• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO (KAJIAN PRAGMATIK).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO (KAJIAN PRAGMATIK)."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA

ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO

(KAJIAN PRAGMATIK)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh:

ANANIAS GINTING

NIM 208212008

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 12 Maret 2013

(6)

ABSTRAK

Ananias Ginting. NIM. 208212008. Analisis Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo (Kajian Pragmatik). Skripsi. Medan. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui bentuk-bentuk atau ketegori tindak tutur, menjelaskan makna, menemukan bagaimana maxim kesopanan/kesantunan dalam Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo, dan setelah menemukan dan menjelaskan ketiga tujuan diatas maka peneliti dapat membuat bagaimana bentuk atau struktur Pedah-Pedah yang baik, sopan-santun dan mampu mengefisienkan waktu sehingga proses penyampain pedah-pedah ini tidak lagi menyita waktu yang lama.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Naman Teran, Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo selama dua bulan yakni mulai tanggal 30 Juli sampai 30 September 2013. Sumber data penelitian ini diperoleh dari CD-CD pelaksanaan upacara adat pernikahan yang sudah ada sebelumnya, serta hasil dari wawancara dengan orang-orang tua atau tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat yang mengetahui kronologis dari prosesi upacara adat pernikahan tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada yaitu dengan gejala menurut apa adanya pada penelitian yang dilakukan dengan memaparkan hasil penelitian dalam bentuk analisis.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

berkat dan kasih karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Analisis Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku

Karo (Kajian Pragmatik)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat

memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak akan

berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si. selaku Rektor Universitas Negeri Medan

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan beserta staf-stafnya

3. Dr. Rosmawaty, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas Negeri Medan

4. Drs. Sanggup Barus, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia Universitas Negeri Medan

5. M. Surif, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia

6. Drs. Malan Lubis, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu

membimbing, memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini

7. Drs. P. Sihombing, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik

8. Kepala Desa Naman Teran beserta seluruh perangkat desa yang telah

(8)

9. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua tersayang,

Ayahanda Pdt. Markus Ginting dan Ibunda Rusni Br Tarigan yang telah

mendidik dan selalu memberikan kasih sayang dan motivasi dengan segala

jerih payah yang tak terkira buat peneliti.

10.Keluarga besar pastori GPdI desa Bertah, Bibikku T. Br Ginting, Bang

Imanuel Sembiring, Kak Tua Marta dan semua keluarga yang tidak dapat

disebutkan satu per satu yang selalu memberi dukungan baik doa dan dana

serta motivasi-motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini

11.Kakak-kakakku tersayang, Baskita Br Ginting, S.Th. dan Emi Efrata Br

Ginting, A.Md. yang selalu mendukung penulis baik dalam doa dan dana

dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Adikku tersayang, Afriani Christina Karo Sekali, yang selalu memberikan

motivasi, doa dan dukungannya terhadap peneliti.

13.Teman-teman seperjuangan Hardi Sitanggang, Erwin Andika Simamora,

Ripael Sibarani, Wewin N. Purba, Masniati Panjaitan, Evi Melpa L. Gaol dan

teman-teman Sastra Indonesia 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Serta kakak dan adik stambuk di Sastra Indonesia yang banyak memberikan

bantuan moral maupun material.

Medan, Februari 2013 Peneliti,

(9)

DAFTAR ISI

(10)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

1. Waktu Penelitin ... 27

2. Tempat Penelitian... 27

B. Sumber Data Penelitian ... 27

C. Metode Penelitian ... 27

D. Teknik Pengumpulan Data ... 28

E. Teknik Analisis Data ... 29

F. Instrumen Penelitian ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 32

1.Transkrip Hasil Penelitian ... 32

2. Analisis Data Hasil Penelitian ... 50

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

C. Temuan Penelitian ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 96

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Instrumen Penelitian... 31

Tabel 2. Tindak Tutur Menyapa/Bersalaman... 50

Tabel 3. Tindak Tutur Meminta... 55

Tabel 4. Tindak Tutur Menyarankan... 59

Tabel 5. Tindak Tutur Berterima Kasih... 63

Tabel 6. Tindak Tutur Memperingatkan... 74

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Budaya merupakan suatu tatacara hidup yang berkembang dan dimiliki

bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik,

adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Nilai-nilai

budaya yang menjadi ciri-ciri kehidupan suatu masyarakat biasanya terkandung di

dalam sumber-sumber tertulis, lisan dan gerak. Masyarakat merupakan

sekelompok orang yang terorganisasi, hidup dan bekerjasama untuk mencapai

suatu tujuan. Artinya masyarakat memiliki organisasi dan aturan-aturan untuk

berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat tidak pernah terlepas dari kebudayaan. Kebudayaan tidak akan

pernah ada apabila masyarakat tidak ada, sebaliknya masyarakat tanpa

kebudayaan akan kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya. Dapat pula

disebutkan bahwa masyarakat merupakan pendukung dari kebudayaan. E.B.Tylor

(dalam Soekanto, 1971:55) menyebutkan bahwa kebudayaan adalah kompleks

yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan

sebagainya. Jadi, setiap tindakan masyarakat secara keseluruhan disebut

kebudayaan, dalamnya terdapat juga unsur-unsur kebudayaan dari semua suku

(13)

Salah satu wujud dari kebudayaan adalah adat istiadat sedangkan upacara

merupakan wujud nyata dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek

kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.

