• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT NA GOK BATAK TOBA (KAJIAN PRAGMATIK).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT NA GOK BATAK TOBA (KAJIAN PRAGMATIK)."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM UPACARA

PERKAWINAN ADAT NA GOK BATAK TOBA

(KAJIAN PRAGMATIK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

MEGA LESTARI SIMAMORA

NIM 2101210006

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Mega Lestari Simamora, NIM 2101210006, Tindak Tutur Ilokusi dalam Upacara Perkawinan Adat na Gok Batak Toba (Kajian Pragmatik).

Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan 2015.

Penelitian ini membahas tentang tindak tutur ilokusi yang dituturkan dalam Upacara Perkawinan Adat na Gok Batak Toba, yang bertujuan untuk mengetahui apa saja jenis tindak tutur yang dituturkan dan apa maknanya serta bagaimana bentuk penyampaian tuturannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dan sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan yang disampaikan dalam acara perkawinan sebagai sumber primer dari raja parhata dan buku dokumentasi sebagai sumber data sekunder. Kajian yang digunakan dalam tuturan ini adalah kajian tindak tutur pragmatik. Dari hasil perolehan data ditemukan sebanyak 42 tuturan ilokusi, tindak tutur representatif 16 tuturan, tindak tutur direktif 17 tuturan, tindak tutur ekspresif 7 tuturan, tindak tutur komisif tidak terdapat dalam tuturan dan tindak tutur deklaratif 2 tuturan. Penyampaian tuturan dengan menggunakan ungkapan/umpama dan umpasa.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan berkatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan

judul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Upacara Perkawinan Adat na Gok Batak Toba

(Kajian Pragmatik). Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Sastra bagi mahasiswa jenjang S1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

FBS UNIMED.

Dalam penulisan Skripsi ini, banyak pihak yang memberikan dukungan

sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagaimana mestinya. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih yang tak

terhingga kepada kedua orang tua tercinta Marcius Simamora dan Bumi Putri Purba yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta doa demi

keberhasilan untuk dapat mengarungi kehidupan sebagai mahasiswa. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

3. Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

sekaligus Dosen Pengarah

(8)

5. Prof. Dr. Wisman Hadi, Ketua Program Studi Sastra Indonesia 6. Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi

7. Prof. Tiur A. Siburian yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing penulis

8. Dra. Rosdiana Siregar, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis

9. Dosen Penguji, Bapak Hendra K. Pulungan, S. Sos, M.I.Kom. yang telah

memberikan masukan dalam rangka menyempurnakan dan memperbaiki penulisan skripsi ini

10.Terima kasih yang sedalam-dalamnya buat keluarga besar Simamora, yang amat sangat sabar menghadapi penulis sampai sejauh ini, kakak, abang, adik terlebih Dad and Mom

11.Teman satu gerakan dalam organisasi GMKI serta teman-teman di Gelora Teater UK-KMK st. Martinus

12.Terima kasih kepada kesayangan, Harry Pakpahan.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi para pembaca serta menjadi masukan dalam dunia pendidikan.

Medan, Februari 2016

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

BAB II LANDASAN TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN ... 10

(10)

C. Sumber Data ... ... 33

D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian... . 33

E. Teknik Analisis Data... ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35

A. Hasil Penelitian ... 35

1. Tindak Tutur Penerima istri/Pihak Paranak ... 36

2. Tindak Tutur Pemberi Istri/Pihak Parboru... ... 48

3. Tindak Tutur Situan na Torop... ... 63

B. Pembahasan Hasil Penelitian... ... 65

1. Jenis dan Makna Tindak Tutur... 65

2. Bentuk Penyampaian Tinda Tutur... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ... 76

A. Kesimpulan... ... 76

B. Saran... ... 77

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan sebagai eksistensi suku bangsa dengan segala

kebudayaannya hidup dalam satu wadah yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang menggambarkan bahwa Indonesia penuh dengan corak dan warna kebudayaan.

