• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Adnani, Hariza, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Nuha Medika, Cetakan l. Yogyakarta, 2011.

Hamzah Andi, Terminologi Hukum Pidana, (Editor) Tarmizi, Ed. 1. Cet. 1. Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Miftah,Thoha, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Nugraha, dkk. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009.

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: RadjaGrafindo Persada 2007.

Ikhsan, Edy dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009.

Situmorang Viktor M. dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan Di Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), hal. 233

Sujamto, Aspek Aspek-aspek Pengawasan Di Indonesia,(Jakarta : Sinar Grafika, 1993

TCSC-IAKMI. Bunga Rampai Fakta Tembakau Permasalahannya di Indonesia 2009, Tobacco Control Support Center (TCSC)-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Jakarta,2010

Joko, Widodo, Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik.Malang: Bayumedia Publishing, 2006

(2)

Tachjan. Implementasi Kebijakan Publik . Bandung: AIPI, 2006.

Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Pressindo, 2002.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010.

Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, 2011

Pemko Medan. Profil Kota Medan, Medan : Pemerintah Kotamadya Medan, 2004

C. Internet

(diakses tanggal 25 April 2015)

(diakses tanggal 25 April 2015).

D. Wawancara

(3)

BAB III

PENERAPAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN

TANPA ROKOK

E. Gambaran Umum Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah.

Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.

(4)

Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan saat ini.

Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C Kotamadya Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan.

Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis. Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari wilayah Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh suku-suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir dan berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa, Batak Toba, Cina, dan India. Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Cina, Angkola, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain.

Adapun luas wilayah masing-masing kecamatan dapat dilihat dalam tabel I berikut ini:23

23P emko Medan. Profil Kota Medan, (Medan : Pemerintah Kotamadya Medan, 2004)

(5)
[image:5.595.108.414.132.618.2]

Tabel 2.1. Luas Wilayah Kota Medan Berdasarkan Kecamatan No Kecamatan Luas (Km²) Presentase(%) 1. Medan Tuntungan 20,68 7,80

2. Medan Selayang 12,81 4,83 3. Medan Johor 14,58 5,50 4. Medan Amplas 11,19 4,22 5. Medan Denai 9,05 3,41 6. Medan Tembung 7,99 3,01 7. Medan Kota 5,27 1,99 8. Medan Area 5,52 2,08 9. Medan Baru 5,84 2,20 10.Medan Polonia 9,01 3,40 11.Medan Maimun 2,98 1,13 12.Medan Sunggal 15,44 5,83 13.Medan Helvetia 13,16 4,97 14.Medan Barat 6,82 2,57 15.Medan Petisah 5,33 2,01 16.Medan Timur 7,76 2,93 17.Medan Perjuangan 4,09 1,54 18.Medan Deli 20,84 7,86 19.Medan Labuhan 36,67 13,83 20.Medan Marelan 23,82 8,89 21.Medan Belawan 26,25 9,90

Jumlah 265,1 100%

(6)

suku-suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir dan berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa, Batak Toba, Cina, dan India.Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Cina, Angko la, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain.

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan disesuaikan dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

(7)

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu engembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefisitan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerin tah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini, kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan secara sosial - ekonomis akibat penanaman modal (investasi).

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor - impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan saat ini.

(8)

masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

F. Kawasan-kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan

(9)

188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok pada Pasal 4 dinyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum dilarang menyediakan tempat khusus merokok dan merupakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang bebas dari asap rokok hingga batas terluar. Sedangkan pasal 5 menyatakan bahwa tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus merokok dengan syarat merupakan ruang terbuka dan berhubungan langsung dengan udara luar, terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas, jauh dari pintu masuk dan keluar, serta jauh dari tempat orang berlalu-lalang

G. Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Implementasi kebijakan public merupakan salah satu tahapan dariproses kebijakan publik sekaligus studi yang sangat crucial. Sifat crucial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan, kalau tidak dipersiapkandandirencanakan secara baik dalam implementasinya maka tujuan kebijakan tidak akan bisa diwujudkan. Kebijakanpublik yang telah diformulasikan secaramatang akan menjadi tidak berguna jikatidak diimplementasikan karena tidakada tindakan nyata untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari kebijakan public tersebut.

Implementasi adalah bahwa implementasi merupakanpelaksanaan keputusan kebijakan dasar yang biasanya dilakukan dalam bentuk undang-undang atau perintah maupun keputusan-keputusan eksekutif maupun badan peradilan.24

24 Widodo, Joko. 2006. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses

Kebijakan Publik.Malang: Bayumedia Publishing, hal 28

(10)

kebijakan.Kebijakan-kebijakan hanya akansekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsipkalau tidak diimplementasikan.25

Implementasi kebijakan publik merupakan proseskegiatan administratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak diantara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan dan mengandung logika yang top-down, merupakan penurunan/penafsiran alternatif-alternatif yang masih abstrak a t a u makro menjadi alternatif yangbersifat konkrit atau mikro. Implementasi kebijakanmerupakan tahapan yang sangatpenting dalam proses kebijakan. Artinyaimplementasi kebijakan menentukankeberhasilan suatu proses kebijakandimana tujuan serta dampak kebijakandapat dihasilkan. 26

Implementasi kebijakan publik (Public Policy Implementation) merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan publik menurut Webster to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to” (menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu). Dari pengertian implementasi kebijakan menurut Webster ini dapat disimpulkan bahwa implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak akibat terhadap sesuatu tertentu. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus dapat diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan27

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (tidak lebih dan tidak kurang).

(Winarno, 2002 :101) tahap implementasi kebijakan tidak mudah untuk dijalankan, dimana dalam tahap ini sering timbul penyimpangan-penyimpangan dari hal yang telah ditetapkan.

28

25 Agustino, Leo. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung:Alfabeta, 2008, hal 140 26

Tachjan. Implementasi Kebijakan Publik . Bandung: AIPI, 2006, hal 25

27 Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Pressindo,

2002, hal 101

28 Nugroho., Op.cit, hal 158

(11)

proporsi sekitar 60% terhadap keberhasilan kebijakan tersebut dan proporsi sekitar 40% terhadap implementasi yang harus konsisten dengan konsep.29

Kebijakan KTR merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Kebijakan KTR merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance

Suatu kebijakan dapat terbentuk dengan adanya dorongan atau dukungan dari pihak yang membutuhkan suatu kebijakan tersebut guna untuk mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kebijakan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi suatu masalah yang sedang terjadi. Dengan adanya dukungan yang kuat, berarti pihak tersebut sangat membutuhkan suatu kebijakan itu untuk mengatasi masalah dalam lingkungan sosialnya.

