• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR PEMBERIAN ULOS PADA ACARA KEMATIAN SAUR MATUA ADAT BATAK TOBA(KAJIAN PRAGMATIK).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINDAK TUTUR PEMBERIAN ULOS PADA ACARA KEMATIAN SAUR MATUA ADAT BATAK TOBA(KAJIAN PRAGMATIK)."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR PEMBERIAN ULOS PADA ACARA KEMATIAN SAUR MATUA ADAT BATAK TOBA

(KAJIAN PRAGMATIK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

IREN SISKA RAJAGUKGUK NIM 2112210005

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

▸ Baca selengkapnya: pasahat ulos saput saur matua

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNyalah, Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Tindak Tutur Pemberian Ulos pada Acara Kematian Saur Matua Adat Batak Toba (Kajian Pragmatik)”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1 Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan, 2 Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, 3 Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

4 S. Fahmy Dalimunthe. S.Sos., M.I.Kom., Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

5 Dr. Wisman Hadi, M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia, 6 Drs. T. R. Pangaribuan, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi,

7 Drs. H. Sigalingging, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik, 8 Drs. Sanggup Barus, M.Pd., Dosen Pengarah,

9 Dra. Inayah Hanum, M.Pd., Dosen Pengarah,

(7)

11 Kedua orang tua penulis, Anton Rajagukguk dan Rayati Pasaribu yang tidak pernah lelah berdoa dan memberikan dukungan, dan kasih sayang selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1,

12Adik-adik penulis, Widury Tania Rajagukguk, Doriono Rajagukguk, Lamsihar Rajagukguk dan Oktavia Rajagukguk yang selalu memberi semangat dan dukungan selama penyelesaian Skripsi ini,

13Bibi penulis Murni Rajagukguk, Dorta Rajagukguk dan nenek penulis yang selalu menyemangati penulis,

14Teman terdekat di hati yang selalu menyemangati dan mendukung penulis Jung Hutabarat,

15Teman-teman Nondik 2011 seperjuangan yang telah mendukung penulis dan memberikan semangat kepada penulis, Formanty Padang, Listi Arini Hutauruk, Ebenezer Simorangkir, Ruben Sitorus, Domi Siburian, Oktavius Sembiring, Yenni Siregar, dan Rullyansyah,

16Kepala Desa Jumantuang, Kec. Siempat Nempu, Kab. Dairi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian kepada penulis,

Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

(8)

ABSTRAK

Iren Siska Rajagukguk. Nim 2112210005. Tindak Tutur Pemberian Ulos pada Acara Kematian Saur Matua Adat Batak Toba (Kajian Pragmatik). Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tindak tutur yang digunakan dalam pemberian ulos pada acara kematian Saur Matua adat Batak Toba serta memaknai nilai-nilai budaya yang ada didalamnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah dengan teknik dengan menggunakan studi pustaka, observasi dan wawancara. Teknik analisis data adalah mempersiapkan objek kajian, mengidentifikasi dan menerjemahkan data kedalam bahasa Indonesia, melakukan pengamatan terhadap kata ataupun kalimat, mengklasifikasikan data, dan kemudian melakukan kesimpulan.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa tindak tutur direktif berupa permintaan yang berjumlah 17 data dengan persentase 45.9% . Tindak tutur representatif berada diurutan kedua yang berjumlah 15 data dengan persentase 40.5% . Tindak tutur ekspresif berada diurutan ketiga berjumlah 5 dengan persentase 13.5%. Tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian Saur Matua adat Batak Toba didominasi oleh tindak tutur direktif, dimana tindak tutur direktif berupa tuturan perintah, permintaan dan pemberian saran.

