• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO (KAJIAN PRAGMATIK) Disusun dan Diajukan oleh: ANANIAS GINTING NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO (KAJIAN PRAGMATIK) Disusun dan Diajukan oleh: ANANIAS GINTING NIM"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL

ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA

ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO

(KAJIAN PRAGMATIK)

Disusun dan Diajukan oleh:

ANANIAS GINTING

NIM 208212008

Telah Diverifikasi dan Dinyatakan Memenuhi Syarat

Untuk Diunggah pada Jurnal Online

Medan, Maret 2013 Menyetujui:

Editor Pembimbing Skripsi

Hendra K. P, S.Sos., M.I.Kom Drs. Malan Lubis, M.Hum. NIP 19770117 200604 1 001 NIP 19670718 199310 1 001

(2)

ANALISIS PEDAH-PEDAH PADA UPACARA

ADAT PERNIKAHAN SUKU KARO

(KAJIAN PRAGMATIK)

Oleh: Ananias Ginting

NIM 208212008

ABSTRACT

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui bentuk-bentuk atau ketegori tindak tutur, menjelaskan makna, menemukan bagaimana maxim kesopanan/kesantunan dalam Pedah-Pedah pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo, dan setelah menemukan dan menjelaskan ketiga tujuan diatas maka peneliti dapat membuat bagaimana bentuk atau struktur Pedah-Pedah yang baik, sopan-santun dan mampu mengefisienkan waktu sehingga proses penyampain pedah-pedah ini tidak lagi menyita waktu yang lama. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Naman Teran, Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo selama dua bulan yakni mulai tanggal 30 Juli sampai 30 September 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada yaitu dengan gejala menurut apa adanya pada penelitian yang dilakukan dengan memaparkan hasil penelitian dalam bentuk analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tiap-tiap bentuk tuturan tersebut disampaikan oleh banyak orang yang padadasarnya berisikan hal yang sama. Dari enam data penelitian bahwa bentuk-bentuk tindak tutur pada pedah-pedah yakni: tindak tutur meminta merupakan kategori direktif,menyarankan merupakan kategori asertif, berterimakasih merupakan kategori ekspresif, mengucapkan berduka merupakan kategori ekspresif, memperingatkan merupakan kategori direktif, menjelaskan merupakan kategori asertif. Kata Kunci: pedah-pedah, upacara adat pernikahan, tindak tutur

(3)

PENDAHULUAN

Budaya merupakan suatu tatacara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Nilai-nilai budaya yang menjadi ciri-ciri kehidupan suatu masyarakat biasanya terkandung di dalam sumber-sumber tertulis, lisan dan gerak. Masyarakat merupakan sekelompok orang yang terorganisasi, hidup dan bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Artinya masyarakat memiliki organisasi dan aturan-aturan untuk berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat tidak pernah terlepas dari kebudayaan. Kebudayaan tidak akan pernah ada apabila masyarakat tidak ada, sebaliknya masyarakat tanpa kebudayaan akan kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya. Dapat pula disebutkan bahwa masyarakat merupakan pendukung dari kebudayaan. E.B.Tylor (dalam Soekanto, 1971:55) menyebutkan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan sebagainya. Jadi, setiap tindakan masyarakat secara keseluruhan disebut kebudayaan, dalamnya terdapat juga unsur-unsur kebudayaan dari semua suku bangsa di dunia.

Salah satu wujud dari kebudayaan adalah adat istiadat sedangkan upacara merupakan wujud nyata dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Pada masyarakat tradisional kegiatan mengaktifkan kebudayaan antara lain diwujudkan dalam pelaksanaan upacara tradisonal, yakni dalam bentuk upacara kematian, kelahiran, perkawinan, sunatan, syukuran dan lain sebagainya yang memang manjadi sarana sosialisasi bagi kebudayaan yang telah dimantapkan lewat pewarisan (transformasi) tradisi.