Untuk mengimplemtasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan devirat atau turunan dari kebijakan publik tertesebut.

Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang (UU) atau Peraturan Daerah (Perda) adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksana.Kebijakan publik yang bisa langsung oprasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Kebijakan publik sejak formulasi hingga implementasi perlu mengikuti mekanisme yang lazim dalam manajemen seperti berawal dari visi, misi, rencana, strategi, program, proyek, kegiatan, dan umpan balik agar adanya kesinambungan dan sistematis. Langkah-langkah tersebut dilakukan secara berurutan dan bersifat “Given” atau tidak dapat ditolak

(12)

(SEATCA) dan World Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran), melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok

Implementasi Perda KTR Nomor 3 Tahun 2014 ini menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada yang mengatakan sosialisasi sangat minim, kemudian tidak dibarengi oleh penetapan daerah khusus untuk merokok. Di berbagai SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) saat ini seharusnya dibuat kawasan khusus merokok bagi pegawai. Ternyata sampai saat ini hampir di semua dinas SKPD belum ada ruangan khusus untuk merokok. Artinya infrastruktur mendukung Perda KTR ini belum ada, sehingga bisa jadi bumerang. 30

Sebanyak tujuh kawasan siap mengimplementasikan dan menjalankan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Implementasi ini sesuai dengan kesepakatan FokusGgroup Diskusi (FGD) penyusunan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis Perda KTR

Apapun argumentasi yang akan dibangun tentang ketidaksiapan Pemko Medan menyusul belum adanya perwal pendukung sebagai petunjuk teknis, kita patut mendukung kebijakan "kawasan tanpa rokok" ini karena menyangkut kepentingan warga dan kenyamanan bersama. Kalau bisa dikatakan bahwa "kawasan tanpa rokok" sudah terlambat dilakukan di Kota Medan. Dengan adanya Perda KTR ini diharapkan akan mampu melindungi warga dari asap rokok yang sangat merugikan warga.

Bahaya yang ditimbulkan oleh rokok sangat besar. Mulai dari penyakit pernafasan yang sangat akut, sampai dengan kerugian ekonomi yang sangat besar, belum lagi dampak sosial dari merokok. Dengan adanya Perda KTR ini tentu menjadi payung hukum yang sangat kuat untuk menindak siapa saja yang merokok di sembarangan tempat.

30

(13)

oleh Dinas Kesehatan Kota Medan. Ketujuh kawasan tersebut adalah fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.

Ketujuh kawasan tersebut masih sebatas pada sosialisasi dan tindakan persuasif dalam satu tahun. Namun, kegiatan pengawasan dan monitoring yang dilakukan tetap perlu dilakukan evaluasi terhadap tindak peneguran yang dilakukan petugas KTR. Tindakan yang akan diambil lebih ditekankan pada upaya sosialisasi dan persuasif belum sampai pada upaya penegakan hukum atau pembayaran denda.

Implementasi Perda KTR Kota Medan tersebut diharapkan untuk tikdan terburu-buru dilaksanakan. Sebab, hal terpenting yang harus dilakukan yakni adanya kesamaan persepsi dan langkah dalam pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan kawasan tanpa rokok agar lebih efektif dan efesien untuk mengukur efektifitas Perda dan Perwal. "yang lebih penting dari itu smeua adalah bagaimana mencari format terbaik dalam jangka pendek dan panjang.

Sebagai ketua di amanahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, wakil ketua Kasatpol PP Kota Medan dan anggota terdiri dari berbagai instansi, organisasi agama dan angkutan. Struktur Tim Pemantau KTR ini dilengkapi dengan Surat Instruksi Walikota agar setiap institusi mengimplementasikan KTR di wilayah kerjanya dan menunjuk petugas pengawas internal KTR di wilayah kerja masing-masing.

(14)

umum. Lain halnya di Kota Medan, sejak telah keluarnya Peraturan Walikota Medan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok namun belum Nampak penerapannya terutama pelarangan pemasangan iklan belum terlaksana begitu juga lokasi KTR baru terlaksana pada kantor BUMN, seperti bank dan plaza. Iklan-iklan rokok masih tetap mendominasi iklan di sepanjang jalan, dan di perkantoran maupun institusi pendidikan masih ada yang merokok, padahal itu merupakan tempat umum dengan mengedarkan surat edaran yang dikeluarkan oleh walikota.

Penerapan KTR ini dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat dengan menggunakan media presentasi, baliho, spanduk stiker, leaflet, publikasi di media massa, dan melalui kelompok-kelompok masyarakat.

Implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di kota Medan sampai akhir tahun 2014 masih belum sesuai dengan harapan. Dalam menciptakan ruang publik yang bebas asap rokok, misalnya, masalahnya masih berkutat pada lemahnya penegakan hukum. Meski sanksi merokok di tempat umum sudah jelas diatur melalui Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok tetap saja bebas "mengasapi" ruang-ruang publik, seperti angkutan umum, sekolah, ataupun rumah sakit. Memang dari dulu, penegakan hukumnya masih tambal sulam. Tidak dilakukan secara terus-menerus sehingga belum sampai kepada pembiasaan masyarakat untuk disiplin.31

Penegakan hukum yang baik merupakan faktor yang lebih menentukan dibandingkan dengan rendahnya kesadaran perokok aktif. Soalnya, rendahnya kesadaran perokok bisa ditekan jika penegakan hukumnya benar.Salah satu contoh, ketika berkunjung ke negara-negara yang ketat mengatur soal rokok, seperti Singapura, orang-orang Indonesia bisa tertib. Mereka tak berani

Dalam hal razia, yang merupakan salah satu upaya baik oleh pemerintah sering terdengar lantang pada waktu tertentu, tetapi melempem di kemudian hari. Padahal, itulah yang diperlukan agar masyarakat kita terbiasa disiplin. Intinya adalah pengawasan dan punishment.

