• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eufemisme Pada Tindak Tutur Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eufemisme Pada Tindak Tutur Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak Chapter III V"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode artinya cara tepat untuk melakukan sesauatu. Sudaryanto (1982:2),

mengatakan “Metode adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan

pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan,

dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian

adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang dipergunakan dalam penganalisis ini adalah metode

deskriptif dengan teknik penelitian lapangan. Metode ini dilakukan agar dapat

menyajikan dan menganalisis data secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Surakhmad (1978:739) mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah

penelitian yang mencoba menggambarkan dan menganalisis data mulai dari tahap

pengumpulan data, penyusunan data dan analisis interpretasi terhadap data.

Tujuan metode deskriptif ialah membuat pembahasan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu.

(2)

lebih rinci hubungan antara suatu objek tertentu dengan populasi yang ada di

daerah tersebut.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Desa Rianiate, Kecamatan Pangururan,

Kabupaten Samosir dan Kelurahan Parongil, Kecamatan Silima Pungga-pungga,

Kabupaten Dairi. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan melatarbelakangi bahwa

kedua daerah tersebut menggunakan bahasa yang diteliti.

Penelitian ini dilakukan di Desa Rianiate, Kecamatan Pangururan,

Kabupaten Samosir pada tanggal 25 Januari sampai dengan 14 Februari 2016 dan

di kelurahan Parongil, Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi pada

tanggal 15 Februari sampai dengan 27 Februari 2016. Desa Rianiate adalah salah

satu desa yang berada di Kecamatan Pangururan. Latar belakang desa Rianiate

tidak jauh berbeda dengan desa-desa lainnya di kabupaten Samosir. Nama Riniate

sudah dikenal jauh sebelumnya, bahkan ketika desa dikenal dengan istilah

kampung tersendiri dan dipimpin oleh seorang kepala kampung. Bahkan jika

ditelusuri lagi jauh kebelakang, Rianiate merupakan sebuah “Kenegrian”.

Kenegrian Rianiate adalah wilayah pemerintahan menurut adat Batak Toba,

dimana menurut catatan sejarah pada tahun 1908 Belanda sudah mengakui

keberadaan kenegrian Rianiate yang dikenal dengan nama kenegrian Rianiate

yang dipimpin oleh Kepala Negeri, yang pada masa penjajahan Belanda sekaligus

(3)

kepemimpinan di Rianiate dipegang oleh Nagari Arnatus Sitanggang. Setelah itu

pimpinan menaglami pergeseran yakni dipegang oleh beberapa kampung di

antaranya adalah Apajongga Simbolon, Mulia simbolon, Kampung Maniru

Malau, Apangalanggas Sitanggang, Amarjapodi Simbolon, Linsius Naibaho dan

terakhir Kepala kampung Rianiate dipegang oleh Mangantar Siboro.

Luas wilayah desa Rianiate sekitar 1.200 Ha sebagian berupa daratan

yang berpotografi berbukit-bukit, dan sebagian lagi daratan dimanfaatkan sebagai

lahan pertanian dan memanfaatkan sebagai lahan pertanian sayur dan areal

perkebunan rakyat. Desa Rianiate terdiri dari 3 dusun dengan batas-batas wilayah

sebagai berikut.

Sebelah utara berbatasan dengan desa Hutanamora kecamatan Pangururan.

Sebelah timur berbatasan dengan desa Parmonangan kecamatan Pangururan, dan

desa paraduan kecamatan Ronggur ni huta. Sebelah selatan berbatasan dengan

kecamatan Palipi dan sebelah barat berbatasan dengan danau toba. Luas wilayah

desa rianiate adalah sekitar 12 km2 atau 1.200 Ha dimana 4% berupa daratan yang

berfotografi berbukit-bukit, 6% daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian

yang dimanfaatkan untuk persawahan irigasi, persawahan tadah hujan dan areal

perkebunan rakyat.

Keadaan sosial masyarakat Desa Rianiate cukup baik, keadaan ini juga

didukung oleh masyarakatnya yang tidak terlalu heterogen, masyarakat desa

Rianiate terdiri dari tiga etnis yaitu etnis Batak Toba, etnis Nias dan dan etnis

Jawa, adapun etnis Nias tersebut adalah di karenakan perkawinan, makanya etnis

(4)

menganut agama kristen protestan, agama katolik dan agama Islam, meskipun

demikian masyarakat desa Rianiate tidak pernah manjadikan perbedaan itu

sebagai konflik sehingga kerukunan hidup beragama selalu terjaga.

Dari sisi sosial budaya, desa Rianiate sudah sejak lama dikenal sebagai

sebuah wilayah adat dan terpelihara hingga saat ini, desa Rianiate identik dengan

“Bius” Rianiate yang dikenal dengan “Bius Siualutali”. Dalam kehidupan

sehari-hari adat Batak sangat dominan dan sudah tertata dengan baik oleh para

tetua-tetua di desa Rianiate. Beberapa hal yang belum tercipta adalah

kelompok-kelompok seni budaya, hal ini tentunya menjadi tugas pemerintah desa kedepan

untuk menciptakan kelompok seni dalam mengangkat citra desa Rianiate

sekaligus menjadi sarana pembinaan kaum muda dan kepariwisataan.

Kelurahan Parongil Kecamatan Silima Pungga-pungga merupakan satu

dari 15 Kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi. Kelurahan Parongil terbentuk

tepatnya tanggal 1 januari 1991. secara geografis terletak pada bagian barat laut

dari Sidikalang, ibukota Kabupaten Dairi pada ketinggian berkisar antara 700 –

1.100 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara berkisar antara 260C – 320.

Luas wilayah ± 83,40 KM2 (8.340 HA) dimana sebagian besar arealnya terdiri

dari pegunungan yang bergelombang dengan tingkat kemiringan tanah bervariasi

antara 00-250, dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Siempat Nempu Hilir, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Lae Parira,

sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Aceh NAD dan Kabupaten Pakpak

Bharat batas alam kawasan hutan lindung register 66 Batu Ardan, dan sebelah

(5)

Penduduk Kecamatan Silima Punga-pungga secara umum merupakan suku

Batak yang didominasi oleh etnis Toba (± 85%), disamping etnis Pakpak (± 12%),

Karo, Simalungun, dan lain-lain (± 3%). Penduduk Kecamatan Silima

Pungga-pungga mayoritas memeluk agama Kristen Protestan, sedangkan selebihnya

memeluk agama Islam dan Katolik. Jika dilihat dari segi pendidikan yang

terserap di masyarakat, masyarakat Parongil sudah berkembang dilihat dari data

yang ada bahwa setiap KK yang ada rata personil keluarga sudah melalui jenjang

SMA, bahkan S1 dan S2.

3.3 Instrumen Penelitian

Dalam melakukan wawancara dengan informan, penulis menggunakan

instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang diajukan penulis dalam

melakukan wawancara dengan informan. Alat bantu yang digunakan yaitu :

1. Handphone (ponsel).

2. Kamera.

3. Alat tulis.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

(6)

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat

penelitian untuk mendapatkan informasi yang mampu memberikan informasi data

yang dibutuhkan, tehnik yang dipergunakan penulis adalah tehnik catat.

3.4.2 Wawancara

Wawancara atau interview, yakni mengadakan wawancara terhadap

informan, bertanya langsung tentang hal-hal yang berhubungan serta mencatat

semua jawaban yang diberikan. Wawancara tidak langsung yaitu sambil

bercakap-cakap lalu dicatat data yang diperlukan.

Maka peneliti menentukan informan penelitian yang diharapkan memiliki

kemampuan untuk memberikan data informasi terhadap masalah yang sedang

dikaji. Dalam penelitian ini, informan penelitian (responden) ditentukan secara

bertujuan, yakni orang-orang yang dipilih dan ditentukan memiliki kemampuan

untuk menjelaskan yang berhubungan dengan data yang dikaji.

3.4.3 Dokumentasi

Dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai

hal-hal atau variable yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, agenda, dan

lain sebagainya (Arikunto, 2006:236)

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi yang dilakukan penulis adalah

dengan mengumpulkan data-data melalui pencatatan atau tertulis, dan

dokumentasi dalam bentuk gambar yang ada di kawasan desa Rianiate dan

(7)

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah

data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam

menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan

peneliti dalam menalar sesuatu. Adapun langkah-langkah analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Menuliskan data yang diperoleh dari lapangan dan mendeskripsikan tindak

tutur lisan ke dalam tulisan sehingga akan tergambar dengan jelas proses

bagaimana tindak tutur dalam masyarakat Batak Toba dan bahasa Pakpak

b) Menerjemahkan data ke dalam bahasa Indonesia.

c) Mengklasifikasikan data sesuai dengan objek penelitian.

d) Menganalisis data sesuai dengan rumusan masalah.

(8)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Bentuk Eufemisme pada Tindak Tutur dalam Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak

Dalam kehidupan sehari-hari pada suatu masyarakat,sering kali dijumpai

penggunaan sejumlah kata jika diucapkan tidak pada tempatnya, maka si penutur

dianggap tidak memiliki sopan santun atau tidak tahu bahasa. Bahasa Batak Toba

dan bahasa Pakpak dalam kesehariannya sangatlah fungsional. Pemakaiannya

meliputi lingkungan yang sangat luas, hampir disemua tempat dan situasi.