Dalam kegiatan mengaktifkan kebudayaan tersebut bahasa merupakan salah satu aspek yang digunakan. Bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Setiap

(4)

kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu saja tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Pada upacara adat pernikahan suku Batak Karo misalnya, bahasa sangat berperan penting mulai dari awal upacara adat pernikahan sampai kepada selesainya pesta pernikahan tersebut. Salah satunya terlihat saat pihak

sangkep nggeluh (keluarga) memberikan pedah-pedah. Pedah-pedah adalah

kata-kata atau kalimat yang di utarakan/dikumandangkan oleh pihak keluarga kepada pengantin/kedua orang tua pengantin dalam upacara adat pernikahan suku karo yang mana berisikan kalimat ajaran atau nasehat.

Searle (dalam Aslinda 2007:33) mengemukakan, bahwa dalam semua interaksi lingual terdapat tindak tutur. Interaksi lingual bukan hanya lambang, kata, atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau lambang kata, atau kalimat yang berwujud prilaku tindak tutur (the performance of speech act). Secara ringkas dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa tindak tutur adalah sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual. Berdasarkan dari teori di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

pedah-pedah yang yang diutarakan pihak keluarga dalam pesta upacara adat pernikahan

suku Karo merupakan tindak tutur karena dalam prosesnya telah terjadi interaksi lingual. Bidang bahasa yang mengkaji tindak tutur beserta konteksnya disebut pragmatik.

Pedah-pedah (nasihat-nasihat) yang disampaikan keluarga (pihak sangkep

nggeluh) yaitu kalimbubu, anak beru, dan sembuyak kepada kedua mempelai akan

dilakukan secara bergantian yang diatur oleh protokol acara. Namun apabila diperhatikan, pedah-pedah yang disampaikan oleh keluarga (kalimbubu, anak

beru, dan sembuyak) kepada kedua mempelai pada dasarnya adalah sama. Proses

ini akan menyita waktu yang lama karena setiap pihak keluarga tanpa dibatasi jumlahnya akan memberikan pedah-pedah kepada kedua mempelai.

Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti teks nasihat yang disebut pedah-pedah pada upacara adat pernikahan suku Karo. Dimana bila

(5)

diperhatikan, pedah-pedah yang diberikan pada dasarnya mengandung makna yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu dilakukan pengikisan/pemangkasan proses adat terutama pada proses pedah-pedah. Peneliti menunjukkan bahwa pemberian kata-kata pedah-pedah kepada pengantin perlu lebih di efisienkan baik waktu maupun tenaga mengingat kehidupan masyarakat masa kini yang selalu ingin serba cepat. Terkait dengan perspektif kebahasaan penelitian, fokus penelitian ini diarahkan pada aspek tuturan (speech) yang diproduksi oleh kedua belah pihak keluarga mempelai dengan mengungkapkan makna/isi yang terkandung di dalamnya dengan kajian pragmatik.

Levincon (dalam Rahardi, 1983:48) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Parker (dalam Rahardi, 1986:48) pragmatik adalah cabang ilmu yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Dari definisi kedua tokoh di atas disimpulkan bahwa pragmaktik menjadi suatu kajian yang amat penting untuk memenangkan kajian makna bahasa, karena pada kajian pragmatik pengkajian makna akan dikaitkan dengan konteks. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat dengan konteks. Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penuturnya dengan pertimbangan-pertimbangan konteks. Kajian pragmatik mutlak harus berkaitan erat dengan konteks situasi tutur, hal ini sejalan dengan teori Leech (1993:8) mengungkapkan bahwa ”pragmatik adalah studi tentang makna dan hubungannya dengan situasi ujar (speech situations)”. Menurutnya pragmatik mempelajari bagaimana bahasa digunakan dalam 15 komunikasi dan pragmatik juga menyelidiki makna dalam konteks dan bukan makna sebagai sesuatu yang abstrak. Mey menyatakan tentang pragmatik sebagai berikut; “Pragmatik is the

study of the conditions of humen language uses as these are determined by the context of society” (dalam Rahari, 1983 :49).

Dari pengertian di atas, pragmatik mempunyai arti ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa, pada dasarnya selalu harus ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatarbelakangi. Konteks situasi tutur yang dimaksudkan oleh Mey sebagaimana dikutib oleh Rahardi yakni konteks sosial dan konteks sositel.

