ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA
ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO
(KAJIAN PRAGMATIK)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Oleh:
ANANIAS GINTING
NIM 208212008
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 12 Maret 2013
ABSTRAK
Ananias Ginting. NIM. 208212008. Analisis Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo (Kajian Pragmatik). Skripsi. Medan. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui bentuk-bentuk atau ketegori tindak tutur, menjelaskan makna, menemukan bagaimana maxim kesopanan/kesantunan dalam Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo, dan setelah menemukan dan menjelaskan ketiga tujuan diatas maka peneliti dapat membuat bagaimana bentuk atau struktur Pedah-Pedah yang baik, sopan-santun dan mampu mengefisienkan waktu sehingga proses penyampain pedah-pedah ini tidak lagi menyita waktu yang lama.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Naman Teran, Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo selama dua bulan yakni mulai tanggal 30 Juli sampai 30 September 2013. Sumber data penelitian ini diperoleh dari CD-CD pelaksanaan upacara adat pernikahan yang sudah ada sebelumnya, serta hasil dari wawancara dengan orang-orang tua atau tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat yang mengetahui kronologis dari prosesi upacara adat pernikahan tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada yaitu dengan gejala menurut apa adanya pada penelitian yang dilakukan dengan memaparkan hasil penelitian dalam bentuk analisis.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan kasih karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini berjudul “Analisis Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku
Karo (Kajian Pragmatik)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar Sarjana Sastra.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak akan
berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si. selaku Rektor Universitas Negeri Medan
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan beserta staf-stafnya
3. Dr. Rosmawaty, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Medan
4. Drs. Sanggup Barus, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Negeri Medan
5. M. Surif, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia
6. Drs. Malan Lubis, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
membimbing, memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini
7. Drs. P. Sihombing, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik
8. Kepala Desa Naman Teran beserta seluruh perangkat desa yang telah
9. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua tersayang,
Ayahanda Pdt. Markus Ginting dan Ibunda Rusni Br Tarigan yang telah
mendidik dan selalu memberikan kasih sayang dan motivasi dengan segala
jerih payah yang tak terkira buat peneliti.
10.Keluarga besar pastori GPdI desa Bertah, Bibikku T. Br Ginting, Bang
Imanuel Sembiring, Kak Tua Marta dan semua keluarga yang tidak dapat
disebutkan satu per satu yang selalu memberi dukungan baik doa dan dana
serta motivasi-motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini
11.Kakak-kakakku tersayang, Baskita Br Ginting, S.Th. dan Emi Efrata Br
Ginting, A.Md. yang selalu mendukung penulis baik dalam doa dan dana
dalam menyelesaikan skripsi ini.
12.Adikku tersayang, Afriani Christina Karo Sekali, yang selalu memberikan
motivasi, doa dan dukungannya terhadap peneliti.
13.Teman-teman seperjuangan Hardi Sitanggang, Erwin Andika Simamora,
Ripael Sibarani, Wewin N. Purba, Masniati Panjaitan, Evi Melpa L. Gaol dan
teman-teman Sastra Indonesia 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Serta kakak dan adik stambuk di Sastra Indonesia yang banyak memberikan
bantuan moral maupun material.
