• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 PENENTUAN WAKTU OPTIMUM

Biosorben pektin dari kulit buah markisa digunakan untuk mengadsorpsi larutan tunggal Pb(II). Konsentrasi larutan tunggal yang digunakan adalah 15 ppm sebanyak 50 ml dan ukuran partikel biosorben adalah 60 mesh sebanyak 1 gr. Sedangkan variasi waktu pengadukan yang digunakan untuk menentukan waktu optimum adalah 30, 60, 90, dan 120 menit.

Waktu kontak optimum dicari untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam proses adsorpsi ion Pb2+ oleh biosorben hingga tercapai titik maksimum dan mencapai titik kesetimbangan. Selain itu waktu kontak juga digunakan sebagai acuan untuk mengetahui kapan biosorben mencapai titik jenuh sehingga

33

tidak lagi mampu menyerap ion logam Pb2+ [57]. Pada saat persentase penyerapan logam mencapai nilai optimum, maka lama proses biosorpsi tersebut diambil sebagai waktu optimum biosorpsi.

Gambar 4.3 menunjukkan grafik pengaruh waktu biosorpsi terhadap persentase penyerapan ion logam Pb2+.

Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Optimum Biosorpsi Terhadap Persentase Penyerapan Pb(II)

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa untuk pektin modifikasi selama selang waktu 30, 60, dan 90 menit terjadi peningkatan persentase penyerapan. Hal ini disebabkan oleh karena masih banyak gugus dari biosorben yang belum berinteraksi secara optimum dengan biosorbat. Pada menit ke 90 persentase penyerapan diperoleh sebesar 99,92%. Selanjutnya terjadi penurunan pada waktu 120 menit yang menunjukkan bahwa biosorben sudah mengalami titik kejenuhan. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu 90 menit telah terjadi kondisi kesetimbangan antara ion logam yang terlepas dan terikat kembali [57].

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa waktu optimum biosorpsi logam Pb2+ oleh modifikasi pektin kulit buah markisa adalah 90 menit. Sedangkan untuk pektin nonmodifikasi peningkatan persentase penyerapan terus terjadi hingga menit ke 120. Pada menit ke 120 persentase penyerapan adalah 99,52% sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu optimum untuk pektin nonmodifikasi adalah pada waktu 120 menit.

34 4.4 PENGARUH BOBOT BIOSORBEN

Biosorben pektin dari kulit buah markisa digunakan untuk mengadsorpsi larutan tunggal Pb(II). Konsentrasi larutan tunggal yang digunakan adalah 15 ppm sebanyak 50 ml, ukuran partikel biosorben adalah 60 mesh, dan waktu pengadukan diambil dari waktu optimum yakni 90 menit. Sedangkan variasi bobot biosorben yang digunakan adalah 0,25;0,50;0,75; dan 1 gr

Gambar 4.4 menunjukkan grafik pengaruh bobot biosorben terhadap persentase penyerapan ion logam Pb2+.

Gambar 4.4 Pengaruh Bobot Biosorben Terhadap Persentase Penyerapan Pb(II)

Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa semakin besar bobot biosorben maka persentase penyerapannya akan semakin besar.

Jika bobot biosorben dinaikkan, sedangkan waktu kontak dan konsentrasi biosorbat tetap, peningkatan jumlah tapak aktif akan meningkatkan penyebaran biosorbat, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan lebih lama. Oleh sebab itu, kapasitas biosorpsi semakin rendah dengan meningkatnya bobot biosorben [58]. Hal ini juga diperkuat oleh Junior, dkk. [59] yang menyatakan bahwa pada saat ada sebuah peningkatan bobot biosorben, maka ada peningkatan persentase penyerapan dan penurunan kapasitas biosorpsi.

35 4.5 PENGARUH UKURAN BIOSORBEN

Biosorben pektin dari kulit buah markisa digunakan untuk mengadsorpsi larutan tunggal Pb(II). Konsentrasi larutan tunggal yang digunakan adalah 15 ppm sebanyak 50 ml, dan waktu pengadukan diambil dari waktu optimum yakni 90 menit. Ukuran partikel yang digunakan 60 mesh dan 100 mesh, dimana ukuran 60 mesh adalah hasil ayakan yang lolos pada ukuran 60 mesh tetapi tertahan pada ukuran 80 mesh dan ukuran 100 mesh merupakan hasil ayakan yang lolos pada ukuran 100 mesh tetapi tertahan pada ayakan 140 mesh.

Gambar 4.5 menunjukkan grafik pengaruh ukuran biosorben terhadap persentase penyerapan ion logam Pb2+.