(6)

Konteks sosial adalah konteks kebahasaan yang timbul sebagai akibat dari munculnya komunikasi dan interaksi antar anggota masyarakat dengan latar belakang sosial budaya yang sangat tertentu sifatnya. Sedangkan konteks societal adalah konteks yang ditentukan oleh kedudukan anggota masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang ada dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu.

Di bagian depan sudah diuraikan bahwa pragmatik adalah studi yang mendasarkan pijakan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah tuturan. Dengan berdasarkan pada gagasan Leech ( 1983: 13-14) bahwa konteks yang semacam itu dapat disebut dengan konteks situasi tutur, mencangkup aspek-aspek:

1. penutur dan lawan tutur ( petutur) 2. konteks tuturan

3. tujuan tuturan

4. tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas 5. tuturan sebagai produk tindak verbal.

Maka itu penelitian ini sangat relevan menggunakan kajian pragmatik khususnya makna pragmatik dalam mengaktualisasikan gagasan atau ide sesuai dengan wacana tutur/ujar.

Berdasarkan masalah di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bentuk tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam

pedah-pedah pada upacara adat pernikahan suku Karo? (2) Makna apa sajakah

yang terdapat dalam pedah-pedah (tuturan) pada upacara adat pernikahan suku Karo tersebut? (3) Maxim kesopanan/kesantunan apa sajakah yang terdapat pada

pedah-pedah yang diujarkan oleh tiap-tiap orang dari pihak kalimbubu ?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, dimulai pada tanggal 30 Juli sampai tanggal 30 September 2012. Tempat penelitian yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah di Desa Naman Kec. Naman Teran Kab. Karo. Selain di desa Naman Teran, peneliti juga mencari sumber data dari kecamatan lainnya

(7)

sebagai bahan perbandingan. Di dalam sebuah penelitian, data merupakan keseluruhan hal yang dijadikan bahan penelitian. Dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk menemukan sejumlah data yang berbentuk lisan, maka yang menjadi sumber data diperoleh dari CD-CD pelaksanaan upacara adat pernikahan yang sudah ada sebelumnya, serta hasil dari wawancara dengan orang-orang tua atau tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat yang mengetahui kronologis daripada prosesi upacara tersebut. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode desktiptif kualitatif, yaitu metode yang menggambarkan serta memaparkan suatu keadaan secara apa adanya sesuai dengan masa sekarang atau terjadi dalam keadaan sebenarnya.

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1)Mengumpulkan CD dari keluarga yang menikah sebelumnya (tidak melihat waktu pengambilan/ perekaman proses adat penikahan) melakukan observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan dan pemahaman terhadap objek yang dikaji; Data akan diambil dari 3 (tiga) CD adat pernikahan, dari ke tiga CD tersebut akan diambil masing-masing 2 pembicara yakni dari pihak Kalimbubu. (2) Teknik interview, yaitu dengan melakukan wawancara kepada informan yang bersifat tidak terarah (jawaban dan pertanyaan tidak ditentukan/dibatasi sebelumnya), artinya memberikan kebebasan kepada informan untuk menjawab atas setiap pertanyaan yang dikaji. Dengan tujuan memperoleh data mengenai bagaimana prosesi dari upacara tersebut. Setelah data terkumpul sesuai kebutuhan maka dilanjutkan dengan langkah-langkah pengolahan data. Semua data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara sistematis sehingga jelas struktur, nilai budaya, dan nilai makna di dalamnya. Adapun cara yang dilakukan peneliti sebagai berikut:

1. Memutar rekaman secara berulang-ulang dengan seksama bahan yang telah terkumpul

2. Mengubah data dari lisan (dalam CD) ke dalam bentuk teks

3. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan kajian sopan santun bahasa.