Penggunaan bahasa Batak Toba dan juga Pakpak tidaklah sekaku dalam

pemakaian bahasa pada upacara adat istiadat.

Dalam bahasa Batak Toba maupun bahasa Pakpak penggunaan eufemisme

biasanya dihubungkan dengan penggunaan kata-kata yang dianggap halus atau

sopan dalam berbicara oleh si pemakai bahasa lainya.Eufemisme muncul karena

adanya konsep kata yang bermakna kasar. Selain itu, penggunaan suatu kata dapat

berkaitan dengan adanya kepercayaan yang bersifat magis, atau dalam anggapan

mereka bahwa kata-kata tersebut dianggap tabu apabila diucapkan sehingga

digunakanlah penghalusan bahasa.

Dalam berkomunikasi, pengguna bahasa hendaknya memperhatikan kata

yang digunakan dalam penyampaian ide atau maksud kepada orang lain.

(9)

dan situasi. Dalam bahasa batak Toba dengan bahasa Pakpak, eufemisme muncul

dengan adanya konsep kata kasar, tidak sopan, atau kurang sopan. Penggunaan

kata yang demikian diakibatkan oleh adanya kepercayaan yang bersifat tabu.Bila

dilihat dari situasi hidup masyarakat batak Toba dan Pakpak masih tetap diwarnai

oleh aturan-aturan memaparkan beberapa kata yang mengandung eufemisme

dalam lingkungan masyarakat batak Toba dan Pakpak.

Dari hasil penelitian dapat dikelompokkan bahwa dalam bahasa Batak

Toba dan bahasa Pakpak memiliki wujud eufemisme pada tindak tutur yang

meliputi: (1) representatif, (2) direktif, (3) komisif, (4) ekspresif, (5) deklaratif.

Bentuk eufemisme pada jenis tindak tutur tersebut dapat dilihat pada paparan

berikut.

4.1.1 Bentuk Eufemisme pada Tindak Tutur Representatif dalam Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak

Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang dituturkan penuturnya

dengan maksud untuk memberitahukan sesuatu kepada mitra tutur. Termasuk

jenis tindak tutur ini misalnya menjelaskan, menyatakan, melaporkan,

menyebutkan, mengumumkan, mengemukakan pendapat, dan sebagainya. Dari

tindak tutur representatif terdapat bentuk eufemismenya yang berbentuk kata,

(10)

4.1.1.1Eufemisme Berbentuk Kata

Bentuk eufemisme berbentuk kata pada tindak tutur representatif yang

ditemukan penulis dalam penelitian di lokasi terdapat pada percakapan

sehari-hari. Hal ini terlihat dari tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran

dan menjelaskan sesuatu secara apa adanya. Seperti contoh di bawah ini :

(1) Nunga laho be ibana manganju

‘Dia sudah pergi membujuk supaya pulang ke rumah’. asa mulak tu jabu. (BBT)

Kalimat di atas mengandung data uefemisme berupa kata manganju (BBT)

dalam bahasa Batak Toba yang digunakan dalam bahasa sehari-hari memiliki

makna lebih halus daripada kata mangelek(BBT) mempunyai arti membujuk.

Manganju(BBT) merupakan kata berimbuhan dari bentuk dasar anju(BBT) dan

mangelek(BBT) merupakan kata berimbuhan dari bentuk dasar elek(BBT) yang

sama-sama memiliki arti bujuk tergolong dalam kata kerja.

Dalam bahasa Pakpak dapat dilihat dari percakapan tersebut memiliki

eufemisme bentuk kata yaitu sebagai berikut:

(2) Ia enggo laus mengelek

‘Dia sudah pergi membujuk supaya pulang ke rumah’.

lako mi sapo. (BP)

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur melaporkan. Melaporkan adalah

memberitahukan (KBBI, 1997:566). Tuturan di atas merupakan contoh tindak

tutur melaporkan sebab berisi informasi yang penuturnya terkait oleh kebenaran

(11)

memang fakta dan dapat dibuktikan bahwa penutur tersebut melaporkan

seseorang itu sudah membujuk agar pulang ke rumah.

Kata anju dan elek merupakan bagian dari sikap dan tutur kata santun

dalam budaya masrayakat batak Toba. Begitu juga dengan bahasa Pakpak kata

mengelek(BP)dan ki bujuk(BP)adalah tuturan yang dipakai dalam percakapan

sehari-hari. Kedua bahasa dalam bentuk kata tersebut mempunyai arti membujuk

agar pihak yang dimohonkan sudi kiranya, atau memaklumi adanya, atau dengan

merendah hati untuk dapat pengertian dari pihak lain. Petuah dari Batak, apabila

seseorang menyadari kesalahannya, ia sebaliknya berusaha meminta supaya pihak

yang mungkin merasa dirugikan dapat memaafkan atau menerima secara ikhlas.

Apabila kata manganju(BBT) diganti dengan kata mangelek(BBT) dalam

bahasa Batak Tobamaka kalimat tersebut terlihat seperti ini :

(3) Nungnga laho be ibana mangelek

‘Dia sudah pergi membujuk supaya pulang ke rumah’. asa mulak tu jabu. (BBT)

Sedangkan dalam bahasa Pakpak kata mengelek(BP) diganti dengan kata ki

bujuk(BP) maka kalimat tersebut terlihat seperti berikut:

(4) Ia enggo laus ki bujuk

‘Dia sudah pergi membujuk supaya pulang ke rumah’.

lako mi sapo. (BP)

Kedua data kalimat diatas juga sering dipakai pada percapakapan

sehari-hari. Tergantung pada orang yang menyampaikannya pada saat berkomunikasi

(12)

4.1.1.2 Eufemisme Berbentuk Frasa

Eufemisme berbentuk frasa dapat ditemukan dari percakapan sehari-hari

pada masyarakat Batak Toba dan juga dalam bahasa Pakpak. Bentuk frasa

tersebut dapat kita lihat dari contoh tindak tutur sebagai berikut :

(5) Dung marumur 20 taon, diboto si Parulian do na mangolu do pe Among

Parsinuan na i

‘Setelah berusia 20 tahun, Parulian baru mengetahui bahwa Ayah

Kandungnya masih hidup’. . (BBT)

(6) Mula enggo umur 20 tahun, Parulian baru memetto engelluh deng pertuah na

daholi

‘Setelah berusia 20 tahun, Parulian baru mengetahui bahwa Ayah

Kandungnya masih hidup’.

na. (BP)

Tuturan di atas merupakan tindak tutur melaporkan atau memberitahukan

kepada seorang anak yang sudah lama dia belum tahu bagaimana kehidupan

seorang ayahnya yang masih hidup. Dalam penyampaian kalimat tersebut

merupakan tuturan yang lebih sopan.

Kalimat di atas mengandung data eufemisme dalam bahasa Batak Toba

berupa Among Parsinuan(BBT). Eufemisme Among Parsinuaan(BBT) memiliki

makna halus daripada kata Bapa(BBT) atau juga kata Amang(BBT). Frasa Among

parsinuan(BBT) memang sudah jarang sekali dipakai dalam percakapan

(13)

bahasa Pakpak, kalimat bahasa Pakpak mengandung data eufemisme yaitu berupa

pertuah na daholi (BP). Eufemisme pertuah na daholi (BP) memiliki makna lebih

halus daripada Bapa (BP).

Apabila data eufemisme bahasa Batak Toba diganti dengan Amang (BBT)

maka terlihat seperti berikut:

(7) Dung marumur 20 taon, diboto si Parulian do na mangolu do pe Amang

‘Setelah berusia 20 tahun, Parulian baru mengetahui bahwa Ayah

Kandungnya masih hidup’.

na

i. (BBT)

Dan juga bila data eufemisme bahasa Pakpak diganti dengan Bapa (BP) terlihat

seperti berikut:

(8) Mula enggo umur 20 tahun, Parulian baru memetto engelluh deng Bapa

‘Setelah berusia 20 tahun, Parulian baru mengetahui bahwa Ayah

Kandungnya masih hidup’.

kalon

na.(BP)

4.1.1.3 Eufemisme Berbentuk Klausa

Eufemisme berbentuk klausa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak pada pecakapan sehari-hari. Bentuk

(14)

(9) Sai diramoti Debata do angka jolma na serep marroha

‘Senantiasa diberkati Tuhannya orang yang baik melakukan perbuatan yang

baik setiap hari’.

mangulahon ulaon

na denggan siganup ari. (BBT)

(10) I berkati Debata mo kalak simende basa

‘Senantiasa diberkati Tuhannya orang yang baik melakukan perbuatan yang

baik setiap hari’.

na memettoh merlakon

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur memberkati. Memberkati adalah

memberi berkat (tentang Tuhan); mendoa supaya tuhan mendatangkan berkah;

mendatangkan kebaikan, keselamatan, dsb (KBBI, 1997:124). Tuturan di

atasmerupakan tindak tutur memberkati kepada orang yang selalu memiliki hati

yang baik atau tabah dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidup. Menjadi

pribadi yang baik adalah keinginan setiap orang yang bisa membawa kebaikan

bagi sekitarnya, terutama bagi lingkungan keluarga. Masyarakat Batak Toba

memiliki ungkapan-ungkapan yang bermakna untuk kebaikan dalam hidup.

