PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
INTERNASIONAL
SKRIPSI
Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH
NAOMI ANA RISANTI NIM : 070200416
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
INTERNASIONAL
SKRIPSI
Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH
NAOMI ANA RISANTI NIM : 070200416
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum INTERNASIONAL
ARIF, S.H. M.Hum. NIP. 196403301993031001
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr.Ningrum Natasya, SH.MLI Dr.Jelly Leviza, SH.MH NIP.196201171989032002 NIP.197308012002121002
FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Karunia-Nya, Penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi pada Departemen Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini. Karena tanpa pertolongan-Nya Penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini, tetapi oleh karena hikmat yang diberikan-Nya akhirnya Penulis dapat menyelesaikan semuanya dengan baik.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah ”PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL”. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, Penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini kedepan dan terlebih-lebih kepada Penulis sendiri.
Selain itu, Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis, Bakti Pardede dan Susi Yernita Sihombing yang telah memberikan dukungan kepada Penulis. Mudah-mudahan semua yang Penulis lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Arif, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Prof. Ningrum Natasya, SH. M.LI selaku Dosen Pembimbing I Penulis yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Dr.Jelly Leviza, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sekaligus sebagai Sekretaris Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I dan sekaligus sebagai Dosen Penasehat Akademik Penulis dari semester I hingga semester terakhir di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak M. Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH, Sutiarno MS, SH.M.Hum, Deni Amsari
Purba, SH.LLM, Rosmi Hasibuan, SH.MH, dan seluruh dosen departemen
hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak
bisa Penulis ucapkan satu persatu.
9. Kepala Sekolah, Seluruh Guru, Staf Pegawai, Karyawan dan Teman-teman
Penulis mulai dari, SD Negeri Jalupang Jakarta, SMP Swasta Tarakanita Citra
Murni-1 yang telah membimbing dan memberi dukungan kepada Penulis hingga
akhirnya dapat melanjut ke jenjang PTN.
10. Opung ku tercinta JM.Sihombing /S.Br.Hasibuan (+) R.Br Hutauruk yang
telah membimbing dan selalu mendoakan saya.
11. Teman-teman yang selalu menyemangati, menemani, dan membantu ku
menyelesaikan skripsi yaitu Ardy Purwanto Manurung dan Obbie Afri
Gultom.SH….
12. Sahabat-sahabat terbaik Penulis yaitu Diana Anggreni, Putri Sion Kembaren,
Merlinawati Sinaga, Roseria Gultom, wiltrida Silalahi, Rolly Fransiska
Situmorang, Linda C.O.S, Ayu Napitupulu, Almawida Afni, Novasella, yang
memberikan semangat dan dukungan kepada Penulis. Thank you for ur
bestfriend…love and miss u all…
13. Teman-teman seperjuangan ku di SMA Budi Murni-1 yaitu Agung
Halomoan, Theodora Barus, Riris Sitinjak, Diana Meliana, Meryanti
Limbong, Maria Siregar, Alvy Siahaan terimakasih buat kehangatan yang
selama ini sudah terjalin. Jesus Love Me and You.... Syaloom,
14. semua teman-teman Departemen Hukum Internasional Tahun 2010 Stambuk
2007 yang tergabung dalam Ikatan International Law Student Association
(ILSA) Tahun 2010. Hidup ILSA….!!!
15. Seluruh Stambuk ‘07 yang merupakan teman-teman Penulis yaitu Isabella
Bangun, Abde, Sasha, Evelin, Andy, Berlin, Daulat, Chandra, Agnes, Finita,
Dilla, Sarah Nauli serta banyak lagi yang tidak dapat Penulis sebutkan satu
Akhir kata, Penulis ucapkan terimakasih atas semua partisipasi dari
berbagai pihak lain, dan Penulis juga minta maaf apabila masih ada pihak yang
mendukung Penulis tetapi belum sempat dimuat namanya. Dan untuk itu semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2011
Penulis,
ABSTRAKSI
Kebudayaan merupakan suatu ciri khas dari suatu bangsa. Kebudayaan merupakan warisan luhur budaya bangsa. Kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, warisan budaya suatu bangsa harus dilindungi dan dilestarikan oleh bangsa itu sendiri. Namun dalam perlindungan dan pelestariannya warisan budaya tidak hanya dilakukan oleh bangsa itu sendiri, warisan budaya bangsa juga harus dihormati dan dilindungi oleh bangsa lain. Dalam hal ini, dibutuhkan lembaga internasional yang dapat menaungi dan melindungi warisan budaya yang dimiliki setiap bangsa–bangsa di dunia. Lembaga yang menangani tentang kebudayaan secara internasional antara lain United
Nations Educational Scientific And Cultural Organization (UNESCO), yang
menghasilkan beberapa konvensi untuk melindungi warisan budaya suatu bangsa di seluruh dunia. Selain UNESCO lembaga internasional yang juga melindungi hak cipta terhadap warisan budaya bangsa yaitu World Trade Organization (WTO) yang mencakup
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dilihat bahwa UNESCO dan lembaga internasional lainnya mempunyai peranan penting dalam melindungi warisan budaya bangsa. Sehingga peneliti tertarik meneliti permasalahan ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional dan seperti apa penerapan hukumnya di Indonesia, apakah sudah memadai menurut undang-undang No.19 tahun 2002 dalam memberikan perlindungan warisan budaya bangsa.
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan perundang-undangan, internet dan sumber lainnya. Metode yang digunakan adalah metode penelitin deskriptif. Dimana penelitian diseleksi menjadi data-data yang layak untuk mendukung penelitian.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah UNESCO dan lembaga internasional lainnya mengharuskan supaya warisan budaya yang dimiliki hendaknya langsung didftarkan ke UNESCO guna mendapatkan perlindungan hukum internasional. Seharusnya Indonesia membangun persepsi dan perspektif baru. Dimana kita harus sadar bahwa kita memiliki budaya yang sangat beraneka ragam, dan dengan kekayaan itu kita harus sadar untuk melindungi dan menjaga warisan budaya tersebut bagi generasi Bangsa Indonesia selanjutnya.
DAFTAR ISI
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN………...1
A. Latar Belakang ………...……….…...………1
B. Perumusan masalah ………..…..…...……….5
C. Tinjauan Kepustakaan ………...……….…………6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….11
E. Keaslian Penulisan……….12
F. Metode Penulisan……….………..…13
G.Sistematika Penulisan……….………14
BAB II : TINJAUAN UMUM WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA………. A. Kebudayaan………..………..16
1. Pengertian Kebudayaan………16
2. Pengertian Kebudayaan Nasional………...…….21
3. Pengertian Warisan Budaya……….……25
B. Ruang lingkup warisan budaya bangsa Indonesia……….27
C. Tujuan perlindungan warisan budaya Nasional……….29
2. Memahami konsep tradisi dalam pelestarian warisan budaya
Indonesia……….……….31
3. Memahami konsep sejarah dalam pelestarian warisan budaya Indonesia………34
BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA DI INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL………. A. PBB………...……….36
1. Sejarah lahirnya PBB………...…36
2. Asas dan tujuan PBB………...……….37
3. Perkembangan Hubungan antar RI dan PBB………...………38
4. Peran Indonesia terhadap PBB……….…………40
B. UNESCO………41
1. Sejarah terbentuknya UNESCO……….…………..41
2. Konvensi yang dihasilkan UNESCO untuk melindungi warisan budaya Indonesia……….……….42
3. Peranan UNESCO dalam perlindungan warisan budaya Indonesia…49 C. Perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia berdasarkan TRIP’s………..………..51