(15)

mengambil risiko merokok di ruang-ruang publik. Apalagi, sanksi yang dijatuhkan terhadap para pelanggar bisa dikatakan berat. 32

H. Sanksi Administratif terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula, sedangkan pengertiankesehatan lingkungan menurut WHO adalah ilmu dan keterampilan yang memusatkan perhatiannya pada usaha pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan menimbulkan/akan menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya maupun kelangsungan hidupnya.33

Sanksi yang dijatuhkan terhadap pelanggaran KTR, ada dua sanksi yakni sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif antara lain teguran, bila tak diindahkan memerintahkan orang atau badan tersebut meninggalkan KTR.34

Sanksi pidana (strafsanctie): akibat hukum terhadap pelanggaran ketentuan pidana yang berupa pidana dan/atau tindakan. Pidana (Straf): hukuman yang dijatuhkan terhadap orang yang terbukti bersalah melakukan delik berdasarkan putusan yang Sanksi atas pelanggaran adalah sanksi diatur dalam peraturan tata-tertib yang berlaku di Peraturan Daerah Kota Medan, Sanksi atau pelanggaran dapat berupa teguran lisan tercatat oleh Petugas. Teguran lisan tercatat yang tidak diindahkan oleh masyarakat Kota Medan yang melanggar KTR sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut maka akan dikenakan sanksi yang berlaku di Peraturan Daerah Kota Medan.

Perda nomor 3 tahun 2014 tentang KTR ini dengan sanksi tiga hari kurungan badan atau denda sebesar Rp50.000 yang melanggarnya. Rapat kordinasi ini juga dihadiri oleh pemilik tujuh titik tempat pemasangan plang KTR.

32

33 Hariza Adnani, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Nuha Medika, Cetakan l. Yogyakarta,

2011, hal, 57

(16)

berkekuatan hukum tetap. Sanksi pidana adalah tindakan hukuman badan bagi yang melanggarnya, baik kurungan maupun penjara. Hukuman badan dapat berdiri sendiri dan atau dengan ditambah denda. Jenis tindak pidana yaitu: kejahatan dan pelanggaran. 35

Setiap orang atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 4, Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 13 ayat (1), ayat (4), dan ayat (6), Pasal 14 ayat (1), ayat (4), dan ayat (6), dan Pasal 17 ayat (1) dikenakan sanksi administratif.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. teguran tertulis atau lisan; dan

b. surat perintah/peringatan.

Setiap orang atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf a dikenakan sanksi berupa teguran untuk mematuhi larangan. Apabila teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR. Setiap orang atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf b diberikan surat perintah/peringatan untuk meninggalkan dan/atau menghentikan kegiatan usaha di KTR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terkait sanksi bagi pelanggar Perda Kota Medan tentang KTR diatur pada Pasal 42 Ayat (1) dan (2). Di Perda disebutkan, sanksi bagi orang yang melanggar ketentuan akan dikenakan perorangan maksimal Rp50 ribu sedangkan pengelola tempat kerja atau umum maksimal Rp5 juta dan denda bagi yang sengaja membiarkan maksimal Rp10 juta.

35 Hamzah Andi, Terminologi Hukum Pidana, (Editor) Tarmizi, Ed. 1. Cet. 1. Sinar

(17)

BAB IV

KENDALA DALAM PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN

TANPA ROKOK

C. Kendala dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Kendala-kendala akan muncul dalam setiap peraturan yang diberlakukan apapun bentuknya dan setiap usaha yang dilakukan oleh manusia yang mempunyai akal pikiran tidak lepas dari kendala-kendala yang di lakukan dalam mengatasi manusia sebagai pengerak utama dalam suatu kegiatan organisasi itu agar tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan kemampuan yang dimilikinya dengan segala upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi sebagai penghambat dalam pencapian tujuan yang telah direncanakan.

(18)

kegiatan, baik itu berupa pelatihan, penyuluhan, maupun sosialisasi. Kelengkapan fasilitas yang sudah dimiliki selayaknya diikuti olehkinerja yang lebih signifikan. Pemanfaatan seluruh sumber daya fasilitas yang ada

Kendala yang dhadapi dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Antara lain:36

1. Pimpina kurang memberikan pemahaman mendasar terhadap ukuran dasar dan realisasi akan tujuan kebijakan dalam pencapaian tujuan terhadap para Pegawai, sehingga para pegawai kurang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi tangung jawabnya sehingga pekerjaan yang diberikan kepada para pegawai sering terjadi keterhambatan

2. Pemahaman para pemangku kepentingan tentang pentingnya Kawasan Tanpa Rokok yang masih berbeda-beda dan Kurangnya Pemahaman Para Pelaksana Implementors di dalam melaksanakan mekanisme pekerjanya yang selalu mempengaruhi hasil dari proses pelaksanaan pekerjaanya sehingga proses pencapaian akan tujuan sering mengalami keterhambatan. 3. Terbatasnya sumber-sumber yang belum memadai untuk menunjang

keberhasilan suatu kebijakan dimana sumber-sumber ini mencangkup dana, sarana dan prasarana yang merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan, misalkan jumlah Kendaraan Oprasional, Keadaan ruang- rungan kantor yang sempit hingga sarana dan Prasarana Kantor lainya yang belum memadai untuk memperlancar suatu proses pekerjaan

4. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Medan tentang Kawasan Tanpa Rokok Sosialisasi pada ketiga kota sudah dilaksanakan namun belum semua kota yang dapat menerapkan KTR, perokok masih cukup tinggi.

5. Masih banyak masyarakat yang belum faham dengan lokasi mana saja yang ditetapkan sebagai KTR

(19)

6. Rokok itu ibarat dua sisi mata uang atau dua belah pisau yang sama tajam. Di satu sisi, rokok dapat menjadi barang yang berbahaya bagi kesehatan banyak orang tidak hanya perokok tapi juga orang yang menghirup asapnya, di sisi lain, rokok merupakan industri besar di Indonesia yang memberikan banyak pemasukan devisa bagi negara.

7. Berbicara masalah industri yang besar rokok, juga melihat kenyataan bahwa perokok ada di mana, maka penjual rokok pun ada di mana-mana. Mulai dari market modern hingga pedangan kios dan asongan. Jika perda rokok di sahkan makan setidaknya pedagang asongan yang biasa berjualan di tempat umum seperti di jalan raya dengan pangsa pasar sopir dan penumpang bus dan angkot akan lumpuh. Sebab tidak diperbolehkan ada orang yang merokok di angkutan umum.