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 7

C.Batasan Masalah ... 8

D.Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN A.Landasan Teoretis ... 10

1. Pengertian Pragmatik ... 10

2. Tindak Tutur ... 11

3. Jenis- jenis Tindak Tutur ... 14

4. Tindak Tutur Pemberian Ulos ... 19

5. Ulos Batak Toba ... 21

6. Nama atau Istilah Mati pada Adat Batak Toba... 24

7. Acara Kematian Saur Matua ... 27

B. Pertanyaan Penelitian... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

(10)

2. Waktu Penelitian ... 37

B. Sumber Data dan Subjek Penelitian ... 37

C.Metode Penelitian ... 38

D.Instrumen Penelitian ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 61

B. Saran ... 63

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabel Tindak Tutur Pemberian Ulos ... 65

Lampiran 2 : Transkrip Data Hasil Rekaman ... 74

Lampiran 3 : Dokumentasi ... 85

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, budaya, tradisi, agama, dan kekayaan alam lainnya. Keanekaragaman suku-suku tersebut menjadi salah satu aset bangsa yang jarang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain. Salah satu suku yang dibahas pada penelitian ini yaitu suku Batak Toba. Suku Batak Toba merupakan salah satu sub-etnis dari masyarakat Batak selain Batak Simalungun, Karo, Mandailing, dan Pakpak. Salah satu yang menjadi pembeda antara sub-etnis adalah bahasa dan letak geografis daerah.

Pada pelaksanaan adat masyarakat Batak Toba sangat berbeda dengan beberapa daerah yang dikenal dengan Batak Holbung, Silindung, dan Humbang. Perbedaan yang mendasar pada ketiga daerah ini adalah dalam hal pelaksanaan adat Batak Toba khususnya dalam pembagian jambar (penghargaan) dan pembagian ulos (selendang) sedangkan kesamaannya adalah alat komunikasi yang digunakan dan bahasa yang digunakan yaitu bahasa Batak Toba.

(13)

mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi ( Sibarani, 2004:35).

Menurut Ahimsa (dalam Sobur, 2001: 23) mengemukakan, bahasa merupakan bagian dari budaya, hubungan antara kebudayaan dan bahasa saling mempengaruhi, bahasa mempengaruhi kebudayaan atau sebaliknya kebudayaan mempengaruhi bahasa.

Dari berbagai jenis bahasa daerah yang tumbuh subur di Indonesia kurang lebih ratusan jenis bahasa daerah yang ada di pelosok nusantara. Beberapa jenis bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara adalah Bahasa Batak Toba, Bahasa Simalungun, Bahasa Karo, Bahasa Angkola Mandailing, Bahasa Pakpak Dairi. Beberapa bahasa etnis tersebut merupakan bahasa sehari-hari masyarakat dan dipakai pada upacara adat. Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih digunakan oleh masyarakat pendukungnya dalam kehidupan berinteraksi sehari-hari. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa pertama dalam komunikasi sosial dari berbagai lapisan masyarakat Batak Toba. Suku batak merupakan suku yang terkenal dengan sebutan marga sebagai garis keturunan patrinial yang secara generasi ke generasi mempunyai garis keturunan marga yang berbeda-beda berdasarkan garis keturunannya. Bahasa Batak ini memiliki banyak persamaan dengan bahasa sub-etnis lainnya.

(14)

Upacara adat kematian Saur Matua bagi masyarakat Batak Toba Humbang, Batak Toba Silindung dan juga Batak Toba Holbung yang tidak terlepas dari pemberian ulos khususnya kematian saur matua Batak Toba Humbang di kota Sidikalang. Melihat dari banyaknya ulos yang diberikan sesuai dengan kondisinya secara umum mengandung arti yang hampir sama, tetapi yang menjadi perbedaan adalah ungkapan dari pemberi ulos kepada penerima ulos. Ungkapan-ungkapan pada saat pemberian ulos tersebut yang akan diteliti melalui tindak tutur.