BAB IV : PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA………55
1. Kedudukan warisan budaya bangsa Indonesia berdasarkan pasal 10
undang-undang No.19 tahun 2002……….57
2. Efektivitas undang-undang No.19 tahun 2002 dalam memberikan
perlindungan terhadap warisan budaya bangsa Indonesia…………..62
B. Peraturan pemerintah Indonesia terhadap warisan budaya bangsa
Indonesia………70
C. Perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa Indonesia……….
BAB V : PENUTUP……….78
A. Kesimpulan………78
B. Saran...………79
ABSTRAKSI
Kebudayaan merupakan suatu ciri khas dari suatu bangsa. Kebudayaan merupakan warisan luhur budaya bangsa. Kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, warisan budaya suatu bangsa harus dilindungi dan dilestarikan oleh bangsa itu sendiri. Namun dalam perlindungan dan pelestariannya warisan budaya tidak hanya dilakukan oleh bangsa itu sendiri, warisan budaya bangsa juga harus dihormati dan dilindungi oleh bangsa lain. Dalam hal ini, dibutuhkan lembaga internasional yang dapat menaungi dan melindungi warisan budaya yang dimiliki setiap bangsa–bangsa di dunia. Lembaga yang menangani tentang kebudayaan secara internasional antara lain United
Nations Educational Scientific And Cultural Organization (UNESCO), yang
menghasilkan beberapa konvensi untuk melindungi warisan budaya suatu bangsa di seluruh dunia. Selain UNESCO lembaga internasional yang juga melindungi hak cipta terhadap warisan budaya bangsa yaitu World Trade Organization (WTO) yang mencakup
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dilihat bahwa UNESCO dan lembaga internasional lainnya mempunyai peranan penting dalam melindungi warisan budaya bangsa. Sehingga peneliti tertarik meneliti permasalahan ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional dan seperti apa penerapan hukumnya di Indonesia, apakah sudah memadai menurut undang-undang No.19 tahun 2002 dalam memberikan perlindungan warisan budaya bangsa.
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan perundang-undangan, internet dan sumber lainnya. Metode yang digunakan adalah metode penelitin deskriptif. Dimana penelitian diseleksi menjadi data-data yang layak untuk mendukung penelitian.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah UNESCO dan lembaga internasional lainnya mengharuskan supaya warisan budaya yang dimiliki hendaknya langsung didftarkan ke UNESCO guna mendapatkan perlindungan hukum internasional. Seharusnya Indonesia membangun persepsi dan perspektif baru. Dimana kita harus sadar bahwa kita memiliki budaya yang sangat beraneka ragam, dan dengan kekayaan itu kita harus sadar untuk melindungi dan menjaga warisan budaya tersebut bagi generasi Bangsa Indonesia selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang terdiri dari berbagai macam suku
dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, Indonesia tentunya memiliki
kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual
masyarakat asli tradisional. Akan tetapi karena perlindungan hukum terhadap
kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional masih lemah, potensi yang
dimiliki oleh Indonesia tersebut justru lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak
asing secara tidak sah.
Kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum terhadap warisan budaya
bangsa merupakan hal yang sangat penting. Bahkan, banyak di antara pencinta
warisan budaya yang berkeyakinan bahwa sumber daya budaya itu tidak saja
merupakan warisan, tetapi lebih-lebih adalah pusaka bagi bangsa Indonesia.
Artinya, sumber daya budaya itu mempunyai kekuatan yang dapat dimanfaatkan
untuk membantu dan melindungi bangsa ini dalam menapaki jalan ke masa depan.
Sebagai pusaka, warisan budaya itu harus tetap di jaga agar kekuatannya tidak
hilang dan dapat diwariskan kepada generasi penerus tanpa berkurang nilainya.1
Menurut Sunaryati Hartono, isu budaya inilah yang merupakan masalah
terbesar abad ke-21 yang dihadapi bersama, baik oleh pemimpin-pemimpin
maupun seluruh rakyat Indonesia, yaitu menemukan pola dan nilai-nilai hidup dan
1
Daud A Tanudirjo, Warisan Budaya Untuk Semua : Arah Kebijakan Pengelolaan
budaya bersama yang akan memungkinkan bangsa Indonesia melompat jauh
(great leap) ke masa depan dan mencapai dalam waktu lima atau sepuluh tahun,
apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa lain dalam 300-400 tahun.2
Pemerintah Indonesia belum melaksanakan tindakan hukum atas
pelanggaran yang dilakukan oleh pihak asing terhadap penggunaan/pemanfaatan
kebudayaan tradisional Indonesia karena pemerintah Indonesia juga memiliki
kekhawatiran takut akan digugat kembali oleh negara lain karena tindakan
pembajakan yang selama ini sering dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa
Indonesia pun telah terkenal sebagai negara yang sering melakukan peniruan atau
pembajakan terhadap karya cipta dari negara lain. bahkan sempat termasuk dalam
daftar sebagai negara pelaku pembajakan karya intelektual asing dalam tingkat
yang mengkhawatirkan.3
Kebudayaan merupakan suatu identitas dan ciri khas dari suatu bangsa,
dimana kebudayaan dapat menunjukkan ciri dari suatu bangsa yang tidak dimiliki
oleh bangsa lain. Sehingga sudah sangat jelas bahwa kebudayaan perlu untuk
dilindungi baik oleh pemerintah maupun masyarakat bangsa tersebut. Pada masa
sekarang ini, kebudayaan sudah sering dilupakan dan diabaikan pelestariannya,
baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang. Oleh karena kebudayaan–
kebudayaa yang ada di Indonesia umumnya telah banyak dilupakan dan tidak ada
upaya untuk melindungi kebudayaan tersebut, maka dapat menimbulkan akibat
yang buruk bagi negara Indonesia, yaitu adanya pengklaiman terhadap
kebudayaan Indonesia yang dilakukan oleh negara lain. Pengklaiman ini tentu saja
2
C.F.G. Sunaryati Hartono, Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Asas Hukum bagi Pembangunan
menimbulkaan dampak yang sangat merugikan bagi Indonesia, baik dari segi
ekonomi, pariwisata, sosial, dan kebudayaan.
Berhubung pelaku pemerintahan Republik Indonesia adalah bangsa
sendiri, maka warisan budaya bangsa yang ada merupakan milik bersama seluruh
Bangsa Indonesia. Ini berbeda situasinya dengan negara Australia dan Amerika
yang warisan budayanya menjadi milik penduduk asli secara eksklusif, sehingga
penduduk asli mempunyai hak untuk melarang setiap kegiatan pemanfaatan yang
akan berdampak buruk pada warisan budaya mereka.
Sejak beberapa tahun yang lalu sampai saat ini, masyarakat dunia telah
memiliki suatu lembaga yang bersifat internasional dan universal untuk mengurus
berbagai kepentingan antara negara dengan negara serta hubungan antara negara
dengan individu yang termasuk klasifikasi subyek hukum internasional sebagai
salah satu pencerminan kerjasama antar negara.