8. Penerapan sanksi hukum bagi masyarakat yang melanggar perda juga belum bisa dilaksanakan dengan mudah.

D. Upaya dalam mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Upaya dalam mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok antara lain:

1. Pimpinan telah memberikan pemahaman-pemahan yang mendalam terhadap para pegawainya terhadap realisasi akan tujuan ukuran-ukuran dasar dalam pencapain tujuan pelaksanan kebijakan sehingga pekerjaan yang di berikan tidak mengalami keterhambatan seperti sebelumnya

2. Untuk itu perlu pula sosialisasi berupa pembinaan kepada pemangku kepentingan, perokok dan masyarakat tentang rencana ini kawasan tanpa rokok khususnya Kota Medan

(20)

4. Perbaikan fasilitas smoking area yang disediakan dan koordinasidengan pihak terkait lainnya

5. Terlaksananya KTR ini juga sangat tergantung dari ketersediaan dana, sarana dan sumber daya manusia yang kuat dalam mensosialisasikan KTR ini, disamping di perlukan adanya komitmen, dan peran serta dari masyarakat.

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan seluruh bab hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

3. Pengaturan mengenai kawasan tanpa rokok, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok dam Peraturan Walikota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok,

4. Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, menindak para perokok yang merokok di tujuh kawasan tanpa rokok, Sanksi akan diberikan secara bertahap. mulai dari teguran hingga tiga kali. jika teguran tidak bisa selesai maka akan diberikan sanksi administratratif.

9. Kendala dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok antara lain : Pemahaman para pemangku kepentingan tentang pentingnya Kawasan Tanpa Rokok yang masih berbeda-beda. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Medan tentang Kawasan Tanpa Rokok.

(22)

asongan. Jika perda rokok di sahkan makan setidaknya pedagang asongan yang biasa berjualan di tempat umum seperti di jalan raya dengan pangsa pasar sopir dan penumpang bus dan angkot akan lumpuh. Sebab tidak diperbolehkan ada orang yang merokok di angkutan umum. Penerapan sanksi hukum bagi masyarakat yang melanggar perda juga belum bisa dilaksanakan dengan mudah.

B. Saran

Dari kesimpulan tersebut di atas dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Di kawasan tanpa rokok Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di tujuh wilayahnya. Khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya dapat disediakan tempat khusus untuk merokok. Perlunya peningkatan pengawasan oleh pemerintah secara efektif dan apabila dari hasil pengawasan terdapat atau diduga terjadi pelanggaran atas peraturan perundang-undangan, maka diperlukan tindakan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

2. Diharapkan dengan sanksi pidana denda atas pelanggaran kawasan tanpa rokok diberlakukan dengan secara maksimal untuk mencegah terjadinya pelanggaran atas larangan-larangan di kawasan tanpa rokok. pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat yang ditetapkan sebagai kawasan dilarang merokok apabila terbukti membiarkan orang merokok di kawasan dilarang merokok, perlu dikenakan sanksi administrasi

(23)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK

D. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok.15

Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok yaitu sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Tujuan dari kawasan tanpa rokok adalah melindungi masyarakat dengan memastikan bahwa tempat-tempat umum bebas asap rokok. Kawasan tanpa rokok harus menjadi norma, terdapat empat alasan kuat untuk mengembangkan kawasan tanpa rokok, yaitu untuk melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok, untuk mengembangkan opini bahwa tidak merokok Penetapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Secara umum, penetapan KTR bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat rokok, dan secara khusus, tujuan penetapan KTR adalah mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman dan nyaman, memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan perokok, menurunkan angka perokok, mencegah perokok pemula dan melindungi generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif (NAPZA). Adapun penetapan KTR ini perlu dilakukan pada tempat umum, tempat kerja, angkutan umum, tempat ibadah, arena kegiatan anak-anak, tempat proses belajar mengajar (termasuk institusi pendidikan tinggi seperti UNAIR) dan tempat pelayanan kesehatan.

15

(24)

adalah perilaku yang lebihnormal, dan kawasan tanpa rokok mengurangi secara bermakna konsumsi rokok dengan menciptakan lingkungan yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang terus merokok untuk mengurangi konsumsi rokoknya.16

Peraturan Yang Mengatur Tentang Larangan Merokok Ditempat Umum. Sejak tahun 1999, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, Indonesia telah memiliki peraturan untuk melarang orang merokok di tempat-tempat yang ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada bagian enam Pasal 22 – 25. Pasal 25 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok. Namun peraturan tersebut belum menerapkan 100% Kawasan Bebas Asap Rokok karena masih dibolehkan membuat ruang khusus untuk merokok dengan ventilasi udara di tempat umum dan tempat kerja. Dengan adanya ruang untuk merokok, kebijakan kawasan tanpa rokok nyaris tanpa resistensi. Pada kenyataannya, ruang merokok dan ventilasi udara kecuali mahal, kedua hal tersebut secara ilmiah terbukti tidak efektif untuk melindungi perokok pasif, disamping rawan manipulasi dengan dalih ”hak azasi bagi perokok”.17

Kawasan tanpa rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok yaitu sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Manfaat penetapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan yang tercemar asap rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

18

16

Ibid

17

(25)

Pengendalian para perokok yang menghasilkan asap rokok yang sangat berbahaya bagi kesehatan perokok aktif maupun perokok pasif merupakan salah satu solusi menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok atau biasa disebut penetapan KTR. Adapun tujuan dari penetapan KTR antara lain adalah :

1. Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untukhidup sehat.

2. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.

3. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok. 4. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.

