• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab selanjutnya diuraikan mengenai penerapan hukum yang berlaku di Indonesia antara lain meliputi perlindungan hukum hak

cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia berdasarkan Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang hak cipta

BAB V : PENUTUP,

Dalam bab ini berisikan kesimpulan mengenai perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia khususnya mengenai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia agar dapat berjalan secara optimal. Pada bagian ini juga dikemukakan beberapa saran-saran baik yang bersifat teori dan praktis.

BAB II

TINJAUAN UMUM WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA

A.KEBUDAYAAN

1. Pengertian Kebudayaan

Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993).12 Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.13

Adapun Kebudayaan adalah seperangkat atau keseluruhan simbol yang digunakan atau dimiliki manusia dalam hidupnya untuk bisa melakukan reproduksi dan menghadapi lingkungannya, yang diperoleh lewat proses belajar dalam kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat atau komunitas simbol atau lambang ialah segala sesuatu yang dimaknai dimana makna dari suatu simbol itu mengacu pada sesuatu konsep yang lain. Wujud simbol bisa berupa tulisan, suara, bunyi, gerak, gambar, dan sebagainya. Hukum (dan berbagai institusi sosial lain) ternyata mempunyai nilai lambang (simbolik) dan juga bekerja dalam

12

Soerjanto Poespowardojo, Strategi Kebudayaan Suatu Pendekatan Filosofis, Gramedia Pustaka Utama (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,1993), hal.63.

13

dataran lambang yang demikian itu. Hukum sudah menjadi lambang yang menjanjikan suatu tingkat kepastian dan prediktabilitas.14

Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditegaskan bahwa hukum merupakan bagian dari kebudayaan atau budaya. Apalagi bila mengacu pada definisi kebudayaan menurut Mochtar Kusumaatmadja15 yang mengartikan kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan akal budi manusia. Demikian pula Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa usaha lebih serius untuk mengembangkan Hukum Nasional adalah bagian dari Kebudayaan Nasional.16

Definisi lain dikemukakan oleh R.Linton dalam buku : “The Cultural background of personality”, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur – unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Di samping definisi – Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B.Taylor, yang menulis dalam bukunya : “Primitve Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat – istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

14

Mahyudin Al Mudra, Warisan Budaya dan Makna Pelestariannya, (Jakarta : Bumi Aksara,2008), hal.35

15

Mochtar Kusumaatmadja, Tradisi dan Pembaharuan di Negara Yang Sedang Berkembang, Kuliah Perdana Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 21 Oktober 1996, hal.3.

16

definisi tersebut di atas, masih banyak definisi yang dikemukakan oleh para sarjana – sarjana Indonesia, seperti :17

1) M. Jacobs dan B.J. Stern

Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.

2) Dr. K. Kupper

Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.

3) Robert H Lowie

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.

4) William H. Haviland

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para

17

Linton, R. The Cultural Background of Personality. (New York:Syracruse University Press,1945), hal.30.

anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.

5) Koentjaraningrat

Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi mengatakan bahwa menurut ilmu antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.18

a) Bahasa;

Koentjaraningrat (1983) membagi kebudayaan atas 7 unsur:

b) Sistem pengetahuan;

c) Organisasi social;

d) Sistem peralatan hidup dan teknologi;

e) Sistem mata pencaharian hidup,

f) Sistem religi, dan

g) Kesenian.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan

perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :19

1) Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, meliputi :

a) Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret. Contoh kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci;

b) Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

2) Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generative (biologis) melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar;

19

3) Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya.20

2. Pengertian Kebudayaan Nasional

Kebudayaan Nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut. Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudaya-budayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudaya-budayaan Nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seluruh Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas. Kebudayaan Nasional akan mantap apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara asli tetap mantap, dan di lain pihak kehidupan nasional dapat dihayati sebagai bermakna oleh seluruh warga masyarakat Indonesia.21

1) Kelompok pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia belum jelas, yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan kebudayaan asing. Kebudayaan Indonesia itu sendiri sedang dalam proses pencarian;

Bila dicermati pandangan masyarakat Indonesia tentang kebudayaan Indonesia, ada dua kelompok pandangan, yaitu :

20

Amir Purba, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Medan: Pustaka Press, 2006), hal.107. 21 http: // redu4nebarkaoi.com/ author/ redu4nebarkaoi/ Nunus Supriadi, ”Kebudayaan

2) Kelompok kedua yang mengatakan mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia sudah ada. pendukung kelompok ketiga ini antara lain adalah Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono mencontohkan, Pancasila, bahasa Indonesia, undang-undang dasar 1945, moderenisasi dan pembangunan.