Budaya sebagai identitas dan jati diri suatu bangsa merupakan nilai dan

norma etik dari bangsa itu yang di dalam eksistensinya tidak terlepas dari multi perkembangan dan aneka pengaruh interaksi fenomena sosial sepanjang sejarah

kemanusiaan (Lundu Panjaitan dalam Rajamarpodang. 1992:iv). Salah satu unsur kebudayaan yang paling utama adalah bahasa, sebagai

alat mengekspresikan diri, berkomunikasi dan menyatakan pikiran. Masing-masing etnis atau suku bangsa memiliki bahasa daerah yang menjadi identitas dan ciri khasnya. UUD 1945 pasal 36 bab XV menyatakan bahwa bahasa daerah

merupakan lambang identitas daerah, lambang kebanggaan daerah, dan menjadi pembinaan serta pengembangan kebudayaan daerah.

(14)

dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berbagai acara adat-istiadat. Di samping suku batak lainnya yang memiliki perbedaan dialek yaitu: sub-suku Batak Mandailing, sub-suku Batak Angkola – Sipirok Padang Lawas, sub-suku

Batak Simalungun, Batak Karo dan sub-suku Batak Pakpak – Dairi.

Masyarakat Batak Toba pada dasarnya hidup diatur oleh dan dalam adat,

dalam berbagai konteks ketika sesama orang Batak Toba saling berhubungan dan melakukan partuturan Batak akan selalu diukur dengan adat. Apakah tergolong beradat atau justru tidak beradat. Adat berfungsi untuk menciptakan kerukunan

dan keteraturan dalam hubungan sosial untuk mencapai keharmonisan horizontal dengan sesama dan vertikal dengan Tuhan, ditegaskan dalam ungkapan:

Adat do ugari

Sinihathon ni Mulajadi

Siradotan manipat ari

Salaon disiula bakung ari (Simanjuntak, 2009:98)

yang artinya adat adalah aturan yang ditetapkan oleh Tuhan, yang dituruti sepanjang hari akan tampak dalam kehidupan.

Pelaksanaan upacara adat Batak Toba dalam pandangan masyarakat lain terkesan sangat lama dan rumit, terlebih pada saat upacara adat perkawinan.

Pelaksanaan adat Batak Toba berbeda dalam masyarakat Batak Toba Holbung yang berada di sekitar Balige, Porsea, Laguboti, Toba Silindung di sekitar Tarutung – Pahae dan Toba Humbang yaitu Humbang Hasundutan –

(15)

duhutna, muba huta muba ruhutna (lain daerah lain rumputnya, lain pulalah adat

dan aturannya).

Semua sistem tata cara pelaksanaan acara dalam adat Batak Toba

disesuaikan dengan peran masing-masing masyarakat dalam Dalihan Na Tolu. Dalihan artinya tungku yang dibuat dari batu, Na artinya yang dan Tolu artinya

tiga. Dalihan Na Tolu artinya tiga tiang tungku yang dimaknai masyarakat dalam adat dan kehidupan sehari-hari adalah Somba Marhula-hula, Elek Marboru dohot Manat Mardongan Tubu. Dalihan Na Tolu sebagai wujud pancaran dari Mulajadi

Na Bolon di bumi dalam kehidupan manusia yaitu Hula-hula pemilik

kebijaksanaan, Suhut Na Mardongansabutuha sebagai wujud dari kebenaran atau

kesucian dan Boru pemilik kekuatan (Gultom Rajamarpodang. 1992:55).

Batak Toba memiliki satu prinsip yang terkenal di belahan bumi yaitu Anakhonhi do hamoraon di ahu artinya anakkulah kekayaanku yang paling utama.

Tidak heran apabila para orang tua Batak Toba memperjuangkan keberhasilan sekolah anaknya dengan kerja keras bahkan hanya dengan mata pencaharian bercocok tanam. Secara keseluruhan keseharian masyarakat Batak Toba

berazaskan adat. Adat adalah sakral. Orang yang mematuhi adat (na maradat) hidupnya akan sejahtera, dalam bahasa Batak Toba diungkapkan gabe na niula,

sinur na pinahan, horas jolma (Nainggolan, 2012:84).

