• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN

TANPA ROKOK

E. Gambaran Umum Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah.

Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.

Secara administratif, wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor - impor). Posisi geografis

Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan saat ini.

Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C Kotamadya Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan.

Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis. Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari wilayah Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh suku-suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir dan berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa, Batak Toba, Cina, dan India. Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Cina, Angkola, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain.

Adapun luas wilayah masing-masing kecamatan dapat dilihat dalam tabel I berikut ini:23

23P emko Medan. Profil Kota Medan, (Medan : Pemerintah Kotamadya Medan, 2004) hal.36

Tabel 2.1. Luas Wilayah Kota Medan Berdasarkan Kecamatan No Kecamatan Luas (Km²) Presentase(%) 1. Medan Tuntungan 20,68 7,80 2. Medan Selayang 12,81 4,83 3. Medan Johor 14,58 5,50 4. Medan Amplas 11,19 4,22 5. Medan Denai 9,05 3,41 6. Medan Tembung 7,99 3,01 7. Medan Kota 5,27 1,99 8. Medan Area 5,52 2,08 9. Medan Baru 5,84 2,20 10.Medan Polonia 9,01 3,40 11.Medan Maimun 2,98 1,13 12.Medan Sunggal 15,44 5,83 13.Medan Helvetia 13,16 4,97 14.Medan Barat 6,82 2,57 15.Medan Petisah 5,33 2,01 16.Medan Timur 7,76 2,93 17.Medan Perjuangan 4,09 1,54 18.Medan Deli 20,84 7,86 19.Medan Labuhan 36,67 13,83 20.Medan Marelan 23,82 8,89 21.Medan Belawan 26,25 9,90 Jumlah 265,1 100%

Dari Tabel I di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Labuhan dengan luas sebesar 36,67 km². Berdasarkan Tabel 1 juga dapat disimpulkan bahwa luas Kota Medan secara keseluruhan adalah sebesar 265,10 k. Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis. Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari wilayah Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh

suku-suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir dan berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa, Batak Toba, Cina, dan India.Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Cina, Angko la, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain.

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan disesuaikan dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Secara administratif, wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia.

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu engembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefisitan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerin tah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini, kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan secara sosial - ekonomis akibat penanaman modal (investasi).

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor - impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan saat ini.

Penduduk Kota Medan memiliki ciri majemuk yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fikir

masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

F. Kawasan-kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan

Kawasan tanpa rokok mencakup semua fasilitas pelayanan kesehatan, sekolah dan universitas, transportasi, kantor-kantor pelayanan pabrik, tempat hiburan, restoran, bar, dan hotel. Kampanye kawasan tanpa rokok harus menjadi bagian penting dari kampanye anti-tembakau (Crofton dan Simpson, 2002). Dalam Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No.

188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok pada Pasal 4 dinyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum dilarang menyediakan tempat khusus merokok dan merupakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang bebas dari asap rokok hingga batas terluar. Sedangkan pasal 5 menyatakan bahwa tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus merokok dengan syarat merupakan ruang terbuka dan berhubungan langsung dengan udara luar, terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas, jauh dari pintu masuk dan keluar, serta jauh dari tempat orang berlalu-lalang

G. Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Implementasi kebijakan public merupakan salah satu tahapan dariproses kebijakan publik sekaligus studi yang sangat crucial. Sifat crucial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan, kalau tidak dipersiapkandandirencanakan secara baik dalam implementasinya maka tujuan kebijakan tidak akan bisa diwujudkan. Kebijakanpublik yang telah diformulasikan secaramatang akan menjadi tidak berguna jikatidak diimplementasikan karena tidakada tindakan nyata untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari kebijakan public tersebut.

Implementasi adalah bahwa implementasi merupakanpelaksanaan keputusan kebijakan dasar yang biasanya dilakukan dalam bentuk undang-undang atau perintah maupun keputusan-keputusan eksekutif maupun badan peradilan.24

24 Widodo, Joko. 2006. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik.Malang: Bayumedia Publishing, hal 28

Biasanya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, tujuan yang ingindicapai, dan struktur dari prosesimplementasi. Proses ini normalnyamelewati berbagai tahapan yaitumengeluarkan peraturan dasarnya selanjutnya diikuti keputusan kebijakandari agen pelaksana, dampak aktual,dan terakhir revisi terhadap aturan dasarnya. Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebihpenting daripada pembuatan

kebijakan.Kebijakan-kebijakan hanya akansekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsipkalau tidak diimplementasikan.25

