• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil perolehan skor pada penerapan perangkat penilaian asesmen kesulitan belajar soal pilihan ganda menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa adalah 46,58. Skor ini berada dibawah nilai KKM yaitu 70 dan tidak ada satupun siswa yang memperoleh nilai diatas KKM, karena skor tertinggi adalah 63,16. Hasil perolehan skor yang rendah ini menunjukkan bahwa seluruh siswa pada kelas tersebut mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep klasifikasi tumbuhan, seperti yang dinyatakan oleh Ashlock (Wulan, et al., 2010) bahwa siswa yang selalu memperoleh hasil belajar yang rendah disebut sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.

Pada hasil jawaban siswa masih terdapat soal yang tidak dapat dijawab dengan benar oleh satu siswa pun, seperti soal nomor 12, 13, 15, dan 17. Soal nomor 12 dengan indikator membedakan daun fertil dan daun steril pada tumbuhan paku, soal nomor 13 dengan indikator menjelaskan karakteristik pergiliran keturunan tumbuhan paku, soal nomor 15 dengan indikator menjelaskan pengertian tumbuhan biji, dan soal nomor 17 dengan indikator mengidentifikasi perbedaan ciri tumbuhan biji terbuka dan biji tertutup. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa sangat kesulitan dalam memahami indikator-indikator tersebut. Terutama indikator pada soal nomor 13, dengan indikator menjelaskan karakteristik pergiliran keturunan tumbuhan paku. Karena berdasarkan hasil angket, indikator ini ditanggapi oleh hampir setengah jumlah siswa sebagai salah satu indikator yang sulit untuk dipahami.

Hasil analisis kuantitatif soal pilihan ganda menunjukkan bahwa soal ini tergolong cukup baik, dengan reliabilitas 0,65 (tergolong tinggi) dan validitas 0,49 (tergolong cukup). Walaupun proporsi daya pembeda pada soal tersebut didominasi oleh kategori jelek sebanyak 47,37% dan proporsi tingkat kesukaran kategori sedang dan sukar sama yaitu 36,84%.

Berdasarkan hasil penerapan soal pilihan ganda, secara keseluruhan konsep klasifikasi tumbuhan memang termasuk konsep yang sulit untuk dipelajari, hal ini karena skor rata-rata yang rendah hasil pengerjaan soal pilhan ganda dan diperkuat oleh hasil angket. Hasil angket menunjukkan bahwa penyebab sulitnya konsep klasifikasi tumbuhan menurut siswa pada umumnya karena banyak terdapat istilah Latin, hampir setengahnya karena cakupan materi

cukup banyak serta sulit memahami dan menghafal istilah Latin. Hasil wawancara guru juga memberikan hasil yang hampir sama, guru mengatakan bahwa “konsep keanekaragaman tumbuhan adalah salah satu konsep yang terbilang sulit, hal ini disebabkan karena terlalu banyak materinya, banyak istilah dalam bahasa Latin...”.

Uji kecocokkan yang dilakukan dapat membuktikan kesulitan belajar yang dialami siswa, dalam hal ini yang memperoleh skor terendah, yang terungkap dengan hasil tes sama dengan kondisi sebenarnya. Siswa tersebut mengalami kesulitan dalam mempelajari 73,68% indikator yang terdapat dalam konsep klasifikasi tumbuhan. Hasil ini didukung dengan hasil angket yang menurutnya ia merasa kesulitan dalam memahami beberapa indikator, seperti mendeksripsikan ciri-ciri tumbuhan lumut, membedakan daun fertil dan daun steril pada tumbuhan paku, menjelaskan pengertian tumbuhan biji, serta membedakan ciri tumbuhan dikotil dan monokotil. Ia hanya dapat memahami satu indikator saja yaitu mendeskripsikan ciri-ciri Kingdom Plantae.