Ungkapan-ungkapan tersebut menjadikan pedoman bagi orang Batak Toba dalam

kehidupannya dan selalu mengingat nasehat para leluhur yang mewariskan

kebaikan kepada generasinya. Begitu juga dengan masyarakat Pakpak memiliki

sifat yang rendah hati dan tabah dalam menjalani hidup. Seperti dalam

perumpamaan bahasa Pakpak yaitu ulang mersisintak bana bage laklak ni

nderrung (jangan seperti kulit kayu nderrung yang saling tarik menarik).

(15)

dapat menyatukan pendapat untuk mencapai tujuan. Mereka yang berkeras hati

untuk mempertahankan prinsip masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan

kerendahan hati dan kemauan membuka pikiran terhadap pendapat orang lain.

Janganlah menjadi orang duhul (BP). Duhuli (BP)adalah istilah masyarakat

Pakpak bagi orang yang selalu merasa diri lebih benar, selalu maha tahu dan juga

selalu membantah pendapat orang lain. Selalu menolak nasehat orang lain,

menganggap diri lebih tinggi dari yang lain. Dengan demikian, sifat duhul

(BP)tidak boleh diteladani.

Kalimat di atas mengandung data eufemisme dalam bahasa Batak Toba

berupa klausa yaitu na serep marroha(BBT) yang memiliki arti baik atau tabah.

Klausa na serep marroha(BBT) memiliki makna lebih halus daripada burju(BBT)

dalam konteks kalimat di atas tersebut dikarenakan tuturan yang mengandung

kalimat memberkati agar terdengar lebih halus. Apabila klausa na serep

marroha(BBT) diganti dengan kata burju(BBT), maka akan terlihat seperti

berikut:

(11) Sai diramoti Debata do akka jolma na burju

‘Senantiasa diberkati Tuhannya orang yang baik melakukan perbuatan yang

baik setiap hari.’

mangulahon ulaon na

denggan siganup ari. (BBT)

Dalam bahasa Pakpak, data eufemisme yaitu simende basa(BP) memiliki

makna lebih halus daripada burju (BP). Apabila eufemisme simende basa

(16)

(12) I berkati Debata mo kalak ki burju

‘Senantiasa diberkati Tuhannya orang yang baik melakukan perbuatan

yang baik setiap hari’.

na memettoh merlakon. (BP)

4.1.2 Bentuk Eufemisme pada Tindak Tutur Direktif dalam Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dituturkan penuturnya

dengan maksud untuk membuat mitra tutur melakukan sesuatu. Termasuk jenis

tindak tutur ini misalnya menyuruh, memohon, meminta, menuntut, memesan,

menasehati, menghimbau, melarang, mendesak, mengharap, dan sebagainya.

Tindak tutur direktif yang digunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari pada

bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak memiliki makna dalam setiap bahasa

tersebut seperti dalam pembahasan berikut.

4.1.2.1 Eufemisme Berbentuk Kata

Eufemisme berbentuk kata dapat ditemukan pada tindak tutur direktif

dalam bentuk kalimat bahasa Batak Toba. Bentuk kata dapat dilihat dalam contoh

berikut:

(13) Nuaeng pe, hujalo hami ma hahadoli dohot anggidoli nami mardos ni

(17)

‘Sekarang pun, kami minta agar abang dan adik kami sepakat

(14) Begendari mendilo asa

memilih

siapa pembicaranya.’

merdos ate

‘Sekarang pun, kami minta agar abang dan adik kami

karina dengan-dengan kipilih

pengeranannta i jolo.

sepakat

Tuturan di atas merupakan tindak tutur meminta. Meminta adalah berlaku

supaya diberi atau mendapat sesuatu (KBBI, 1997:675). Tindak tutur meminta

merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan berlaku supaya diberi

atau mendapat sesuatu dari mitra tutur. Dalam budaya Batak Toba tuturan di atas

terjadi pada saat acara adat seperti marhata sinamot, marunjuk, mangadathon,

mangopoi jabu, mamestahon tamba ni ompu, dan lain-lain. Selalu ada jurubicara

atau utusan pembicara/ pande hata dari pihak keluarga yang beracara (hasuhutan).

Pada budaya Pakpak, acara adat Pakpak tidak jauh berbeda dengan Batak

lainnya.Terdapat persamaan secara umum, namun tetap saja ada hal yang

membedakannya sesuai dengan adat dan budaya Pakpak.

memilih

siapa pembicaranya.’

Upacara adat Pakpak juga memiliki jurubicara disebut perkata kata.

Seorang perkata kata ditentukan oleh pihak keluarga yang memiliki acara dan

didiskusikan pihak keluarga (sungkun simpanganen) siapa yang pantas menjadi

perkata kata. Seorang perkata kata memiliki beberapa kriteria antara lain satu

marga, pandai berbicara dan berwawasan luas, dan mengenal keseluruhan aspek

(18)

Kalimat di atas mengandung data eufemisme yaitu mardos ni tahi(BBT)

yang mempunyai makna lebih halus daripada sahata (BBT). Penggunaan

eufemisme mardos ni tahi (BBT) lebih tepat penggunaanya pada tindak tutur

meminta yang terjadi di dalam upacara adat. Jika eufemisme mardos ni tahi(BBT)

diganti dengan kata sahat (BBT), maka akan terlihat seperti ini:

(15) Nuaeng pe, hujalo hami ma hahadoli dohot anggidoli nami sahata

‘Sekarang pun, kami minta agar abang dan adik kami

hamu

manang ise bahenon muna na gabe mandok hata. (BBT)

sepakat

Kemudian kita lihat dalam bahasa Pakpak eufemisme merdos ate (BP)

apabila diganti dengan kata sada kata (BP) terlihat sebagai berikut:

memilih

siapa pembicaranya.’

(16) Begendari mendilo asa sada kata

‘Sekarang pun, kami minta agar abang dan adik kami

karina dengan-dengan kipilih

pengeranannta i jolo. (BP)

sepakat memilih

siapa pembicaranya.’

4.1.2.2 Eufemisme Berbentuk Frasa

Eufemisme berbentuk frasa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Bentuk frasa tersebut dapat kita lihat dari

(19)

(17) Sude jolma ingkon marujung molo jumpang tingki na. Sada pe sian hita

ndang adong na boi pasidinghon i. Alai pangidoanta, molo tung pe

hita marujung ngolu

‘Semua manusia akan mati jika sudah waktunya. Tidak satu pun yang bisa

menghindari. Tapi harapan kita, walaupun kita meninggal dunia, kiranya

kita sampai sudah semua berumah tangga dari seluruh anak-anaknya.

Begitulah harapannya kepada Tuhan’.

nian sian hasiangan on, asa jolo sahat ma nian hita tu

saur-matua. Ima songon pangidoan dohot elek-elek tu Tuhanta. (BBT)

(18) Karina jelma lako mate. Sada pe oda boi enggelluh selama na. Tapi pangidoon,

mendahi ken Tuhan, mula ndilo Tuhan Debata

‘Semua manusia akan mati jika sudah waktunya. Tidak satu pun yang bisa

menghindari. Tapi harapan kita, walaupun kita meninggal dunia, kiranya

kita sampai sudah semua berumah tangga dari seluruh anak-anaknya.

Begitulah harapannya kepada Tuhan’.

pe kita i breken bekas si mendena.

(BP)

Tuturan di atas merupakan tindak tutur mengharap. Mengharap adalah

berharap akan, menantikan, menginginkan supaya sesuatu terjadi (KBBI:388).

Tindak tutur mengharap merupakan tindak tutur yang disampaikan oleh penutur

kepada mitra tutur atau kepada yang lain di luar mitra tutur dengan berharap,

menantikan sesuatu terjadi. Tuturan diatas mengandung makna yaitu mengenai

harapan yang diajukan oleh seseorang yang sedang menyampaikan dalam doanya

(20)

Toba kata saur-matua (BBT) adalah orang yang telah meninggal dunia yang

sudah beranak cucu baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan, karena jika

sudah saur-matua(BBT) itu adalah sesuatu yang dibanggakan dalam kekerabatan

dan biasanya hal seperti ini harus dilakukan upacara adat yang besar sebagai tanda

penghormatan untuk orang tua yang sudah saur matua(BBT). Begitu juga pada

masyarakat Pakpak memiliki upacara adat kematian yang disebut upacara mate

ncayur ntua (BP).Pada masyarakat Pakpak, upacara mate ncayur ntua (BP) adalah

istilah upacara adat yang terkait dengan suasana hati tidak gembira dinamakan

kerja njahat (BP).

Kalimat di atas mengandung dalam bahasa Batak Toba, data eufemisme

berupa frasa marujung ngolu(BBT) yang mempunyai arti mati atau meninggal

dunia. Frasa marujung ngolu(BBT) memiliki makna lebih halus daripada kata

mate (BBT) yang mempunyai arti sama. Penggunaan frasa marujung ngolu(BBT)

lebih tepat pemakaiannya daripada kata mate(BBT) pada tindak tutur memohon

karena penyampaianya di sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sedangkan dalam bahasa Pakpak, data eufemisme pada kalimat tersebut

berupa frasa ndilo Tuhan Debata (BP) juga memiliki makna lebih halus daripada

mate (BP). Selain daripada frasa ndilo Tuhan Debata (BP) kata monggil

(BP)memiliki makna halus. Masyarakat Batak Toba dan Pakpak adalah

masyarakat yang memiliki nilai keagamaan yang tinggi. Oleh sebab itu, dalam

berdoa mereka memakai bahasa yang lebih sopan untuk meminta kepada Tuhan

(21)

Jika frasa marujung ngolu(BBT) diganti dengan kata mate(BBT), akan

terlihat seperti ini:

(19) Sude jolma ingkon marujung molo jumpang tingki na. Sada pe sian hita

ndang adong na boi pasidinghon i. Alai pangidoanta, molo tung pe

hita mate

‘Semua manusia akan mati jika sudah waktunya. Tidak satu pun yang bisa

menghindari. Tapi harapan kita, walaupun kita meninggal dunia, kiranya

kita sampai sudah semua berumah tangga dari seluruh anak-anaknya.