Implementasi kebijakan publik merupakan proseskegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak diantara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan dan mengandung logika yang top-down, merupakan penurunan/penafsiran alternatif-alternatif yang masih abstrak a t a u makro menjadi alternatif yangbersifat konkrit atau mikro. Implementasi kebijakanmerupakan tahapan yang sangatpenting dalam proses kebijakan. Artinyaimplementasi kebijakan menentukankeberhasilan suatu proses kebijakandimana tujuan serta dampak kebijakandapat dihasilkan. 26

Implementasi kebijakan publik (Public Policy Implementation) merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan publik menurut Webster to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to” (menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu). Dari pengertian implementasi kebijakan menurut Webster ini dapat disimpulkan bahwa implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak akibat terhadap sesuatu tertentu. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus dapat diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan27

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (tidak lebih dan tidak kurang).

(Winarno, 2002 :101) tahap implementasi kebijakan tidak mudah untuk dijalankan, dimana dalam tahap ini sering timbul penyimpangan-penyimpangan dari hal yang telah ditetapkan.

28

25 Agustino, Leo. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung:Alfabeta, 2008, hal 140

26

Tachjan. Implementasi Kebijakan Publik . Bandung: AIPI, 2006, hal 25

27 Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Pressindo, 2002, hal 101

28 Nugroho., Op.cit, hal 158

Perencanaan atau sebuah kebijakan yang baik akan berperan menentukan hasil yang baik. Konsep (yang didukung data dan informasi masa depan) kontribusinya mencapai

proporsi sekitar 60% terhadap keberhasilan kebijakan tersebut dan proporsi sekitar 40% terhadap implementasi yang harus konsisten dengan konsep.29

Kebijakan KTR merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Kebijakan KTR merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance

Suatu kebijakan dapat terbentuk dengan adanya dorongan atau dukungan dari pihak yang membutuhkan suatu kebijakan tersebut guna untuk mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kebijakan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi suatu masalah yang sedang terjadi. Dengan adanya dukungan yang kuat, berarti pihak tersebut sangat membutuhkan suatu kebijakan itu untuk mengatasi masalah dalam lingkungan sosialnya.

Untuk mengimplemtasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan devirat atau turunan dari kebijakan publik tertesebut.

Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang (UU) atau Peraturan Daerah (Perda) adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksana.Kebijakan publik yang bisa langsung oprasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Kebijakan publik sejak formulasi hingga implementasi perlu mengikuti mekanisme yang lazim dalam manajemen seperti berawal dari visi, misi, rencana, strategi, program, proyek, kegiatan, dan umpan balik agar adanya kesinambungan dan sistematis. Langkah-langkah tersebut dilakukan secara berurutan dan bersifat “Given” atau tidak dapat ditolak

(SEATCA) dan World Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran), melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok

Implementasi Perda KTR Nomor 3 Tahun 2014 ini menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada yang mengatakan sosialisasi sangat minim, kemudian tidak dibarengi oleh penetapan daerah khusus untuk merokok. Di berbagai SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) saat ini seharusnya dibuat kawasan khusus merokok bagi pegawai. Ternyata sampai saat ini hampir di semua dinas SKPD belum ada ruangan khusus untuk merokok. Artinya infrastruktur mendukung Perda KTR ini belum ada, sehingga bisa jadi bumerang. 30

Sebanyak tujuh kawasan siap mengimplementasikan dan menjalankan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Implementasi ini sesuai dengan kesepakatan FokusGgroup Diskusi (FGD) penyusunan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis Perda KTR

Apapun argumentasi yang akan dibangun tentang ketidaksiapan Pemko Medan menyusul belum adanya perwal pendukung sebagai petunjuk teknis, kita patut mendukung kebijakan "kawasan tanpa rokok" ini karena menyangkut kepentingan warga dan kenyamanan bersama. Kalau bisa dikatakan bahwa "kawasan tanpa rokok" sudah terlambat dilakukan di Kota Medan. Dengan adanya Perda KTR ini diharapkan akan mampu melindungi warga dari asap rokok yang sangat merugikan warga.

Bahaya yang ditimbulkan oleh rokok sangat besar. Mulai dari penyakit pernafasan yang sangat akut, sampai dengan kerugian ekonomi yang sangat besar, belum lagi dampak sosial dari merokok. Dengan adanya Perda KTR ini tentu menjadi payung hukum yang sangat kuat untuk menindak siapa saja yang merokok di sembarangan tempat.