Pada masyarakat tradisional kegiatan mengaktifkan kebudayaan antara lain

diwujudkan dalam pelaksanaan upacara tradisonal, yakni dalam bentuk upacara

kematian, kelahiran, perkawinan, sunatan, syukuran dan lain sebagainya yang

memang manjadi sarana sosialisasi bagi kebudayaan yang telah dimantapkan

lewat pewarisan (transformasi) tradisi.

Dalam kegiatan mengaktifkan kebudayaan tersebut bahasa merupakan

salah satu aspek yang digunakan. Bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai

bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau

didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Setiap

kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang

baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu saja tidak terlepas dari

penggunaan bahasa. Pada upacara adat pernikahan suku Batak Karo misalnya,

bahasa sangat berperan penting mulai dari awal upacara adat pernikahan sampai

kepada selesainya pesta pernikahan tersebut. Salah satunya terlihat saat pihak

sangkep nggeluh (keluarga) memberikan pedah-pedah. Pedah-pedah adalah

kata-kata atau kalimat yang di utarakan/dikumandangkan oleh pihak keluarga kepada

pengantin/kedua orang tua pengantin dalam upacara adat pernikahan suku karo

yang mana berisikan kalimat ajaran atau nasehat.

Searle (dalam Aslinda 2007:33) mengemukakan, bahwa dalam semua

(14)

kata, atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau lambang kata,

atau kalimat yang berwujud prilaku tindak tutur (the performance of speech act).

Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari

suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari

interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah

sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual.

Berdasarkan dari teori di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

pedah-pedah yang yang diutarakan pihak keluarga dalam pesta upacara adat pernikahan

suku Karo merupakan tindak tutur karena dalam prosesnya telah terjadi interaksi

lingual. Bidang bahasa yang mengkaji tindak tutur beserta konteksnya disebut

pragmatik.

Pedah-pedah (nasihat-nasihat) yang disampaikan keluarga (pihak sangkep

nggeluh) yaitu kalimbubu, anak beru, dan sembuyak kepada kedua mempelai akan

dilakukan secara bergantian yang diatur oleh protokol acara. Namun apabila

diperhatikan, pedah-pedah yang disampaikan oleh keluarga (kalimbubu, anak

beru, dan sembuyak) kepada kedua mempelai pada dasarnya adalah sama. Proses

ini akan menyita waktu yang lama karena setiap pihak keluarga tanpa dibatasi

jumlahnya akan memberikan pedah-pedah kepada kedua mempelai.

Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti teks nasihat yang

disebut pedah-pedah pada upacara adat pernikahan suku Karo. Dimana bila

diperhatikan, pedah-pedah yang diberikan pada dasarnya mengandung makna

yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan

(15)

menunjukkan bahwa pemberian kata-kata pedah-pedah kepada pengantin perlu

lebih di efisienkan baik waktu maupun tenaga mengingat kehidupan masyarakat

masa kini yang selalu ingin serba cepat. Terkait dengan perspektif kebahasaan

penelitian, fokus penelitian ini diarahkan pada aspek tuturan (speech) yang

diproduksi oleh kedua belah pihak keluarga mempelai dengan mengungkapkan

makna/isi yang terkandung di dalamnya dengan kajian pragmatik.

B.Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi

sebagai berikut:

1. Bentuk tindak tutur yang terdapat dalam pedah-pedah pada upacara

pelaksanaan adat pernikahan pada suku Karo.

2. Makna tindak tutur yang terdapat dalam pedah-pedah yang disampaikan

oleh pihak keluarga (sangkep geluh).

3. Pemakaian maxim kesopanan/kesantunan pada pedah-pedah yang

disampaikan oleh pihak keluarga (sangkep geluh).

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah

yang ada begitu luas, sehingga perlu dibuat sebuah pembatasan masalah. Hal ini

dilakukan untuk mempermudah dan lebih memfokuskan sebuah penelitian. Maka

masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada kalimat pedah-pedah (tuturan)

yang diujarkan oleh pihak kalimbubu kepada kedua belah mempelai, dengan

(16)

makna tindak tutur yang terdapat pada pedah-pedah, dan bagaimana maxim

kesopanan/kesantunan berbahasa pada pedah-pedah tersebut.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam pedah-pedah pada

upacara adat pernikahan suku Karo?