Begitulah harapannya kepada Tuhan’.

nian sian hasiangan on, asa jolo sahat ma nian hita tu

saur-matua. Ima songon pangidoan dohot elek-elek tu Tuhanta. (BBT)

Kemudian kita lihat dalam bahasa Pakpak apabila diganti dengan kata mate

(BP) terlihat sebagai berikut:

(20) Karina jelma lako mate. Sada pe oda boi enggelluh selama na. Tapi pangidoon, mendahi ken Tuhan, mula mate

‘Semua manusia akan mati jika sudah waktunya. Tidak satu pun yang bisa

menghindari. Tapi harapan kita, walaupun kita meninggal dunia, kiranya

kita sampai sudah semua berumah tangga dari seluruh anak-anaknya.

Begitulah harapannya kepada Tuhan’.

(22)

4.1.2.3 Eufemisme Berbentuk Klausa

Eufemisme berbentuk klausa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Bentuk klausa tersebut dapat kita lihat

dari contoh sebagai berikut :

(21) Marneang ni langka dohot las ni roha ma dihamu

‘Berbahagialah kepada kalian yang di undang di acara pesta kami ini pada

hari yang akan datang’.

laho mandohoti ulaon

pamasumasuon di ari naeng ro. (BBT)

(22) Merlolo ni ate mo ke karina

‘Berbahagialah kepada kalian yang di undang di acara pesta kami ini pada

hari yang akan datang’.

i dilo kami i bagasen pesta lako si roh. (BP)

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur mengajak. Mengajak adalah

membangkitkan hati supaya melakukan sesuatu (KBBI, 2005:17). Tindak tutur

mengajak adalah tindak tutur yang dilakukan penutur yang menginginkan mitra

tutur supaya melakukan sesuatu. Tuturan di atas merupakan tindak tutur mengajak

kepada setiap orang yang diundang agar menghadiri pesta yang akan berlangsung

di waktu yang sudah ditetapkan. Pada masyarakat Batak Toba biasanya saat

mengundang atau mengantarkan undangan, undangan di antar ke rumah yang

ditujuka n. Begitu juga dengan bahasa Pakpak memiliki bahasa yang lebih sopan.

(23)

undang merasa terhormat dan penting di acara pesta dan yang mengundang

dengan senang menyampaikan harapannya pada kedatangan para undangan.

Kalimat di atas mengandung data eufemisme bahasa Batak Toba

marneang langka dohot las ni roha(BBT) yang mempunyai arti bersukacita atau

berbahagia.Marneang langka dohot las ni roha(BBT) memiliki makna lebih halus

daripada marlas ni roha(BBT). Apabila marneang ni langka dohot las ni

roha(BBT) diganti dengan marlas ni roha(BBT) maka kalimat tersebut terlihat

seperti ini :

(23) Marlas ni roha

ma dihamu laho mandohoti ulaon pamasumasuon di ari

naeng ro. (BBT)

Berbahagialah kepada kalian

Kalimat bahasa Pakpak juga mengandung bentuk eufemisme yaitu merlolo ni ate

mo ke karina (BP) yang memiliki makna lebih sopan daripada lias ni ate (BP).

Apabila merlolo ni ate mo ke karina (BP) diganti dengan lias ni ate (BP) maka

akan terlihat seperti ini:

yang di undang di acara pesta kami ini pada

hari yang akan datang’.

(24) Lias ni atemo ke karina i dilo kami i bagasen pesta lako si roh. (BP)

Berbahagialah kepada kalian yang di undang di acara pesta kami ini pada

(24)

4.1.3 Bentuk Eufemisme pada Tindak Tutur komisif dalam Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak

Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk

menyatakan bahwa penutur akan melakukan sesuatu untuk lawan tutur. Tindak

tutur ini sedikit banyak terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya

seperti menjanjikan, menawarkan, bersumpah dan mengancam. Tujuan tindak

tutur ini adalah mewajibkan si penutur melakukan suatu tindakan di masa depan.

Pada tindak tutur komisif ini terdapat juga bentuk eufemisme kata, frasa dan

klausa dalam bahasa batak Toba.

4.1.3.1 Eufemisme Berbentuk Kata

Eufemisme berbentuk kata pada tindak tutur komisif yang ditemukan

penulis dalam penelitian di lokasi terdapat pada percakapan sehari-hari. Dapat

dilihat dalam contoh berikut:

(25) Huilala jolo maradi majo hamu nian tu bagas nami

‘Saya kira beristirahatlah dulu kalian ke

on, ala nungnga di

parade hami sipanganon tu hamu na. Asa boi muse torushonon muna

pardalanan muna muse. (BBT)

rumah kami ini, karena kami

sudah menyediakan makanan untuk kalian. Supaya bisa kalian teruskan

(25)

(26) Merbengin mo kene i bages

‘Saya kira beristirahatlah dulu kalian ke

nami en,kumerna enggo kusediaken kami ngo

panganen deket enumen bai ndene, asa boi ke kilanjutken perdalanan

ndene.(BP)

rumah

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur menawarkan. Menawarkan

adalah menunjukkan sesuatu kepada (dengan maksud supaya dibeli, dikontrak,

diambil, dipakai, dsb) bersedia melakukan sesuatu untuk orang lain (KBBI,

1997:101. Tindak tutur menawarkan kebaikan kepada seseorang yang sedang

melanjutkan perjalanannya. Kalimat menawarkan bantuan yang baik dan sopan

merupakan suatu kebersamaan. Masyarakat Batak Toba dan masyarakat Pakpak

hidup dalam keberadaan orang lain atau kebersamaan yang sama-sama saling

membutuhkan dan saling membantu.

kami ini, karena kami

sudah menyediakan makanan untuk kalian. Supaya bisa kalian teruskan

perjalanan kalian lagi’.

Kita dapat memberikan bantuan kepada orang lain, tetapi kita menawarkan

bantuan harus kita ucapkan dalam bahasa yang baik dan sopan. Jangan sampai

timbul kesan kita ingin memaksakan sesuatu.Mungkin secara ikhlas ingin

membantu, tetapi karena ungkapan bahasa kita tidak berkenan pada orang lain,

tidak mustahil orang akan menolak tawaran yang kita berikan. Padahal orang

tersebut sebenarnya memerlukan bantuan.

Kalimat bahasa Batak Toba di atas mengandung data eufemisme berupa

(26)

makna yang lebih halus daripada kata jabu (BBT). Dalam bahasa sehari-hari kata

jabu (BBT) juga sering dipakai. Tetapi dalam konteks kalimat di atas kata jabu

(BBT) kurang tepat. Kalimat bahasa Pakpak di atas juga mengandung data

eufemisme yaitu bages (BP) yang mempunyai arti rumah. Eufemisme bages (BP)

memiliki makna yang lebih halus daripada Kata sapo (BP).

Apabila kata bagas (BBT) diganti dengan kata jabu (BBT) maka akan

terlihat seperti ini:

(27) Huilala jolo maradi majo hamu nian tu bagas

Dalam bahasa Pakpak kata bages (BP) diganti dengan kata sapo (BP)

makaterlihat seperti berikut:

nami on, ala nungnga di

parade hami sipanganontu hamu na. Asa boi muse torushonon muna

pardalanan muna muse.(BBT)

(28) Merbengin mo kene i sapo nami en,kumerna enggo kusediaken kami ngo

panganen deket enumen bai ndene, asa boi ke kilanjutken perdalanan

ndene. (BP)

4.1.3.2 Eufemisme Berbentuk Frasa

Eufemisme berbentuk frasa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak. Bentuk frasa dalam bahasa Batak Toba

(27)

(29) Taringot tu ragi-ragi paruseang

‘Tentang

ni sinamot, hupasahat hami ma muse di

angka ari na naeng ro. (BBT)

pembagian harta

Bentuk frasa dalam bahasa Pakpak juga dapat dilihat sebagai berikut:

untuk mahar berupa uang, kami akan

sampaikan lagi di waktu yang datang’.

(30) Mula harta tading-tadingen

‘Tentang

manang pe kepeng ni tadingken Bapa na engket

Inang, na han mo i bagiken mendahi ken kami.(BP)

pembagian harta

Kalimat di atas mengandung data eufemisme berupa frasa pada bahasa

BatakToba yaituragi-ragi paruseang(BBT)memiliki makna lebih halus daripada

panjaean(BBT) mempunyai arti yaitu pembagian harta atau pembagian warisan.

Eufemisme dalam kalimat bahasa Pakpak yaitu harta tading-tadingen(BP)juga

memiliki makna lebih halus daripadapajaeken(BP)ataumembagi harta(BP).