Adanya pandangan yang mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia belum ada atau sedang dalam proses mencari, boleh jadi akibat:22

1) Tidak jelasnya konsep kebudayaan yang dianut dan pahami;

2) Akibat pemahaman mereka tentang kebudayaan hanya misalnya sebatas seni, apakah itu seni sastra, tari, drama, musik, patung, lukis dan sebagainya. Mereka tidak memahami bahwa iptek, juga adalah produk manusia, dan ini termasuk ke dalam kebudayaan.

Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni: Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwuju dan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.

Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga mencermikan nilai – nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan

22

nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila. Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak – puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional.

Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak – puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang biasa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.23

Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan – kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak – puncak di daerah – daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan

bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.

3. Pengertian Warisan Budaya

Pengertian “warisan budaya” tentulah perlu ditegaskan dulu. Apa yang diwariskan mestinya berasal dari masa sebelum kini. Mengenai sejauh mana “masa sebelum kini” itu, dapatlah bervariasi: dari yang berasal dari ‘kemarin (sore)’, melalui yang “zaman sebelum yang sekarang”, sampai ke berasal dari masa lalu yang jauh silam.24 Warisan Budaya diartikan oleh Davidson25

Pengertian mengenai warisan budaya juga dapat ditemukan pada Konvensi UNESCO tahun 1972 tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Warisan Alam Dunia. Konvensi yang dilakukan pada tanggal 16 November 1972 saat General sebagai “ Produk atau hasil budaya fisik dari tradisi – tradisi yang berbeda dan prestasi – prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa”. Jadi warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible), dan nilai budaya (intangible), dari masa lalu.

Warisan budaya adalah salah satu bagian dari Pusaka suatu bangsa, yaitu Pusaka Budaya. Pusaka Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri – sendiri, sebagai kesatuan Bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjanag sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud (tangible), dan pusaka tidak berwujud (intangible).

24

http://warisanindonesia.com/2011/05/warisan-budaya,terkahir kali diakses pada tanggal 20 Juni 2011.

25

Conference UNESCO itu mendefinisikan warisan budaya yaitu sebagai berikut, “Warisan dari masa lampau, yang kita nikmati saat ini dan akan kita teruskan kepada generasi yang akan datang”.

Menurut Agus Sardjono untuk melindungi kekayaan warisan budaya sebagai kekayaan intelektual bangsa terlebih dahulu perlu diberikan pembatasan mengenai konsep warisan budaya itu sendiri. Warisan budaya dapat dilihat sebagai bentuk pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan ekspresi kebudayaan tradisional (traditional cultural expression) dari masyarakat local Indonesia baik dalam bentuk teknologi yang berbasis tradisi maupun ekspresi kebudayaan seperti seni musik, seni tari, seni lukis, arsitektur, tenun, batik, cerita maupun legenda.

Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan. Beberapa peristiwa penting dalam kehidupan manusia di dalam kelompok masyarakat tertentu seringkali ditandai dengan ekspresi seni baik yang mengandung dimensi sakral maupun yang profan. Misalnya penggunaan hiasan janur kuning sebagai pertanda adanya pesta perkawinan musik gondang Batak dalam kaitannya dengan upacara adat tertentu, tari-tarian yang dimainkan dalam suatu event tertentu di Kraton Yogyakarta maupun Surakarta dan penggunaan kain batik dengan motif tertentu untuk melaksanakan upacara adat. Dengan demikian, eksistensi pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan itu oleh masyarakat dipahami sebagai bagian integral dari kehidupan sosial dan spiritual mereka.

Masyarakat Jawa maupun masyarakat Batak sebagai salah satu contoh, tidak memandang warisan budaya secara possessive (bersifat memiliki) bahkan sebaliknya keduanya justru sangat terbuka. Mereka tidak keberatan jika ada orang luar yang bukan anggota kelompok, ingin belajar tentang pengetahuan tradisional tertentu maupun seni tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Falsafah hidup dalam kebersamaan (togetherness) membuat tradisi “berbagi” (sharing) menjadi sesuatu yang hidup dan menjadi kebiasaan. Kebudayaan berbagi (ethic of sharing) menjadi salah satu ciri dari kehidupan sosial yang sangat menghargai keserasian dan keharmonisan kehidupan bersama.

B.RUANG LINGKUP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA

Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya termasuk kelompok pengetahuan budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof.Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu : 26

1. Ilmu–ilmu Alamiah (natural scince).

Ilmu–ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan– keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100% benar dan 100% salah.