(8)

4. Mengadakan penyeleksian terhadap data yang diperoleh, data yang sangat berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

5. Menelaah dan membahas seluruh data yang telah diseleksi, kemudian menerapkannya dalam pembahasan masalah.

Data akan diambil dari 3 ( tiga) CD adat pernikahan, dari ke tiga CD tersebut akan diambil masing-masing 2 pembicara yakni dari pihak Kalimbubu. Data-data lisan yang telah diarsipkan kemudian dibuat dalam bentuk teks dan kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Data tersebut di kaji dengan kajian Pragmatik. Setelah dikaji maka akan ditarik kesimpulan dari ke 6 (enam) pembicara (penutur) dari pihak Kalimbubu tersebut, yakni hal-hal apa saja yang harus di utarakan dan penting diutarakan pada pedah-pedah tersebut. Dari hasil yang telah diperoleh maka akan dibuat satu bentuk pedah-pedah yang baik dan mampu merangkum pedah-pedah kesemua sub bagian Kalimbubu yang ada dan dapat disampaikan secara ringkas dan gamblang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ketiga sumber data yang berbentuk CD diperoleh terlebih dahulu, selanjutnya melalui tahap pengumpulan penyeleksian data dilakukan, dilanjutkan dengan mentranskrip kedalam bentuk tulisan dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Indionedia. Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabel serta dianalisis atau disusun sebagai hasil penelitian. Data yang dianalisis peneliti adalah nuri-nuri yang diujarkan oleh pihak kalimbubu, tanpa melihat atau membagi/membatasi nuri-nuri oleh sub kalimbubu yang mana.

Dari hasil analisis data yang dilakukan maka dapat dipaparkan bentuk/kategori, makna, dan penggunaan maksim pada tindak tutur oleh

kalimbubu.

Tindak tutur menyapa/bersalam. Tutur-turan ini disampaikan kalimbubu untuk memulai/membuka tuturan. Tuturan menyapa/bersalam merupakan tuturan ilokusi dengan kategori ekspresif. Tuturan ini disampaikan dengan tujuan supaya adanya saling menghormati antar seluruh jabatan adat. Contoh

(9)

”Sinihamati kami kalimbubu kami, puang kami, ras puang ni puang kami, bujur ikataken kami ibas kesempaten wari enda

nggo sempatkenndu reh, ngepkep-ngepkep kami bage

beberendu.”

Tuturan diatas juga menunjukkan bagaimana pemakaian maksim kerendahan hati seorang kalimbubu mau mengasihi anak baru dan menyapa dengan hormat. Pada bisanya untuk penyampaian pedapedah diawali oleh kata

-”perpulungan si ermeriah ukur” yang menyatakan bahwa berkumpulnya sanak

saudara didasari atas rasa sukacita dan dijalanjutkan dengan tuturan yang menyebutkan bahwa penutur berbicara atas nama kalimbubu yang kemudian di ikutkan kepada siapa tuturan tersebut ditujukan. Kata salam yang disampaikan oleh pihak kalimbubu pada umumnya disampaikan terdahulu kepada

kalimbubunya atau puang kalimbubu dari keluarga yang mengadakan pesta

pernikahan, kemudian kepada senina/sembuyak dari kalimbubu itu sendiri, selanjutnya kepada anak beru dan dilanjutkan kepada seluruh yang hadir. Tuturan menyapa/bersalam dituturkan dengan kaidah maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kemurahan.. Pada data diatas tampak bahwa maksim yang mendominasi adalah maksim kerendahan hati. Hal ini berarti bahwa tuturan menyapa didasari atas rasa hormat penutur kepada petutur, yaitu untuk memaksimalkan ketidakhormatan kepada diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Kerendahan hati tetap diperhatikan oleh kalimbubu, hal ini dipengaruhi oleh adanya rasa saling menghormati.