Kalimat di atas merupakan tindak tutur berjanji. Berjanji adalah mengucapkan

janji; menyatakan bersedia dan sanggup untuk berbuat sesuatu (memberi,

menolong, datang, dsb) (KBBI 1997:401). Tindak tutur berjanji adalah tindakan

yang dituturkan oleh penutur tentang kesediaannya untuk berbuat sesuatu atau

menuturkan janji. Tindakan dalam tindak tutur berjanji ini dilakukan pada waktu

yang akan datang dan pelaksanaan tindak tutur berjanji didasarkan atas keadaan

yang mendesak agar mitra tutur mempunyai kepercayaan kepada penutur. Pada untuk mahar berupa uang, kami akan

(28)

masyarakat Batak Toba, kalimat yang diucapkan hulahula(BBT)harus ditepati

yaitu memberikan pembagian harta kepada pihak perempuan berupa uang atau

juga berupa tanah bagian perempuan. Dalam keterangan ragi-ragi

paruseang(BBT)ini sudah lebih jelas bahwa ini merupakan penegasan bila

parboru menuntut hak waris anaknya yang disebut panjaean, dia juga

berkewajiban untuk memberikan hak waris kepada putrinya yang disebut

pauseang.Pada masyarakat Pakpak mempunyai kebiasaan yaitu membuat anak

yang baru kawin berdiri sendiri atau memulai rumah tangga sendiri. Harta benda

yang diberikan oleh orangtua dan juga memisahkan sebagian tanah.

Frasa ragi-ragi paruseang(BBT)adalah bahasa halus yang digunakan

dalam upacara adat perkawinan pada pembagian harta untuk perempuan. Frasa

ragi-ragi paruseang(BBT)ini sudah jarang dipakai karena masyarakat batak toba

memakai kata panjaean(BBT)yang mempunyai arti hampir sama. Apabila frasa

ragi-ragi paruseang(BBT)diganti dengan kata panjaean(BBT)maka kalimat

tersebut terlihat seperti ini :

(31) Taringot tu panjaean

‘Tentang

ni sinamot, hupasahat hami ma muse di angka ari na

naeng ro. (BBT)

pembagian harta

Kata panjaean biasanya bermakna pembagian harta dari orangtua kepada

anak laki-laki, namun sekarang sudah banyak juga dipakai untuk perempuan. untuk mahar berupa uang, kami akan

(29)

Frasa harta tading-tadingen (BP) dapat kita lihat apabila diganti dengan

kata pajaeken sebagai berikut:

(32) Mula pajaeken

‘Tentang

manang pe kepeng ni tadingken Bapa na engket Inang, na han

mo i bagiken mendahi ken kami. (BP)

pembagian harta untuk mahar berupa uang, kami akan

sampaikan lagi di waktu yang datang’.

4.1.3.3 Eufemisme Berbentuk Klausa

Eufemisme berbentuk klausa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba. Bentuk klausa tersebut dapat kita lihat dari contoh sebagai

berikut :

(33) Nauli ma idok hami raja na mi

, ihuthonon na mi ma hata nauli na sian

hamu na i. Siala naung denggan panghataion taon asa tauduti ma muse

laho martangiang. (BBT)

baiklah raja kami

Bentuk klausa dalam bahasa Pakpak juga dapat dilihat seperti ini:

, kami akan ikuti kata yang baik dari kalian. Karena

sudah baik kesepakatan kita agar kita ikuti selanjutnya dengan berdoa.’

(34) Selloh mo pertuah nami, kami mengikuti ajaranmu. Ku merna enggo sepakat,

(30)

‘baiklah raja kami

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur mengesahkan. Mengesahkan

adalah menjadikan (menyatakan, mengakui, membenarkan, menyetujui dan

menguatkan (perjanjian) (KBBI 1997:860). Tuturan tersebut merupakan tindak

tutur mengesahkan hasil dari kesepakatan pada pembicaraan di acara marhata

sinamot(BBT) pada adat Batak Toba. Begitu juga dengan adat Pakpak memiliki

pembicaraan tindak tutur menyetujui yang disebut juga acara adat mengkata utang

(menentukanmas kawin) juga disebut mengelolo(BP). Biasanya, tuturan di atas

adalah tuturan terakhir atau kata penutupan dalam acara marhata sinamot(BBT).

setelah semua hal yang perlu pada kegiatan itu disepakati, dalam adat Batak Toba,

pihak dari parboru akan mencatat hasil kesepakatan dan membacakannya.

Kemudian pihak dari boru menutup kegiatan tersebut dengan doa bersama.

Sedangkan pada adat Pakpak setelah pembicaraan disepakati maka semua hutang

yang telah diputuskan diikat dengan suatu simbol yang disebut

pengkancing(BP)yang merupakan pemberian uang secara langsung dari

persinabuli yaitu pihak kerabat calon pengantin perempuan.

, kami akan ikuti kata yang baik dari kalian. Karena

sudah baik kesepakatan kita agar kita ikuti selanjutnya dengan berdoa’.

Kalimat di atas mengandung data eufemisme bahasa Batak Toba berupa

klausa yaitu nauli ma idok hami rajanmi(BBT) yang mempunyai arti baiklah atau

ia. Klausa nauli ma idok hami rajanami (BBT) memiliki makna lebih halus

daripada kata olo(BBT). Kata olo(BBT) kurang sopan pemakaiannya pada

percakapan upacara adat batak Toba. Apabila klausa nauli ma idok hami raja

(31)

(35) olo

Begitu juga dengan bahasa Pakpak, bentuk eufemisme berupa klausa yang

terdapat dalam kalimat bahasa Pakpak yaituselloh mo petuah na mi(BP) juga

memiliki makna lebih halus daripada kata eu atau juga belli mo raja nami (BP).

Jika diganti dengan kata ue(BP) maka terlihat seperti berikut:

, ihuthonon na mi ma hata nauli na sian hamu na i. Siala naung

denggan panghataion taon asa tauduti ma muse laho martangiang.(BBT)

(36) ue,

atau juga seperti berikut:

kami mengikuti ajaranmu. Ku merna enggo sepakat, kita tutup dekket

mertangiang.(BP)

(37) Belli mo raja na mi, kami mengikuti ajaranmu. Ku merna enggo sepakat, kita tutup

dekket mertangiang. (BP)

4.1.4 Bentuk Eufemisme pada Tindak Tutur Ekspresif dalam Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak

Dalam bentuk eufemisme bahasa batak Toba dengan bahasa Pakpak dapat

kita lihat pada tindak tutur ekspresif yaitu mengekspresikan perasaan daan sikap

mengenai suatu hal atau keadaan. Termasuk tindak tutur ini misalnya seperti

menyesal, meminta maaf, berterimah kasih, mengucapkan selamat, memuji,

mengkritik, dan lainya. Dapat kita lihat seperti data yang ada pada masyarakat

dalam kehidupan sehari-hari. Tindak tutur ekspresif merupakan tuturan yang

(32)

digunakan sebagai ekspresi ucapan terimah kasih/memuji penutur terhadap apa

yang telah dilakukan oleh lawan tutur. Dapat kita lihat dari kalimat berikut dari

bentuk eufemisme kata, frasa dan klausa.

4.1.4.1 Eufemisme Berbentuk Kata

Eufemisme berbentuk kata dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Bentuk kata tersebut dapat kita lihat dari

contoh sebagai berikut :

(38) Tung mansai uli

‘Sungguh sangat

do nian rupami da ito, gabe targoda ahu. (BBT)

cantiklah

Kalimat dalam bahasa Pakpak terlihat sebagai berikut:

wajahmu gadis, jadi tergoda aku’.

(39) Mberruh

‘Sungguh sangat

kalon rupamu si merbaju, gara-gara rupami aku jadi tergoda. (BP)

cantiklah

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur memuji. Memuji adalah

melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu yang dianggap baik,

gagah, berani, dan sebagainya (KBBI, 2006:19). Tindak tutur memuji yaitu

tundak tutur yang disampaikan oleh penutur dengan melahirkan kekaguman dan

penghargaan kepada sesuatu yang dianggap baik, indah, gagah, berani, dan

sebagainya. Tuturan di atas merupakan tindak tutur terhadap seorang anak gadis

(33)

pendengar atau seorang gadis tersebut tidak tersinggung tetapi untuk menarik

perhatian si gadis tersebut. Apabila si gadis tertarik akan kalimat tersebut, maka si

gadis biasanya membalas perkataan lelaki yang menggodanya ataupun dibalas

dengan senyuman.

Kalimat di atas pada bahasa Batak Toba mengandung data eufemisme

berupa kata uli(BBT). Kata uli(BBT) ini menggantikan kata

bagak(BBT).Uli(BBT) memiliki makna lebih halus daripada bagak(BBT)

mempunyai arti sama yaitu cantik pada kalimat di atas. Sedangkan pada kalimat

dalam bahasa Pakpak terdapat eufemisme berupa mebrruh(BP) yang memiliki

makna lebih halus daripada bagak (BP). Kedua kalimat di atas merupakan tindak

tutur ekspresif memuji bahwa pada kalimat di atas makna kata cantiktidak hanya

menggambarkan kecantikan dalam fisik saja tetapi juga dilihat dari perilaku yang

baik pada gadis tersebut. Kata cantikmengandung konotasi sesuatu yang

menyenangkan hati. Jika dipadankan dengan hati, maka bisa diterjemahkan

sebagai wajah yang cantik dan perilaku yang baik pula.