2. Ilmu–ilmu sosial (social scinc ) .

26

http://prittadesica.blogspot.com/2011/02/ibd-bab-1-isd-sebagai-salah-satu-mkdu.html, terakhir kali diakses pada tanggal 24 Juni 2011.

Ilmu–ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan–keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu–ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100% benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia ini tidak dapat berubah dari saat kesaat.

3. Pengetahuan budaya (the humanities).

Bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan–kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan–kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti. Adapun beberapa contoh warisan budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Tari–tarian, misalnya Tari Pendet, Tari Remo, Tari Lilin, Tari Jaipong, Tari Kecak, dll;

b. Candi, misalnya Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Mendut, dll; c. Lagu Daerah, misalnya Sayonara, Soleram, Ampar – ampar pisang, Apuse,

dll.

d. Masakan, misalnya Tumpeng, Rendang, Gudeg, Lodho, Soto, Sate, Ruja, dll;

e. Pakaian adat, misalnya Baju Bodho, Kebaya, Jarit, Kain Songket, Batik, dll;

f. Upacara adat, misalnya Ngaben, Kasodo, Sekaten, Larung Sajen, Nyadran, dll;

g. Alat musik daerah, misalnya Angklung, Seruling, Tifa, Rebana, Kulintang, Gamelan, dll;

h. Rumah adat, misalnya Joglo, Gadang, Limas, dll.

C. Tujuan Perlindungan Warisan Budaya Bangsa Indonesia

Adapun yang dimaksud dengan perlindungan dalam hal ini menurut Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Bangsa adalah

Pasal 2 ayat (3) :

"Perlindungan" adalah tindakan–tindakan yang bertujuan memastikan kelestarian warisan budaya bangsa, termasuk identifikasi, dokumentasi, penelitian, preservasi, perlindungan, pemajuan, peningkatan, penyebaran, khususnya melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal, serta revitalisasi berbagai aspek warisan budaya tersebut.

1. Prinsip Konsep Pelestarian Warisan Budaya Bangsa Indonesia

Kata pelestarian sudah dikenal umum baik dikalangan akademis, birokrat, dan masyarakat luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menurunkan tiga arti untuk kata “lestari”:27

a. seperti keadaan semula; b. tidak berubah;

c. kekal.

27

http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, terakhir kali diakses pada tanggal 24 Juni 2011.

Ketiga arti kata ini mungkin masih tepat digunakan dalam pemahaman terhadap produksi budaya bersifat fisik (tangible) seperti Benda Cagar Budaya. Akan tetapi produk budaya yang bersifat tan benda (intangible) seperti dalam bentuk seni dan tradisi (yang lebih menekankan dalam bentuk ide, konsep, norma) ketiga arti tersebut sangat berlawanan dengan sifat seni dan tradisi yang hidup. Bila arti kata lestari itu kita terapkan kepada pelestarian seni maupun tradisi, maka kebudayaan suatu masyarakat akan tidak bergerak, tidak hidup sejajar dengan perkembangan budayanya. Sebab kesenian, maupun tradisi apapun tidak ada yang tidak mengalami perubahan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menurunkan tiga kata “melestarikan” yaitu :28

a. menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah; b. membiarkan tetap seperti keadaan semula; c. mempertahankan kelangsungan (hidupnya).

Arti yang pertama dan kedua tidak mengembangkan kreativitas seni, maupun tradisi. Sedangkan arti yang ketiga masih dapat ditafsirkan bagaimana kreativitas seni maupun tradisi berkiprah untuk melangsungkan hidup suatu jenis kesenian maupun tradisi lainnya.

Bagi masyarakat yang mengartikan pelestarian sebagai usaha dalam membuat sesuatu tidak berubah, seperti keadaan semula, mungkin produk budaya harus seperti keadaan semula. Peninggalan budaya nenek moyang yang berupa fisik (Benda Cagar Budaya) sajalah yang cocok diperlakukan seperti itu. Misalnya

candi, pura, puri, rumah adat, keris, peralatan dari perunggu, atau mas dan perak dan lain sebagainya. Tetapi tidak untuk tari, sastra, musik, tatacara, upacara dan lain sebagainya. Golongan yang kedua ini ada yang memang harus memeng dijaga kelestariannya sedapat mungkin, tetap digunakan sebagai bahan baku karya seni baru. Artinya pelestarian yang dimaksudkan dalam hal ini adalah membuat sesuatu berkelanjutan.