Upacara adat dalam Batak Toba harus dihadiri oleh ketiga belah pihak dalam sistem Dalihan Na Tolu sebagai bentuk dari kekerabatan yang dijunjung

(16)

mangongkal holi serta acara adat lainnya yang biasa dilangsungkan dalam

kehidupan masyarakat. Upacara-upacara ini sudah terlangsung sejak dahulu, sebagai warisan dari nenek moyang – Ompu parjolo martungkot sialagundi,

pinungka ni na parjolo siihuthonon ni naparpudi. Artinya hasil karya adat istiadat

nenek moyang diikuti oleh keturunannya.

Semakin berkembangnya zaman, semakin banyak orang yang berpandangan bahwa upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba seperti orang yang belum beragama atau mengurangi nilai religius terhadap

Tuhan. Seperti upacara-upacara kematian, mangongkal holi yang masih dilakukan sampai sekarang yaitu semacam penghormatan kepada arwah para leluhur.

Mangokkal Holi adalah menggali tulang-belulang manusia. Penggunaan ulos yang

dianggap sebagai praktek okultisme karena dulu ulos dianggap kain indah yang digunakan Debata Mulajadi Nabolon membungkus jiwa manusia sehingga

mendatangkan kesejahteraan jasmani dan rohani. Kemudian upacara lain seperti pasu-pasu Raja dalam perkawinan dan konsep Dalihan Na Tolu – somba

Marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Upacara-upacara tersebut

dianggap sebagai penduaan Tuhan oleh kemajuan pemikiran orang, akan tetapi sampai sekarang masyarakat Batak masih tetap melaksanakan upacara-upacara

tersebut terlebih eksis dalam upacara perkawinan, (http://richsonblogs.blogspot.co m/2013/03/adat-batak-dan-kekristenan-di-tinjau.html).

Penelitian tentang religi dan adat Batak Toba mengatakan bahwa

(17)

kurban untuk mendapat berkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa adat merupakan ideologi bagi kelangsungan hidup masyarakat Batak Toba. (Nainggolan, 2012:13)

Penelitian ini mengkaji tentang Tindak Tutur Ilokusi dalam Upacara

Perkawinan Adat Na Gok Batak Toba dengan objek penelitian sistem perkawinan batak Toba, Toba Humbang yaitu Humbang Hasundutan di Doloksanggul. Tindak

tutur merupakan kajian pragmatik yang berkaitan dengan makna, konteks dan komunikasi. Penelitian ini menggunakan kajian tindak tutur ilokusi yang mana dalam tuturan Upacara adat perkawinan banyak terdapat pengucapan suatu

pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan, sapaan dan lain sebagainya yang dapat dikategorikan guna mengetahui makna dari tuturan-tuturan yang disampaikan

dalam adat na gok perkawinan Batak Toba.

Upacara perkawinan adat na gok dalam Batak Toba merupakan upacara yang dilangsungkan dengan hadirnya dari pihak boru maupun dari pihak baoa

beserta semua kerabat yang sudah diatur perannya dalam Dalihan Na Tolu. Semua kerabat ini akan melakukan tuturan-tuturan yang resmi dan sakral, tuturan yang baik. Tindak tutur yang digunakan dalam upacara adat ini tidak sama dengan

tuturan yang digunakan masyarakat sehari-hari. Penggunaan tuturan harus sesuai konteks, tindak tutur ini memiliki kekhasan tersendiri biasanya dibarengi dengan

penggunaan umpama dohot umpasa dalam istilah kebahasaan disebut nasihat atau petuah dan ungkapan. Tindak tutur yang digunakan mengandung makna yang mendalam dan menjaga kesantunan berbahasa serta menjaga keseimbangan

(18)

Hal tersebut membuat Peneliti tertarik untuk mengkaji tindak tutur yang digunakan dalam upacara perkawinan Batak Toba guna mengetahui makna dari tuturan dan sekaligus untuk menjaga eksistensi dan nilai kebudayaan yang

terkandung dalam adat masyarakat Batak Toba, dengan judul penelitian Tindak Tutur Ilokusi dalam Upacara Perkawinan Adat na Gok Batak Toba (Kajian

Pragmatik).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana masyarakat Batak Toba menanggapi perkembangan zaman terhadap budaya asli Batak Toba.

