• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode Adjusted Winner dalam Konflik

PENERAPAN METODE ADJUSTED WINNER

A. Penerapan Metode Adjusted Winner dalam Konflik

Contoh sederhana yang kita pelajari dalam bab sebelumnya dengan

membagi sejumlah barang dengan menerapkan metode Adjusted Winner juga

dapat deterapkan untuk masalah dalam segala macam perselisihan. Dalam tulisan

ini akan digambarkan penerapan metode Adjusted Winner dalam mengatasi

konflik Israel-Palestina di Timur Tengah. Akan ditunjukan sejauh mana

matematika dapat membantu mengatasi berbagai isu yang menjadi sumber

masalah antara kedua negara.

Pada dasarnya peperangan yang terjadi antara Israel dan Palestina ini

adalah karena perebutan kekuasaan di jalur Gaza, Tepi barat dan Yerusalem

Timur. Proses perebutan wilayah ini sudah berlangsung lebih dari 60 tahun yang

lalu. Masyarakat Israel sangat heterogen kerena terdiri dari imigran banyak

negara, yang notabenya mempunyai etnis, bahasa, latar belakang, pandangan

politik dan agama yang berbeda. Dari berbagia etnis yang mendiami wilayah ini,

etnis Yahudilah yang paling mendominasi dalam kelompok ini. Setelah proses

yang sangat panjang akhirnya kaum Yahudi memproklamirkan berdirinya negara

Israel pada tahun 1948. Dengan kemerdekaan ini, cita-cita orang Yahudi yang

tersebar diseluruh dunia untuk mempunyai negara sendiri telah tercapai. Pada

Uganda atau Palestina untuk ditinggali. Keterikatan historis dengan Palestina ini

menyebabkan etnis Yahudi berbondong-bondong datang ke Palestina. Sebenarnya

konflik ini sangat berkaitan dengan unsur agama, para Yahudi sangat ingin

menguasai Bukit Zion dan sekitarnya yang dikeramatkan dan di percaya oleh

mereka bahwa tempat itu tempat suci tuhan mereka.

Pada tanggal 2 November 1917, Menteri Luar Negeri Britania Raya/

Inggris Arthur J. Balfour menulis surat kepada pemimpin Yahudi di Inggris Lord

Rothschild untuk dikirimkan kepada kaum Zionism (gerakan politik kaum

Yahudi) mengatakan:

Tampilan Pemerintah Mulia dengan mendukung pembentukan di

Palestina sebuah rumah nasional bagi orang-orang Yahudi, dan akan

menggunakan yang terbaik upaya untuk memfasilitasi tercapainya tujuan

ini. (Shlaim 2000: 7).

Surat ini kemudian dikenal sebagai Deklarasi Balfour. Menurut sejarawan

Palestina, keputusan politik ini adalah salah satu akar penyebab Palestina menjadi

pihak yang sangat dirugikan. Surat keputusan ini melemahkan hak-hak penduduk

asli Palestina, dan berjanji untuk mendukung pendirian kebangsaan Yahudi di

Palestina. Sejak awal berdirinya Israel tidak pernah terlepas dari dukungan negara

adidaya seperti Inggris dan Amerika Serikat. Kemudian di Palestina muncul

kelompok HAMAS sebagai reaksi atas keinginan ingin melepaskan wilayahnya

Menurut Okezone.com Kamis 2 Mei 2013 dikabarkan Perdana Menteri

Israel Benjamin Netanyahu menegaskan, konflik yang terjadi antara Israel dan

Palestina bukan disebabkan karena perebutan wilayah. Hal itu disebabkan karena

Palestina menolak eksistensi Israel sebagai Negara Yahudi. Banyak sekali

argumen tentang akar permasalahan dari sengketa antar dua negara timur tengah

ini, Yang kemudian muncul adakah titik temu antara kedua negara? Apakah kedua

negara mau sama-sama duduk dengan kepala dingin untuk berbagi tanah?

Kemungkinan pertama mungkin tidak akan mengarah ke perdamaian permanen

antara Israel dan Palestina. Kemungkinan lain kata damai mungkin saja akan hadir

di jalur Gaza walaupun untuk kearah sana masih seperti mimpi belaka.

Jika konflik Palestina adalah mungkin untuk diselesaikan, maka sebuah

partisi sepertinya solusi yang paling logis yang harus dilakukan. Dalam situasi ini,

partisi yang dimaksud adalah suatu pembagian isu-isu yang menjadi sumber

persengketaan yang didasarkan pada metode Adjusted Winner. Metode ini

mungkin menjadi alternatif yang paling baik karena metode ini dapat

mengalokasikan sebuah pembagian dengan memperhatikan kriteria keadilan yang

ada.