Salah satu badan internasional yang bersifat universal adalah PBB
(Perserikatan Bangsa–Bangsa) yang tujuannya ingin menegakkan perdamaian
dunia. Dalam mewujudkan tujuan itu PBB mempunyai badan khusus
(specializedagencies), yang dibentuk dengan perjanjian antara pemerintah dan
mempunyai tanggung jawab internasional yang luas seperti terumus di dalam
dokumen dasarnya, dalam bidang ekonomi, sosial, kulturil, pendidikan, kesehatan
serta bidang yang bertalian lainnya, yang akan diperhubungkan dengan PBB, dan
perjanjian itu harus disetujui oleh Majelis Umum PBB dan lembaga itu sendiri.4
4
Badan khusus PBB yang mengurus pendidikan, ilmu pengetahuan dan
bidang kulturil diantaranya adalah UNESCO (United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization), didirikan pada tanggal 4 Nopember 1946,
yang dalam perencanaanya atau proyek utama digambarkan usaha-usaha
UNESCO, serta mencari input dengan jalan mencari masalah–masalah praktis
dinegara–negara anggota (These plans, as known as “Major Project” represent a
concentration of UNESCO efforts and resources on practical problems of
concerns to member state).5
1. Riset ilmu pengetahuan pada tanah kering;
Perwujudan dari program di atas, sejak tahun 1955 UNESCO melancarkan
program yang tercakup di dalam 3 (tiga) bidang, yaitu :
2. Penghargaan yang sama terhadap nilai budaya Timur dan Barat.
3. Melancarkan pendidikan dasar yang ekstensif di Amerika Latin.6
Sebagai langkah untuk menindak lanjutinya yang berhubungan dengan hal
tersebut, UNESCO telah mengirimkan tenaga ahli dan bantuan internasional
untuk meminta bantuan dalam menangani warisan budaya bangsa dalam
hubungannya dengan masalah yang timbul dari pelaksanaan ataupun penerapan
konvensi warisan budaya bangsa tersebut. Di sinilah faktor hukum memainkan
peran yang penting agar pemanfaatan warisan budaya bangsa ini tidak
disalahgunakan oleh pihak-pihak asing yang tidak berwenang. Oleh karena itu,
hukum juga memandang warisan budaya bangsa dari aspek perlindungannya,
5
bagaimana memberikan perlindungan hukum yang tepat dan benar, serta dapat
dipahami oleh anggota masyarakat itu sendiri.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap warisan Budaya Bangsa
Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional ?
2. Bagaimana penerapan hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam
melindungi warisan budaya Bangsa Indonesia ?
3. Apakah Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sudah
memadai dalam memberikan perlindungan terhadap warisan budaya
Bangsa Indonesia ?
C. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Dalam melakukan sebuah penulisan maka dibutuhkan suatu tinjauan
kepustakaan, yang bertujuan sebagai bahan pemikiran penulis mengenai hal-hal
apa saja yang nantinya akan menjadi bahasan terhadap penulisan ilmiah ini, dan
merupakan pembimbing atau petunjuk apabila penulis memerlukan teori–teori
dari para ahli mengenai objek yang sedang diteliti penulis yang nantinya akan
diambil menjadi sebuah kutipan untuk menambah wawasan dan pengetahuan
Tinjauan kepustakaan dalam penulisan ini menggunakan Library
Research, yaitu mempelajari serta mengumpulkan data yang diperoleh dari buku –
buku yang menulis tentang perlindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa
baik karangan dalam negeri maupun luar negeri dan peraturan–peraturan yang
mengaturnya secara internasional seperti PBB, konvensi–konvensi mengenai
warisan Budaya Bangsa, maupun yang secara nasional. Teori yang dibahas
meliputi teori kebudayaan dan teori organisasi internasional.
Teori kebudayaan secara garis besar membahas tentang terbentuknya
budaya. Dimana kebudayaan merupakan hal kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat–istiadat, dan kebiasaan
lain yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.7
1. Memandang kebudayaan sebagai kata benda
Berikut ada
empat teori dan pendekatan kebudayaan, yaitu:
Kata kebudayaan (culture) berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian
kebudayaan dapat diartikan : hal–hal yang bersangkutan dengan akal, Ada sarjana
yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk
budi-daya, yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari
kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa,
dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu.
2. Memandang kebudayaan sebagai kata kerja
7
Pendekatan ini dikemukakan oleh Pleh Van Peursen. Pendekatan ini juga
penting untuk dipahami, karena akan mampu menjelaskan kepada kita bagaimana
proses-proses budaya itu terjadi di tengah kehidupan kita. Produk-produk budaya
yang kita pahami lewat pendekatan pertama di atas ternyata juga menyiratkan
adanya proses-proses budaya manusia yang oleh Van Peursen disebut ada tiga
terminal proses budaya. Kehidupan mistis dimana mitos berkuasa, atau kuasa
mitos mengemudikan arah kebudayaan suatu masyarakat, dilanjutkan dengan
hadirnya kehidupan ontologis dan yang terakhir adalah kehidupan fungsional yang
hari-hari ini lebih mendominasi kehidupan budaya kita.
3. Memandang kebudayaan sebagai kata sifat
Hal ini untuk membedakan mana kehidupan yang berbudaya dan tidak
berbudaya, membedakan antara kehidupan manusia yang berbudaya dan makhluk
lain seperti hewan dan benda-benda yang tidak memiliki potensi budaya. Dalam
memandang kebudayaan sebagai kata sifat maka unsur nilai-nilai menjadi sangat
penting. Kebudayaan dikonstruksi sebagai konfigurasi nilai-nilai atau sebagai
kompeksitas nilai-nilai yang kemudian beroperasi pada berbagai level kehidupan.
Konfigurasi nilai yang dimiliki berbagai komunitas budaya yang berbeda
kemudian melahirkan konstruksi budaya yang berbeda-beda pada komunitas
budaya itu.
4. Memandang kebudayaan sebagai kata keadaan
Kondisi-kondisi budaya tertentu menentukan wajah kebudayaan.
Selanjutnya adalah teori mengenai organisasi internasional. Dalam hukum
apa yang dimaksud dengan organisasi internasional, namun demikian para ahli
berusaha mengemukakan pendapat mereka mengenai apa sebenarnya yang
dimaksud dengan organisasi internasional.
Menurut D.W.Bowett : “…and no generally accepted definition of the
public international union has ever benn reached. In general, however, they are
permanent association (i.e., postal or railway administration), based upon a
treaty of a multilateral than a bilateral type and with some define criterion of
purpose”.8
Starke dalam bukunya An Introduction to International Law, yang
membahas secara terpisah“International Institutions”. Ia juga tidak memberikan
batasan yang khusus mengenai pengertian organisasi internasional. Ia hanya
membandingkan fungsi, hak, dan kewajiban serta wewenang berbagai organ
lembaga internasional dengan negara modern. Hal demikian diutarakannya
dengan mengatakan bahwa :
(…dan tidak ada definisi organisasi internasional yang diterima secara
umum. Pada umumnya, bagaimanapun juga organisasi ini adalah organisasi
permanen (misalnya di bidang pos atau administrasi kereta api) yang didirikan
atas dasar perjanjian internasional, yang kebanyakan merupakan perjanjian
multilateral dari pada perjanjian bilateral dan dengan tujuan tertentu).
9
“In the first place, just as functions of the modern state and the rights,
duties, and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal
law called State Constitutional Law, so international institutions are similarly
8
conditioned by a body of rules may will be described as international
constitutional law”.