Menurut sejarahnya, ulos adalah sebuah tanda yang bisa mengayomi dan memberikan kehangatan bagi pemakainya. Tetapi dalam hal ini, ulos diartikan sebagai sebuah sarana pelindung yang mampu memberikan perlindungan, kasih sayang oleh pemberi kepada penerima ulos. Pada saat pemberian ulos tersebut maksud dan tujuan pemberi memberikan ulos tersebut terucapkan. Sihombing (1989: 215) menyatakan bahwa seseorang yang meninggal pada saat masih di dalam kandungan disebut mate di Bortian. Meninggal pada saat masih bayi disebut Mate poso-poso. Tradisi atau prosesi adat kematian yaitu jenazah ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas Batak) yang diberikan oleh orang tuanya. Mate dakdanak berarti meninggal saat masih kanak-kanak. Tradisi atau prosesi adat

kematian yaitu jenazah ditutupi oleh ulos (kain tenunan khas Batak) yang dilakukan oleh tulang (paman/saudara laki-laki dari ibu). Mate Di Paralang-alangan atau Mate Punu berarti meninggal pada saat sudah berumah tangga

(15)

Khusus tentang ulos saput dan tujung perlu ditegaskan tentang pemberiannya. Menurut Sihombing (1989: 228-229) jika yang meninggal adalah laki-laki (baoa) maka yang memberikan saput ialah pihak “tulang”, sebagai bukti bahwa tulang masih tetap ada hubungannya dengan kemenakan (berenya). Sedangkan ulos tujung diberikan oleh hula-hula kepada istri yang meninggal. Sebaliknya, apabila yang meninggal perempuan (borua) maka yang memberikan saput ialah pihak “hula-hula, sedangkan ulos tujung diberikan oleh “tulang”. Namun, ada tempat tertentu di Toba Samosir (Batak Holbung) tidak berlaku hal demikian. Jika yang meninggal laki-laki (baoa) maka yang memberikan ulos Saput dan ulos Sampe Tua hanya dari pihak Hula-hula. Begitu juga sebaliknya, jika yang meninggal perempuan (Borua) maka yang memberikan ulos Saput dan ulos Sampe Tua yaitu pihak Hula-hula. Ulos tersebut diberikan pada saat pagi hari sebelum acara besar. Jenis ulos yang digunakan pada saat upacara kematian saur matua adat Batak Toba adalah ulos Saput, ulos Tujung, ulos holong, ulos ragi hidup, ulos sampe dan jenis ulos lainnya.

Tindak tutur pemberian ulos pada upacara kematian saur matua adat Batak Toba tidak terlepas dari maksud yang disampaikan oleh pembicara kepada pendengar (penyimak). Dalam menelaah tindak tutur harus benar-benar disadari betapa pentingnya konteks ucapan atau ungkapan.

(16)

Yang pertama, ulos saput diberikan kepada yang meninggal dunia sebagai tanda perpisahan yang diberikan oleh hula-hula/tulang. Yang kedua, pemberian ulos tujung yang diberikan oleh pihak hula-hula kepada keluarga yang meninggal dan

yang ketiga, pemberian ulos holong yang diberikan oleh pihak hula-hula, tulang rerobot bahkan bona ni Ari termasuk dari anak manjae/ hula-hula ni na marhaha

maranggi kepada keluarga yang meninggal.

Berikut salah satu tuturan yang diucapkan oleh hula-hula ketika memberikan ulos panggabei pada saat acara kematian Saur Matua adat Batak Toba:

1 Di hamu pomparan ni Lae nami on. Di son hupasahat hami tu hamu sada

ulos panggabei, sai mangulosi panggabean ma on, mangulosi parhorason,

mangulosi daging muna dohot tondimu sude pomparan ni lae on. Horas

ma dihita sude. Artinya: untuk semua anak-anak dari Lae ini, di sini

kami sampaikan sehelai ulos panggabei (berkat) untuk menyelimuti semua keluarga dan supaya melimpah berkat dan kesehatan bagi keluarga.

2 Sangge-sangge do on, parasaran ni bingkurung. Naung sahat gabe do

amangboru on, jala sahat maulibulung. Artinya: rumput tinggi berbau

harum menjadi sarang jangkrik, sekarang amangboru ini sudah terberkati dengan banyak keturunan dan juga sudah punya cucu dari semua keturunannya.