Berikut ini akan diberikan versi sederhana menangani hanya 5 bidang

utama perselisihan antara Israel dan Palestina. Untuk perlakuan lebih mendalam,

melihat artikel TG Massoud dalam Journal of Resolusi Konflik (Juni 2000) yang

mempertimbangkan sembilan isu-isu kunci dari ketidaksepakatan. Berikut lima

isu adalah beberapa sumber yang paling kontroversial dari sengketa antara Israel

1. Tepi Barat

West Bank atau Tepi Barat merupakan daratan di barat sungai Yordan.

Tepi barat bersama Jalur Gaza merupakan wilayah Palestina yang

diseklarasikan pada 1988, dan sejak 1967 sebagian besar wilayah Tepi

Barat diduduki Israel Surat kabar “Haaretz” mengabarkan bahwa tujuan utama pemerintahan masa ke-tiga Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yaitu memperluas pemukiman di wilayah-wilayah jajahan di Tepi Barat. Surat kabar itu dalam edisi hari Senin mengabarkan:

“Pemerintah Netanyau juga berusaha untuk meningkatkan jumlah

pemukim hingga satu juta orang di permukiman ini, dan proyek itu dalam rangka untuk menggagalkan setiap upaya untuk mendirikan negara

Palestina di Tepi Barat.” 2. Yerusalem Timur

Pada tahun 1967, Israel unified mengontrol atas semua Yerusalem dengan

mengalahkan pasukan Yordania dalam Perang Enam Hari. Mayoritas

penduduk Yerusalem Timur adalah Palestina, Namun, kedua Israel dan

Palestina berpendapat bahwa Yerusalem Timur merupakan pusat

kedaulatan mereka. Yerusalem adalah kota suci bagi tiga agama besar

karena di kota ini terdapat pusat peribadatan bagi 3 Agama terbesar di

dunia yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam. Baik Israel dan Palestina mengakui

atas fakta ini dan keduanya juga mengklaim Yerusalem menjadi hak untuk

masing-masing negara itu. Masalah ini mungkin yang paling

Hal yang menarik adalah hasil jajak pendapat terhadap sekitar 270 ribu warga Palestina yang menetap di Yerusalem Timur. Survei dilansir awal Januari tahun 2012 di Ibu Kota Washington D.C., Amerika Serikat, ini menanyakan apakah mereka memilih menjadi warga Israel atau Palestina setelah negara Palestina terbentuk nantinya. Jawabannya poling oleh

Pechter Middle East Polls bekerja sama dengan Dewan Hubungan Luar

Negeri dan hasilnya 30 persen responden ingin menjadi warga Palestina, sedangkan 35 persen lebih memilih bergabung dengan negara Israel,

seperti dilansir surat kabar Haaretz. Sisanya, belum dapat

memutuskan. Bila Yerusalem ditetapkan sebagai ibu kota Palestina, 40 persen orang Palestina di Yerusalem Timur ingin pindah ke wilayah Israel, hanya 37 persen memilih bertahan di sana. Sebagai perbandingan, jika Yerusalem menjadi ibu kota Israel, cuma 27 persen yang akan pindah ke wilayah Palestina dan 54 persen lainnya menyatakan akan tetap bermukim di kota itu. Mereka yang memilih menjadi warga Palestina lantaran alasan nasionalisme dan patriotisme. Orang Palestina tertarik menjadi warga Israel karena kebebasan, pendapatan lebih tinggi, kesempatan memperoleh pekerjaan lebih besar, dan asuransi kesehatan.

3. Pengungsi Palestina

Tanpa kembalinya pengungsi Palestina ke kampung halaman mereka, perdamaian dengan Israel tidak akan pernah terwujud. Ini dikatakan pemimpin PLO mendiang Yasser Arafat. Ketika itu ia akhirnya menyetujui perundingan damai dengan Israel di Oslo, secara prinsip

menerima hak eksistensi Israel dan untuk itu menerima Nobel Perdamaian bersama Shimon Peres dan Yitshak Rabin.

