jenis ikan, invertebrata, mamalia dan biota-biota laut lainnya, serta berfungsi sebagai penahan ombak untuk melindungi kawasan pesisir. Bagian-bagian yang akan menjadi sudut pandang penilaian terhadap terumbu karang adalah:

1. Penutupan karang

Penutupan karang adalah persentase penutupan rata-rata karang keras hidup yang diukur menggunakan metode Line intercept transect (LIT). Penutupan karang ini menjadi indikator kondisi kesehatan karang secara umum, dimana dalam suatu area terumbu karang dengan penutupan yang tinggi mengindikasikan gangguan yang relatif sedikit, dan sebaliknya. Gangguan yang dimaksud adalah dampak yang ditimbulkan oleh faktor-faktor alami (natural) maupun manusia (antropogenik).

2. Keanekaragaman karang

Keanekaragaman karang didasarkan pada keanekaragaman jenis karang keras hidup. Metode penilaian keanekaragaman karang menggunakan Indeks Keanekaragaman Simpson, dengan kisaran nilai antara 0 hingga 1. Keanekaragaman karang ini menjadi indikator konservasi, dimana nilai keanekaragaman yang tinggi dapat menunjukkan kekayaan genera/spesies karang yang berkontribusi sebagai sumber plasma nutfah, dibandingkan dengan area terumbu karang yang cenderung seragam/homogen yang sedikit berkontribusi pada plasma nutfah.

41 3. Kerusakan karang dan alat tangkap yang tertinggal

Kerusakan karang merupakan nilai luasan karang rusak dalam setiap luasan areal terumbu karang tertentu. Kerusakan karang dapat berupa kerusakan akibat faktor alam atau manusia. Karang rusak yang dicatat merupakan kerusakan yang masih baru, belum tertutup oleh alga.

Alat tangkap yang tertinggal yang dicatat merupakan alat tangkap pancing (line), jaring (net) dan perangkap/bubu (trap), yang ditemukan di areal terumbu karang dalam luasan tertentu. Nilai ini merupakan salah satu indikator tingginya intensitas penangkapan di daerah tersebut. Selain itu dicatat juga jangkar dan/atau tali (anchor & rope) sebagai indikator tingginya intensitas berlabuh kapal.

4. Luasan terumbu karang

Informasi luasan terumbu karang di setiap lokasi gugusan terumbu karang di kepulauan Karimunjawa, berdasarkan peta citra satelit Landsat Karimunjawa bulan September 2003.

VIII.4.2.2 Invertebrata

Jenis-jenis invertebrata selain hewan karang yang dicatat adalah sebagai berikut: Kima (Clam), Teripang (Sea cucumber), Trochus (Turban shell), Siput (Corallivorous snail), Bintang laut (Starfish) dan Mahkota berduri (Acanthaster planci), Bulu babi (Sea urchin)

Pengambilan data invertebrata menggunakan metode Belt Transect pada Reef Flat. Data ini dapat menjadi indikator tingginya pengambilan organisme yang dapat dikonsumsi seperti kima, teripang dan Trochus. Kemudian dapat menjadi indikator ketidakseimbangan ekologis suatu perairan dengan tingginya kepadatan (outbreak) invertebrata seperti bulu babi dan mahkota berduri.

VIII.4.2.3 Ikan Karang

Pengamatan ikan karang yang dilakukan dalam survei ini menitikberatkan pada dua parameter penting, yaitu keragaman spesies ikan karang dan biomasa ikan karang. Kedua parameter ini sudah cukup mewakili suatu kajian awal mengenai kondisi umum ikan karang di suatu kawasan terumbu karang.

1. Biomasa

Biomasa ikan karang di suatu perairan merupakan gambaran kekayaan potensi sumberdaya ikan yang terkandung di area tersebut. Biomasa merupakan suatu nilai estimasi jumlah rata-rata berat total ikan dalam suatu luasan (kg/ha).

42 2. Kekayaan Jenis

Keragaman spesies ikan karang di suatu lokasi dapat memberikan gambaran mengenai biodiversitas perairan tersebut secara umum. Keragaman spesies ikan karang juga dapat mengindikasikan perubahan yang terjadi akibat pengaruh alam atau manusia dalam suatu ekosistem terumbu karang.

Metode yang digunakan untuk mengukur parameter ini adalah metode Timed Swim, yaitu dengan menjelajahi areal terumbu karang selama 60 menit sambil mencatat setiap spesies ikan karang yang ditemui, kecuali ikan dari Famili Gobiidae, Blenniidae, dan Tripterygiidae.

VIII.4.2.4 Penyu

Variabel keberadaan penyu mencakup lokasi dan jumlah sarang, berisi informasi lokasi pantai- pantai peneluran dan jumlah sarang yang ditemukan pada musim peneluran Desember 2003 - Februari 2004 . Sampai saat ini spesies penyu yang ditemukan di Karimunjawa hanya dua jenis, yaitu Penyu Sisik (Eretmochelysimbricata) yang termasuk kategori hewan dilindungi (Appendix I, Red Book CITES) dan Penyu Hijau (Chelonia

mydas) yang termasuk kategori hewan yang terancam (Appendix II, Red Book CITES)

yang telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam UU Nomor 5 tahun 1990 dan PP no 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

VIII.4.2.5 Padang Lamun

Padang lamun memberikan makanan bagi penyu, sekitar 100 jenis ikan, unggas air dan beberapa jenis mamalia air (manatee dan dugong). Padang lamun juga mendukung jaring makanan yang kompleks dengan virtue struktur fisik dan produktifitas primer. Padang lamun menjadi tempat memijah (breeding ground) dan asuhan (nursery

ground) bagi jenis-jenis populasi crustacean, ikan dan kerang-kerangan. Lamun

merupakan basis rantai makanan penting bagi detritus. Tanaman lamun menyaring nutrien dan kontaminan dari perairan, stabilisator sedimen dan peredam gelombang. Ekosistem padang lamun setingkat dengan terumbu karang dan mangrove sebagai habitat pesisir yang paling produktif dan ketiga habitat ini saling terkait satu sama lain, sehingga kehilangan lamun dapat menjadi faktor penyumbang degradasi perairan (Short and Coles, 2001). Parameter padang lamun memberi masukan berupa keberadaan padang lamun di TNKJ dengan menggunakan metode pengamatan visual.

VIII.4.2.6 Mangrove

Mangrove secara umum bukan merupakan komponen penyusun terumbu karang, namun seringkali mempunyai hubungan yang sangat dekat (Allen and Steene, 1999). Bengen (2001) menyebutkan beberapa fungsi ekologis mangrove antara lain:

43 1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan

lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan

2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan 3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground)

dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai

Penilaian terhadap parameter mangrove berdasarkan keberadaan mangrove di Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan dengan pengamatan visual.

VIII.4.2.7 Daerah pemijahan kerapu

Monitoring ikan di daerah pemijahan kerapu dilakukan untuk mengetahui frekuensi ukuran dari jumlah ikan kerapu yang menjadi target komersil. Dari data tersebut dimungkinkan untuk melakukan evaluasi perkembangan populasi ikan in cost-effective manner (CMCC-TNC-IP Information Sheet). Daerah potensial yang diketahui sebagai tempat berkembangnya kerapu berdasarkan dari hasil penelitian Yayasan TAKA.

Dalam dokumen 258564920 Buku Zonasi TN Karimunjawa (Halaman 49-53)

Dokumen terkait