2. Makna apa sajakah yang terdapat dalam pedah-pedah (tuturan) pada upacara

adat pernikahan suku Karo tersebut?

3. Maxim kesopanan/kesantunan apa sajakah yang terdapat pada pedah-pedah

yang diujarkan oleh tiap-tiap orang dari pihak kalimbubu ?

E. Tujuan Penelitian

1. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

mendeskripsikan bentuk tindak tutur, makna, dan Maxim

kesopanan/kesantunan yang terdapat dalam pedah-pedah pada upacara adat

pernikahan suku Karo.

F. Manfaat Penelitan

Penelitian yang berhasil yakni penelitian yang dapat mencapai tujuan

secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat

secara umum. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan kontribusi pengetahuan serta wawasan baru bagi

(17)

2. Menjadi kontribusi dalam pengembangan dan kemajuan budaya bagi

masyarakat Karo, terutama dalam pelaksanaan pedah-pedah pada adat

pernikahan yang selama ini terlalu menyita waktu.

3. Sebagai kontribusi atau masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa

Bahasa dan Sastra Indonesia Unimed;

4. Sebagai bahan motivasi dan inspirasi atau ide baru bagi peneliti lain yang

melakukan penelitian mengenai kajian pada bahasa lisan yang diambil dari

upacara adat.

(18)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yakni:

1. Pedah-pedah oleh kalimbubu pada intinya berisikan tentang tuturan

menyapa/bersalam, tuturan meminta, tuturan menyarankan, tuturan

berterimakasih, tuturan mengucapkan berduka, tuturan

memperingatkan, dan tuturan menjelaskan.

2. tuturan menyapa/bersalam merupakan tuturan klasifikasi tindak

ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif, di tuturkan dengan makna

bahwa sebagai jabatan tertinggi dalam adat pun harus tetap

menghormati seluruh yang hadir. untuk menyapa atau memberi salam

kepada seluruh jabatan adat. Tuturan ini disampaikan dengan

berbeda-beda kaidah kesopanan. Adapun kaidah atau maksim tersebut yakitu

maksim kerendahan hati, kecocokan, dan maksim kemurahan.

3. tuturan meminta di tuturkan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan

kategori tuturan direktif, yakni dengan makna meminta kepada seanak

saudara yang ditinggalkan untuk tetap berteguh hati. Tuturan ini labih

daripada menyarankan. Tuturan meminta dipertegas untuk dipenuhi.

Untuk penyampaiannya digunakan maksim kebijaksanaan.

4. tuturan menyarankan merupakan tuturan klaisifikasi tindak ilokusi

(19)

maksud supaya mejadi sebuah acuan atau pandangan hidup.

Menyarankan bagaimana seharusnya hidup sebagai orang yang

ditinggalkan orang yang dikasihi. Penyampaian tuturan saran ini pun

tetap memperhatikan kaidah kesopanan. Penyampaian tuturan ini

disampaikan dengan maksim kecocokan, maksim kemurahan, dan

maksim kesimpatian.

5. tuturan berterimakasih merupakan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi

dengan ketegori ekspresif. Tuturan berterimakasih adalah tuturan yang

diucapkan oleh kalimbubu kepada anak beru dan kalimbubunya.

Tuturan berterimakasih ini adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi

dengan kategori tuturan ekspresif. Tuturan ini dikategorikan sebagai

tuturan ilokusi yaitu dikarenakan penutur bertutur yakni untuk

mencapai tujaun. Adapaun tujaun dalam hal ini adalah untuk

menghormati dan menghargai atas kesempatan yang telah diberikan.

Tuturan ini dituturkan dengan kaidah maksim kerendahan hati.

6. tuturan mengucapkan selamat adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi

dengan kategori tuturan ekspresif. Dituturkan dengan kaidah maksim

kecocokan, maksim kebijaksanaan, maksim kesimpatian, dan maksim

kemurahan. Tuturan ini dituturkan bermakna bahwa apa yang dialami

keluarga yang ditinggalkan bukanlah akhir dari segalanya, bahwa

kalimbubu juga sangat merasa kehilangan. Tuturan ini juga dituturkan

dengan makna bahwa adanya keterikatan hati dan batin antara

(20)

7. tuturan memperingatkan adalah tindak tutur ilokusi dengan kategori

tuturan derektif. Tuturan ini disampaikan dengan kaidah maksim

kebijaksanaan dan maksim kemurahan. Tuturan ini disampaikan oleh

kalimbubu, hal ini berarti bahwa maksim kebijaksanaan memang

sangat tepat. Hal ini dikarenakan bahwa jabatan kalimbubu adalah

jabatan tertinggi dalam adat Karo. Penyampaian tuturan

memeperingatkan haruslah disampaikan dengan penuh kebijaksanaan.