Penyebab kesulitan yang dialami siswa tersebut dalam mempelajari konsep klasifikasi tumbuhan berdasarkan hasil angket, yaitu menurutnya konsep tersebut tidak menarik untuk dipelajari. Kecenderungan ini membuat minat dan motivasi belajar siswa rendah sehingga terjadilah kesulitan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Burton (Abin, 2002: 325-326; Kuntjojo, 2009) bahwa faktor internal yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar dintaranya yaitu minat terhadap mata pelajaran kurang dan motivasi belajar rendah.

3. Kelebihan dan Kelemahan yang dimiliki oleh Perangkat Penilaian

Kelebihan yang dimiliki oleh perangkat penilaian tes yang telah dikembangkan yaitu dapat mengukur subkonsep yang dianggap sulit oleh siswa. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa indikator pada subkonsep yang terdapat pada konsep klasifikasi tumbuhan yang ternyata sulit untuk dipahami oleh siswa. Berdasarkan hasil penerapan soal pilihan ganda tidak ada seorang siswa pun yang dapat menjawab dengan benar soal yang berhubungan dengan indikator tersebut. Indikator-indikator tersebut yaitu membedakan daun fertil dan daun steril pada tumbuhan paku, menjelaskan karakteristik pergiliran keturunan tumbuhan paku, menjelaskan pengertian tumbuhan biji, serta mengidentifikasi perbedaan ciri tumbuhan biji terbuka dan biji tertutup.

Kelebihan yang muncul dari perangkat penilaian nontes yaitu angket tertutup hasil uji coba atau ketika penerapan dapat mengungkap penyebab kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dalam mempelajari konsep klasifikasi tumbuhan. Hasil angket tertutup hasil uji coba menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kurang menyukai konsep klasifikasi tumbuhan dan menganggapnya sebagai konsep yang cukup sulit. Sementara itu hasil angket tertutup pada penerapan menunjukkan bahwa pada umumnya siswa menganggap sulit konsep klasifikasi tumbuhan karena banyak terdapat istilah Latin, sedangkan hampir setengah dari seluruh siswa menganggap bahwa sulitnya konsep tersebut disebabkan oleh cakupan materi yang cukup banyak serta sulit memahami dan menghafal istilah Latin.

Adapun kelemahan dari perangkat penilaian tersebut diantaranya yaitu soal tes menurut siswa terlalu sulit, sehingga ada beberapa soal yang dibiarkan kosong. Hal ini terjadi karena sebelumnya tidak dilakukan telaah kedalaman materi klasifikasi tumbuhan pada jenjang SMP dan SMA secara lebih mendalam, sehingga ada soal yang memuat materi yang seharusnya ada pada jenjang SMA dan sulit dijawab oleh siswa karena mereka belum mempelajari sebelumnya. Temuan ini terlihat dari proporsi tingkat kesukaran pada soal pilihan ganda yang diterapkan kurang memenuhi syarat kualitas soal yang baik, dimana soal kategori mudah 26,32%, soal kategori sedang dan sukar 36,84%. Menurut Sudjana (1989) kualitas soal yang baik, disamping memenuhi validitas dan reliabilitas, adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut, sesuai karakteristik siswa khususnya dalam perkembangan intelektual.. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proporsional. Perbandingan antara soal mudah-sedang-sukar bisa dibuat 3-4-3, artinya 30% soal mudah, 40% soal sedang, dan 30% soal sukar; atau perbandingan lain 3-5-2, 30% soal mudah, 50% soal sedang, dan 20% soal sukar.

Kelemahan lain yang muncul adalah soal tes pilihan ganda yang diterapkan membuka peluang bagi siswa untuk menebak jawaban. Soal pilihan ganda yang tergolong tes objektif menurut Sudijono (2007) terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan jawaban soal. Ini dapat terjadi, sebab bagi testee yang sekalipun sebenarnya tidak tahu jawabannya, namun karena pada setiap butir soal sudah dipasang kemungkinan-kemungkinan jawabannya, maka tidak ada kesulitan sama sekali

bagi testee untuk menebak salah satu diantara kemungkinan jawaban yang telah tersedia.