1) Memahami Konsep Tradisional dalam Pelestarian Warisan Budaya

Bangsa Indonesia

Dalam percakapan sehari–hari “tradisi” sering dikatikan dengan pengertian kuno, ataupun dengan sesuatu yang bersifat sebagai warisan nenek moyang. Edward Shils29 dalam bukunya yang berjudul Tradision telah membahas pengertian “tradisi” itu secara panjang lebar. Pada intinya ia menunjukkan bahwa hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi, namun tradisi itu bukanlah sesuatu yang statis. Kalau kita berbicara tradisi hal – hal yang harus diperhatikan : 30

a. Waktu atau masa.

Arti yang paling dasar dati kata tradisi, yang berasal dari kata terditium adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke masa kini. Dari arti dasar ini dapat dipermasalahkan selanjutnya, seberapa panjangkah waktu/masa yang menjadi satuan untuk melihat penerusan tradisi tersebut. Ternyata panjangnya waktu atau masa ini relatif. Satuan masa itu bisa sangat

29

Edward Shils, Tradition, (New York : Peryphery, 1995), hal.90.

30

panjang seperti misalnya suatu zaman yang ditandai oleh sistem kepercayaan atau system sosial yang berbeda. Contoh dari satuan yang sangat panjang ini terdapat pada ungkapan seperti: “Penghormatan kepada raja pada jaman Islam di daerah itu untuk sebagian masyarakat masih meneruskan tradisi zaman Hindu–Budha”. Satuan masa itu dapat pula lebih pendek, misalnya meliputi masa pemerintahan seorang raja, seperti yang dapat dicontohkan oleh ungkapan : “Sultan HB IX mengembangkan tradisi tari Yahya dengan menciptakan Beksan Golek Menak sebagai varian tekhnik baru atas dasar tehnik tari Yogya yang telah mantap”

Disamping satuan–satuan masa yang kurang lebih berkaitan dengan kesatuan–kesatuan politis kenegaraaan itu, istilah tradisi juga dapat digunakan untuk satuan yang lebih kecil, seperti angkatan murid dalam suatu sekolah.

b. Batas wilayah cakupan.

Tradisi itu, disamping dapat dibahas dari sudut panjangnya rentang waktu yang diliputinya, juga dapat dilihat dari segi batas–batas wilayah cakupnya. Suatu tradisi dapat dilihat sebagaian mempunyai pusat tertentu, dan dari pusat itulah ia memancarkan, selama proses pemancaran itu dapat terjadi penganekaragaman variasi. Semakin kepinggir semakin banyak perbedaan dengan apa yang terdapat di pusat tradisi.

Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa jarak antara hal ini perlu diperhatikan bahwa jarak antara pusat dan pinggir itu tidak selalu ditentukan oleh geografis, melainkan juga oleh tingkat sarana komonikasi antara keduanya, baik dalam hal kecepatannya maupun ketepatannya. Dikawasan pinggiran terdapat kemungkinan untuk membaurnya ciri–ciri berbatasan pinggiran. Pembauran antar

tradisi di kawasan pinggir (dari dua tradisi berdampingan) itu cenderung bersifat evolusionistik dan tanpa dorongan pembaruan secara sadar. Tumbuhnnya tradisi khas perbatasan ini tampak misalnya pada apa yang terdapat di Bali dan Sasak seperti tradisi lisan Cakepung dan sebagainya.

c. Pertemuan tradisi dan pusat tradisi.

Berbeda dengan itu adalah pertemuan dua tradisi yang terjadi di pusat. Masuknya suatu pertemuan dua tradisi biasanya terlihat dengan jelas sebagai perhadapan dua tradisi yang berbeda. Apa yang berasal dari luar diterima sebagai suatu warisan baru yang tiba–tiba datang. Masuknya tradisi baru itu mempunyai tiga kemungkinan akibat :

1) yang baru itu menjadi satu khasanah tambahan disamping yang lama; 2) yang baru itu memberi pengaruh ringan kepada tradisi setempat yang telah

mengakar, tanpa mengubah citra dasar tradisi setempat itu ;

3) tradisi baru berpengaruh cukup kuat terhadap tradisi lama dalam bidang yang sama, sehingga menjadi suatu bentuk baru.

Contoh kuat yang dirasakan pada masyarakat Bali yaitu sistem pembakaran mayat dari menggunakan kayu api ke teknologi kompor.

d. Perubahan

Suatu hal yang perlu disadari dalam melihat masalah tradisi ini adalah kenyataan bahwa sesungguhnya dalam rangka perjalanan suatu tradisi senantiasa terjadi perubahan internal. Kalau perubahan itu masih dirasakan berada dalam batas–batas toleransi, maka orang merasa atau beranggapan bahwa tradisi yang ini seharusnya membuka mata untuk mengakui bahwa memelihara tradisi, atau

Dokumen terkait