8. tindak tutur menjelaskan adalah tuturan ilokusi dengan kategori

tuturan asertif dan dituturkan dengan maksim kemurahan, maksim

kecocokan, dan maksim kebijaksanaan. Isi dari tuturan ini bermakna

bahwa segala sesuatu yang dilakukan atau keputusan yang diambil

haruslah di jelaskan kepada orang yang memang betul-betul

(21)

B. SARAN

1. Peneliti berharap adanya penelitian lanjutan mengenai tindak tutur pada

upacara-upacara adat pada suku Karo, terutama upacara adat pernikahan

dengan tujuan memperkaya kazanah linguistik.

2. Pada tuturan menyapa/bersalam hendaknya disampaikan terdahulu kepada

anak beru dan bere-bere kemudian dilanjutkan kepada jabatan adat

lainnya yang hadir, kepada perangkat pemerintah, dan kepada seluruh

yang menghadiri acara tersebut.

3. tuturan meminta hendaknya di ubah menjadi tuturan perintah, atau tuturan

permintaan lebih dipertegas lagi agar bisa dibedakan antara

menasehati/menyarankan dengan permintaan yang harus dilaksanakan.

Hal ini wajar dilakukan mengingat kalimbubu adalah jabatan tertinggi.

4. tuturan menyarankan di tuturkan terlebih dahulu kepada anak (yang

menikah) setelah itu kepada anak beru (yang menikahkan anak), dan

kemudian kepada anak beru yang hadir.

5. tuturan berterimakasih disampaikan pada saat membuka tuturan

hendaknya diawali kepada Tuhan, mengingat kita adalah manusia yang

beragama, kemudian dilanjutkan kepada kalimbubu, kepada anak baru,

dan kepada aparat pemerintahan/agama, serta kepada seluruh yang hadir.

Pada saat mengakhiri tuturan ucapan terimakasih kembali disampaikan

kepada kalimbubu dan kepada seluruh yang hadir.

6. tuturan mengucapkan selamat handaknya mempertagas bahwa pihak

(22)

serta Lebih memaksimalkan pemakaian maksim kecocokan dan maksim

kesimpatian.

7. tuturan memperingatkan adalah tuturan yang berisi tentang bagaimana

seharusnya berlaku sebagai seorang yang akan membangun sebuah

keluarga baru. Dalam penyampaian tuturan ini harus lebih memperhatikan

maksim kebijaksanaan agar lebih mampu mejadi sebuah masukan berarti

bagi yang menikah.

hendaknya proses penyapaian pedah-pedah lebih di efesienkan atau lebih

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2003. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatnya.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hamid Hasan Lubis, H.A. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung, Angkasa.

Jumanto, 2006. “Komunikasi Fatis Di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris. Desertasi, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok.

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan dan Mentalitas Pembangunan. Jakarta: Gramedia

Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Leech, Geoffry. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta. Universitas Indonesia.

Mustapa, H.Hasan. 2010. Adat Istiadat Sunda. Bandung: Alumni

Nader, F.X. 2008. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.

Parera, J.D. 1988. Morfologi. Jakarta: Gramedia.

Phoenix, Team Pustaka. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Team Pustaka Phoenix.

Prinst, Darwin. 2010. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media Perintis

Gambar

Tabel 1. Instrumen Penelitian....................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah penelitian ini adalah Analisis penggunaan jenis tindak tutur berdasarkan situasi tuturannya dan bentuk tindak tutur dinilai dari segi komunikatifnya

Bentuk tindak tutur tidak langsung tidak literaldiantaranya meliputi: (a) bentuk tuturan yang berupa sindiran terdapat satu tuturan, (b) bentuk tuturan yang berupa

Dalam tuturan upacara pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Madura di Desa Kalidandan, Pakuniran, Probolinggo penutur cenderung menggunakan tindak tutur

Permasalahan yang akan diteliti sehubungan dengan tujuan tersebut antara lain adalah bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi asretif, direktif dan ekspresif, dan makna tuturan

Penelitian ini difokuskan hanya pada jenis-jenis tindak tutur ilokusi beserta fungsinya, yakni dalam setiap tuturan para anggota, PD, dan bintang tamu dalam acara variety show

Selanjutnya Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi komunikatif yaitu: (1) Asertif ( Assertives ), yakni bentuk

Berdasrkan 45 tuturan lokusi dan 60 tuturan ilokusi yang ditemukan , terjawab bahwa kajian pragmatik, khususnya tindak tutur dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan

Hasil penelitian ini ialah jenis nilai tindak tutur pragmantik yang ditemukan dalam acara Pakkio Bunting yaitu nilai tindak tutur ilokusi terdapat 5 data, nilai tindak tutur lokusi