5. Mewujudkan generasi muda yang sehat.19

Selanjutnya Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, juga mencantumkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada Bagian Ketujuh Belas, Pengamanan Zat Adiktif, Pasal 115 ayat ( 1 ) Kawasan tanpa rokok antara lain:

1. Fasilitas pelayanan kesehatan;

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada fasilitas pelayanan kesehatan wajib melarang setiap pasien, pengunjung, tenaga kesehatan, tenaga non kesehatan atau setiap orang yang berada di area fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau mengambil tindakan kepada setiap pasien, pengunjung, tenaga kesehatan, tenaga non kesehatan atau setiap orang yang berada di area fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya, apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:

(26)

a. memberikan teguran untuk mematuhi larangan;

b. apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada fasilitas pelayanan kesehatan;

c. memberikan sanksi administratif kepada tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada fasilitas pelayanan kesehatan; atau

d. melaporkan kepada aparat yang berwenang.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada fasilitas pelayanan kesehatan wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya

2. Tempat proses belajar mengajar;

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib melarang setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non kependidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau mengambil tindakan kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non pendidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:

(27)

2) apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat proses belajar mengajar;

3) memberikan sanksi administratif kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan tenaga non kependidikan sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat proses belajar mengajar; atau

4) melaporkan kepada aparat yang berwenang

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya 3. Tempat anak bermain;

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat anak bermain wajib melarang setiap orang yang berada di area tempat anak bermain yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat anak bermain wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau mengambil tindakan kepada setiap orang yang berada di area tempat anak bermain yang menjadi tanggung jawabnya apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat anak bermain antara lain:

1) memberi teguran untuk mematuhi larangan;

2) apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat anak bermain;

3) memberikan sanksi administratif kepada setiap orang atau Badan sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat anak bermain; atau

(28)

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat anak bermain wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya

4. Tempat ibadah;

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat ibadah wajib melarang jemaah atau setiap orang yang berada di tempat ibadah yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat ibadah wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau mengambil tindakan kepada jemaah atau setiap orang yang berada di tempat ibadah yang menjadi tanggung jawabnya apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:

a. memberi teguran untuk mematuhi larangan;

b. apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat ibadah;

c. memberikan sanksi administratif kepada setiap orang atau jemaah sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat ibadah; atau

d. melaporkan kepada aparat yang berwenang

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat ibadah wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat ibadah dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya.

5. Angkutan umum;

(29)

mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok. Setiap pengemudi atau kondektur atau sebutan nama lainnya pada angkutan umum wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau mengambil tindakan kepada penumpang atau setiap orang yang berada di dalam kendaraannya apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengemudi atau kondektur atau sebutan nama lainnya pada angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:

a. memberi teguran untuk mematuhi larangan;

b. apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada angkutan umum atau menurunkan penumpang dari angkutan umum yang menjadi tanggung jawabnya; atau

c. melaporkan kepada aparat yang berwenang

Setiap pengemudi atau kondektur atau sebutan nama lainnya pada angkutan umum wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat angkutan umum yang menjadi tanggung jawabnya

6. Tempat kerja; dan

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat kerja wajib melarang setiap orang yang berada di area tempat kerja yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok. Kegiatan merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila kegiatan merokok dilakukan pada tempat khusus merokok pada KTR di area tempat kerja. Kegiatan menjual dan/atau membeli rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan pada tempat usaha yang diperuntukkan khusus untuk usaha jual beli di lingkungan tempat kerja seperti kantin, koperasi atau sejenisnya.

(30)

merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain:

a. memberi teguran untuk mematuhi larangan;

b. apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat kerja;

c. memberikan sanksi administratif kepada setiap karyawan atau pegawai atau setiap orang sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat kerja; atau

d. melaporkan kepada aparat yang berwenang.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat kerja wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya.

7. Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat umum wajib melarang setiap orang yang berada diarea tempat umum yang menjadi tanggungjawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

(31)

merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat umum sebagai mana dimaksud pada ayat (4) antara lain :

a. memberi teguran untuk mematuhi larangan;.

b. apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat umum

c. memberikan sanksi administratif kepada setiap orang atau badan sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat umum; ata d. melaporkan kepaada aparat yang berwenang

. Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat umum wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya

Sejak tahun 1999, melalui PP 19 tahun2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, Indonesia telah memiliki peraturan untuk melarang orang merokok di tempat-tempat yang ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada bagian enam pasal 22 – 25. Pasal 25 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok. Namun peraturan tersebut belum menerapkan 100% Kawasan Bebas Asap Rokok karena masih dibolehkan membuat ruang khusus untuk merokok dengan ventilasi udara di tempat umum dan tempat kerja. Dengan adanya ruang untuk merokok, kebijakan kawasan tanpa rokok nyaris tanpa resistensi. Pada kenyataannya, ruang merokok dan ventilasi udara kecuali mahal, kedua hal tersebut secara ilmiah terbukti tidak efektif untuk melindungi perokok pasif, disamping rawan manipulasi dengan dalih ”hak azasi bagi perokok”.

(32)

Nomor 19 Tahun 2003 tersebut beberapa pemerintah daerah telah mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok antara lain yaitu :20

Kota Surabaya merupakan kota pertama yang mempunyai Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara ekskusif, yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Perda ini membagi 2 kawasan yaitu Kawasan Tanpa Rokok yang 1. DKI Jakarta

DKI Jkarta tidak mempunyai Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif. Peraturan Kawasan Dilarang Merokok hanya tercantum dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara untuk Udara Luar Ruangan. Yang ada hanya Peraturan Gubernur (Per-Gub) Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. DKI Jakarta belum menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok karena dalam peraturan tersebut masih menyediakan ruang untuk merokok.

2. Kota Bogor

Kota Bogor belum menerbitkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif. Pengaturan tertib Kawasan Tanpa Rokok tertuang dalam Peraturan Daerah No 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum, pasal 14 – 16. Kota Bogor juga belum menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok karena masih mencantumkan ruang untuk merokok.Kota Bogor merencanakan akan menyusun Perda Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif.

3. Kota Cirebon

Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Cirebon berbentuk Surat Keputusan Walikota No 27A/2006 tentang Perlindungan Terhadap Masyarakat Bukan Perokok di Kota Cirebon.

Kota Cirebon merupakan kota pertama yang menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok yaitu tidak menyediakan ruang untuk merokok. Sayangnya peraturan tersebut belum berbentuk Peraturan Daerah sehingga tidak ada sanksi dan tidak mengikat masyarakat.

4. Kota Surabaya

(33)

menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang menyediakan ruang khusus untuk merokok.