Tindak tutur meminta. Tindak tutur meminta ini dituturkan oleh pihak

kalimbubu kepada seluruh anak beru baik itu langsung kepada kedua pengantin,

kepada orang tua kandung yang menikah, kepada paman/bibik kandung dari pengantin yang menikah, atau kepada saudara kandung atau semarga agar dipenuhi. Apabila pihak kalimbubu meminta kepada anak beru hal ini harus dipenuhi oleh anak beru, karena kalimbubu adalah yang paling di hormati dan dihargai kedudukannya. Tutur meminta diatas merupakan tuturan ilokusi dengan kategoti tuturan direktif yang dituturkan dengan kaidah maksim kebijaksanaan. Tuturan meminta dituturkan oleh kalimbubu dengan tujuan ingin mencapai

(10)

sesuatu dari anak beru, dalam hal ini adalah meminta supaya anak beru

(bere-bere) menghargai pernikahannya tersebut, mengutamakan diskusi untuk

mengambil keputusan keluarga, dan sebagainya. Tuturan meminta ini tidak hanya dituturkan kepada kedua mempelai saja, melainkan kepada kedua belah pihak orang tua pengantin

Tindak tutur menyarankan. Tindak tutur menyarankan ini adalah tindak tutur yang diucapkan oleh kalimbubu kepada anak beru dengan tujuan mencapai sesuatu yakni supaya dilaksanakan. Menyarankan supaya tetap mengandalkan Tuhan dalam pernikahannya, menghargai pernikahan, dan mengenali semua keluarga-keluarganya. Tuturan menyarankan ini akan lebih terasa apabila yang menikah adalah anak yang paling tua dikarenakan dialah nantinya yang menjadi panutan kepada saudara-saudaranya yang lain. Selain itu, tuturan menyarankan pada umumnya disampaikan oleh pihak puang kalimbubu, hal ini dikarenakan oleh jabatan paung kalimbubu adalah jabatan yang tugasnya hanya menyarankan dan bukan sebagai pemberi keputusan atau perintah. Tutur menyarankan diatas merupakan tuturan ilokusi dengan ketegori asertif. Tuturan asertif dituturkan dengan kaidah maksim kecocokan, maksim kemurahan, dan maksim kesimpatian. Tuturan menyarankan dituturkan oleh kalimbubu dengan tujuan untuk memberi saran atau masukan kepada anak beru.

Tindak tutur berterimakasih. Tutur berterimakasih ini adalah tutur yang diucapkan oleh kalimbubu kepada anak beru atau kepada bebere dari kalimbubu tesebut. Pada pembuka tuturan pedah-pedah, ucapan terimakasih terlebih dahulu diucapkan kepada Tuhan atas berkat dan rahmat-Nya, kemudian diucapkan kembali saat mengakhiri penyampaian tuturan pedah-pedah. Ucapan terimakasih pada saat diakhirinya tuturan disampaikan kepada semua orang yang hadir. Tuturan berterimakasih ini adalah tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan ketegori tururan Ekspresif. Tuturan ekspresif dituturkan dengan kaindah maksim kerendahan hati. Tuturan terimakasih juga tetap di sampaikan oleh kalimbubu walau mengingat kalimbubu adalah jabatan adat yang tertinggi. Tuturan berterimakasih ini dituturkan oleh kalimbubu dikarenakan oleh jabatan yang dijabat oleh kalimbubu tersebut adalah jabatan yang bukan jabatan tetap, artinya

(11)

bahwa jabatan adat di acara adat di satu keluarga akan berbeda bila dia (kalimbubu) menghadiri acara adat di keluarga yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh hubungan kekeluargaan. Untuk memulai pembicaraan pada acara adat, biasanya dimulai dengan ucapan terimakasih kepada Tuhan dan kemudian kepada jabatan dari yang tinggi sampai kepada jabatan yang rendah. Tuturan berterimakasih juga akan kembali di tuturkan pada saat mengakhiri penyampaian

pedah-pedah.

Tindak tutur mengucapkan selamat. Tindak tutur mengucapkan selamat yang disampikan oleh kalimbubu ditujukan kepada anak beru pada umumnya berisikan bahwa pihak kalimbubu juga ikut merasakan kebahagiaan dengan ikut campur dalam menyelesaikan upacara adat pernikahan tersebut. Tindak tutur mengucapkan duka merupakan tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan ketegori tururan ekspresif. Tuturan ekpresif dituturkan dengan kaidah maksim kecocokan, maksim kesimpatian, maksim kebijaksanaan, dan maksim kemurahan. Tuturan ini di sampaikan dengan maksud pihak kalimbubu juga turut berbahagia dalam pesta adat pernikahan tersebut. Tuturan ini juga dituturkan dengan makna bahwa adanya keterikatan hati dan batin antara kalimbubu dengan anak beru dan bere-bere (kedua pengantin)