(Pertama – tama, seperti fungsi suatu Negara modern dengan hak,
kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki berbagai alat perlengkapannya, itu
semuanya diatur oleh hukum nasional, yang dinamakan Hukum Tata Negara
(State Constitutional Law) sehingga demikian organisasi internasional yang ada,
sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern yang diatur oleh semacam
Hukum Tata Negara).10
Menurut Boer Mauna memberikan pengertian organisasi internasional
sebagai berikut: Suatu perhimpunan negara –negara yang merdeka dan berdaulat
yang bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ- organ dari
perhimpunan itu sendiri.11
a. Permanent organization to carry on a continuing set of functions
Menurut Leroy Bannet, organisasi internasional
mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:
b. Voluntary membership if eligble parties.
c. Basic instrument, stating goals, structure and methods of operatio
d. A broadly representative consultative conference organ.
e. Permanent secretariat to carry on continuous.
1
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
10
Ibid 11
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana sebenarnya Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Warisan
Budaya Indonesia di Tinjau Dari Perspektif Hukum Internasional.
Khususnya untuk pemahaman penulis pribadi dan umumnya warga negara
Indonesia yang harus dilestarikan dan tetap dipertahankan agar tidak
diklaim oleh negara asing.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat membawa hasil yang dijadikan bahan
masukan bagi para pihak berkaitan dengan perlindungan warisan
budaya bangsa Indonesia sebagai langkah antisipasi yang berkaitan
dengan kemungkinan adanya pengklaiman warisan budaya bangsa
Indonesia yang terjadi belakangan ini;
2) Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap
masalah yang akan dibahas yaitu mengenai Perlindungan hukum hak
cipta terhadap warisan budaya bangsa ditinjau dari perspektif hukum
internasional.
b. Manfaat Teoritis
1) Ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberi
sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya Ilmu Hukum, terutama pada bidang Hak Kekayaan
dapat memberikan kontribusi akademis mengenai gambaran
perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya bangsa
Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional;
2) Pembentuk Undang-Undang, memberikan masukan tentang
pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan
budaya bangsa Indonesia dalam mengantisipasi terjadinya
pengklaiman oleh pihak asing.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Pembuatan karya ilmiah haruslah merupakan suatu hal yang berasal dari
alam pemikiran yang berdasarkan pengetahuan yang dimilik penulis, tidak
merupakan suatu hal yang telah ditulis terlebih dahulu oleh orang lain atau yang
biasa disebut plagiat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, keaslian
penelitian ini dapat dibuktikan karena sebelum penulisan ini berlangsung penulis
telah melakukan pengecekan terhadap judul ini terlebih dahulu ke Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara apakah mengenai judul ini telah
dibahas sebelumnya atau tidak, dari hasil penelusuran tersebut diatas, maka
dengan demikian penelitian ini adalah asli serta dapat dipertanggungjawabkan
keasliannya
F. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu proses yang menjelaskan tentang cara
digunakan, dan cara analisis data. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data yang diperoleh melalui Penelitian kepustakaan, terutama mengkaji
bahan-bahan hukum primer yang berkaitan dengan materi penelitian, dengan kata
lain pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data sekunder yaitu
pengumpulan data untuk mencari teori-teori, pendapat-pendapat ataupun
temuan-temuan yang berhubungan dengan pokok permasalahan, yang dapat berupa
peraturan perundang-undangan, karya ilmiah dan sumber-sumber lain serta Bahan
hukum tersier yang merupakan bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk, dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun
sekunder seperti kamus bahasa, kamus ilmiah, surat kabar, media informasi dan
komunikasi lainnya.
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah metode penelitian
deskriptif. Dimana penelitian memaparkan dan membahas data – data yang
diperoleh mengenai perlindungan hukum hak cipta terhadap warisan budaya
bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum internasional, dan penerapan
hukum yang berlaku di Indonesia.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dari suatu tulisan merupakan suatu uraian mengenai susunan
penulisan sendiri yang dibuat secara teratur dan rinci. Sistematika penulisan yang
dimaksud adalah untuk mempermudah dan memberikan gambaran secara
menyeluruh dengan jelas dari isi penulisan tersebut. Skripsi ini terdiri dari 5
(lima) bab yaitu sebagai berikut :
Bab ini merupakan pengantar yang di dalamnya terurai mengenai Latar
Belakang Penulisan Skripsi, Perumusan Masalah, yang dilanjutkan
dengan Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan, Metode Penulisan, dan diakhiri dengan Sistematika
Penulisan Skripsi.
BAB II : TINJAUAN UMUM WARISAN BUDAYA BANGSA
Bab ini membahas mengenai Tinjauan umum terhadap warisan budaya
bangsa Indonesia yang meliputi pengertian kebudayaan, ruang lingkup
dan tujuan perlindungan warisan budaya bangsa Indonesia.
BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARISAN BUDAYA
BANGSA INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
INTERNASIONAL
Pada bab ini dibahas juga mengenai perlindungan hukum terhadap
warisan budaya bangsa Indonesia ditinjau dari perspektif hukum
internasional secara umum menguraikan pembahasan mengenai PBB,
peranan UNESCO, dan peranan Trip’s dalam perlindungan hak cipta
terhadap warisan budaya bangsa Indonesia.
BAB IV : PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA
Dalam bab selanjutnya diuraikan mengenai penerapan hukum yang
cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia berdasarkan
Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang hak cipta
BAB V : PENUTUP,
Dalam bab ini berisikan kesimpulan mengenai perlindungan hukum
hak cipta terhadap warisan budaya bangsa Indonesia khususnya
mengenai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia agar dapat
berjalan secara optimal. Pada bagian ini juga dikemukakan beberapa
BAB II
TINJAUAN UMUM WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA
A.KEBUDAYAAN
1. Pengertian Kebudayaan
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang
memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut
Soerjanto Poespowardojo 1993).12 Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.13
Adapun Kebudayaan adalah seperangkat atau keseluruhan simbol yang
digunakan atau dimiliki manusia dalam hidupnya untuk bisa melakukan
reproduksi dan menghadapi lingkungannya, yang diperoleh lewat proses belajar
dalam kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat atau komunitas simbol
atau lambang ialah segala sesuatu yang dimaknai dimana makna dari suatu simbol
itu mengacu pada sesuatu konsep yang lain. Wujud simbol bisa berupa tulisan,
suara, bunyi, gerak, gambar, dan sebagainya. Hukum (dan berbagai institusi sosial
lain) ternyata mempunyai nilai lambang (simbolik) dan juga bekerja dalam
12
Soerjanto Poespowardojo, Strategi Kebudayaan Suatu Pendekatan Filosofis, Gramedia Pustaka Utama (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,1993), hal.63.
13
dataran lambang yang demikian itu. Hukum sudah menjadi lambang yang
menjanjikan suatu tingkat kepastian dan prediktabilitas.14
Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditegaskan bahwa
hukum merupakan bagian dari kebudayaan atau budaya. Apalagi bila mengacu
pada definisi kebudayaan menurut Mochtar Kusumaatmadja15 yang mengartikan
kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan akal budi manusia. Demikian
pula Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa usaha lebih serius untuk
mengembangkan Hukum Nasional adalah bagian dari Kebudayaan Nasional.16
Definisi lain dikemukakan oleh R.Linton dalam buku : “The Cultural
background of personality”, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah
laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur – unsur pembentukannya
didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Di samping definisi – Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan
secara sistematis dan ilmiah adalah E.B.Taylor, yang menulis dalam bukunya :
“Primitve Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang
di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat – istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
14
Mahyudin Al Mudra, Warisan Budaya dan Makna Pelestariannya, (Jakarta : Bumi Aksara,2008), hal.35
15
Mochtar Kusumaatmadja, Tradisi dan Pembaharuan di Negara Yang Sedang Berkembang, Kuliah Perdana Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 21 Oktober 1996, hal.3.