Untuk melaksanakan Perda No 5 Tahun 2008, Kota Surabaya juga telah membuat Peraturan Walikota Surabaya No 25 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Perda Kota surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang tercantum dalam Perda 5/2009 dirinci dan dipertegas pada Perwali tersebut.

5. Kota Palembang

Kota Palembang merupakan Kota pertama di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif dan menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok yaitu tanpa menyediakan ruang merokok. Peraturan Daerah No. 07/2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Palembang merupakan satu-satunya Perda Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia yang sesuai dengan standard internasional yaitu 100% Kawasan Tanpa Rokok dengan tidak menyediakan ruang untuk merokok.

6. Kota Padang Panjang

Kota Padang Panjang memiliki Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok yaitu Peraturan Daerah Kota Padang Panjang No 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok. Peraturan Daerah ini dirinci dan dipertegas dengan Peraturan Walikota Padang Panjang No.10 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Padang Panjang No. 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok.

E. Pengawasan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

(34)

guna.21 Pada dasarnya pengertian dasar dari suatu pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.22

a. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan melakukan pengawasan terhadap KTR pada fasilitas pelayanan kesehatan;

Sesuai dengan Pasal 15 Peraturan Walikota Medan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok SKPD dapat melibatkan masyarakat, badan atau lembaga dan/atau organisasi kemasyarakatan melakukan pengawasan pelaksanaan KTR.

Pasal 16 ayat (1) Pengawasan KTR dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan tempat yang dinyatakan sebagai KTR. (2) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

b. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pendidikan melakukan pengawasan terhadap KTR pada tempat proses belajar mengajar dan tempat anak bermain dan/atau berkumpulnya anak-anak;

c. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang sosial melakukan pengawasan terhadap KTR pada tempat ibadah;

d. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang perhubungan melakukan pengawasan terhadap KTR pada angkutan umum;

e. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang olahraga melakukan pengawasan terhadap KTR pada fasilitas olahraga;

f. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang ketenagakerjaan melakukan pengawasan KTR pada tempat kerja;

g. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pariwisata dan bidang perhubungan melakukan pengawasan KTR pada tempat umum;

21

Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi

Pemerintahan Di Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), hal. 233

22 Sujamto, Aspek Aspek-aspek Pengawasan Di Indonesia,(Jakarta : Sinar Grafika, 1993),

(35)

h. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang ketertiban umum melakukan pengawasan seluruh KTR;

i. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pertamanan melakukan pengawasan KTR pada kawasan pertamanan atau tempat lain yang menjadi tanggung jawabnya; dan

j. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya melakukan pengawasan KTR selain pada kawasan KTR sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf i.

Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh masing SKPD atau instansi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah paling lambat 6 (enam) bulan sekali.

Pengawasan Pasal 15 Peraturan Walikota Medan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok antara lain :

1. Substansi Hukum

Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014Tentang Kawasan Tanpa Rokok oleh Dinas Kesehatan Kota Medan adalah dengan cara memberikan Pembinaan dan Pengawasan yang telah diatur dalam Pasal 15 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok terhadap sarana kesehatan yang ada di Kota Medan. Pembinaan dan Pengawasan kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya meliputi 3 tahap, yaitu bimbingan, penyuluhan, dan pemantauan. Berikut upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan :

a. Bimbingan

(36)

turun langsung ketempat sarana-sarana kesehatan dengan memberikan stiker larangan merokok, hal ini terbukti dengan dilaksanakannya oleh sarana-sarana kesehatan dengan melakukan pemasangan stiker larangan merokok di area sarana kesehatan. Pemasangan stiker bertujuan untuk memberikan penjelasan bahwa adanya area yang tidak diperbolehkannya melakukan kegiatan merokok di sarana-sarana kesehatan. Demi terjaganya lingkungan yang sehat dari asap rokok. Dengan memberikan sosialisasi terhadap setiap pimpinan saran kesehatan oleh Dinas Kesehatan bertujuan agar terlaksanannya peraturan daerah mengenai kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok.

Peraturan mengenai sanksi administrasi ini termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Medan “Pasal 19 ayat (2)” yang berbunyi : Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

1) teguran tertulis atau lisan; dan 2) surat perintah/peringatan

Peraturan mengenai sanksi administrasi ini bertujuan agar setiap sarana kesehatan mematuhi segala peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan. Pembayaran atas denda ini menjadi tanggung jawab dari pimpinan atau penanggung jawabkawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok. Teguran tertulis yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan penegakan sanksi administratif yang dapat bersifat preventif yang bertujuan untuk menegakkan peraturan.Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang. Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut.

b. Penyuluhan

(37)

memberikan tanggung jawab kepada setiap pimpinan saran kesehatan untuk menjalankan peraturan mengenai kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok. Dengan diberikannya tanggung jawab kepada setiap Kepala atau pimpinan sarana kesehatan bertujuan untuk memberikan kewajiban agar mematuhi segala peraturan, demi terlaksananya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini terbukti dengan belum terlaksana sepenuhnya mengenai penyuluhan yang dilakukan Kepala Kantor atau pimpinan sarana kesehatan kepada setiap bawahanny. Kewajiban Pimpinan atau penanggung jawab termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Medan yang berbunyi :

“Pasal 3 (1) dan (2) :

(1) Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab wajib menyediakan tempat khusus merokok pada KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f dan huruf g yang menjadi tanggungjawabnya.

(2) Tempat khusus merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

a. merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik;

b. terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktifitas;

c. jauh dari pintu masuk dan pintu keluar; dan d. jauh dari tempat orang berlalu lalang

Tanggung jawab yang diberikan kepada setiap pimpinan sarana kesehatan adalah sesuatu kewajiban yang harus dilakukan agar terlaksanannya suatu peraturan dan terwujudnya suatu tujuan. Tanggung jawab dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Mentaati segala peraturan yang telah diputuskan ; 2) Melaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. c. Pemantauan

(38)

yang melakukan pelanggaran mengenai kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok. Dinas Kesehatan memberikan teguran tertulis kepada pihak atau yang melakukan pelanggaran. Dalam menjalankan kegiatan tersebut Dinas Kesehatan Kota Medan bergabung dengan tim pemantau yaitu :

1) IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) ; 2) LPA jatim (Lembaga Perlindungan Anak) ;

3) Stikes Yarsi.8

Dinas Kesehatan Kota Medan “dulu ada tim pemantau bentukan Kepala Daerah dari SKPD Kota Medan (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam menjalankan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, tapi sekarang sudah banyak yang berkurang bahkan hampir tidak ada lagi.”