Medan, Februari 2013 Peneliti,
DAFTAR ISI
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
1. Waktu Penelitin ... 27
2. Tempat Penelitian... 27
B. Sumber Data Penelitian ... 27
C. Metode Penelitian ... 27
D. Teknik Pengumpulan Data ... 28
E. Teknik Analisis Data ... 29
F. Instrumen Penelitian ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 32
1.Transkrip Hasil Penelitian ... 32
2. Analisis Data Hasil Penelitian ... 50
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80
C. Temuan Penelitian ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 96
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Instrumen Penelitian... 31
Tabel 2. Tindak Tutur Menyapa/Bersalaman... 50
Tabel 3. Tindak Tutur Meminta... 55
Tabel 4. Tindak Tutur Menyarankan... 59
Tabel 5. Tindak Tutur Berterima Kasih... 63
Tabel 6. Tindak Tutur Memperingatkan... 74
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Budaya merupakan suatu tatacara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Nilai-nilai
budaya yang menjadi ciri-ciri kehidupan suatu masyarakat biasanya terkandung di
dalam sumber-sumber tertulis, lisan dan gerak. Masyarakat merupakan
sekelompok orang yang terorganisasi, hidup dan bekerjasama untuk mencapai
suatu tujuan. Artinya masyarakat memiliki organisasi dan aturan-aturan untuk
berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat tidak pernah terlepas dari kebudayaan. Kebudayaan tidak akan
pernah ada apabila masyarakat tidak ada, sebaliknya masyarakat tanpa
kebudayaan akan kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya. Dapat pula
disebutkan bahwa masyarakat merupakan pendukung dari kebudayaan. E.B.Tylor
(dalam Soekanto, 1971:55) menyebutkan bahwa kebudayaan adalah kompleks
yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan
sebagainya. Jadi, setiap tindakan masyarakat secara keseluruhan disebut
kebudayaan, dalamnya terdapat juga unsur-unsur kebudayaan dari semua suku
Salah satu wujud dari kebudayaan adalah adat istiadat sedangkan upacara
merupakan wujud nyata dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek
kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
Pada masyarakat tradisional kegiatan mengaktifkan kebudayaan antara lain
diwujudkan dalam pelaksanaan upacara tradisonal, yakni dalam bentuk upacara
kematian, kelahiran, perkawinan, sunatan, syukuran dan lain sebagainya yang
memang manjadi sarana sosialisasi bagi kebudayaan yang telah dimantapkan
lewat pewarisan (transformasi) tradisi.
Dalam kegiatan mengaktifkan kebudayaan tersebut bahasa merupakan
salah satu aspek yang digunakan. Bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai
bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau
didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Setiap
kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang
baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu saja tidak terlepas dari
penggunaan bahasa. Pada upacara adat pernikahan suku Batak Karo misalnya,
bahasa sangat berperan penting mulai dari awal upacara adat pernikahan sampai
kepada selesainya pesta pernikahan tersebut. Salah satunya terlihat saat pihak
sangkep nggeluh (keluarga) memberikan pedah-pedah. Pedah-pedah adalah
kata-kata atau kalimat yang di utarakan/dikumandangkan oleh pihak keluarga kepada
pengantin/kedua orang tua pengantin dalam upacara adat pernikahan suku karo
yang mana berisikan kalimat ajaran atau nasehat.
Searle (dalam Aslinda 2007:33) mengemukakan, bahwa dalam semua
kata, atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau lambang kata,
atau kalimat yang berwujud prilaku tindak tutur (the performance of speech act).
Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari
suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari
interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah
sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual.
Berdasarkan dari teori di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
pedah-pedah yang yang diutarakan pihak keluarga dalam pesta upacara adat pernikahan
suku Karo merupakan tindak tutur karena dalam prosesnya telah terjadi interaksi
lingual. Bidang bahasa yang mengkaji tindak tutur beserta konteksnya disebut
pragmatik.
Pedah-pedah (nasihat-nasihat) yang disampaikan keluarga (pihak sangkep
nggeluh) yaitu kalimbubu, anak beru, dan sembuyak kepada kedua mempelai akan
dilakukan secara bergantian yang diatur oleh protokol acara. Namun apabila
diperhatikan, pedah-pedah yang disampaikan oleh keluarga (kalimbubu, anak
beru, dan sembuyak) kepada kedua mempelai pada dasarnya adalah sama. Proses
ini akan menyita waktu yang lama karena setiap pihak keluarga tanpa dibatasi
jumlahnya akan memberikan pedah-pedah kepada kedua mempelai.
Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti teks nasihat yang
disebut pedah-pedah pada upacara adat pernikahan suku Karo. Dimana bila
diperhatikan, pedah-pedah yang diberikan pada dasarnya mengandung makna
yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan
menunjukkan bahwa pemberian kata-kata pedah-pedah kepada pengantin perlu
lebih di efisienkan baik waktu maupun tenaga mengingat kehidupan masyarakat
masa kini yang selalu ingin serba cepat. Terkait dengan perspektif kebahasaan
penelitian, fokus penelitian ini diarahkan pada aspek tuturan (speech) yang
diproduksi oleh kedua belah pihak keluarga mempelai dengan mengungkapkan
makna/isi yang terkandung di dalamnya dengan kajian pragmatik.
B.Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Bentuk tindak tutur yang terdapat dalam pedah-pedah pada upacara
pelaksanaan adat pernikahan pada suku Karo.