16
definisi tersebut di atas, masih banyak definisi yang dikemukakan oleh para
sarjana – sarjana Indonesia, seperti :17
1) M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial,
ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan
warisan sosial.
2) Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan
pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara
individu maupun kelompok.
3) Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari
masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic,
kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya
sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui
pendidikan formal atau informal.
4) William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki
bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para
17
anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di
terima oleh semua masyarakat.
5) Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi
mengatakan bahwa menurut ilmu antropologi kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.18
a) Bahasa;
Koentjaraningrat (1983) membagi kebudayaan atas 7 unsur:
b) Sistem pengetahuan;
c) Organisasi social;
d) Sistem peralatan hidup dan teknologi;
e) Sistem mata pencaharian hidup,
f) Sistem religi, dan
g) Kesenian.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :19
1) Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia,
meliputi :
a) Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua
ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret. Contoh kebudayaan material
ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi:
mangkuk tanah liat, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga
mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion
olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci;
b) Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan
dari generasi ke generasi, misalnya dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau
tarian tradisional.
2) Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generative (biologis) melainkan
hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar;
19
3) Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa
masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan.
Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual
maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya.20
2. Pengertian Kebudayaan Nasional
Kebudayaan Nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada
di Negara tersebut. Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari
semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa
budaya-budaya itu tak ada Kebudaya-budayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudaya-budayaan Nasional
sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seluruh Nusantara. Kebudayan
Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas.
Kebudayaan Nasional akan mantap apabila di satu pihak budaya-budaya
Nusantara asli tetap mantap, dan di lain pihak kehidupan nasional dapat dihayati
sebagai bermakna oleh seluruh warga masyarakat Indonesia.21
1) Kelompok pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia
belum jelas, yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik
dan kebudayaan asing. Kebudayaan Indonesia itu sendiri sedang dalam
proses pencarian;
Bila dicermati pandangan masyarakat Indonesia tentang kebudayaan
Indonesia, ada dua kelompok pandangan, yaitu :
20
2) Kelompok kedua yang mengatakan mengatakan Kebudayaan Nasional
Indonesia sudah ada. pendukung kelompok ketiga ini antara lain adalah
Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono mencontohkan,
Pancasila, bahasa Indonesia, undang-undang dasar 1945, moderenisasi dan
pembangunan.
Adanya pandangan yang mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia
belum ada atau sedang dalam proses mencari, boleh jadi akibat:22
1) Tidak jelasnya konsep kebudayaan yang dianut dan pahami;
2) Akibat pemahaman mereka tentang kebudayaan hanya misalnya sebatas
seni, apakah itu seni sastra, tari, drama, musik, patung, lukis dan
sebagainya. Mereka tidak memahami bahwa iptek, juga adalah produk
manusia, dan ini termasuk ke dalam kebudayaan.
Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwuju dan cipta,
karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya
manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa,
serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan
nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian
Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.
Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga
mencermikan nilai – nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan
22
nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan
nasional yang dilandasi oleh semangat Pancasila. Kebudayaan nasional dalam
pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak – puncak dari kebudayaan
daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin
dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada
kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum
nasional, serta bahasa nasional.
Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari
peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal
bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan
nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak – puncak kebudayaan daerah dan
kebudayaan suku bangsa yang biasa menimbulkan rasa bangga bagi orang
Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.23
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk
mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan
bangsa, ialah kebudayaan – kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi
puncak – puncak di daerah – daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan
nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada
posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan
nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan
bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi
nasional.
3. Pengertian Warisan Budaya
Pengertian “warisan budaya” tentulah perlu ditegaskan dulu. Apa yang
diwariskan mestinya berasal dari masa sebelum kini. Mengenai sejauh mana
“masa sebelum kini” itu, dapatlah bervariasi: dari yang berasal dari ‘kemarin
(sore)’, melalui yang “zaman sebelum yang sekarang”, sampai ke berasal dari
masa lalu yang jauh silam.24 Warisan Budaya diartikan oleh Davidson25
Pengertian mengenai warisan budaya juga dapat ditemukan pada Konvensi
UNESCO tahun 1972 tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Warisan Alam
Dunia. Konvensi yang dilakukan pada tanggal 16 November 1972 saat General sebagai “
Produk atau hasil budaya fisik dari tradisi – tradisi yang berbeda dan prestasi –
prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok
dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa”. Jadi warisan budaya merupakan hasil
budaya fisik (tangible), dan nilai budaya (intangible), dari masa lalu.
Warisan budaya adalah salah satu bagian dari Pusaka suatu bangsa, yaitu
Pusaka Budaya. Pusaka Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa yang istimewa
dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri – sendiri,
sebagai kesatuan Bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain
sepanjanag sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud
(tangible), dan pusaka tidak berwujud (intangible).
24
http://warisanindonesia.com/2011/05/warisan-budaya,terkahir kali diakses pada tanggal 20 Juni 2011.
25
Conference UNESCO itu mendefinisikan warisan budaya yaitu sebagai berikut,
“Warisan dari masa lampau, yang kita nikmati saat ini dan akan kita teruskan
kepada generasi yang akan datang”.
Menurut Agus Sardjono untuk melindungi kekayaan warisan budaya
sebagai kekayaan intelektual bangsa terlebih dahulu perlu diberikan pembatasan
mengenai konsep warisan budaya itu sendiri. Warisan budaya dapat dilihat
sebagai bentuk pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan ekspresi
kebudayaan tradisional (traditional cultural expression) dari masyarakat local
Indonesia baik dalam bentuk teknologi yang berbasis tradisi maupun ekspresi
kebudayaan seperti seni musik, seni tari, seni lukis, arsitektur, tenun, batik, cerita
maupun legenda.
Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan
ekspresi kebudayaan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat
yang bersangkutan. Beberapa peristiwa penting dalam kehidupan manusia di
dalam kelompok masyarakat tertentu seringkali ditandai dengan ekspresi seni baik
yang mengandung dimensi sakral maupun yang profan. Misalnya penggunaan
hiasan janur kuning sebagai pertanda adanya pesta perkawinan musik gondang
Batak dalam kaitannya dengan upacara adat tertentu, tari-tarian yang dimainkan
dalam suatu event tertentu di Kraton Yogyakarta maupun Surakarta dan
penggunaan kain batik dengan motif tertentu untuk melaksanakan upacara adat.
Dengan demikian, eksistensi pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan itu
oleh masyarakat dipahami sebagai bagian integral dari kehidupan sosial dan
Masyarakat Jawa maupun masyarakat Batak sebagai salah satu contoh,
tidak memandang warisan budaya secara possessive (bersifat memiliki) bahkan
sebaliknya keduanya justru sangat terbuka. Mereka tidak keberatan jika ada orang
luar yang bukan anggota kelompok, ingin belajar tentang pengetahuan tradisional
tertentu maupun seni tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Falsafah hidup
dalam kebersamaan (togetherness) membuat tradisi “berbagi” (sharing) menjadi
sesuatu yang hidup dan menjadi kebiasaan. Kebudayaan berbagi (ethic of sharing)
menjadi salah satu ciri dari kehidupan sosial yang sangat menghargai keserasian
dan keharmonisan kehidupan bersama.