(17)

upacara dan kedudukan si pemberi ulos dan si penerima. Penelitian ini memuat tentang tindak tutur pemberian ulos pada upacara kematian laki-laki (baoa) saur matua adat Batak Toba (kajian pragmatik). Tindak tutur merupakan salah satu

bidang kajian penting pragmatik bahasa. Tindak tutur merupakan telaah bagaimana seseorang dengan menggunakan tuturan sekaligus melakukan tindakan atau ucapan kepada orang lain. Sedangkan menurut Tarigan (1986: 32), pragmatik adalah menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus terutama memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performansi bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta penyerasian kalimat-kalimat dan konteks secara tepat. Sejalan dengan pendapat di atas, pragmatik mengkaji tentang tuturan bahasa. Dengan demikian pragmatik sangat erat dengan tindak tutur. Tuturan tersebut memiliki makna, maksud atau tujuan, sehingga perlu dikaji dengan bidang pragmatik.

(18)

mengandung arti yang sama, tetapi yang menjadi perbedaannya adalah ungkapan dari sipemberi ulos kepada sipenerima ulos. Penulis tertarik meneliti ungkapan-ungkapan disaat pemberian ulos dan penerimaan ulos.

Untuk mengetahui lebih banyak lagi maka penulis mencoba untuk membahas kajian ini, sehingga akan mendapatkan hasil yang dapat memuaskan. Untuk memahami tentang tindak tutur dan apa saja jenis tindak tutur yang digunakan pada kehidupan sehari-hari khususnya tindak tutur yang digunakan pada acara kematian Saur Matua adat Batak Toba, penulis mengacu pada pendapat Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain: teori tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu tindak tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang terkandung oleh kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1 pada saat pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat Batak Toba ada beberapa jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan si pemberi ulos kepada penerima ulos

(19)

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan agar analisis penelitian yang dihasilkan konkrit, detail, dan mengarah pada hasil yang lebih baik. Merujuk pada tujuan tersebut, penulis membatasi masalah dan hanya membahas tindak tutur seperti apa yang digunakan dalam pemberian ulos pada acara kematian laki-laki saur matua adat Batak Toba, dan jenis tindak tutur apa yang paling dominan digunakan pada acara kematian saur matua adat Batak Toba Humbang khususnya di kota Sidikalang. Penelitian ini mengacu pada pendapat Searle yang mengemukakan tiga jenis tindak tutur yaitu tindak tutur ilokusi, tindak tutur lokusi dan tindak tutur perlokusi,dan penulis menganalisis penelitian ini melalui tindak tutur ilokusi yang terbagi menjadi lima yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1 Tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan pada saat pemberian ulos pada acara kematian Saur Matua adat Batak Toba?

2 Tindak tutur ilokusi apa yang paling dominan digunakan dalam pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat masyarakat Batak Toba?

E. Tujuan Penelitian

(20)

1 untuk mengetahui jenis tindak tutur apa yang digunakan dalam pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat masyarakat Batak Toba

2 untuk mengetahui jenis tindak tutur apa yang paling dominan digunakan dalam pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat masyarakat Batak Toba.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat teoretis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 menambah khanazah informasi tentang tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat masyarakat Batak Toba

2 menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin membicarakan tentang tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat masyarakat Batak Toba

Manfaat praktis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 sebagai rujukan atau sumber acuan yang diharapkan dapat mengangkat pengetahuan masyarakat tentang tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat Batak Toba

(21)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Tindak tutur pemberian ulos pada upacara kematian saur matua adat Batak Toba tidak terlepas dari maksud yang disampaikan oleh pembicara kepada pendengar (penyimak). Jenis tindak tutur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis tindak tutur menurut Searle yang diklasifikasikan berdasarkan pada maksud penutur ketika berbicara. Jenis tindak tutur tersebut diklasifikasikan menjadi 5 jenis tindak tutur yaitu:

1. Representatif

Representatif/asertif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Yang termasuk tindak tutur jenis ini adalah tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi.