Tindak tutur memperingatkan. Tutur memperingatkan diatas merupakan tuturan ilokusi kategori tuturan direktif yang dituturkan dengan kaidah maksim kebijaksanaan dan maksim kemurahan. Tindak tutur memperingatkan yang diberikan oleh kalimbubu adalah memperingatkan anak beru ( yang menikahkan anak) supaya bertindak benar dan tidak membuat kesalahan dalam hidupnya, yaitu mengutamakan kebenaran dan mematuhi adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Karo serta kepada bere-bere (yang menikah) untuk menghargai pernikahan yang akan dijalaninya. Mematuhi adat merupakan hal yang paling penting karena adat merupakan warisan nenek moyang yang bernilai tinggi yang sangat bermanfaat pada kegidupan sehari-hari. Memperingatkan dalam hal ini merupakan pemberian nasehat kepada anak beru untuk tetap menyerahkan hidupnya kepada Tuhan serta memperingatkan supaya bertindak yang bardasarkan aturan yang berlaku. Tuturan ini disampaikan oleh kalimbubu, hal ini

(12)

berarti bahwa maksim kebijaksanaan memang sangat tepat. Hal ini dikarenakan bahwa jabatan kalimbubu adalah jabatan tertinggi dalam adat Karo. Penyampaian tuturan memeperingatkan haruslah disampaikan dengan penuh kebijaksanaan.

Tindak tutur menjelaskan. Tutur menjelaskan diatas merupakan tuturan ilokusi kategori tuturan asertif yang dituturkan dengan kaidah maksim kemurahan, maksim kecocokan, dan maksim kebijaksanaan. Tuturan menjelaskan ini adalah tutur oleh kalimbubu kepada anak beru dan bere-bere yang berisikan bagaimana tentang kejadian yang di hadapi setelah menikahkan anak, hal ini disampaikan kepada kedua orang tua mempelai dan tuturan menjelaskan bagaimana seharusnya kehidupan setelah menikah, bagaimana harusnya tindakan dalam mematuhi sistem peradatan yang ada dituturkan kepada kedua pengantin.

Dari penelitian yang telah dilakukan maka ditemukan bahwa isi, makna dan tujuan pedah-pedah pada dasarnya berisikan tentang kalimat untuk memberi nasihat, yang disertai dengan tuturan menyapa, meminta, menyarankan, berterimakasih, mengucapkan selamat, memperingatkan, dan menjelaskan. Kesamaan isi, makna atau tujuan tuturan tersebut yakni:

Pada tuturan menyapa/bersalam pada data kalimbubu 1 CD 1, kalimbubu 2 CD 1, kalimbubu 1 CD 2, kalimbubu 1 CD 3 atau kalimbubu 2 CD 3, yakni sama-sama menyapa atau bersalam yang ditujukan kepada anak beru. Pada tuturan menyapa/bersalam, isi dan makna dan tujuan dari pada tuturan yang disampaikan pada dasarnya sama dan akan disampaikan secara berulang-ulang oleh beberapa

kalimbubu.

Pada tuturan meminta juga dapat dilihat kesamaan isi, makna ataupun tujuan seperti pada data:

kalimbubu 1 CD 1

Janah tole ningkami man kam anak kami Vina ras Joel, endeskenlah krina geluhndu man Tuhan, gelemilah kata Dibata bas jabundu. Sebab erjabu emekap sada ikaten perjuangen

Jika dibandingkan dengan

(13)

- Jenda ngerana ate kami sitik, langsung saja tujuken kami man Vina

ras kela kami ginting mergana ningkami man bandu anakku, adi nggo erjabu tingkah lakundu arusna i perobahindu.

- Ola bagi singuda-nguda nari nakku, di ningkami adi nggo kam

erjabu ertutusna atendu man Tuhan, mbiar kam man Tuhan nakku.