4. Kendala yang dihadapi dalam Menerapkan Perangkat Penilaian

Kendala yang dihadapi pada penerapan perangkat penilaian kesulitan belajar yaitu kurang efektifnya waktu dalam pelaksanaan penerapan asesmen kesulitan belajar siswa, hal ini terlihat dari catatan peneliti yang menunjukkan bahwa ketika pelaksanaan penilaian yang diselenggarakan setelah UKK (karena ada perlombaan olahraga) membuat siswa kurang bisa berkonsentrasi dengan baik dalam mengerjakan soal, karena mereka terganggu oleh situasi lingkungan sekolah yang ramai dan sangat ribut. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sudijono (2007), yang menyatakan bahwa dalam mengerjakan soal tes para peserta tes seharusnya mendapat ketenangan. Seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang.

Setting kelas yang masih kurang maksimal merupakan kendala lain yang muncul dalam penerapan asesmen kesulitan belajar ini. Berdasarkan catatan peneliti, menunjukkan bahwa ketika pelaksanaan asesmen kesulitan belajar posisi duduk siswa yaitu berdua dalam satu meja, hal ini memberi peluang kepada siswa untuk dapat saling bekerja sama. Oleh karena itu terdapat pola jawaban yang sama antara siswa yang satu dengan lainnya. Masalah ini dapat mengganggu kegiatan analisis kesulitan belajar, karena kurang dapat menilai kesulitan belajar yang

dialami siswa secara mendetail disebabkan oleh pola jawaban yang sama akibat dari kerja sama tersebut.

Kendala lain yang terungkap yaitu guru merasa lelah dalam melakukan asesmen kesulitan belajar dan siswa merasa jenuh. Hal ini berdasarkan hasil wawancara guru yang mengungkapkan bahwa kendala dalam pelaksanaan asesmen kesulitan belajar yaitu guru merasa lelah dalam memeriksa dan menganalisis soalnya karena harus meluangkan waktu yang lebih dan siswa merasa jenuh karena terlalu sering mengerjakan soal.

5. Rekomendasi

Penelitian yang dilakukan dalam menilai kesulitan belajar siswa dalam mempelajari konsep klasifikasi tumbuhan hanya melalui perangkat penilaian tes dan nontes saja, tetapi tidak melakukan observasi selama kegiatan belajar mengajar di kelas. Kegiatan menilai kesulitan belajar siswa sebaiknya didahului dengan mengobservasi kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas dalam mempelajari klasifikasi tumbuhan. Hal ini penting untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Jadi tidak hanya menilai kesulitan belajar melalui perangkat penilaian tes dan nontes saja, tetapi dilakukan pula kegiatan observasi selama proses pembelajaran.

Penyusunan perangkat penilaian tes sebaiknya diawali dengan melakukan telaah kedalaman materi pada jenjang SMP dan SMA secara lebih mendalam. Kegiatan ini perlu dilakukan agar soal yang mencakup materi yang seharusnya ada pada tingkat SMA, tidak muncul di soal jenjang SMP. Sehingga soal yang

digunakan tidak terlalu sulit dan dapat dijawab oleh siswa serta kesulitan belajar yang dihadapi siswa dapat terungkap.

Waktu pelaksanaan asesmen kesulitan belajar sebaiknya dilaksanakan pada waktu yang tepat, agar kegiatan asesmen kesulitan belajar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Waktu yang dapat digunakan untuk melakukan asesmen kesulitan belajar yaitu sebelum atau sesudah tes formatif. Sebelum pelaksanaan tes formatif dimaksudkan agar kesulitan belajar yang dialami siswa terhadap konsep tertentu selama kegiatan pembelajaran dapat terdeteksi secepat mungkin, hal ini agar kesulitan belajar siswa dapat segera diatasi dan ketika menjalani tes formatif maka kemungkinan besar ia dapat mencapai KKM yang disyaratkan oleh kurikulum. Sementara itu waktu pelaksanaan asesmen kesulitan belajar setelah tes formatif bertujuan agar sebelum mempelajari konsep selanjutnya, kesulitan belajar yang dialami siswa dapat diatasi terlebih dahulu dengan melakukan tes diagnostik kepada siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM.