Apabila kata uli(BBT) diganti dengan kata bagak(BBT) maka kalimat

tersebut terlihat seperti ini.

(40) Tung mansai bagak

‘Sungguh sangat

do nian rupami da ito, gabe targoda ahu. (BBT)

cantiklah

Dan kata mberruh (BP) diganti dengan kata bagak (BP) terlihat seperti ini: wajahmu gadis, jadi tergoda aku’.

(34)

‘Sungguh sangat cantiklah

Kalimat di atas hanya memuji kecantikan dalam fisik pada gadis tersebut

dan tidak melihat dari perilakunya. kalimat tersebut terjadi pada saat seorang

lelaki menggoda gadis pada pandangan pertamanya karena biasanya kita menilai

seseorang itu dari tampang dan penampilannya.

wajahmu gadis, jadi tergoda aku’.

4.1.4.2 Eufemisme Berbentuk Frasa

Eufemisme berbentuk frasa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak dalam tindak tutur ekspresif. Bentuk frasa

tersebut dapat kita lihat dari contoh sebagai berikut :

(42) Hata patujolo sian hami i ma siala haroro muna tu bagas na badia

on

‘Pertama sekali kami ucapkan terima kasih atas kedatangan kalian

ke

mangadopi pamasumasu on ni anak dohot parumaen nami di tingki on.

(BBT)

rumah yang kudus

(43) Parjolo-jolo kami mendekken muliate atas rohna mi i

ini untuk menghadiri acara pemberkatan anak dan

menantu perempuan kami di hari ini’.

bagasen jarroh

(35)

‘Pertama sekali kami ucapkan terima kasih atas kedatangan kalian

ke rumah yang kudus

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur berterimah kasih. Berterimah

kasih adalah mengucap syukur atau melahirkan rasa syukur atau membalas budi

setelah menerima kebaikan (KBBI, 2005:1183). Tindak tutur berterimah kasih

adalah tindak tutur yang disampaikan oleh penutur untuk mengucap syukur atau

melahirkan rasa syukur atau membalas budi setelah menerima kebaikan dari

seseorang. Tuturan di atas tindak tutur berterimah kasih kepada tamu yang hadir

di acara pemberkatan pernikahan anaknya di gereja. Tuturan ini biasanya

disampaikan oleh pihak dari mempelai laki-laki sebelum acara pemberkatan

dimulai sesuai dengan susunan acara. Pihak mempelai laki-laki mengucapkan rasa

terima kasih kepada para undangan sebagai penghormatan dan rasa bahagianya

atas kehadiran para undangan.

ini untuk menghadiri acara pemberkatan anak dan

menantu perempuan kami di hari ini’.

Kalimat di atas mengandung data eufemisme dalam bahasa Batak Toba

berupa frasa yaitu bagas na badia on (BBT) yang mempunyai arti gereja atau

tempat ibadah. Frasa bagas na badia on (BBT) memiliki makna lebih halus

daripada joro ni Tuhan (BBT). Sedangkan pada bahasa Pakpak, data eufemisme

pada kalimat diatas yaitu bagasen jarroh debatanta(BP) yang juga mempunyai arti

sama yaitu tempat ibadah atau gereja. Bagasen jarroh debatanta(BP) memiliki makna

lebih halus daripada gereja (BP).

Apabila frasa bagas na badia on(BBT) diganti dengan joro ni

(36)

(44) Hata patujolo sian hami i ma siala haroro muna tu joro ni Tuhan

‘Pertama sekali kami ucapkan terima kasih atas kedatangan kalian

ke

mangadopi pamasumasu on ni anak dohot parumaen nami di tikki on.

(BBT)

rumah yang kudus

Sedangkan dalam bahasa Pakpak kalimat tersebut terlihat seperti berikut:

ini untuk menghadiri acara pemberkatan anak dan

menantu perempuan kami di hari ini’

(45) Parjolo-jolo kami mendekken muliate atas rohna mi igerejanta

‘Pertama sekali kami ucapkan terima kasih atas kedatangan kalian

ke

en imo na lako

acara pemasumasun anak dekket permaen.(BP)

rumah yang kudus ini untuk menghadiri acara pemberkatan anak dan

menantu perempuan kami di hari ini’.

4.1.4.3 Eufemisme Berbentuk Klausa

Eufemisme berbentuk klausa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Bentuk klausa tersebut dapat kita lihat

dari contoh sebagai berikut :

(46) Tongtong ma hita marsiaminaminan songon lampak ni gaol jala

marsitungkoltungkolan songon suhat di robean manang didia pe hita

(37)

‘hendaklah kita saling tolong-menolong dimanapun kita berada’.

(47) Dak tong mo kita bage laklak galuh

‘hendaklah kita saling tolong-menolong dimanapun kita berada’.

marang idike pe kita merbekkas. (BP)

Tuturan di atas dalam bahasa Batak Toba tersebut merupakan

perumpamaan yang digunakan pada masyarakat Batak Toba dalam upacara adat.

Dalam penyampaian ini, penutur menyampaikan keinginannya agar orang-orang

Batak Toba memiliki rasa saling mendukung satu sama lain. Ungkapan ini

merupakan kata-kata bijak dari nenek moyang orang Batak Toba yang mewarisi

kepada keturunannya sampai sekarang supaya dalam kehidupan masyarakat Batak

Toba saling tolong menolong.

Pada masyarakat Batak Toba lambang dari gotong-royong orang Batak

Toba disebut tumpak (BBT). Adat Batak Toba, saling tolong menolong adalah

esensi kebudayaan mereka. Aplikasi sikap tolong-menolong itu diwujudkan ketika

dalam musyawarah yang disebut tonggo raja atau marria raja (BBT) yang

dihadiri oleh struktur dalihan na tolu (BBT).

Tuturan di atas dalam bahasa pakpak juga memiliki perumpamaan yang

memiliki makna sama dengan bahasa Batak Toba yaitu tentang saling tolong

menolong dalam kehidupan sehari-hari. klausa bage laklak galuh (BP) memiliki

arti jadilah kita seperti pisang. Pelepah pisang bila dipisah satu sama lain akan

sangat lembek dan lemah, tapi bila mereka menyatu satu sama lain akan sangat

(38)

saling mendukung sesama sehingga mudah untuk mencapai setiap tujuan yang

diinginkan.

Kalimat di atas dalam bahasa Batak Toba mengandung data eufemisme

berupa klausa yaitu marsiaminaminan songon lampak ni gaol jala

marsitungkoltungkolan songon suhat di robean(BBT) yang mempunyai makna

saling tolong menolong dan gotong royong. Klausa marsiaminaminan songon

lampak ni gaol jala marsitungkoltungkolan songon suhat di robean(BBT)

memiliki makna lebih halus daripada marsianjuan, marsiurupan. Dapat dilihat

dalam kalimat apabila diganti sebagai berikut.

(48) Tongtong ma hita marsianjuan, marsiurupan

‘hendaklah kita saling tolong-menolong dimanapun kita berada’.

didia pe hita maringanan.

Dalam bahasa Pakpak, tuturan di atas mengandung data eufemisme berupa

klausayaitu bage laklak galuh (BP) yang memiliki makna lebih halus daripada

mengurupi atau urup-urup(BP). Dapat kita lihat dalam kalimat apabila diganti

seperti berikut.

(49) Dak tong mo kita mengurupi

(39)

4.1.5 Bentuk Eufemisme pada Tindak Tutur Deklaratif dalam Bahasa Batak Tobadengan Bahasa Pakpak

Dalam bentuk eufemisme bahasa batak Toba dengan bahasa Pakpak dapat

kita lihat pada tindak tutur deklaratif merupakan tuturan yang cenderung

mendeklarasikan atau mengumumkan sesuatu hal terhadap lawan tutur atau

seluruh yang ada dalam lokasi tuturan berlangsung. Misalnya, berpasrah,

memecat, membabtis, memberi nama, mengangkat, mengucilkan, dan

menghukum.

4.1.5.1 Eufemisme Berbentuk Kata

Eufemisme berbentuk kata dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Bentuk kata tersebut dapat kita lihat dari

contoh sebagai berikut :

(50) Amang, ndang sala mamillit hami di hamu, ninna sintua. Ingkon hamu do

pangula ni huria

‘Bapak, kami tidak salah memilih anda, kata pelayan gereja.

kamulah

sian luat hutannta on. Unang be jua hamu. (BBT)

pelayan gereja

Dalam bahasa Pakpak terlihat seperti berikut:

dari daerah kampung kita ini. Janganlah menolak’.

(51) Bapa, kami oda salah memilih. i dokken sintua . Ko mo sepantas na pangula ni

(40)

‘Bapak, kami tidak salah memilih anda, kata pelayan gereja.

kamulah pelayan gereja

Tuturan di atas merupakan tindak tutur perintah kepada salah seorang

warga masyarakat yang disuruh untuk menerima sebagai pelayan gereja di daerah

kampungnya. Dalam masyarakat batak Toba muapun Pakpak, apabila seorang

pelayan gereja ataupun pendeta memilih kita sebagai pelayan gereja adalah

merupakan suatu kehormatan dan di hargai dengan sikap dan perilakunya.

dari daerah kampung kita ini. Janganlah menolak’.