2. Jenis tindak tutur yang diujarkan masyarakat dalam upacara adat na

gok perkawinan Batak Toba.

3. Apa makna tindak tutur yang dituturkan Parhata dalam upacara Adat na gok perkawinan Batak Toba.

4. Bentuk-bentuk tindak tutur yang bagaimana digunakan dalam menyampaikan tuturan dalam upacara perkawinan Adat na gok pada

masyarakat Batak Toba.

C. Pembatasan Masalah

(19)

masalah agar lebih terarah. Dalam penelitian ini Penulis membatasi masalah pada jenis tindak tutur ilokusi teori filsuf Searle, serta makna dan bentuk tindak tutur yang diujarkan pada saat Adat Na Gok perkawinan Batak Toba Humbang

berlangsung di Doloksanggul.

D. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari berbagai pernyataan di atas, maka Penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Jenis tindak tutur apa yang diujarkan dalam upacara perkawinan adat na gok di Batak Toba?

2. Makna seperti apa yang terkandung di dalam tindak tutur yang diujarkan dalam upacara adat na gok perkawinan Batak Toba?

3. Bagaimana bentuk penyampaian tindak tutur pada upacara Adat na gok

perkawinana Batak Toba?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui jenis tindak tutur yang diujarkan dalam upacara perkawinan adat na gok Batak Toba.

2. Untuk mengetahui makna dari tuturan yang disampaikan dalam upacara perkawinan adat na gok Batak Toba.

3. Mengetahui bentuk penyampaian tindak tutur dalam upacara

(20)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis maupun teoritis.

1. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai kajian pragmatik terhadap tuturan dalam upacara

perkawinan adat na gok Batak Toba.

2. Manfaat teoretis. Bagi Peneliti, dapat menemukan jawaban atas masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, serta

dapat memperluas wawasan. Menambah bahan bacaan mengenai kajian tindak tutur pragmatik Batak Toba. Penelitian ini bermanfaat

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil dari penelitian ini yang dapat disimpulkan berdasarkan pokok

permasalahan atau rumusan masalah adalah apa jenis tindak tutur dan maknanya serta bagaimana cara penyampaian tuturan tersebut dalam

upacara perkawinan adat na gok dalam masyarakat Batak Toba. Jenis tindak tutur yang terdapat dalam penelitian analisis tindak tutur ilokusi oleh filsuf Searle ini adalah tindak tutur representatif, direktif, ekspresif

dan deklaratif. Petutur dan mitra tutur dibedakan dari dua pihak yakni dari pihak laki-laki/penerima istri terdiri dari paidua ni suhut paranak, raja

parsaut dan suhut paranak dan pihak perempuan/pemberi istri yaitu

paidua ni suhut parboru, raja parsinabung dan suhut parboru. Akan tetapi

sesuai dengan prinsip adat na gok dalam konteks dalihan na tolu disertakan dengan paopat sihal-sihal yakni situan na torop.

Tindak tutur representatif yang dituturkan dari pihak laki-laki yaitu

tuturan menyatakan dari paidua ni suhut paranak 1 tuturan, dari suhut paranak 2 tuturan dan dari raja parsaut 2 tuturan. Sedangkan Tindak tutur

representatif yang dituturkan dari pihak perempuan yaitu, representatif menyatakan 1 tuturan dari suhut boru, mengakui 1 tuturan, dan memberkati 8 tuturan. Tindak tutur member kesaksian dari situan natorop

(22)

Tindak tutur direktif dituturkan oleh pihak laki-laki yaitu memberikan aba-aba dari 2 tuturan dari raja parsaut,dan menyarankan 1 tuturan. Paidua ni suhut paranak menuturkan dengan maksud meminta 2

tuturan dan memohon 1 tuturan. Pihak perempuan menuturkan tindak tutur direktif dengan meminta 3 tuturan dari paidua ni suhut parboru dan 2

tuturan dari suhut parboru. Tindak tutur mengajak 2 tuturan, menyarankan 2 tuturan dan menyuruh 1 tuturan dari paidua ni suhut parboru.