2. Makna tindak tutur yang terdapat dalam pedah-pedah yang disampaikan
oleh pihak keluarga (sangkep geluh).
3. Pemakaian maxim kesopanan/kesantunan pada pedah-pedah yang
disampaikan oleh pihak keluarga (sangkep geluh).
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah
yang ada begitu luas, sehingga perlu dibuat sebuah pembatasan masalah. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah dan lebih memfokuskan sebuah penelitian. Maka
masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada kalimat pedah-pedah (tuturan)
yang diujarkan oleh pihak kalimbubu kepada kedua belah mempelai, dengan
makna tindak tutur yang terdapat pada pedah-pedah, dan bagaimana maxim
kesopanan/kesantunan berbahasa pada pedah-pedah tersebut.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bentuk tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam pedah-pedah pada
upacara adat pernikahan suku Karo?
2. Makna apa sajakah yang terdapat dalam pedah-pedah (tuturan) pada upacara
adat pernikahan suku Karo tersebut?
3. Maxim kesopanan/kesantunan apa sajakah yang terdapat pada pedah-pedah
yang diujarkan oleh tiap-tiap orang dari pihak kalimbubu ?
E. Tujuan Penelitian
1. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan bentuk tindak tutur, makna, dan Maxim
kesopanan/kesantunan yang terdapat dalam pedah-pedah pada upacara adat
pernikahan suku Karo.
F. Manfaat Penelitan
Penelitian yang berhasil yakni penelitian yang dapat mencapai tujuan
secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat
secara umum. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Dapat memberikan kontribusi pengetahuan serta wawasan baru bagi
2. Menjadi kontribusi dalam pengembangan dan kemajuan budaya bagi
masyarakat Karo, terutama dalam pelaksanaan pedah-pedah pada adat
pernikahan yang selama ini terlalu menyita waktu.
3. Sebagai kontribusi atau masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa
Bahasa dan Sastra Indonesia Unimed;
4. Sebagai bahan motivasi dan inspirasi atau ide baru bagi peneliti lain yang
melakukan penelitian mengenai kajian pada bahasa lisan yang diambil dari
upacara adat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yakni:
1. Pedah-pedah oleh kalimbubu pada intinya berisikan tentang tuturan
menyapa/bersalam, tuturan meminta, tuturan menyarankan, tuturan
berterimakasih, tuturan mengucapkan berduka, tuturan
memperingatkan, dan tuturan menjelaskan.
2. tuturan menyapa/bersalam merupakan tuturan klasifikasi tindak
ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif, di tuturkan dengan makna
bahwa sebagai jabatan tertinggi dalam adat pun harus tetap
menghormati seluruh yang hadir. untuk menyapa atau memberi salam
kepada seluruh jabatan adat. Tuturan ini disampaikan dengan
berbeda-beda kaidah kesopanan. Adapun kaidah atau maksim tersebut yakitu
maksim kerendahan hati, kecocokan, dan maksim kemurahan.
3. tuturan meminta di tuturkan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan
kategori tuturan direktif, yakni dengan makna meminta kepada seanak
saudara yang ditinggalkan untuk tetap berteguh hati. Tuturan ini labih
daripada menyarankan. Tuturan meminta dipertegas untuk dipenuhi.
Untuk penyampaiannya digunakan maksim kebijaksanaan.
4. tuturan menyarankan merupakan tuturan klaisifikasi tindak ilokusi
maksud supaya mejadi sebuah acuan atau pandangan hidup.
Menyarankan bagaimana seharusnya hidup sebagai orang yang
ditinggalkan orang yang dikasihi. Penyampaian tuturan saran ini pun
tetap memperhatikan kaidah kesopanan. Penyampaian tuturan ini
disampaikan dengan maksim kecocokan, maksim kemurahan, dan
maksim kesimpatian.
5. tuturan berterimakasih merupakan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi
dengan ketegori ekspresif. Tuturan berterimakasih adalah tuturan yang
diucapkan oleh kalimbubu kepada anak beru dan kalimbubunya.
Tuturan berterimakasih ini adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi
dengan kategori tuturan ekspresif. Tuturan ini dikategorikan sebagai
tuturan ilokusi yaitu dikarenakan penutur bertutur yakni untuk
mencapai tujaun. Adapaun tujaun dalam hal ini adalah untuk
menghormati dan menghargai atas kesempatan yang telah diberikan.