Seorang pelayan gereja pada masyarakat batak Toba dan juga masyarakat

Pakpak harus mampu melayani anggota jemaat gereja dan menjadi panutan. Ia

diberi hak untuk memberitakan injil seperti seorang pendeta, akan tetapi dia harus

berkumpul dan bermusyawarah dengan pelayan gereja lain dalam suatu sesi

dimana dibahas tentang apa yang akan dikhotbahkannya dalam suatu kebaktian di

gereja. Biasanya seorang pelayan gereja adalah orang yang usianya yang lanjut

dan berkeluarga. Maka mendapatkan jabatan di gereja pada kampungnya.

Seorang pelayan gereja yang telah diunjuk biasanya sudah memiliki

perilaku yang tidak bercela, seorang kepala keluarga yang baik di keluarganya.

Kemudian mempunyai sifat yang ramah bagi masyarakat dan juga memiliki sifat

mengajar kepada orang-orang disekitarnya.

Kalimat di atas mengandung data eufemisme pada bahasa Batak Toba

berupa kata yaitu pangula ni huria(BBT) yang mempunyai arti pelayan gereja.

Kata pangula ni huria(BBT) memiliki makna lebih halus daripada sintua(BBT).

(41)

(BP). Kita lihat kalimat bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak berikut apabila

diganti dengan kata sintua(BBT) dan Sintua (BP).

(52) Amang, ndang sala mamillit hami di hamu, ninna sintua. Ingkon hamu do

sintua

‘Bapak, kami tidak salah memilih anda, kata pelayan gereja.

kamulah

sian luat hutannta on. Unang be jua hamu. (BBT)

pelayan gereja

(53) Bapa, kami oda salah memilih. i dokken sintua . Ko mo sepantas na

dari daerah kampung kita ini. Janganlah menolak’.

sintua

‘Bapak, kami tidak salah memilih anda, kata pelayan gereja.

kamulah

i

bagasen kutan ten nai, ulang mo ko menolak. (BP)

pelayan gereja dari daerah kampung kita ini. Janganlah menolak’.

4.1.5.2 Eufemisme Berbentuk Frasa

Eufemisme berbentuk frasa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Bentuk frasa tersebut dapat kita lihat dari

contoh sebagai berikut :

(54) I anggo anggi iboto mon ndang magoan,ho do na magoan. Alani i, ho na

ma na gabe sangkalan boban gatti ni among muna di angka anggi iboto

(42)

‘Kalau adik-adik mu tidaklah kehilangan, kamu yang kehilangan. Oleh

karena itu, kamulah yang mencari nafkah

(55) Molo dedahenmu oda kembalangen. Ke mo kembalangen. Kumerna i, ke

mo menjadi

mereka sebagai ayah kalian

kepada adik-adikmu sampai kalian sudah menikah atau berkeluarga’.

tiang kegeluhen

‘Kalau adik-adik mu tidaklah kehilangan,kamu yang kehilangan. Oleh

karena itu, kamulah yang

kalak i sebagai orang tua mendahi

dedahenmu so mi terpasu-pasu dekket merbekkas. (BP)

mencari nafkah

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur perintah. Perintah adalah

perkataan yang bermaksud menyuruh sesuatu, suruhan, aba-aba, aturan dari pihak

atas yang harus dilakukan (KBBI, 1997:756). Tuturan tersebut merupakan tindak

tutur perintah kepada anak sulung yang menggantikan seorang ayah yang sudah

pergi jauh dan bertanggung jawab atas adik-adiknya. Dalam adat batak Toba dan

adat Pakpak ketika bapak tiada, maka secara adat sulunglah yang menggantikan

peran seorang bapak. Pekerjaan seorang bapak akan diambil alih anak sulung

sebagai contoh menggantikan posisi bapak untuk mengikuti upacara adat dalam

keluarga penting sekali mengikuti pesta adat yang sudah merupakan budaya yang

harus dilaksanakan.

mereka sebagai ayah kalian

kepada adik-adikmu sampai kalian sudah menikah atau berkeluarga’.

Di sisi lain, posisi sebagai anak sulung juga mewajibkan untuk

menikahkan adik-adiknya. Selain itu juga dalam utusan adat yaitu utusan dari

(43)

Kalimat di atas mengandung data eufemisme berupa frasa yaitusangkalan

boban(BBT)yang mempunyai arti mencari nafkah atau tulang punggung.

Eufemisme sangkalan boban (BBT) lebih halus daripadamangalului dalan ni

ngolu (BBT) yang mempunyai makna yang sama apabila kita lihat seperti berikut.

(56) I anggo anggi ibotomon ndang hamagoan,ho do na magoan. Alani i, ho na

ma na gabe mangalului dalan ni ngolu

‘Kalau adik-adik mu tidaklah kehilangan,kamu yang kehilangan. Oleh

karena itu, kamulah yang

ganti ni among muna di angka

anggi iboto mon sahat tu na marhasohotan hamuna. (BBT)

mencari nafkah

Dalam kalimat bahasa Pakpak juga mengandung eufemisme yaitu tiang

kegeluhen (BP)yang mempunyai arti mencari nafkah atau tulang punggung. Tiang

kegeluhen (BP)lebih halus daripada menulus keri (BP)juga memiliki arti sama.

Apabila eufemisme tiang kegeluhen (BP)diganti dengan menulus keri (BP) maka

akan terlihat seperti ini:

mereka sebagai ayah kalian

kepada adik-adikmu sampai kalian sudah menikah atau berkeluarga’.

(57) Molo dedahenmu oda kembalangen. Ke mo kembalangen. Kumerna i, ke

mo menjadi menulus keri

‘Kalau adik-adikmu tidaklah kehilangan,kamu yang kehilangan. Oleh

karena itu, kamulah yang

kalak i sebagai orang tua mendahi dedahenmu

so mi terpasu-pasu dekket merbekkas. (BP)

mencari nafkah mereka sebagai ayah kalian

(44)

4.1.5.3 Eufemisme Berbentuk Klausa

Eufemisme berbentuk klausa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada

bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak . Bentuk klausa tersebut dapat kita lihat

dari contoh sebagai berikut :

(58) Unang ma hamu Inang lao tu ulaon i, ala naeng tubu-tubuan

Inang. Tunggane doli muna ma dokhon mandohoti ulaon i.(BBT)

i dope hamu

‘Janganlah anda Ibu pergi ke acara itu, karena sedang hamil Inang. Suami

Ibulah bilang mengikuti acara itu’.

Dalam bahasa Pakpak dapat kita lihat seperti ini:

(59) Ulang mo ko laus nange mi acara i kumerna Inang i sedang berat-berat rumah.

‘Janganlah anda Ibu pergi ke acara itu, karena sedang hamil Inang. Suami

Lakimu mo nange suruh mendahi acara i. (BP)

Ibulah bilang mengikuti acara itu’.

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur melarang. Melarang adalah

memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu; tidak memperbolehkan berbuat

sesuatu (KBBI, 1997:566). Tuturan di atas merupakan tindak tutur melarang.

Melarang adalah memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu; tidak

memperbolehkan berbuat sesuatu. Tindak tutur melarang pada tuturan di atas

disampaikan kepada seorang ibu yang sedang hamil atau mengandung yang

(45)

Pakpak biasanya seorang Ibu yang sedang hamil tidak diberi pekerjaan-pekerjaan

yang terlalu berat supaya dalam kehamilannya tidak terjadi yang tidak diinginkan.

Kemudian masyarakat Batak Toba memiliki kebiasaan yaitu mangirdak(BBT)

atau sebutan lainnya pasoburhon(BBT). Sebutan ini agak kasar pada orang Batak

Toba namun sering diucapkan.

Kegiatan mangirdak(BBT) dilakukan oleh pihak parboru(BBT) kerumah

anaknya yang sudah hamil tua. Tujuannya sudah jelas, agar si calon Ibu

terbahagiakan dan kesehatan menyertainya dan janinnya, hingga melahirkan tidak

boleh terbebani oleh sesuatu hal seperti, rasa rindu yang terpendam, kehendak

makanan yang tak tersampaikan, rasa sakit hati yang menyesakkan, beban

ekonomi yang menghimpit, sehingga memuncak kepada kecemasan dalam

hidupnya. Mangirdak(BBT)dilakukan dengan tiba-tiba (tanpa pemberitahuan) dari

orang tua perempuan. Bila pun kemudian pihak paranak(BBT) atau pasangan

mengetahui, bukan berarti atas kehendak pihak parboru(BBT).

Pada kondisi seorang Ibu yang sedang hamil disebut manghunti

pagar(BBT). Semua orang akan lebih hati-hati memberikan tugas yang berat

kepadanya. Dia akan diawasi dari kegiatan yang dapat menggangu kesehatan

dirinya yang berdampak kepada gangguan janinnya. Dia

dipagari(BBT)lingkungannya melalui saran dan larangan-larangan dari pekerjaan

berat.

Begitu juga dengan adat Pakpak memiliki kebiasaan yaitu mere nakan

merasa(BP) atau juga disebut nakan pagit(BP). Kegiatan ini dilaksanakan pada

(46)

merasa atau nakan pagit (BP)adalah orang tua dan saudara laki-laki istri.

Tujuandan maknanya agar si ibu dan anak yang dikandung berada dalam keadaan

sehat hingga si anak lahir. Nakan pagit (BP)secara harafiah mempunyai arti nasi

pahit yang diidentikkan dengan darah pahit (pagit daroh) (BP)bila dimakan.

