• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Good Manufacturing Practices ( GMP ) Sebagai Bentuk Keamanan Mutu Pangan Hasil Pertanian Dalam Rangka Perlindungan

DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN

C. Penerapan Good Manufacturing Practices ( GMP ) Sebagai Bentuk Keamanan Mutu Pangan Hasil Pertanian Dalam Rangka Perlindungan

Konsumen

Perkembangan teknologi pengolahan makanan, di satu pihak memang mambawa hal-hal yang positif seperti peningkatan pengawasan mutu, perbaikan sanitasi, standardisasi pengepakan dan labeling serta grading.227 Namun di sisi lain teknologi pangan akan menyebabkan semakin tumbuhnya kekhawatiran, semakin tinggi risiko tidak aman bagi makanan yang dikonsumsi. Teknologi pangan telah mampu membuat makanan-makanan sinetis, menciptakan berbagai zat pengawet makanan, zat additives, dan zat-zat flavor.228 Zat-zat kimia tersebut merupakan zat-zat yang ditambahakan pada produk-produk makanan sehingga

226

Ibid. 227

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 171. 228

produk tersebut lebih awet, indah, lembut, dan lezat. Produk-produk inilah yang disukai konsumen untuk dikonsumsi.229

Agar pengan yang aman tersedia secara memadai, perlu diupayakan terwujudnya suatu sistem pangan yang mampu memberi perlindungan kepada konsumen yang mengkonsumsinya sehingga pangan yang diedarkan dan/atau diperdagangkan tidak merugikan serta aman bagi kesehatan jiwa konsumen.230 Oleh karena konsumen tidak berdaya sama sekali dalam menhadapi pangan berbahaya yang diedarkan dan/atau diperdagangkan maka dalam hal ini Pemerintah adalah lembaga satu-satunya yang berkewajiban manangani dan melindunginya.231 Untuk dapat melindunggi konsumen dengan baik berbagai peraturan telah dikeluarkan paling sedikitnya oleh empat departemen, yaitu Depkes, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Industri. Semua peraturan yang mengaitkan pangan tersebut memiliki landasan hukum yakni Undang-Undang Pangan.232

UU Pangan sebagai landasan hukum bagi segala peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan pangan telah mengatur hal mengenai keamanan pangan dan jaminan keamana pangan dan mutu pangan.

Dalam hal keamanan pangan diatur dalam Pasal 67 UU Pangan yang menyatakan bahwa Keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan agar tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah

229 Ibid. 230 Ibid. 231

Winarno, Op. Cit., hal. 32. 232

terjadinya kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.233

Keamanan pangan ini juga dipertegas melalui Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 21 yang menyatakan Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standard an atau persyaratan kesehatan. 234

Dalam pelaksanaan keamanan pangan pemerintah menetapkan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, sehingga tiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. Pemenuhan standar Pangan dan Mutu Pangan dilakukan melalui penerapan sistem Jaminan Keamanan dan Mutu Pangan dengan memberikan sertifikat Jaminan Keamanan Pangan dan Mutu pangan yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenis Pangan dan/ atau Skala Usaha oleh Pemerintah atau Lembaga Sertifikasi yang telah terakreditasi oleh Pemerintah.235

Peraturan-peraturan di atas sangat jelas menunjukan adanya upaya dari pemerintah dalam memberikan rasa aman bagi masyarakat atas produk pangan yang beredar di pasaran dengan memberlakukan persyarat keamanan pangan dan mutu pangan melalui pelaksanaan jaminan keamanan dan mutu pangan.

Penjaminan keamanan mutu pangan yang ditetapkan oleh pemerintah kemudian wajib dilaksanakan oleh setiap pelaku usaha yang memproduksi hasil

233

Indonesia (Pangan), Op. Cit., Pasal 67. 234

Indonesia (Kesehatan), Undang-Undang tentang Kesehatan, UU No. 23 Tahun 1992, LN Nomor 100 Tahun 1992, TLN Nomor 3495, Pasal 21.

235

pertanian. Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan di bidang Pangan Segar harus memenuhi persyaratan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan Segar. 236

Jaminan mutu pangan tidak hanya dibebankan kepada pelaku usaha yang memproduksi pangan hasil pertanian melainkan juga kepada setiap orang yang memproduksi pangan untuk di perdagangkan diwajibkan untuk bertanggung jawab menyelenggarakan system jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi.237

Berdasarkan ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi dan memperdagangkan pangan hasil pertanian memiliki kewajiban untuk menjamin mutu pangannya sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen, sebab konsumen sudah selayaknya mendapatkan pangan yang terjamin kualitasnya sesuai dengan harga yang dibayarkan untuk pangan yang didapatkannya.