30

oleh Dinas Kesehatan Kota Medan. Ketujuh kawasan tersebut adalah fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.

Ketujuh kawasan tersebut masih sebatas pada sosialisasi dan tindakan persuasif dalam satu tahun. Namun, kegiatan pengawasan dan monitoring yang dilakukan tetap perlu dilakukan evaluasi terhadap tindak peneguran yang dilakukan petugas KTR. Tindakan yang akan diambil lebih ditekankan pada upaya sosialisasi dan persuasif belum sampai pada upaya penegakan hukum atau pembayaran denda.

Implementasi Perda KTR Kota Medan tersebut diharapkan untuk tikdan terburu-buru dilaksanakan. Sebab, hal terpenting yang harus dilakukan yakni adanya kesamaan persepsi dan langkah dalam pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan kawasan tanpa rokok agar lebih efektif dan efesien untuk mengukur efektifitas Perda dan Perwal. "yang lebih penting dari itu smeua adalah bagaimana mencari format terbaik dalam jangka pendek dan panjang.

Sebagai ketua di amanahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, wakil ketua Kasatpol PP Kota Medan dan anggota terdiri dari berbagai instansi, organisasi agama dan angkutan. Struktur Tim Pemantau KTR ini dilengkapi dengan Surat Instruksi Walikota agar setiap institusi mengimplementasikan KTR di wilayah kerjanya dan menunjuk petugas pengawas internal KTR di wilayah kerja masing-masing.

Pelaksanaan Kebijakan KTR tidak terlepas dari komitmen Kepala Daerah, bentuk komitmen itu terlihat dari kegiatan pemantauan secara rutin, dan memberikan teguran kepada warga yang tidak mengindahkan peraturan tersebut, seperti di Kota Medan penerapan KTR ini sudah dapat melarang adanya iklan rokok di sepanjang kota, bahkan juga sudah menunjuk institusi kesehatan dan pendidikan sebagai pelopor dari KTR, walaupun warga masih ada yang merokok, tapi penerapan KTR ini sudah dapat menurunkan perokok aktif. Kota Medan masih terbatas pada institusi kesehatan dan rumah sakit dengan melakukan inspeksi mendadak oleh tim yang telah ditunjuk Kepala Daerah, hal ini pun juga dapat memberikan dorongan kepada masyarakat untuk tidak merokok di tempat

umum. Lain halnya di Kota Medan, sejak telah keluarnya Peraturan Walikota Medan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok namun belum Nampak penerapannya terutama pelarangan pemasangan iklan belum terlaksana begitu juga lokasi KTR baru terlaksana pada kantor BUMN, seperti bank dan plaza. Iklan-iklan rokok masih tetap mendominasi iklan di sepanjang jalan, dan di perkantoran maupun institusi pendidikan masih ada yang merokok, padahal itu merupakan tempat umum dengan mengedarkan surat edaran yang dikeluarkan oleh walikota.

Penerapan KTR ini dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat dengan menggunakan media presentasi, baliho, spanduk stiker, leaflet, publikasi di media massa, dan melalui kelompok-kelompok masyarakat.

Implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di kota Medan sampai akhir tahun 2014 masih belum sesuai dengan harapan. Dalam menciptakan ruang publik yang bebas asap rokok, misalnya, masalahnya masih berkutat pada lemahnya penegakan hukum. Meski sanksi merokok di tempat umum sudah jelas diatur melalui Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok tetap saja bebas "mengasapi" ruang-ruang publik, seperti angkutan umum, sekolah, ataupun rumah sakit. Memang dari dulu, penegakan hukumnya masih tambal sulam. Tidak dilakukan secara terus-menerus sehingga belum sampai kepada pembiasaan masyarakat untuk disiplin.31

Penegakan hukum yang baik merupakan faktor yang lebih menentukan dibandingkan dengan rendahnya kesadaran perokok aktif. Soalnya, rendahnya kesadaran perokok bisa ditekan jika penegakan hukumnya benar.Salah satu contoh, ketika berkunjung ke negara-negara yang ketat mengatur soal rokok, seperti Singapura, orang-orang Indonesia bisa tertib. Mereka tak berani

Dalam hal razia, yang merupakan salah satu upaya baik oleh pemerintah sering terdengar lantang pada waktu tertentu, tetapi melempem di kemudian hari. Padahal, itulah yang diperlukan agar masyarakat kita terbiasa disiplin. Intinya adalah pengawasan dan punishment.

mengambil risiko merokok di ruang-ruang publik. Apalagi, sanksi yang

Dokumen terkait