Tuturan yang disampaikan oleh kalimbubu 1 CD 1 diulangi kembali oleh

kalimbubu 2 CD 1, yaitu sama-sama meminta agar bere-bere mereka setelah

menikah, perilaku yang dulu diubah. Meminta supaya keduanya serius dalam menjaga kehidupan rumah tangga mereka, dan supaya mereka tetap berserah pada Tuhan. Begitu pula halnya dengan data pada kalimbubu 1 CD 2, kalimbubu 2 CD 2 atau kalimbubu 2 CD 3, yang berulang-ulang disampaikan para kalimbubu tersebut kepada bere-bere mereka yang menikah.

Jika ditinjau pada tuturan menyarankan yakni pada data:

kalimbubu 2 CD 1,

- Janah man kam pe agi kami duana, sebabna labo kami beluhsa kel

ngerana, erpengendeslah kam man Tuhan adi anakta nggo erjabu erbuaina man perbeben man Tuhan agi.

- Endeskenndulah perjabundu e man Tuhan. Atau pada data kalimbubu 2 CD 2

Tutus erjabu. Tutus erdahin, emeka persada ukurndu bebere kami, arih-arih kam muat simehuli e.

menyatakan isi, makna atau tujuan yang sama, yakni sama-sama menyarankan agar bere-bere mereka yang baru menikah tersebut agar serius dalam pernikahan mereka, setia terhadap pasangan, dan tetap berserah pada Tuhan.

Hal yang sama dapat dilihat dari tuturan berterima kasih, yakni disampaikan berulang-ulang oleh orang yang berbeda dan dilakukan oleh beberapa kalimbubu dengan maksud yang sama. Contohnya,

Kalimbubu 2 CD 1,

- Jendam ikataken kami melala bujur man bandu. - Pertama-tama lebe kataken kami bujur man Tuhan.

(14)

Atau Kalimbubu 2 CD 3,

Emaka megah kel akap kami, malem kel ate kami, janah bujur kel ninta man Tuhan ibas keadaan si bagennda rupana, si enggo terlaksana seh ku karaben wari enda.

Yakni sama-sama mengungkapkan rasa syukur atau berterimakasih kepada Tuhan untuk terlaksananya acara adat pernikahan bere-bere mereka. Pengulangan-pengulangan pesan dengan maksud yang sama pun dapat dijumpai pada tuturan mengucapkan selamat, yakni:

Kalimbubu 1 CD 1

- Endam kata sierbelas bas kami nari kalimbubundu, selamat

menempuh hidup baru ningkami sekali nari. Bujur. Kalimbubu 1 CD 2

- Selamat kam pejabuken bebere kami e anak beru kami.

- Jenari kerina kam Karo mergana baik i taneh ujung teran, Deram,

Sukatepu, bage pe Naman enda, sangap kam pejabuken bebere kami e, janah sehat-sehat kam kerina.

Yang menyatakan bahwa mereka turut merasakan kebahagiaan atas menikahnya

bere-bere mereka dengan mengucapkan ucapan selamat. Begitu pula pada data kalimbubu 2 CD 2, kalimbubu 1 CD 3 ataupun kalimbubu 2 CD 3 yang

berulang-ulang disampaikan oleh orang yang berbeda-beda namun dengan maksud yang sama.

Tidak berbeda dengan temuan diatas, pada tuturan memperingatkan juga terdapat pengulangan yang sama oleh beberapa kalimbubu, seperti pada data:

Kalimbubu 1 CD 1

Gundari meriah ukurndu, tapi tiknarin nggo idahndu kerina, banci enda jadi sada baban berat man bandu.

Kalimbubu 2 CD 2

Emaka bagem anak beru kami Sitepu mergana, ibas kam nguda denga kerina persada-sadalah arihndu, ula kam si panjang-punjuten.

(15)

sama-sama memperingatkan kedua mempelai agar tidak hanya bersatu dalam kabahagiaan, akan tetapi juga tetap bersehati dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang begitu banyak permasalahan yang menanti didepan. Memperingatkan agar tidak saling menyalahkan, tetapi seia sekata dalam setiap keadaan rumah tangga.