B.RUANG LINGKUP WARISAN BUDAYA BANGSA INDONESIA
Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya termasuk kelompok pengetahuan
budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan.
Prof.Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan
dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu : 26
1. Ilmu–ilmu Alamiah (natural scince).
Ilmu–ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang
terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah.
Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan–
keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis
ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil
penelitian 100% benar dan 100% salah.
2. Ilmu–ilmu sosial (social scinc ) .
26
Ilmu–ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan–keteraturan yang
terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan
metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu–ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya
tidak 100% benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam
hubungan antara manusia ini tidak dapat berubah dari saat kesaat.
3. Pengetahuan budaya (the humanities).
Bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan–kenyataan yang
bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan
peristiwa-peristiwa dan kenyataan–kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi
arti. Adapun beberapa contoh warisan budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia
adalah sebagai berikut :
a. Tari–tarian, misalnya Tari Pendet, Tari Remo, Tari Lilin, Tari Jaipong,
Tari Kecak, dll;
b. Candi, misalnya Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Mendut, dll;
c. Lagu Daerah, misalnya Sayonara, Soleram, Ampar – ampar pisang, Apuse,
dll.
d. Masakan, misalnya Tumpeng, Rendang, Gudeg, Lodho, Soto, Sate, Ruja,
dll;
e. Pakaian adat, misalnya Baju Bodho, Kebaya, Jarit, Kain Songket, Batik,
dll;
f. Upacara adat, misalnya Ngaben, Kasodo, Sekaten, Larung Sajen, Nyadran,
g. Alat musik daerah, misalnya Angklung, Seruling, Tifa, Rebana, Kulintang,
Gamelan, dll;
h. Rumah adat, misalnya Joglo, Gadang, Limas, dll.
C. Tujuan Perlindungan Warisan Budaya Bangsa Indonesia
Adapun yang dimaksud dengan perlindungan dalam hal ini menurut
Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Bangsa adalah
Pasal 2 ayat (3) :
"Perlindungan" adalah tindakan–tindakan yang bertujuan
memastikan kelestarian warisan budaya bangsa, termasuk identifikasi,
dokumentasi, penelitian, preservasi, perlindungan, pemajuan, peningkatan,
penyebaran, khususnya melalui pendidikan, baik formal maupun
nonformal, serta revitalisasi berbagai aspek warisan budaya tersebut.
1. Prinsip Konsep Pelestarian Warisan Budaya Bangsa Indonesia
Kata pelestarian sudah dikenal umum baik dikalangan akademis, birokrat,
dan masyarakat luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menurunkan tiga arti
untuk kata “lestari”:27
a. seperti keadaan semula;
b. tidak berubah;
c. kekal.
27
Ketiga arti kata ini mungkin masih tepat digunakan dalam pemahaman
terhadap produksi budaya bersifat fisik (tangible) seperti Benda Cagar Budaya.
Akan tetapi produk budaya yang bersifat tan benda (intangible) seperti dalam
bentuk seni dan tradisi (yang lebih menekankan dalam bentuk ide, konsep, norma)
ketiga arti tersebut sangat berlawanan dengan sifat seni dan tradisi yang hidup.
Bila arti kata lestari itu kita terapkan kepada pelestarian seni maupun tradisi, maka
kebudayaan suatu masyarakat akan tidak bergerak, tidak hidup sejajar dengan
perkembangan budayanya. Sebab kesenian, maupun tradisi apapun tidak ada yang
tidak mengalami perubahan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menurunkan tiga kata “melestarikan”
yaitu :28
a. menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah;
b. membiarkan tetap seperti keadaan semula;
c. mempertahankan kelangsungan (hidupnya).
Arti yang pertama dan kedua tidak mengembangkan kreativitas seni, maupun
tradisi. Sedangkan arti yang ketiga masih dapat ditafsirkan bagaimana kreativitas
seni maupun tradisi berkiprah untuk melangsungkan hidup suatu jenis kesenian
maupun tradisi lainnya.
Bagi masyarakat yang mengartikan pelestarian sebagai usaha dalam
membuat sesuatu tidak berubah, seperti keadaan semula, mungkin produk budaya
harus seperti keadaan semula. Peninggalan budaya nenek moyang yang berupa
candi, pura, puri, rumah adat, keris, peralatan dari perunggu, atau mas dan perak
dan lain sebagainya. Tetapi tidak untuk tari, sastra, musik, tatacara, upacara dan
lain sebagainya. Golongan yang kedua ini ada yang memang harus memeng
dijaga kelestariannya sedapat mungkin, tetap digunakan sebagai bahan baku karya
seni baru. Artinya pelestarian yang dimaksudkan dalam hal ini adalah membuat
sesuatu berkelanjutan.
1) Memahami Konsep Tradisional dalam Pelestarian Warisan Budaya
Bangsa Indonesia
Dalam percakapan sehari–hari “tradisi” sering dikatikan dengan pengertian
kuno, ataupun dengan sesuatu yang bersifat sebagai warisan nenek moyang.
Edward Shils29 dalam bukunya yang berjudul Tradision telah membahas
pengertian “tradisi” itu secara panjang lebar. Pada intinya ia menunjukkan bahwa
hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi, namun tradisi itu
bukanlah sesuatu yang statis. Kalau kita berbicara tradisi hal – hal yang harus
diperhatikan : 30
a. Waktu atau masa.
Arti yang paling dasar dati kata tradisi, yang berasal dari kata terditium
adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke masa kini. Dari
arti dasar ini dapat dipermasalahkan selanjutnya, seberapa panjangkah
waktu/masa yang menjadi satuan untuk melihat penerusan tradisi tersebut.
Ternyata panjangnya waktu atau masa ini relatif. Satuan masa itu bisa sangat
29
Edward Shils, Tradition, (New York : Peryphery, 1995), hal.90.
30
panjang seperti misalnya suatu zaman yang ditandai oleh sistem kepercayaan atau
system sosial yang berbeda. Contoh dari satuan yang sangat panjang ini terdapat
pada ungkapan seperti: “Penghormatan kepada raja pada jaman Islam di daerah itu
untuk sebagian masyarakat masih meneruskan tradisi zaman Hindu–Budha”.
Satuan masa itu dapat pula lebih pendek, misalnya meliputi masa pemerintahan
seorang raja, seperti yang dapat dicontohkan oleh ungkapan : “Sultan HB IX
mengembangkan tradisi tari Yahya dengan menciptakan Beksan Golek Menak
sebagai varian tekhnik baru atas dasar tehnik tari Yogya yang telah mantap”
Disamping satuan–satuan masa yang kurang lebih berkaitan dengan
kesatuan–kesatuan politis kenegaraaan itu, istilah tradisi juga dapat digunakan
untuk satuan yang lebih kecil, seperti angkatan murid dalam suatu sekolah.
b. Batas wilayah cakupan.