Tapi menyangkut masalah pengungsi, sampai akhir masa hidupnya, Arafat tetap tidak berkompromi. Begitu juga dalam soal Yerusalem, yaitu bahwa sedikitnya bagian timur kota itu harus menjadi ibukota negara Palestina. Israel menolak kedua tuntutannya. Yerusalem selamanya ibukota Israel. Dan karena itu kembalinya pengungsi Palestina tak akan mungkin karena akan mengubah keseimbangan demografis di Israel dan karakteristik Yahudi negara itu. Selama perang Timur Tengah I, segera setelah berdirinya negara Israel 1948/49, hampir 700.000 warga Palestina meninggalkan tanah airnya dan mengungsi ke negara-negara tetangga. 4. Kedaulatan Palestina

Israel tidak mengakui Palestina sebagai bangsa yang berdaulat. Pada

tanggal 5 Mei 2013 Israel mengajukan protes kepada perusahaan terbesar dunia Google karena mengganti istilah “Palestinian Territories” di halaman depan mesin pencari edisi Palestina dengan tagline baru,”Palestine”. Penggantian ini mengikuti pengakuan yang diberikan Perserikatan bangsa-Bangsa kepada Palestina sebagai negara berdaulat

pada November 2013. Protes yang dilakukan Israel mengindikasikan

5. Keamanan

Ada masalah keamanan dalam konflik Israel-Palestina. Beberapa

pendukung Israel takut bahwa terorisme akan berkembang di bawah

sebuah negara Palestina yang tidak memiliki sarana untuk secara efektif

memerangi terorisme. Masalah keamanan spesifik termasuk: kontrol

perbatasan, kontrol udara, keamanan di Yerusalem, dan "Stasiun

peringatan dini" di West Bank dan Gaza yang akan meredakan

kekhawatiran Israel terhadap serangan kejutan tetapi menyediakan cukup

militer kemampuan untuk mengancam pasukan Palestina.

Tentu saja, mustahil untuk tahu persis bagaimana pemimpin Israel dan

Palestina akan mengalokasikan poin untuk masalah di atas, dan terlebih lagi akan

ada ketidaksepakatan antara masing-masing penduduk. Massoud, seorang

ilmuwan politik di Universitas Bucknell, mempelajari pendapat ahli, perjanjian

interim, dan rencana kerja untuk sampai pada suatu pendekatan yang wajar dari

poin alokasi mungkin dengan masing-masing pihak. Penelitiannya (dimodifikasi

untuk versi sederhana dari sengketa) menunjukkan bahwa salah satu cara alokasi

Tabel 4.1. Penilaian Terhadap masing-masing isu

Israel Issu Palestina

22 Tepi Barat 21 25 Yerusalem Timur 23 12 Pengungsi Palestina 18 15 Kedaulatan Palestina 24 26 Keamanan 14 100 Total 100

Pada tahap pertama dari metode Adjusted winner, Israel memenangkan isu

Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan keamanan, sementara Palestina memenangkan

isu pengungsi dan kedaulatan. Pada tahap ini, Israel memiliki 73 poin dan

Palestina memiliki 42 poin dan mendapatkan Israel sebagai pemenang awal, maka

kita melihat rasio poin dari isu yang dimenangkan oleh Israel

Tepi Barat : Yerusalem Timur : Keamanan :

Penyesuaian pemerataan dengan membagi poin pada Tepi Barat karena

. Untuk menentukan persentase poin yang akan dibagi dalam masalah Tepi Barat, Misalkan adalah bagian dari poin Tepi Barat yang didapatkan Palestina dan adalah bagian yang diterima oleh Israel dengan mengikuti persamaan dibawah ini.

Dengan demikian Israel memenangkan masalah Yerusalem Timur,

keamanan, dan kira-kira wilayah Tepi Barat. Sedangkan Palestina

memenangkan masalah pengungsi, kedaulatan, dan kira-kira wilayah Tepi

Barat. Memisahkan masalah Tepi Barat sesuai dengan proporsi ditentukan

mungkin sesederhana memberikan lahan untuk Israel dan ke Palestina.

Penyelesaian diatas merupakan salah satu cara yang dapat ditawarkan

untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Timur Tengah. Hal yang sebenarnya

terjadi tentu akan menjadi lebih rumit daripada yang tertulis dalam teorinya,

karena ketika membicarakan suatu kelompok khususnya suatu negara bukan suatu

hal yang mudah untuk mngambil keputusan. Akan terjadi pro dan kontra dan akan

sangat berbeda dengan asumsi sederhana yang kita bahas diatas, tetapi bukan

berarti cara ini tidak bermanfaat, hanya perlu kajian yang lebih mendalam

terhadap isu-isu yang terkait.

Dokumen terkait