Penentuan tempat berlangsungnya tes diagnostik sebaiknya berada di tempat yang tenang dan jauh dari keramaian, agar siswa dapat mengerjakan soal dengan penuh konsentrasi. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Sudijono (2007), yang menyatakan bahwa dalam mengerjakan soal tes para peserta tes seharusnya mendapat ketenangan. Seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang.

Sudijono (2007) menyarankan dalam pelaksanaan tes, khususnya tes kesulitan belajar, tempat duduk sebaiknya diatur dengan jarak tertentu yang

memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat diantara testee. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan setting kelas yang baik, karena akan berpengaruh positif terhadap hasil analisis asesmen kesulitan belajar. Seperti dalam pengaturan posisi duduk, sebaiknya siswa duduk sendiri-sendiri dalam satu meja, hal ini sangat penting agar tidak terjadi saling tukar jawaban. Karena kegiatan menyontek jawaban akan membuat hasil analisis kesulitan belajar kurang berjalan optimal, hal ini disebabkan oleh kesulitan belajar yang dialami siswa tidak terukur secara detail. Ketegasan pengawas juga sangat diperlukan ketika pelaksanaan tes, agar tidak terjadi kegiatan saling kerja sama dalam mengerjakan tes diagnostik.

Uji kecocokkan atau uji cuplik dalam melihat kesulitan belajar siswa yang terungkap dengan hasil tes dan wawancara sebaiknya tidak hanya dilakukan kepada siswa yang memperoleh skor terendah. Tetapi lebih baik dilakukan kepada beberapa orang siswa dari setiap kelompok tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan perolehan skor hasil tes kesulitan belajar. Hal ini penting agar indikator yang kemungkinan sulit dipelajari siswa dapat terdeteksi secara lebih detail dan diperoleh siswa yang benar-benar mengalami kesulitan belajar. Waktu pelaksanaan uji cuplik sebaiknya tidak terlalu lama dari selang waktu tes kesulitan belajar, karena jika terlalu lama maka yang menjadi pengukuran adalah retensi siswa terhadap konsep tertentu, bukan kesulitan belajar yang dialami siswa.

Bentuk soal yang digunakan dalam menilai kesulitan belajar siswa sebaiknya bukan soal pilihan ganda biasa, tetapi lebih baik soal pilihan ganda beralasan. Hal ini karena soal berbentuk pilihan ganda, agar analisis respon bebas

dari faktor tebakan, salah satu caranya adalah siswa diminta menyertakan alasan atau penjelasan ketika memilih alternatif jawaban (Depdiknas, 2007). Jika menggunakan soal berbentuk uraian (essay) yang jumlahnya banyak, agar siswa tidak merasa jenuh maka sebaiknya ketika pelaksanaan tes kesulitan belajar, soal tersebut dibagi menjadi dua bagian.

Dalam melakukan penilaian kesulitan belajar, dapat dilakukan dengan teknik penilaian tes maupun non tes. Penilaian tes dapat berupa soal essay atau pilihan ganda, sedangkan penilaian nontes bisa dilakukan melalui pemberian angket dan melakukan wawancara. Penilaian kesulitan belajar terdiri dari beberapa tahapan, seperti yang disajikan dalam Tabel 4.14 berikut:

Tabel 4.14 Panduan Asesmen Kesulitan Belajar Tahapan Langkah-langkah Sumber

Informasi Rasional

Merancang Perangkat Penilaian

1. Mengindentifikasi

Dokumen terkait