• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode Six Sigma ( DMAIC )

Dalam dokumen BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA (Halaman 28-37)

9. ROLLED IN SCALE- SCALE-FLACK CLUSTERE

4.3 Penerapan Metode Six Sigma ( DMAIC )

Dalam pengolahan data, penulis menerapkan metode Six Sigma dengan pendekatan konsep DMAIC. Konsep DMAIC merupakan siklus kunci untuk peningkatan menuju target Six Sigma. DMAIC memiliki 5 tahapan strategi yang terstruktur dan sistematis. 5 tahapan tersebut yaitu : Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control.

4.3.1 Define ( Mendefinisi )

Tahap define atau pendefinisian merupakan tahap awal dari implementasi konsep Six Sigma, tahap ini mempunyai tujuan untuk menggambarkan permasalahan yang terjadi pada Lini CPL serta mencari proses yang mempunyai kontribusi terbesar dalam penyebab kecacatan pada produk coil. Di lini CPL (Continuous Pickling Line) merupakan proses yang bertujuan untuk membersihkan lapisan oksida yang berasal dari permukaan Hot Rolled Coil (HRC) dan melakukan welding antara coil yang baru datang dengan yang di proses serta melakukan proses penggulungan Coil.

Masalah yang akan diidentifikasi pada Lini produksi CPL ini yaitu banyaknya defect pada proses produksi. Dari data produksi dan defect yang diperoleh , maka pada tahap define (definisi) peneliti ingin melakukan pengendalian kualitas untuk menurunkan jumlah defect yang terjadi setiap bulan, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir cacat (defect) yang terjadi di PT

Krakatau Steel (persero) Tbk,sehingga hal tersebut mampu berefek kepada turunnya biaya produksi dan meningkatnya produktivitas perusahaan.

Untuk menjabarkan permasalahan defect yang ada, penulis membuat histogram data dari total produksi dan total defect lini CPL adalah sebagai berikut:

Gambar 4. 16 Grafik Perbandingan Total Produksi Dengan Total Defect

Untuk mengetahui dengan jelas proporsi defect terhadap total produksi, maka penulis menghitung persentase perbandingan antara total defect dengan total produksi yang disajikan dalam bentuk diagram pie.

Gambar 4. 17 Grafik Proporsi Defect Terhadap Total Produksi

Berdasarkan diagram tersebut, terlihat bahwa defect dalam setahun di Lini CPL mencapai 10.75 % dari total produksi yang ada. Setelah mengetahui gambaran permasalahan yang terjadi berkaitan defect, penulis menentukan CTQ ( Critical to Quality ) pada Lini CPL. Dimana CTQ merupakan semua atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan konsumen. Berdasarkan data yang diterima mengenai produk coil di Lini CPL divisi CRM, defect yang sangat dominan terhadap produksi yaitu sebagai berikut :

Tabel 4. 5 Jenis defect terbesar pada lini CPL Nama Defect Keterangan Defect Penyebab Defect Gambar Defect Rolled in

Scale Lubang/baret yang memanjang cukup dalam karena teroksidasi

Potongan-potongan

partikel/scale di permukaan coil yang ikut tergulung selama rolling panas dan sulit untuk dihapus selama pemrosesan . Goresan selama rolling panas yang teroksidasi karena suhu tinggi dan tidak ada jalan keluar. Edge Crack Sebagian tepi robek terjadi di sepanjang strip coil.

Asal defect ini dikarenakan penempatan sisi coil yang buruk pada pemangkasan di CPL, penempatan yang buruk pada pisau pemangkasan.

Bad

Trimmed Pemotongan tepi coil tidak sempurna/buruk

Pisau pemangkas kurang tajam

Tabel diatas merupakan deskripsi CTQ yang terdapat pada Lini CPL. CTQ tersebut antara lain : Rolled In Scale, Edge Crack, dan Bad Trimmed. Ketiga CTQ tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap reject yang terjadi.

4.3.2 Measure ( Mengukur )

Measure merupakan tindak lanjut dari tahap define yang bertujuan mengevaluasi sistem pengukuran, dan menaksir kemampuan baseline kinerja proses. Dari data jenis defect yang dirangkum, kemudian diolah dengan menggunakan Diagram Pareto untuk mengetahui defect tertinggi yang terdapat pada Lini CPL.

