• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu

2.1.4 Penerapan Anggaran Berbais Kinerja

Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengan peraturan daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

APBD terdiri atas :

1. Anggaran pendapatan, terdiri atas :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain – lain.

b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

c. Lain – lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah.

3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun – tahun anggaran berikutnya.

Fungsi anggaran pendapatan dan belanja daerah :

1. Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan pada APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

2. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

4. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektivitas perekonomian daerah.

5. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan – kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.

6. Fungsi stabilitasi memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Anggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi (Bastian, 2006:171). Anggaran dengan pendekatan kinerja menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan anggaran kinerja disusun untuk mencoba mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan public (Mardiasmo, 2002:84). Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja

akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang (Bastian, 2006:275).

Mardiasmo (2004) menyatakan bahwa anggaran sektor publik pemerintahan terutama sangat penting karena :

1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

2. Adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang sedangkan sumbernya yang ada terbatas.

3. Untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggungjawab terhadap rakyat.

Anggaran kinerja adalah sistem anggaran yang lebih menekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal. Penjelasan PP Nomor 15 Tahun 2008 pasal 8 yaitu anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Suatu anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil karya (output) dari perencanaan alokasi biaya (input) yang ditetapkan.

2. Output (keluaran) menunjukkan produk (barang/jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input yang digunakan).

3. Input (masukan) adalah besarnya daya, sumber daya manusia, material, waktu dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan sesuai dengan masukan input yang digunakan. 4. Kinerja ditunjukkan oleh hubungan input (masukan) dengan output

(keluaran).

Penerapan anggaran berbasis kinerja di era New Public Management ditandai dengan pelaksanaan prinsip – prinsip good government dalam segala bidang. Di bidang keuangan sektor publik, sistem manajemen kauangan yang baik dan mampu mewujudkan prinsip – prinsip good government, termasuk didalamnya sistem perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Transparansi dalam proses persiapan anggaran dan akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintah, tentunya akan menunjang penggalian, pengalokasian serta penggunaan sumber – sumber ekonomi secara bertanggungjawab.

Penerapan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan diubah lagi dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Dalam peraturan ini, disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas. Dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya output optimal atau

pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif.

Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran pemerintah, hal tersebut memberi arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar – benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut, tetapi juga berhak menutut pertanggungjawaban atas rencana maupun pelaksanaan anggaran tersebut.

Dalam penerapan anggaran berbasis kinerja, lima komponen pokok yang harus bekerja dengan baik, yaitu :

1. Satuan kerja

Sebagai penanggungjawab pelaksana kegiatan untuk mencapai output yang diharapkan dari kegiatan atau subkegiatan.

2. Kegiatan

Serangkaian tindakan yang akan dilaksanakan satuan kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya untuk menghasilkan output yang ditentukan.

3. Output/keluaran

Merupakan hasil dari pelaksanaan kegiatan satuan kerja. 4. Standar biaya

Perhitungan biaya input dan biaya output didasarkan pada standar biaya yang telah ditetapkan, baik yang bersifat umum maupun khusus. 5. Jenis belanja

Setiap rencana belanja harus dibebankan pada jenis belanja sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk dapat menerapkan anggaran berbasis kinerja diperlukan langkah – langkah pokok sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana strategi, yang mencakup pertanggungjawaban/pelaksanaan program.

2. Sinkronisasi, yakni sinkronisasi program dan kegiatan/subkegiatan. Langkah ini dimaksudkan untuk :

a. Menata alur keterkaitan antara subkegiatan, kegiatan dan program terhadap kebijakan yang melandasi.

b. Memastikan bahwa kegiatan/subkegiatan yang diusulkan benar –

benar akan menghasilkan output yang mendukung pencapaian sasaran/kinerja program.

c. Memastikan bahwa sasaran/kinerja program akan mendukung pencapaian tujuan kebijakan.

3. Penyusunan kerangka acuan, yang menguraikan dengan jelas bagaimana program dan isinya terkait dengan upaya mencapai tujuan kebijakan yang melandasinya. Kerangka acuan harus menggambarkan :

a. Uraian mengenai pengertian kegiatan dan mengapa kegiatan perlu dilaksanakan dalam hubungan dengan tugas pokok dan fungsi. b. Satuan kerja/personil yang bertanggungjawab melaksanakan

kegiatan untuk mencapai output dan siapa sasaran yang akan menerima layanan dari kegiatan.

c. Rincian pendekatan/metodologi dan jangka waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan.

d. Uraian singkat mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan serta melengkapi dengan uraian alur pikir keterkaitan antara kegiatan/subkegiatan.

e. Data input sumber daya yang diperlukan, terutama perkiraan biayanya.

f. Sistem monitoring, evaluasi hasil/keluaran dari pelaksanaan kegiatan.

4. Perumusan/penerapan indikator kinerja

Indikator kinerja adalah bagian penting dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja. Indikator kinerja merupakan performance commitment yang dijadikan dasar atau kriteria penilaian kinerja

instansi pemerintah. Ukuran penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut :

a. Masukan (input) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan/subkegiatan.

b. Keluaran (output) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan produk (barang/jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan/subkegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. c. Hasil (outcome) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat

keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program dan atau kegiatan/subkegiatan yang sudah dilaksanakan.

d. Manfaat (benefit) yaitu tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan pemerintah.

e. Dampak (impact) yaitu tolak ukur berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.

Adapun ilustrasi dari pengukuran indikator kinerja sebagai berikut : Tabel 2.1

Pengukuran Indikator Kinerja

Sektor Input Output Outcome Benefit Impact

Administrasi umum Jumlah staf Jumlah kertas kerja Keputusan yang lebih baik Terbuka untuk didiskusikan Stabilitas administrasi umum secara makro

Pendidikan Rasio guru dan siswa Tingkat nilai yang didapat Tingkat literasi yang lebih baik Memberikan ruang yang lebih luas bagi siswa untuk berekspresi Memberantas kebodohan dan kemiskinan Hukum Anggaran Kasus yang

ada Tingkat kasasi yang rendah Bantuan bagi terdakwa yang miskin Jumlah kasus yang ada berkurang Polisi Jumlah kendaraan polisi Jumlah penangkapan Penurunan tingkat kriminalitas Penghormatan kepada hak – hak warga Mengurangi angka prilaku kejahatan Kesehatan Rasio perawat dan penduduk Jumlah vaksinasi Morbiditas lebih rendah Penanganan yang tidak pandang bulu Stabilitas kesehatan secara makro Sosial Jumlah pekerja sosial Jumlah anggota masyarakat yang dibantu Berkurangnya tuna sosial Perlakuan yang bermartabat kepada tuna sosial Jumlah pekerja sosial meningkat

5. Pengukuran kinerja/akuntabilitas kinerja

Anggaran berbasis kinerja perlu didukung oleh akuntabilitas kinerja yang menunjukkan pertanggungjawaban instansi pemerintah atas keberhasilan atau kegagalan pengelolaan dan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang dilakukan secara periodik diukur dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar akuntabilitas kinerja dapat berjalan dengan baik diperlukan sistem pengukuran kinerja dan sistem pengelolaan kinerja yang dapat bekerja secara sinergis.

6. Pelaporan kinerja

Langkah akhir dari anggaran berbasis kinerja adalah pertanggungjawaban kinerja yang dituangkan dalam laporan

akuntabilitas kinerja yang disusun secara jujur, objektif dan transparan. Laporan akuntabilitas kinerja menguraikan tentang pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi serta berguna sebagai bahan evaluasi atau umpan balik bagi pihak – pihak yang bersangkutan.

Dokumen terkait