Menurut kebudayan Pakpak agar darah si ibu dan anak pahit rasanya, maka

penyakit enggan masuk dan mengganggu. yang sama yaitu agar sang Ibu

mendapat kesehatan dan bahagia saat mengandung sampai melahirkan anak yang

dikandungnya nanti.Bahan nakan pagit (BP)tersebut terdiri dari: beras, singgaren,

bungke, terong, ikan batang lae dengan mengaduk saat memasak nasi dan ikan

batang lae di asapi dalam daun sengkut.

Setelah anak lahir, sebagai ucapan syukur diadakan makan bersama

(kerabat dekat) dengan memotong beberapa ekor ayam dan satu ekor dipotong

dengan aturan tertentu (mersendih)(BP)untuk diserahkan kepada dukun bayi atau

bidan yang membantu.

Dari kalimat di atas pada bahasa Batak Toba mengandung data eufemisme

yaitu naeng tubuan(BBT) yang mempunyai arti hamil. Klausa naeng

tubu-tubuan(BBT) memiliki makna lebih halus daripada bunting atau juga marbadan

dua(BBT). Begitu juga dalam bahasa Pakpak klausa berat-berat rumah(BP)

memiliki makna lebih halus daripada bulteng (BP) atau mekandung (BP).

Apabila klausa naeng tubu-tubuan(BBT) diganti dengan marbadan

dua(BBT) maka akan terlihat seperti berikut:

(47)

Inang. Tunggane doli muna ma dokhon mandohoti ulaon i.(BBT)

Dalam bahasa Pakpak, apabila klausa berat-berat rumah(BP) diganti

dengan mekandung(BP) akan terlihat seperti ini:

(61) Ulang mo ko laus nange mi acara i kumerna Inang i sedang bulteng.

Kalimat di atas adalah kalimat melarang yang lebih sopan agar ibu yang

sedang hamil tersebut tidak merasa tersinggung dan juga agar tetap menjaga

janinnya.

Lakimu mo

nange suruh mendahi acara i. (BP)

4.2 Makna Eufemisme pada Tindak Tutur dalam Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Pakpak

Penggunaan eufemisme dalam masyarakat pada pemakaian bahasa daerah

menyebabkan perubahan makna. Penggunaan eufemisme dalam bahasa Batak

Toba dan bahasa Pakpak memiliki makna sesuai dengan konteks percakapannya.

Pergeseran makna ini tentu memberikan pengaruh terhadap penggunaan bahasa

pada setiap percakapan masyarakat. Dari hasil penelitian ini diperoleh dalam

bentuk percakapan secara lisan dan kemudian dipaparkan dalam bentuk tulisan.

(48)

4.2.1 Makna Eufemisme pada Tindak Tutur Bahasa Batak Toba

Dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat Batak Toba dapat kita lihat

Setiap makna pada percakapan yang diucapkan. Percakapan tersebut memiliki

maksud dan tujuan yang disampaikan penutur harus dipahami oleh lawan tutur

agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Contoh: percakapan 1

Konteks : Bapak bertanya pada Ibu setelah bersiap-siap mau ke sawah.

(62) Among : Na tudia si Ucok Inang?

(Kemana si Ucok Ibu?)

Inang : Nangkaning di dok si Ucok do lagi marsahit simanjujung na,

Amang.

(Tadi Kata si Ucok lagi sakit kepala, Bapak)

Percakapan di atas terdapat tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi. Dari

sudut lokusinya kalimat di atas hanya ucapan/pertanyaan bapak dengan

menanyakan kemana perginya si ucok kepada Ibu. Kalau dilihat dari sudut

ilokusinya, ucapan tersebut tidak hanya menyampaikan maksud yang ingin

disampaikan penutur. Maksud penutur adalah agar pertanyaan yang harus

disampaikannya diberi jawaban sedangkan dari sudut perlokusinya merupakan

(49)

diajak berangkat ke sawah dan segera mempersiapkan alat tani untuk dibawa ke

sawah.

4.2.2 Makna Eufemisme pada Tindak Tutur Bahasa Pakpak

Pada bahasa Pakpak juga memiliki makna lokusi, ilokusi dan perlokusi

dalam percakapan sehari-hari maupun percakapan dalam upacara adat. Dalam

setiap bahasa yang disampaikan memiliki makna sesuai dengan konteks dan

situasi percakapan sehingga lawan tutur mengerti maksud dalam percakapan

tersebut. Sebagai contoh dapat kita lihat sebagai berikut:

Percakapan 2

Konteks: Dialog yang terjadi antar kedua bela pihak PP (persinabul pihak

pengantin perempuan) dan pihak PL (persinabul pihak laki-laki) dalam uparaca

adat merbayo.

PP (Persinabul pihak pengantin perempuan)

PL (Persinabul pihak pengantin laki-laki)

(63) PP: Kade berita? (bagaimana kabar?)

PL:Berita njuah-njuah, beak gabe ncayur ntua, lambang dukut mberas

page janah tambah bilangen. (Kabar baik tidak kurang sesuatu

apapun, panjang umur tidak tumbuh rumput di ladang bagus hasil

(50)

PP: Imo tuhu, oda ma mobah roji. (mudah-mudahan tercapai, apa tidak

ada perubahan dalam hal-hal yang tidak disepakati pada saat

mengkata utang.)

PL: Oda. (tidak)

PP: Masuk mo kede mi bages ta en. (masuklah kerumah.)

Percakapan di atas terdapat tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Dari

segi lokusinya kalimat di atas yaitu menanyakan kabar tentang jalannya upacara

adat merbayo. Dari segi ilokusinya percakapan tersebut memiliki makna bahwa

percakapan di atas bermaksud agar pertanyaan dari pihak PL (persinabul pihak

pengantin laki-laki) dijawab oleh PP (persinabul pihak perempuan). PL

(persinabul pihak pengantin laki-laki) memberitahukan keadaan acara adat. Dari

segi perlokusinya, percakapan di atas terlihat dari jawaban dari pihak laki-laki

yang membalas dengan menjawab oda (tidak) dan juga terlihat segi perlokusinya

dari tindakan pihak perempuan yang terdapat kalimat masuk mo kene mi sapo

(masuklah ke rumah). Pihak dari perempauan menyuruh masuk kerumah untuk

melanjutkan acara selanjutnya.

Pada umumnya upacara adat merbayo dilaksanakan di rumah atau di desa

kediaman orang tua calon pengantin perempuan dan itulah yang ideal menurut

adat Pakpak. Sekarang ini sering juga dilaksanakan di rumah calon pengantin

laki-laki yang didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak. Setelah tiba hari

ditentukan, para kerabat laki-laki berangkat kerumah pengantin perempuan.

(51)

berru mbellen ( takal peggu/penelengken mbellen), dari keluarga pengantin

perempuan berdiri paling depan sambil menjungjung pinggan berisi beras yang

dialas dengan sumpit (kembal). Di depan pintu rumah telah diletakkan bara api

yang nantinya harus dilangkahi rombongan. Adapun makna api tersebut adalah

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Eufemisme adalah pengahalusan bahasa yang digunakan agar kalimat

yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah serta mengandung makna yang

halus, sehingga orang yang mendengarkan kalimat tersebut merasa dihargai

apabila dibandingkan dengan menggunakan bahasa kasar atau sarkasme.

Eufemisme pada tindak tutur bahasa Batak Toba dengan bahasa

Pakpakberupa kata, frasa dan klausa terdapat pada bahasa sehari-hari masyarakat

Batak Toba dan Pakpak.

Bentuk eufemisme pada tindak tutur bahasa Batak Toba dengan bahasa

Pakpak dapat dilihat dari tindak tutur deklaratif, tindak tutur representatif, tindak

tutur komisif, tindak tutur direktif dan tindak tutur ekspresi. Pada makna

eufemisme bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak ditemukan dalam penelitian ini

pada tindak tutur lokusi, tindak ilokusi dan tindak tutur perlokusi.

Pemakaian eufemisme pada tindak tutur dalam setiap bahasa Batak Toba

dan bahasa Pakpak memiliki fungsi menghaluskan ucapan untuk menghargai,

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga begitu banyak upaya yang dapat dilakukan yaitu mengiventariasi Ruang terbuka hijau privat dan publik untuk dapat diketahui seberapa besar daya serap karbon dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap keberadaan peternakan ayam ras petelur di Dusun Passau Timur Desa Bukit Samang Kecamatan Sendana, Kabupaten

Jenis dari imbalan ini antara lain royalti, imbalan jasa teknik, dan penghasilan dari usaha keseluruhannya merupakan objek pengenaan Pajak Penghasilan.Pajak yang dikenakan pada

(Si está presentando esta queja en nombre de una persona que usted alega ha sido discriminada, en la mayoría de los casos necesitaremos un Formulario de consentimiento firmado

Hal ini menyatakan bahwa besarnya pengaruh jumlah variabel kendaraan bermotor dan faktor fisika terhadap jumlah akumulasi kandungan timbal (Pb) pada tubuh thalus

Dari hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pengelolaan sumber daya manusia pada sektor formal lebih baik dibandingkan dengan sektor informal, selain

Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas XI T1 SMK N1 Kasihan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pembelajaran PPKn dengan menerapkan model

Melakukan penyiapan bahan pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi pelaksanaan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria, serta pemantauan dan evaluasi di