Gambar 4. 18 Diagram Pareto Klasifikasi Defect

Dari Diagram Pareto diatas, dapat diketahui bahwa 3 jenis defect terbesar selama periode 2013 di Lini CPL yaitu, B39A (ROLLED IN SCALE-M TYPE) dengan bobot 34%, B70 (EDGE CRACK) dengan bobot 18% , dan C77 (BAD TRIMMED) dengan bobot 12%. Sehingga perbaikan utama penulis memfokuskan perbaikan pada ketiga jenis defect tersebut.

Untuk mengetahui level sigma proses pada Lini CPL, penulis melakukan penghitungan DPMO dan % Yield. Sehingga dapat ditentukan posisi current sigma proses pada lini CPL.

Tabel 4. 6 Pengukuran DPMO dan Nilai Sigma Pada Lini CPL

Bulan Produksi ( Ton )

Defect

( Ton )

CTQ DPMO % Yield Level Sigma 1 53.112 4.601,55 3 28.879,54 97,11% 3,4 2 50.745 6.400,02 3 42.040,40 95,80% 3,23 3 62.032 9.232,27 3 49.610,25 95,04% 3,15 4 40.768 7.288,41 3 59.592,57 94,04% 3,06 5 59.098 7.938,08 3 44.773,54 95,52% 3,2 6 60.149 7.459,32 3 41.338,01 95,87% 3,24 7 63.412 7.114,27 3 37.397,08 96,26% 3,28 8 62.583 1.870,33 3 9.961,86 99,00% 3,83 9 51.151 3.243,94 3 1.139,63 97,89% 3,53 10 58.044 5.982,46 3 34.355,89 96,56% 3,32 11 60.478 5.441,25 3 29.990,24 97,00% 3,38 12 46.242 5.187,77 3 37.395,80 96,26% 3,28

Tabel 4. 7 Current Sigma Lini CPL Current Sigma Level Total 2.003.442 Good 1.931.682 Defects 71.759,7 DPM 35.818,2 Yield 96,42% Sigma Level 3,3

Dari tabel perhitungan DPMO di atas didapatkan bahwa posisi Current

Sigma perusahaan pada lini CPL berada pada level 3,33 sigma. Angka tersebut belum menunjukkan angka kapabilitas proses yang maksimal. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang berada pada level 3 sigma menghabiskan

-10-15% dari total penjualan untuk biaya kualitas. Oleh karena itu perusahaan harus meningkatkan level sigmanya hingga ke level 4, 5, dan 6 untuk mengoptimalkan keuntungan perusahaan. Level 3 sigma merupakan level rata-rata industri besar Indonesia. Namun demikian tentu perusahaan harus meningkatkan level sigma agar mampu bersaing di industry skala Internasional.

4.3.3 Analyze (Menganalisis)

Analyze merupakan tahap selanjutnya setelah measure, yaitu tahap untuk menganalisis dan mengurangi variable dengan analisa dan hipotesis grafik yang menguji dan mengidentifikasi beberapa faktor vital unutuk proses perbaikan. Pada tahap analyze ini penulis menggunakan tools Fishbone Digram dan tabel FMEA.

Fishbone diagram dan tabel FMEA dibuat oleh penulis dengan cara membegikan kuisoner dan mendiskusikan langsung dengan pembimbing lapangan terkait, yang sangat paham dengan kondisi aktual lapangan.

Setelah mengetahui fokus perbaikan utama berkaitan defect yang signifikan, maka penulis melakukan analyze mencari akar penyebab dari defect yang terjadi dengan melakukan analisis 4M (Man, Material, Methode, Machine) dengan Fishbone diagram.

Berikut ini adalah diagram fishbone (sebab akibat) yang menunjukkan terjadinya defect Rolled in Scale, Edge Crack, dan Bad trimmed :

ROLLED IN SCALE Machine Material Man Methode Kurang teliti

komposisi bahan baku yang kurang baik Umur mesin sudah

melewati umur ekonomis

Temperature mesin Terlalu tinggi Kurangnya maintenance mesin Kesalahan inspeksi Tidak konsisten Menjalankan SOP Penggunaan mesin terus menerus

EDGE CRACK Machine Material Man Methode Kurang teliti Pisau Side Trimmer

tidak tajam / tumpul

komposisi bahan baku yang kurang baik Umur mesin sudah

melewati umur ekonomis

Setting / penempatan pisau yang tidak tepat

Kurangnya maintenance mesin Kesalahan inspeksi Kurang konsentrasi kelelahan Penggunaan mesin terus menerus Pisau tidak bekerja

dengan baik

Dalam dokumen BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA (Halaman 28-37)

Dokumen terkait