Gambar 4.5 Pengaruh Ukuran Biosorben Terhadap Persentase Penyerapan Pb(II)

Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin kecil ukuran biosorben maka persentase penyerapannya juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran partikel per satuan volume bisorben, maka semakin luas permukaannya, sehingga ion-ion akan lebih banyak terserap pada permukaan biosorben tersebut [20]. Pada grafik juga menunjukkan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda antara 60 mesh dan 100 mesh yakni 99,92% dan 100%. Hal ini mungkin disebabkan pada saat pengayakan jenis partikel yang lolos yang digunakan untuk percobaan pada variabel 60 dan 100 mesh terdapat ukuran partikel yang sama sehingga diperoleh hasil yang tidak terlalu jauh berbeda.

36 4.6 ANALISA ISOTERM ADSORPSI

Kelayakan dan efisiensi suatu proses biosorpsi tidak hanya bergantung pada sifat biosorben, tetapi juga pada konsentrasi larutan ion logam [60]. Setiap adsorben yang menyerap suatu zat satu dengan zat lain mempunyai pola isoterm adsorpsi yang berbeda. Hal ini dikarenakan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses adsorpsi antara lain yaitu jenis adsorben, jenis zat yang diserap, luas permukaan adsorben, konsentrasi zat yang diadsorpsi dan suhu. [61].

Data kesetimbangan biasanya digambarkan dalam bentuk kurva isoterm adsorpsi. Pendekatan dengan model terhadap kurva isoterm dapat membantu menganalisis karakteristik isoterm berupa kapasitas, afinitas, selektifitas serta mekanisme interaksi adsorpsi [62].

Gambar 4.6 menunjukkan grafik pola isoterm adsorpsi terhadap logam ion Pb.

Gambar 4.6 Pola Isoterm Adsorpsi Pektin Kulit Buah Markisa Terhadap Ion Logam Pb2+

Model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freudlich umum digunakan untuk menentukan parameter adsorpsi pada adsorpsi cairan dengan konsentrasi rendah. Model isoterm Langmuir dibuat berdasarkan asumsi bahwa binding sites terdistribusi secara homogen di seluruh permukaan adsorben, dimana adsorpsi terjadi pada satu lapisan (single layer). Sedangkan isoterm Freundlich dibuat

37

berdasarkan asumsi bahwa ada permukaan heterogen dengan beberapa tipe pusat adsorpsi yang aktif. Model ini sering digunakan untuk menggambarkan adsorpsi senyawa organik dan inorganik dalam larutan. [63].

Model kinetika Langmuir dapat ditunjukkan sebagai berikut [53]: = ( ) Ce +

dimana:

Ce = konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa cair (mg/L)

qe = konsentrasi adsorbat pada fasa padat/adsorben (mg/s)

1/qm = kemiringan atau sensitifitas

qm = kapasitas adsorpsi optimum (mg/g)

1/(bqm) = intersep

bqm = konstanta kesetimbangan

Model kinetika Freundlich dapat ditunjukkan sebagai berikut [50]:

dimana:

Ce = konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa cair (mg/L)

qe = konsentrasi adsorbat pada fasa padat/adsorben (mg/s)

k = konstanta kesetimbangan n = konstanta kesetimbangan

38

Gambar 4.7 menunjukkan kurva isoterm Langmuir pektin kulit buah markisa terhadap ion logam Pb2+.

Gambar 4.7 Kurva Isoterm Langmuir Pektin Kulit Buah Markisa Terhadap Ion Logam Pb2+

Dari gambar 4.7 dapat dilihat bahwa persamaan Langmuir yang diperoleh adalah y = 0,7181x + 0,0319. Dari persamaan ini diperoleh nilai bqm (konstanta

kesetimbangan) sebesar 31,348 dan qm (kapasitas adsorpsi optimum) sebesar

39

Gambar 4.8 menunjukkan kurva isoterm Freundlich pektin kulit buah markisa terhadap ion logam Pb2+.

Gambar 4.8 Kurva Isoterm Freundlich Pektin Kulit Buah Markisa Terhadap Ion Logam Pb2+

Dari gambar 4.8 dapat dilihat bahwa persamaan Freundich yang diperoleh adalah y = 0,1472 x + 0,1393. Dari persamaan ini diperoleh nilai k (konstanta adsorben) sebesar 1,3782 dan n (konstanta adsorben) sebesar 7,0077. Nilai R2 diperoleh sebesar 0,8243.

Berdasarkan nilai R2 yang diperoleh menunjukkan bahwa model isoterm Langmuir yang paling sesuai untuk biosorpsi logam ion Pb oleh pektin yang dari kulit buah markisa. Langmuir mengindikasikan proses biosorpsi ion logam memiliki cakupan lapis tunggal (monolayer) pada pektin. Dengan kata lain, biosorpsi ion logam Pb(II) pada pektin terjadi pada gugus fungsi pada permukaan pektin yang dianggap sebagai adsorpsi lapis tunggal.

Dokumen terkait