Tindak tutur ekspresif mengucapkan terima kasih dituturkan oleh

pihak laki-laki 2 tuturan dan dari pihak perempuan mengucapkan terima kasih 2 tuturan, mengucapkan selamat 1 tuturan dan memuji 2 tuturan.

Tindak tutur deklaratif dalam upacara adat ini dituturkan oleh Situan na Torop atau Dongan Sahuta yaitu untuk mengesahkan 1 tuturan dan

mengabulkan dari suhut parboru 1 tuturan.

Dalam upacara perkawinan adat na gok Batak Toba cara penyampaian tuturan atau cara menyampaikan isi hati penutur diungkapkan dengan menggunakan ungkapan/umpama dan umpasa.

B. Saran

Penelitian tindak tutur dengan menggunakan kajian pragmatik sudah banyak dilakukan oleh para peneliti terhadap berbagai upacara adat daerah-daerah di Indonesia, namun peneliti mengharapkan supaya adanya penelitian

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari buku

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta

Leech, Geoffrey.1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Balai Pustaka.

Nababan, Leo. 2012. Mahasiswa Pejuang, Pejuang Mahasiswa. Jakarta: Lunar Indigo

Nadar. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarata: Graha Ilmu

Nainggolan, Togar. 2012. Batak Toba Sejarah dan Transformasi Religi. Medan: Penerbit Bina Media Perintis.

Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa Indonesia. Medan: USU Press

Rahardi, K. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rajamarpodang, Gultom. 1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya dan Suku Batak. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara Richson, 2013. Adat Batak dan Kekristenan ditinjau dari Perspektif Dogmatis,(Online), (http://richsonblogs. Blogspot.com/2013/03/adat-batak- dan-kekristenan-ditinjau.html, diakses 2014).

Rohmadi, M. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarata: Lingkar Media. Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press

Setiawan. 2005. Pragmatik dan Tindak Tutur, (Online), tindak-tutur.co.id, diakses 29 Juni 2014).

Sibarani, Thomson. 2008. Analisis Tindak Tutur Perkawinan Batak Toba. Tesis tidak diterbitkan. Medan: USU.

Simanjuntak, Bungaran. 2009. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

(24)

Sumarsono dan Paina. 2002 Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda Tarigan. 1987. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa

Tarigan. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Gambar

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian ....................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perolehan 37 data yang ditemukan dalam acara kematian Saur Matua adat Batak Toba yang paling dominan adalah jenis tindak tutur direktif berupa

Berdasarkan hasil penelitian, bentuk tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Eliana karya Tere Liye mencakup kelima tindak tutur ilokusi, yaitu ilokusi representatif,

Maka dengan penelitian tindak tutur ilokusi Najwa Shihab dan Presiden Joko Widodo dalam Acara Mata Najwa Edisi Jokowi Diuji Pandemi ini bisa ditentukan tindak tutur ilokusi apa

pernikahan di Manokwari.Tujuan penelitian yakni, (a) mendeskripsikan bentuk tindak tutur ilokusi dalam tradisi “Minang” pernikahan di Manokwari, (b) mendeskripsikan

Pertiwi, Brigita Vina. Tindak Tutur Ilokusi dalam Film Kartini Karya Hanung Brahmantyo: Kajian Pragmatik. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD. Penelitian ini berisi pemaparan

Permasalahan yang akan diteliti sehubungan dengan tujuan tersebut antara lain adalah bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi asretif, direktif dan ekspresif, dan makna tuturan

Dari kelima jenis tindak tutur ilokusi, tindak ilokusi direktif Searle adalah fokus yang dipilih pada penelitian ini adalah pemanfaatan teori Searle ini dilakukan

Jenis tindak ilokusi komisif yaitu “menjanjikan, bersumpah, dan berkaul.” Fungsi tindak tutur asertif yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu “mengusulkan,