Sebagai bentuk perlindungan bagi konsumen, setiap pelaku usaha wajib menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan berdasarkan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam standar mutu barang dan/ atau jasa yang berlaku.238 Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/ atau memperdagangkan barang dan/ atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak

236

Ibid, Pasal 88 ayat (1). 237

Indonesia ( Keamanan, Mutu, dan, Gizi Pangan), Op. Cit., Pasal 21 ayat (1). 238

sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang- undangan.239

Dari semua peraturan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa selain pemerintah yang bertindak sebagai Pembina dan pengawas, pelaku usaha juga memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi konsumen sebagai pihak yang memproduksi pangan yang akan dikonsumsi oleh konsumen nantinya. Pelaku usaha yang memproduksi pangan hasil pertanian wajib mengikuti program jaminan mutu dan keamanan pangan, dengan persyaratan dasar yang meliputi bidang bidang tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan peternakan. Persyaratan ini dilakukan dengan penerapan GAP/GFP, GHP, dan GMP.240

Penerapan GMP sebagai bentuk keamanan mutu pangan hasil pertanian dalam rangka perlindungan konsumen memiliki pedoman secara umum dalam melaksanakan kegiatan usaha pengolahan hasil pertanian secara baik dan benar yang dapat diikuti oleh pelaku usaha sehingga menghasilkan produk olahan yang memenuhi standar mutu olahan yang aman untuk dikonsumsi konsumen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik ( Goood Manufacturing Practices).

239

Ibid, Pasal 8 ayat (1) huruf a. 240

Dengan memastikan bahwa pelaku usaha telah menerapkan GMP dalam proses produksi pangan hasil pertaniannya maka pelaku usaha telah memenuhi kewajibannya untuk menjamin mutu pangan dan secara langsung telah berperan dalam melindungi konsumen.

A. Kesimpulan

Dari kesimpulan pembahasan dalam beberapa bab diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perlindungan konsumen di Indonesia didasari pada ketidak berdayaan konsumen dalam menghadapi masalah dalam mendapatkan barang dan/atau jasa yang layak untuknya. Untuk itu dilakukan perlindungan terhadap konsumen namun hal ini tidak berarti konsumen dapat bertindak bebas dalam menuntut pelaku usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang berkualitas serta menyebabkan kerugian pada pelaku usaha. Karena itu perlindungan konsumen juga harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan dari pelaku usaha. Untuk menjaga keamanan dan kenyamanan konsumen dan pelaku usaha maka para pihak mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing. Pengaturan mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha di Indonesia diatur dalam UUPK. Hak dan kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UUPK sedangkan hak dan kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UUPK. Di dalam pasal pasal tersebut telah dimuat dengan jelas apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari konsumen dan pelaku usaha secara adil. Dengan hak

2. dan kewajiban yang adil dari konsumen dan pelaku usaha maka perlindungan konsumen diharapkan akan menyejahtrakan kedua belah pihak.

3. Pengaturan GMP di Indonesia pertama kali diperkenalkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB). Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dalam bidang pangan hasil pertanian pengaturan mengenai GMP sendiri diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Permentan 20/2010 yang menyebutkan bahwa GMP adalah syarat dasar dalam menjaga keamanan mutu pangan. Kemudian mengenai penerapan dari GMP ini diatur dalam peraturan lainnya yakni Permentan 35/2008.

4. Penerapan GMP sebagai bentuk keamanan mutu pangan hasil pertanian dalam rangka perlindungan konsumen memiliki pedoman secara umum dalam melaksanakan kegiatan usaha pengolahan hasil pertanian secara baik dan benar yang dapat diikuti oleh pelaku usaha sehingga menghasilkan produk olahan yang memenuhi standar mutu olahan yang aman untuk dikonsumsi konsumen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik ( Goood Manufacturing Practices). Dengan memastikan bahwa pelaku usaha telah

menerapkan GMP dalam proses produksi pangan hasil pertaniannya maka pelaku usaha telah memenuhi kewajibannya untuk menjamin mutu pangan dan secara langsung telah berperan dalam melindungi konsumen.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dia atas, diajukan beberapa saran yaitu :

1. Setiap pihak dalam gerakan perlindungan konsumen harus menyadari setiap hak dan kewajiban yang dimilikinya. Konsumen harus lebih peduli dan cermat terhadap setiap barang ataupun pangan yang dikonsumsinya, pelaku usaha haruslah menjalankan usahanya dengan itikad baik dengan tidak hanya memikirkan mendapatkan untung yang besar tetapi mengenyampingkan hak dari konsumen dan pemerintah harus lebih aktif dalam mengawasi dan membina konsumen serta pelaku usaha juga lebih tanggap dalam menangani setiap permasalahan perlindungan konsumen.

2. Perlu adanya kesadaran bagi pelaku usaha untuk menerapkan GMP dalam proses produksinya dengan tidak berpikir bahwa hal itu adalah suatu kewajiban semata tetapi juga cara untuk meningkatkan mutu pangannya sehingga pangan tersebut dapat bersaingan tidak hanya dengan produk dalam negeri tetapi juga dengan produk luar negeri.

3. Pemerintah sebagai pengawas dan pembina harus lebih aktif melihat kesiapan pelaku usaha dalam menerapan GMP sehingga tidak hanya pelaku usaha sendiri yang berusaha menerapan GMP tetapi ada juga keikutsertaan pemerintah dalam menerapkannya dengan begitu diharapkan pangan

pertanian Indonesia dapat bersaing secara global dan terciptanya suasana yang kondusif dalam perdagangan di Indonesia.

Dokumen terkait