Tradisi itu, disamping dapat dibahas dari sudut panjangnya rentang waktu
yang diliputinya, juga dapat dilihat dari segi batas–batas wilayah cakupnya. Suatu
tradisi dapat dilihat sebagaian mempunyai pusat tertentu, dan dari pusat itulah ia
memancarkan, selama proses pemancaran itu dapat terjadi penganekaragaman
variasi. Semakin kepinggir semakin banyak perbedaan dengan apa yang terdapat
di pusat tradisi.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa jarak antara hal ini perlu
diperhatikan bahwa jarak antara pusat dan pinggir itu tidak selalu ditentukan oleh
geografis, melainkan juga oleh tingkat sarana komonikasi antara keduanya, baik
dalam hal kecepatannya maupun ketepatannya. Dikawasan pinggiran terdapat
tradisi di kawasan pinggir (dari dua tradisi berdampingan) itu cenderung bersifat
evolusionistik dan tanpa dorongan pembaruan secara sadar. Tumbuhnnya tradisi
khas perbatasan ini tampak misalnya pada apa yang terdapat di Bali dan Sasak
seperti tradisi lisan Cakepung dan sebagainya.
c. Pertemuan tradisi dan pusat tradisi.
Berbeda dengan itu adalah pertemuan dua tradisi yang terjadi di
pusat. Masuknya suatu pertemuan dua tradisi biasanya terlihat dengan
jelas sebagai perhadapan dua tradisi yang berbeda. Apa yang berasal dari
luar diterima sebagai suatu warisan baru yang tiba–tiba datang. Masuknya
tradisi baru itu mempunyai tiga kemungkinan akibat :
1) yang baru itu menjadi satu khasanah tambahan disamping yang lama;
2) yang baru itu memberi pengaruh ringan kepada tradisi setempat yang telah
mengakar, tanpa mengubah citra dasar tradisi setempat itu ;
3) tradisi baru berpengaruh cukup kuat terhadap tradisi lama dalam bidang
yang sama, sehingga menjadi suatu bentuk baru.
Contoh kuat yang dirasakan pada masyarakat Bali yaitu sistem pembakaran mayat
dari menggunakan kayu api ke teknologi kompor.
d. Perubahan
Suatu hal yang perlu disadari dalam melihat masalah tradisi ini adalah
kenyataan bahwa sesungguhnya dalam rangka perjalanan suatu tradisi senantiasa
terjadi perubahan internal. Kalau perubahan itu masih dirasakan berada dalam
batas–batas toleransi, maka orang merasa atau beranggapan bahwa tradisi yang ini
ketakanlah memelihara warisan budaya bangsa pada khususnya, tidak harus
berarti membekukannya.
3) Sejarah Pelestarian Warisan Budaya Bangsa Indonesia
Dalam memahami sejarah bangsa tercakup dua pengertian di dalamnya
yaitu masa lampau dan rekontruksi tentang masa lampau. Masa lamapau hanya
terdapat dalam ingatan orang–orang (ingatan kolektif) yang pernah
mengalaminya. Kenyataan ini baru bisa diketahui oleh orang lain apabila
diungkapkan kembali dengan adanya komonikasi dan dokumentasi yang menjadi
kisah atau gambaran tentang peristiwa masa lampau. Proses ini disebut
rekontruksi sejarah atau dalam ilmu sejarah disebut dengan Historiografi.
Dalam pengelolaan pelestarian sejarah, bukan sejarahnya maupun
peristiwanya yang harus dilestarikan. Melainkan nilai–nilai sejarah yang terdapat
dalam peristiwa tersebut. Peristiwa sejarah cukup sekali terjadi, akan tetapi nilai–
nilai dari peristiwa tersebut akan hidup sepanjang jaman. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh umat manusia sebagai cermin hidup.
Di dalam pengelolaan pelestarian yang sifatnya tak berwujud yang
diharapkan adalah menghasilkan :
a) Kualitas produk budaya (bukan jumlah produk budaya);
b) Konsep–konsep , nilai–nilai, norma–norma;
c) Pencitraan suatu pemikiran dari suatu masyarakat pendukung kebudayaan
d) Untuk menghasilkan pengelolaan pelestarian yang optimal tentu didasari
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARISAN BUDAYA BANGSA
DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
A. PBB
1. Sejarah Lahirnya PBB
PBB didirikan di San Fransisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi
Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum pertama yang
dihadiri wakil dari 51 negara baru berlangsung pada 10 Januari 1946 di Church
House, London. PBB adalah organisasi universal dimana semua Negara dapat
menjadi menjadi anggota.31 Mahkamah International pernah menyatakan dalam
Reparations for Injuries Case, bahwa Mahkamah mengakui pembentukan PBB
oleh anggota-anggota dalam masyarakat internasional menghasilkan suatu entitas
yang memiliki objective personality. Keanggotaan dari PBB , bersama dengan
berbagai fungsi-fungsi yang luasnya, telah membuat posisi PBB di atas
organisasi-organisasi international lainnya.32 Sejak didirikan hingga tahun 2007,
sudah tercatat ada 192 negara yang menjadi anggota PBB. Markas pertama PBB
berada di San Francisco, namun sejak tahun 1946 sampai sekarang kantor
pusatnya terletak di New York ( Amerika Serikat ).33
2. Asas dan Tujuan PBB
Asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai berikut :
1. Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota.
31
Dr. Boer Mauna, Hukum Internasional 1, Edisi Ke-10, (Jakarta : Sinar Grafika,2004), hal. 462-463
32
Richard K. Gardiner, International Law, (England: Pearson Education Limited, 2003),hal.224
33
2. Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota.
3. Penyelesaian sengketa dengan cara damai.
4. Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan
Piagam PBB.
5. PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.
Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai berikut:34
1. Memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
2. Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan
asas-asas persamaan derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan tidak
mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
3. Mengembangkan kerjasama internasional dalam memecahkan
masalah-masalah ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan.
4. Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya
peperangan.
5. Memajukan dan menghargai hak asasi manusia serta kebebasan atau
kemerdekaan fundamental tanpa membedakan warna, kulit, jenis kelamin,
bahasa, dan agama.
6. Menjadikan pusat kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama
yang harmonis untuk mencapai tujuan PBB.
Disamping itu PBB sebagai organisasi internasional wajib melaksanakan
kehendak negara-negara anggota yang dituangkan dalam suatu perjanjian
34
internasional. Oleh karena itu PBB melalui bermacam-macam ikatan,sangat dekat
dengan negara yang mendirikannya dan dalam banya hal sangat tergantung pada
negara-negara tersebut.35
3. Hubungan Antara RI dengan PBB
Untuk pertamakalinya hubungan RI dengan PBB adalah ketika PBB ikut
campur dalam persoalan Indonesia – Belanda pada waktu Agresi Militer Belanda
Pertama pada tanggal 21 Juli 1947. Terbentuknya Komisi Jasa – Jasa Baik atau
yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) mempunyai tugas
yang dibebankan Dewan Keamanan PBB yaitu membantu menyelesaikan
sengketa antara RI dan Belanda secara damai.36 Atas prakarsa KTN maka
tercapailah perundingan Renville. Ketika Belanda melakukan Agresi Militernya II
pada tanggal 19 Desember 1948, Dewan Keamanan PBB mengubah KTN menjadi
Komisi Perserikatan Bangsa – Bangsa untuk Indonesia (UNCI = United Nations
Comission for Indonesia) yang bertugas melancarkan perundingan antara RI dan
Belanda. Atas prakarsa UNCI ini maka tercapailah Perundingan Roem – Royen,
di mana perundingan ini merupakan satu jenjang menuju Konferensi Meja Bundar
(KMB). Walaupun melalui KMB Indonesia diakui kedaulatannya secara resmi
tanggal 27 Desember 1949, akan tetapi permasalahan antara RI dan Belanda
tuntas karena masalah Irian Barat (sekarang Papua) masih diduduki Belanda.37
35
Ibid, hal.463
36
Widhisejarahblog.blogspot.com/2010/09/perjuangan-bangsa-indonesia-merebut, terakhir kali diakses pada tanggal 25 Juni 2011
Oleh karena itu RI selain berjuang dengan cara damai dan diplomasi baik
pendekatan langsung dengan Belanda, juga melalui forum internasional. Sebagai
ungkapan rasa terima kasih kepada PBB maka pada tanggal 27 September 1950
Indonesia masuk menjadi anggota PBB sebagai anggota yang ke-60. Ketika
Belanda masih tetap menduduki Irian Barat sehingga habis kesabaran bangsa
Indonesia, oleh Presiden Soekarno dikumandangkan Trikora (Tri Komando
Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961. dengan operasi militer maupun tekanan
Belanda melalui diplomasi maka Belanda terpaksa melepaskan Irian Barat.