2. Struktur Hukum

(39)

Rokok. Berkurangnya Tim Pemantau yang dibentuk oleh Kepala Daerah dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam menjalankan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

3. Budaya Hukum

Sarana–sarana kesehatan di Kota Medan masih belum sepenuhnya menerapkan dan mensosialisasikan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang diberikan oleh Dinas kesehatan kota Medan. Seperti penerapan pemasangan tanda larangan merokok yang seharusnya dipasang di pintu masuk setiap sarana kesehatan sebagai pentujuk bahwa area tersebut tidak diperbolehkannya ada kegiatan merokok. Dan belum sepenuhnya sarana-sarana kesehatan memahami isi dari Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

C. Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok

(40)

Pengawasan dan evaluasi kebijakan Perda tentang kawasan tanpa asap rokok dan kawasan tertib rokok dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan bekerja sama dengan SKPD seperti pendidikan, agama, pariwisata, LKAAM, Infokom, dan Forum Kota Sehat dan Perguruan Tinggi. Kota Payakumbuh membentuk tim pemantau yang tugasnya melakukan inspeksi mendadak, yang disediakan anggaran untuk kegiatannya oleh Pemerintah Kota. Untuk Kota Medan pengawasan dilakukan oleh Dinas Kesehatan sebagai koordinator dan bekerja sama dengan forum kota sehat Medan, sedangkan di Kota Medan pengawasan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan sosialisasi.

Evaluasi tentang efektivitas kebijakan KTR terhadap penurunan perokok aktif sejauh ini belum berjalan rutin, namun di Kota Medan disediakan dana untuk melaksanakan survey tentang perokok, begitu juga di Kota Payakumbuh telah dilakukan survey perokok, dengan hasil ada penurunan perokok terutama pada perkantoran pemerintah, rumah sakit dan institusi pendidikan, hal ini berkaitan dengan ditetapkannya lokasi tersebut sebagai KTR, sedangkan di Kota Medan, belum dilaksanakan survey rokok yang rutin sebagai akibat dikeluarkannya kebijakan KTR, untuk itu agar setiap tahun dapat sebagai pembanding upaya dari dampak KTR ini maka perlu sekali dilakukan survey rokok.

(41)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan denganupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya besar bangsa Indonesia dalam meluruskan kembali arah pembangunan nasional yang telah dilakukan menuntut reformasi total kebijakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan danperbaikan menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai1

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan,dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku hidup sehat.2

Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (selanjutnya disebut KTR) Kota Medan merupakan amanah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Amanat Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 yang mewajibkan tiap daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok disambut baik oleh beberapa daerah di Indonesia termasuk salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara dengan menyusun Peraturan Daerah (PERDA) tentang Kawasan Tanpa Rokok di daerahnya masing-masing. Daerah-daerah tersebut antara lain adalah Kota Medan, yang menetapkan PERDA tentang Kawasan Tanpa Rokok. Institusi yang telah menerapkan Kawasan Tanpa Rokok umumnya adalah institusi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, Dinas Kesehatan, dan puskesmas, institusi pendidikan seperti SD, SLP dan SLTA, serta beberapa perusahaan swasta seperti Bank, hotel dan plaza (pusat perbelanjaan). Disusunnya kebijakan tersebut

(42)

menunjukkan komitmen kuat Pemerintah Daerah dalam melindungi masyarakatnya dari bahaya rokok.3

Dibentuknya Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dan Kawasan Terbatas Rokok merupakan landasan hukum untuk setiap orang atau badan guna mendapatkan hak yang sama untuk kawasan tanpa rokok yang sehat, dan setiap orang atau badan melaksanakan kewajiban untuk memelihara, dan menjalankan peraturan yang telah dibuat guna menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Masalah tentang rokok merupakan sebuah dilema bagi Pemerintah. Pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan membuat aturan yang ketat tentang rokok namun dilain pihak ada kelompok masyarakat yang terancam keberlangsungan hidupnya apabila aturan tersebut dijalankan, karena ada ratusan ribu orang yang mengantungkan hidupnya pada industri rokok. Industri rokok menyerap begitu banyak tenaga kerja yang mayoritas adalah para wanita yang tidak lain yaitu untuk membantu perekonomian keluarga selain itu juga ada petani tembakau yang akan dirugikan apabila industri rokok ditutup. Apalagi beberapa waktu yang lalu salah satu ormas islam mengharamkan produk rokok, positif memang namun masih dilematis.

Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat namun juga harus memperhatikan kesejahteraan para buruh pabrik rokok dan petani tembakau. Oleh karena itu sebagai jalan keluar maka pada tahun 2014 Pemerintah Kota Medan telah mengeluarkan Perda No 3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok. Perda ini tidak bermaksud melarang orang untuk merokok hanya saja mengatur supaya orang tidak merokok di sembarang tempat. Apabila berada ditempat umum atau tempat kerja yang termasuk kawasan terbatas merokok, maka seseorang dapat merokok asalkan di tempat khusus merokok yang telah disediakan. Penyediaan tempat khusus morokok wajib dilakukan oleh pimpinan atau penanggung jawab kawasan tersebut.

3 TCSC-IAKMI. Bunga Rampai Fakta Tembakau Permasalahannya di Indonesia 2009,

(43)

Kebijakan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah diidentifikasi sebagai strategi intervensi utama pengendalian penyakit tidak menular. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan merokok, kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, promosi, dan atau mempromosikan produk tembakau.4

Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan kawasan tanpa rokok, seperti Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang. Universitas yang telah menerapkan kawasan tanpa rokok adalah Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga. Dalam lingkungan universitas, fenomena yang tampak dari mahasiswa adalah kecendrungan untuk berperilaku merokok di daerah umum di area kampus. Mahasiswa tersebut cenderung berkumpul dengan teman-temanya saat merokok pada saat jam kosong kuliah dan setelah makan. Adanya fenomena perilaku kolektif dari perilaku merokoknya. Apabila dalam kelompok tersebut satu mahasiswa merokok maka mahasiswa yang Dampak asap rokok sudah menjadi isu penting dalam beberapa tahun terakhir. Banyak penelitian mempubilkasikan bahaya asap rokok bagi si perokok maupun bagi orang yang berada disekitarnya. Kebiasaan merokok merupakan perilaku yang sulit untuk diubah karena efek kecanduan yang ditimbulkan dari nikotin, namun disadari untuk dapat mengurangi dampak negatifnya terutama terhadap lingkungan, demi kesehatan masyarakat, harus ada kebijakan efektif yang diambil, salah satunya dengan penerapan KTR.