Begitu juga halnya yang dapat ditemui dalam data tuturan menjelaskan, yakni:

Kalimbubu 1 CD 1

Sebab erjabu emekap sada ikaten perjuangen. Gundari meriah ukurndu, tapi tiknarin nggo idahndu kerina, banci enda jadi sada baban berat man bandu.

Kalimbubu 2 CD 2

Tentu ibas peradaten si dalanken kita bas wari enda, di ningkami kalimbubundu, seninandu si i buatndu wari sisendah i ingan kundulendu enda, ei ula kam lupa. Ingetndu pagi, menggo ingetndu e pagi kerina? Gelah kami pe pagi ras kalimbubundu katawari pe lit dahinndu, lit dahin kami, ersada perarihlah kita kerina anak beru kami.

kedua data tersebut diatas dapat dilihat bahwa kalimbubu memjelaskan kepada

bere-bere mereka mengenai kehidupan rumah tangga yang akan mereka hadapi,

bahwa pernikahan adalah sebuah perjuangan yang mengharuskan mereka untuk tetap bersehati dan bekerja sama. Menjelaskan bahwa ketika sudah menikah artinya mereka sudah diikat dalam ikatan keluarga sehingga setiap ada acara keluarga yang lain, sudah sepantasnya mereka juga ikut bekerja sama untuk merayakannya.

PENUTUP

Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang masalah bahwa tuturan yang disebut dengan pedah-pedah oleh pihak kalimbubu, penyampaiannya dilakukan tiga sampai lima orang atau lebih yang isi atau makna serta tujuan penyampaiannya sama. Data dari masing-masing CD yang telah ditranskripkan diatas merupakan tuturan yang telah dipilih untuk mewakili tuturan yang

(16)

disampaikan oleh banyak kalimbubu. Maka dari hasil penelitian ini bahwa isi, makna atau tujuan dari masing-masing penutur adalah sama. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka ditemukan bahwa: (1) Tindak tutur menyapa/bersalam merupakan tuturan klasifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan ekspresif. Tutur menyapa ini disampaikan dengan kaidah maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kemurahan. (2)Tindak tutur meminta merupakan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan direktif. Tutur menyapa ini disampaikan dengan kaidah maksim kebijaksanaan. (3) Tindak tutur menyarankan merupakan tuturan klaisifikasi tindak ilokusi dengan kategori tuturan asertif. Tutur menyarankan disampaikan dengan kaidah maksim kecocokan, maksim kemurahan, dan maksim kesimpatian. (4) Tindak tutur berterimakasih merupakan tuturan kalisifikasi tindak ilokusi dengan ketegori ekspresif. Tutur menyarankan disampaikan dengan kaidah maksim kerendahan hati. (5) Tindak tutur mengucapkan selamat merupakan tuturan kalisifikasi ilokusi dengan ketegori ekspresif dengan kaidah maksim kecocokan, maksim kesimpatian, dan maksim kemurahan. (6) Tindak tutur memperingatkan merupakan tuturan kalisifikasi ilokusi dengan ketegori direktif dengan menggunakan kaidah maksim kebijaksanaan dan maksim kemurahan. (7) Tindak tutur menjelaskan merupakan tuturan klasifikasi ilokusi degan penyampaiannya dengan tuturan kategori asertif. Tuturan asertif ini di sampaikan dengan kaidah maksim kemurahan, maksim kecocokan, dan maksim kebijaksanaan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2003. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatnya.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hamid Hasan Lubis, H.A. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung, Angkasa. Jumanto, 2006. “Komunikasi Fatis Di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris.

Desertasi, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok.

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan dan Mentalitas Pembangunan. Jakarta: Gramedia

Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Leech, Geoffry. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta. Universitas Indonesia. Mustapa, H.Hasan. 2010. Adat Istiadat Sunda. Bandung: Alumni

Nader, F.X. 2008. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta. Graha Ilmu. Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.

Parera, J.D. 1988. Morfologi. Jakarta: Gramedia.

Phoenix, Team Pustaka. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Team Pustaka Phoenix.

Prinst, Darwin. 2010. Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media Perintis

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Erlangga.

Referensi

Dokumen terkait