Melalui Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA = United Nations Temporary
Executive Authority) maka Irian Barat kembali ke pangkuan NKRI pada tanggal 1
Mei 1963. Dengan demikian PBB berperan penting dan berjasa dalam menjaga
keutuhan wilayah RI .
4. Peran Indonesia Terhadap PBB
Republik Indonesia tidak hanya menerima bantuan dari PBB akan tetapi
juga berperan aktif baik secara tidak langsung maupun secara langsung terhadap
PBB, yakni sebagai berikut :38
1. Secara tidak langsung, Indonesia ikut menciptakan perdamaian dunia
melalui kerja sama dalam konferensi Asia Afrika, ASEAN maupun gerakan
Non Blok. Republik Indonesia tidak hanya menerima bantuan dari PBB akan
tetapi juga berperan aktif baik secara tidak langsung maupun secara langsung
terhadap PBB, yakni sebagai berikut.
38
2. Secara langsung yakni Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda sebagai
sumbangan terhadap PBB untuk menciptakan perdamaian dunia.
3. Pada tahun 1985 Indonesia membantu PBB yakni memberikan bantuan pangan
ke Ethiopia pada waktu dilanda bahaya kelaparan. Bantuan tersebut
disampaikan pada peringatan Hari Ulang Tahun FAO ke- 40.
4. Indonesia pernah dipilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan
PBB pada tahun 1973-1974.
B.UNESCO
1. Sejarah Terbentuknya UNESCO
UNESCO dibentuk pada tanggal 4 November 1946 oleh 43 negara dunia.
Lembaga ini bergerak di bidang ilmu, budaya, dan pendidikan. Tujuan pendirian
organisasi ini adalah untuk membangun hubungan ilmu dan kebudayaan di antara
berbagai negara serta menyebarkan buku-buku dalam berbagai bahasa. Dengan
cara ini, diharapkan ikatan kebudayaan dunia semakin meningkat. Di antara poin
penting yang tercantum dalam piagam pendirian UNESCO adalah penghormatan
terhadap keadilan, pemerintahan hukum, perlindungan HAM, dan kebebasan
asasi. Badan utama dalam UNESCO adalah Sekjen, Badan Pelaksana, dan Sidang
Umum. Markas UNESCO terletak di Paris.
Landasan tujuan didirikannya UNESCO adalah untuk memberikan
kontribusi terhadap perdamaian dan keamanan dengan mempromosikan
kolaborasi antara bangsa – bangsa melalui pendidikan, ilmu pengetahuan dan
aturan hukum dan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental yang
menegaskan untuk bangsa di dunia, tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa
atau agama, berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa.
( “The purpose of the Organization is to contribute to peace and security by promoting collaboration among the nations through education, science and culture in order to further universal respect for justice, for the rule of law and for the human rights and fundamental freedoms which are affirmed for the peoples of the world, without distinction of race, sex, language or religion, by the Charter of the United Nations”.)
2. Konvensi yang Dihasilkan UNESCO Untuk Melindungi Warisan Budaya
Bangsa Indonesia.
Misi United Nations Educational. Scientific and Cultural Organization
(UNESCO), bersifat unik, karena misinya tersebut meliputi perkembangan umat
manusia, yaitu pendidikan, ilmu pengetahuan, pengetahuan social, dan humaniora,
serta komunikasi guna menentukan tempat dan mengarahkan manusia dalam
gerakan perubahan dunia yang sangat cepat. UNESCO, sebagai satu – satunya
badan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dengan tugas khusus untuk
melindungi warisan budaya bangsa yang berada dalam pengawasan upaya
internasional untuk melindungi kreativitas dan keragaman di seluruh dunia.
Berdasarkan Makalah Background Paper for UNESCO meeting
Intangable Heritage Beyond Borders : Safeguarding Through International
2003 antara lain adalah menyediakan media kerja sama dan bantuan internasional
untuk mendukung perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).39
Tujuan dari aliansi ini adalah untuk mempromosikan keragaman budaya,
pembangunan ekonomi, dan mendorong terciptanya lapangan kerjanya dalam
bidang musik, penerbitan, perfilman, kerajinan, dan pertunjukan seni. Konvensi
ini telah diratifikasi oleh seratus Negara di seluruh dunia.
Beberapa Konvensi UNESCO untuk melindungi warisan budaya di
seluruh dunia antara lain :
a. Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention) tahun 1952,
revisi tahun 1971.
Konvensi ini berkomitmen untuk mempromosikan perlindungan hak cipta
semenjak keberadaan hak cipta tersebut untuk pertama kalinya (merupakan
konvensi pertama yang digunakan dalam bidang budaya). Konvensi ini bertujuan
untuk memberikan jaminan secara umum hal – hal yang berhubungan dengan hak
cipta dalam bidang industri kreasi dan budaya. Konvensi ini melaksanakan dalam
kerangka Aliansi Global untuk Keaneka Ragaman Budaya, peningkatan
kesadaran, pelatihan dan peningkatan kemampuan dalam bidang undang – undang
hak cipta.
40
Perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini terbagi menjadi General
Protection, dan Special Protection. Perlindungan Umum atau General Protection
b. Konvensi Untuk Perlindungan Kekayaan Budaya dalam Konflik
Bersenjata pada tahun 1954.
39
Basuki Antariksa, Makalah Kerja Sama Internasional Dalam Perlindungan Warisan
diberikan pada setiap properti budaya yang ada dalam suatu area konflik
bersenjata. Militer tak boleh menggunakan properti tersebut kecuali ada
kepentingan militer yang memaksa.
Perlindungan Khusus/spesial diberikan bagi properti budaya yang
kemudian telah didaftarkan dalam suatu International Register of Cultural
Property under Special Protection, maka pengecualian untuk boleh berlakunya
peran militer dalam properti budaya hanyalah dengan alasan ”unavoidable
military necessity (kepentingan militer yang tak terhindarkan)”.
c. Konvensi mengenai Cara Untuk Melarang dan Mencegah Impor, Ekspor
dan Pengalihan Kepemilikan Kekayaan Budaya yang Tidak Diperbolehkan
pada tahun 1970.
Konvensi ini bertujuan melindungi property budaya terhadap ancaman
pencurian, eksport ilegal dan alienasi yang salah. Pada tanggal 27 Juni 2003 telah
tergabung 100 Negara Anggota dalam Konvensi UNESCO 1970. Konvensi
UNESCO 1970 juga melindungi benda b