Sanksi yang dijatuhkan terhadap pelanggaran KTR ada dua, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif seperti teguran, bila tak diindahkan akan diperintahkan meninggalkan KTR. Sanksinya berbentuk denda sebesar Rp10 juta atau penjara 15 hari bagi pengelola yang membiarkan orang merokok di KTR. Kemudian denda sebesar Rp5 juta bagi yang masih mempromosikan dan menjual rokok di KTR dan denda Rp50 ribu bagi yang merokok di lingkungan KTR. "Tapi sanksi ini akan bisa diberlakukan pada awal 2017 nanti.

4

(44)

lain akan merokok pula begitu juga dengan para pegawai dan dosen yang merokok diwilayah kampus. Hal ini disebabkan adanya hukumanonimitas. Padahal dengan kondisi tersebut sangat mengganggu orang lain yang bukan perokok. Rokok merupakan salah satumasalah publik yang mengemuka dimasyarakat. Bagi perokok aktif tentupaparan asap rokok sama sekali tidakmenjadi masalah dalam kehidupannya.Namun asap rokok sangat merugikankesehatan perokok pasif sepertimenyebabkan berbagai penyakit(kanker paru-paru, penyakit jantung,asma) dan mengganggu masyarakatlainnya yang ingin menjalani kehidupandengan pola hidup sehat. Seharusnyakebebasan kita akan sesuatu haldibatasi dengan kebebasan orang lain.Untuk mengatasi permasalahan bahayarokok bagi masyarakat tidak hanyamenjadi tugas dinas kesehatan saja tapi juga memerlukan campur tangan darilembaga pendidikan, penegak hukum,LSM dan kelompok kepentinganlainnya. Namun itu semua masih belumcukup masih butuh ahli kebijakan public.

Saat ini provinsi yang ditengarai berhasil dalam menerapkan Kawasan Tanpa Rokok adalah Jawa TImur dengan kota Surabaya, melalui Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Kawasan Tanpa Rokok. sementara itu di Kota Medan, hal ini masih sampai pada Rancangan Peraturan Daerah yang sudah bergulir sejak sekian lama namun belum juga memperoleh hasil. Masih menjalani pembahasan yang alot.5

Intinya adalah, komitmet dan sikap saling menghargai satu sama lain. Jika perokok merasa haknya di ambil dengan (nanti) adanya Peraturan Kawasan Tanpa Bahkan terjadi penolakan dari Raperda tersebut dengan pernyataan bahwa peraturah ini disinyalir adalah upaya pemerintah Kota Medan untuk menghilangkan hak konstitusi masyarakat yang mengkonsumsi rokok dan mengkebiri para produsen/penjual rokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada pula tuntutan untuk menyediakan Kawasan Khusus Merokok untuk para perokok. Sebenarnya hal ini tidak salah memang, jadi kebijakan yang di ambil tidak sepihak.

5

(45)

Rokok, maka perokok juga harus menghargai para non perokok untuk merasa terbebas dari asap rokok yang mengepul kemana-mana. Jadi sebagai warga Negara yang baik kita patut untuk menjaga kenyamanan orang lain, karena asap rokok itu bagi sebagian orang sangat mengganggu.

Perokok pasif, dan merasa sangat terganggu apabila ketika sedang dalam angkutan umum ada orang merokok dan dengan santainya mengepulkan asap kemana-mana. Jadi seharusnya kita mendukung KTR ini, untuk menghargai para non perokok. Lagi pula tetap diberikan ruangan untuk bebas merokok, karena hanya ada beberapa tempat yang disebut sebagai KTR. Ini juga membantu masyarakat untuk mencegah perokok pemula seperti anak-anak dan remaja.

Dalam rangka peningkatan upaya penanggulangan bahaya akibat merokok dan juga implementasi pelaksanaannya di lapangan lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Pengamanan rokok bagi kesehatan perlu dilaksanakan dengan pemberian informasi tentang kandungan kadar nikotin dan tar yang ada pada setiap batang rokok, pencantuman peringatan pada label, pengaturan produksi dan penjualan rokok.

Kota Medan harusnya mampu menerapkan KTR dengan baik mengingat hal ini merupakan amanat dari undang undang dengan bersikap lebih tegas, dengan dikeluarkannya Peraturan Walikota Medan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

(46)

Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (STUDI DI KOTA MEDAN)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dirumuskanlah beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain :

1. Bagaimana pengaturan mengenai kawasan tanpa rokok?

2. Bagaimana Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

3. Apa kendala dalam pelaksanaan peraturan daerah kota Medan nomor 3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai kawasan tanpa rokok

b. Untuk mengetahui Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

c. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan peraturan daerah kota Medan nomor 3 tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu: a. Manfaat teoritis

(47)

2) Memberikan kontribusi berupa kajian akademik bagi peneliti lain yang melakukan penelitian hukum kawasan tanpa rokok

b. M

Gambar

Tabel 2.1. Luas Wilayah Kota Medan Berdasarkan Kecamatan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan adanya situs ini di internet, masyarakat dapat membeli tas secara mudah, hemat waktu dan praktis karena situs ini dapat diakses kapanpun serta efisiensi waktu, biaya dan

LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PROGNOSIS 6 (ENAM) BULAN BERIKUTNYA PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN. Semester Pertama Semester Pertama Prognosis

Pembuatan website tersebut bertujuan untuk memberikan informasi tentang eksistensi PT Jatijajar Mas Rahayu sebagai transportir BBM di kota Balikpapan. Selain itu, website ini

LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PROGNOSIS 6 (ENAM) BULAN BERIKUTNYA PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN. Semester Pertama Semester Pertama Prognosis

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 2

Table 2 summarizes the quality control measures of the derived segmentation results for the static terrestrial laser scanning dataset using the aforementioned

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 2