2.Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang, memberi aba-aba.

3.Ekspresif

(22)

dalam tuturan itu, meliputi tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan selamat, menyanjung, memuji, meyalahkan, dan mengkritik. 4. Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya bersumpah, berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan, berkaul. 5. Deklarasi

Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya utuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tindak tutur ini disebut juga dengan istilah isbati. Yang termasuk ke dalam jenis tuturan ini adalah tuturan dengan maksud mengesankan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengabulkan, mengizinkan, menggolongkan, mengangkat, mengampuni, memaafkan.

(23)

tindak tutur direktif berupa permintaan berada pada urutan pertama yang berjumlah 17 data dengan persentase 45.9% . Tindak tutur representatif berada diurutan kedua yang berjumlah 15 data dengan persentase 40.5% . Tindak tutur ekspresif berada pada urutan ketiga berjumlah 5 dengan persentase 13.5%. Dari hasil perolehan 37 data yang ditemukan dalam acara kematian Saur Matua adat Batak Toba yang paling dominan adalah jenis tindak tutur direktif berupa permintaan yang merupakan bagian dari tindak tutur ilokusi.

B. Saran

Berdasarkan hasil data dan simpulan yang telah penulis kemukakan di atas, pada bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1 kepada masyarakat terutama pada generasi muda agar mampu mengenali budaya adatnya sendiri sehingga budaya tersebut tidak kabur seiring berkembangnya zaman.

2 kepada prodi Sastra Indonesia, peneliti berharap adanya penelitian lanjutan mengenai tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian Saur Matua adat Batak Toba yang dapat memperkaya pengetahuan tentang budaya.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2004. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Depdikbud. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Harahap, B.H. 1987. Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Williem Iskandar

Hasibuan, Jamaludin. 1985. Art Et Culture: Seni Budaya Batak. Jakarta: PT. Jaya Karta Agung Offset.

J.C. Vergouwen. 1986. Masyarakat dengan Hukum Batak Toba. Jakarta; Pustaka Azet.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Niessen, SA. 1985. Motifs of Life In Toba Batak Texts dan Textiles. Belanda: Foris Publications.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik: Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media.

Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.

Searle, J.R. 1969. Speech Acts: An Essay In The Philosophy Of Language. Cambridge: University Press.

Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan Na Tolu, Prinsip dan Pelaksanaannya. Jakarta: Tulus Jaya.

Sihombing. T.M .1989. Jambar Hata: Dongan Tu Ulaon Adat. Jakarta: CV. Tulus Jaya.

Simorangkir, O.P. 2006. Berhala, Adat Istiadat dan Agama:Kajian Batak Kristen. Jakarta: Yayasan Lobu Harambir.

Referensi

Dokumen terkait

Tindak tutur dalam acara adat Manulangi Natua-tua adat Batak Toba tidak. terlepas dari maksud yang disampaikan oleh pembicara kepada

Merujuk pada bagian tersebut, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah seperti apa tindak tutur Ilokusi yang terdiri dari lima bagian yaitu,

Simbol yang dimaksud dalam upacara perkawinan adat Batak Toba.. ialah pada saat

Kini masyarakat Batak Kristen memahami upacara saur matua bukan untuk menyembah si orang tua agar kekuatan sahala diberikan kepada anak-cucunya, tetapi sebagai ungkapan syukur

Ada beberapa saran sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan terhadap tari Tor-Tor pada upacara kematian Saur Matua diantaranya yaitu dalam mengembangkan serta

4.1.2 Bentuk Eufemisme pada Tindak Tutur Direktif dalam Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak.. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang

“Tindak Tutur Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat..

Aktifitas manortor menari dalam upacara saur matua Foto: Sopandu Manurung, 2019 4.3 Gondang Sitolupulutolu Gondang Sitolupulutolu adalah ensambel gondang yang hanya dijumpai pada