Tuturan ini dituturkan dengan kaidah maksim kerendahan hati.
6. tuturan mengucapkan selamat adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi
dengan kategori tuturan ekspresif. Dituturkan dengan kaidah maksim
kecocokan, maksim kebijaksanaan, maksim kesimpatian, dan maksim
kemurahan. Tuturan ini dituturkan bermakna bahwa apa yang dialami
keluarga yang ditinggalkan bukanlah akhir dari segalanya, bahwa
kalimbubu juga sangat merasa kehilangan. Tuturan ini juga dituturkan
dengan makna bahwa adanya keterikatan hati dan batin antara
7. tuturan memperingatkan adalah tindak tutur ilokusi dengan kategori
tuturan derektif. Tuturan ini disampaikan dengan kaidah maksim
kebijaksanaan dan maksim kemurahan. Tuturan ini disampaikan oleh
kalimbubu, hal ini berarti bahwa maksim kebijaksanaan memang
sangat tepat. Hal ini dikarenakan bahwa jabatan kalimbubu adalah
jabatan tertinggi dalam adat Karo. Penyampaian tuturan
memeperingatkan haruslah disampaikan dengan penuh kebijaksanaan.
8. tindak tutur menjelaskan adalah tuturan ilokusi dengan kategori
tuturan asertif dan dituturkan dengan maksim kemurahan, maksim
kecocokan, dan maksim kebijaksanaan. Isi dari tuturan ini bermakna
bahwa segala sesuatu yang dilakukan atau keputusan yang diambil
haruslah di jelaskan kepada orang yang memang betul-betul
B. SARAN
1. Peneliti berharap adanya penelitian lanjutan mengenai tindak tutur pada
upacara-upacara adat pada suku Karo, terutama upacara adat pernikahan
dengan tujuan memperkaya kazanah linguistik.
2. Pada tuturan menyapa/bersalam hendaknya disampaikan terdahulu kepada
anak beru dan bere-bere kemudian dilanjutkan kepada jabatan adat
lainnya yang hadir, kepada perangkat pemerintah, dan kepada seluruh
yang menghadiri acara tersebut.
3. tuturan meminta hendaknya di ubah menjadi tuturan perintah, atau tuturan
permintaan lebih dipertegas lagi agar bisa dibedakan antara
menasehati/menyarankan dengan permintaan yang harus dilaksanakan.
Hal ini wajar dilakukan mengingat kalimbubu adalah jabatan tertinggi.
4. tuturan menyarankan di tuturkan terlebih dahulu kepada anak (yang
menikah) setelah itu kepada anak beru (yang menikahkan anak), dan
kemudian kepada anak beru yang hadir.
5. tuturan berterimakasih disampaikan pada saat membuka tuturan
hendaknya diawali kepada Tuhan, mengingat kita adalah manusia yang
beragama, kemudian dilanjutkan kepada kalimbubu, kepada anak baru,
dan kepada aparat pemerintahan/agama, serta kepada seluruh yang hadir.
Pada saat mengakhiri tuturan ucapan terimakasih kembali disampaikan
kepada kalimbubu dan kepada seluruh yang hadir.
6. tuturan mengucapkan selamat handaknya mempertagas bahwa pihak
serta Lebih memaksimalkan pemakaian maksim kecocokan dan maksim
kesimpatian.
7. tuturan memperingatkan adalah tuturan yang berisi tentang bagaimana
seharusnya berlaku sebagai seorang yang akan membangun sebuah
keluarga baru. Dalam penyampaian tuturan ini harus lebih memperhatikan
maksim kebijaksanaan agar lebih mampu mejadi sebuah masukan berarti
bagi yang menikah.
hendaknya proses penyapaian pedah-pedah lebih di efesienkan atau lebih
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.2003. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatnya.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamid Hasan Lubis, H.A. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung, Angkasa.
Jumanto, 2006. “Komunikasi Fatis Di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris. Desertasi, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok.
Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan dan Mentalitas Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Leech, Geoffry. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta. Universitas Indonesia.
Mustapa, H.Hasan. 2010. Adat Istiadat Sunda. Bandung: Alumni
Nader, F.X. 2008. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.
Parera, J.D. 1988. Morfologi. Jakarta: Gramedia.
Phoenix, Team Pustaka. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Team Pustaka Phoenix.
Prinst, Darwin. 2010. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media Perintis