• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Eufemisme pada Tindak Tutur Deklaratif dalam Bahasa Batak Tobadengan Bahasa Pakpak

Dalam bentuk eufemisme bahasa batak Toba dengan bahasa Pakpak dapat kita lihat pada tindak tutur deklaratif merupakan tuturan yang cenderung mendeklarasikan atau mengumumkan sesuatu hal terhadap lawan tutur atau seluruh yang ada dalam lokasi tuturan berlangsung. Misalnya, berpasrah, memecat, membabtis, memberi nama, mengangkat, mengucilkan, dan menghukum.

4.1.5.1 Eufemisme Berbentuk Kata

Eufemisme berbentuk kata dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Bentuk kata tersebut dapat kita lihat dari contoh sebagai berikut :

(50) Amang, ndang sala mamillit hami di hamu, ninna sintua. Ingkon hamu do pangula ni huria

‘Bapak, kami tidak salah memilih anda, kata pelayan gereja. kamulah

sian luat hutannta on. Unang be jua hamu. (BBT)

pelayan gereja

Dalam bahasa Pakpak terlihat seperti berikut:

dari daerah kampung kita ini. Janganlah menolak’.

(51) Bapa, kami oda salah memilih. i dokken sintua . Ko mo sepantas na pangula ni huria i bagasen kutan ten nai, ulang mo ko menolak. (BP)

‘Bapak, kami tidak salah memilih anda, kata pelayan gereja. kamulah pelayan gereja

Tuturan di atas merupakan tindak tutur perintah kepada salah seorang warga masyarakat yang disuruh untuk menerima sebagai pelayan gereja di daerah kampungnya. Dalam masyarakat batak Toba muapun Pakpak, apabila seorang pelayan gereja ataupun pendeta memilih kita sebagai pelayan gereja adalah merupakan suatu kehormatan dan di hargai dengan sikap dan perilakunya.

dari daerah kampung kita ini. Janganlah menolak’.

Seorang pelayan gereja pada masyarakat batak Toba dan juga masyarakat Pakpak harus mampu melayani anggota jemaat gereja dan menjadi panutan. Ia diberi hak untuk memberitakan injil seperti seorang pendeta, akan tetapi dia harus berkumpul dan bermusyawarah dengan pelayan gereja lain dalam suatu sesi dimana dibahas tentang apa yang akan dikhotbahkannya dalam suatu kebaktian di gereja. Biasanya seorang pelayan gereja adalah orang yang usianya yang lanjut dan berkeluarga. Maka mendapatkan jabatan di gereja pada kampungnya.

Seorang pelayan gereja yang telah diunjuk biasanya sudah memiliki perilaku yang tidak bercela, seorang kepala keluarga yang baik di keluarganya. Kemudian mempunyai sifat yang ramah bagi masyarakat dan juga memiliki sifat mengajar kepada orang-orang disekitarnya.

Kalimat di atas mengandung data eufemisme pada bahasa Batak Toba berupa kata yaitu pangula ni huria(BBT) yang mempunyai arti pelayan gereja. Kata pangula ni huria(BBT) memiliki makna lebih halus daripada sintua(BBT). Pada kalimat bahasa Pakpak, data eufemisme berupa kata yaitupangula ni huria

(BP). Kita lihat kalimat bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak berikut apabila diganti dengan kata sintua(BBT) dan Sintua (BP).

(52) Amang, ndang sala mamillit hami di hamu, ninna sintua. Ingkon hamu do sintua

‘Bapak, kami tidak salah memilih anda, kata pelayan gereja. kamulah

sian luat hutannta on. Unang be jua hamu. (BBT)

pelayan gereja

(53) Bapa, kami oda salah memilih. i dokken sintua . Ko mo sepantas na

dari daerah kampung kita ini. Janganlah menolak’.

sintua

‘Bapak, kami tidak salah memilih anda, kata pelayan gereja. kamulah

i bagasen kutan ten nai, ulang mo ko menolak. (BP)

pelayan gereja dari daerah kampung kita ini. Janganlah menolak’.

4.1.5.2 Eufemisme Berbentuk Frasa

Eufemisme berbentuk frasa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak. Bentuk frasa tersebut dapat kita lihat dari contoh sebagai berikut :

(54) I anggo anggi iboto mon ndang magoan,ho do na magoan. Alani i, ho na ma na gabe sangkalan boban gatti ni among muna di angka anggi iboto mon sahat tu na marhasohotan hamuna. (BBT)

‘Kalau adik-adik mu tidaklah kehilangan, kamu yang kehilangan. Oleh karena itu, kamulah yang mencari nafkah

(55) Molo dedahenmu oda kembalangen. Ke mo kembalangen. Kumerna i, ke mo menjadi

mereka sebagai ayah kalian kepada adik-adikmu sampai kalian sudah menikah atau berkeluarga’.

tiang kegeluhen

‘Kalau adik-adik mu tidaklah kehilangan,kamu yang kehilangan. Oleh karena itu, kamulah yang

kalak i sebagai orang tua mendahi dedahenmu so mi terpasu-pasu dekket merbekkas. (BP)

mencari nafkah

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur perintah. Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh sesuatu, suruhan, aba-aba, aturan dari pihak atas yang harus dilakukan (KBBI, 1997:756). Tuturan tersebut merupakan tindak tutur perintah kepada anak sulung yang menggantikan seorang ayah yang sudah pergi jauh dan bertanggung jawab atas adik-adiknya. Dalam adat batak Toba dan adat Pakpak ketika bapak tiada, maka secara adat sulunglah yang menggantikan peran seorang bapak. Pekerjaan seorang bapak akan diambil alih anak sulung sebagai contoh menggantikan posisi bapak untuk mengikuti upacara adat dalam keluarga penting sekali mengikuti pesta adat yang sudah merupakan budaya yang harus dilaksanakan.

mereka sebagai ayah kalian kepada adik-adikmu sampai kalian sudah menikah atau berkeluarga’.

Di sisi lain, posisi sebagai anak sulung juga mewajibkan untuk menikahkan adik-adiknya. Selain itu juga dalam utusan adat yaitu utusan dari marga dalam budaya batak.

Kalimat di atas mengandung data eufemisme berupa frasa yaitusangkalan boban(BBT)yang mempunyai arti mencari nafkah atau tulang punggung. Eufemisme sangkalan boban (BBT) lebih halus daripadamangalului dalan ni ngolu (BBT) yang mempunyai makna yang sama apabila kita lihat seperti berikut.

(56) I anggo anggi ibotomon ndang hamagoan,ho do na magoan. Alani i, ho na ma na gabe mangalului dalan ni ngolu

‘Kalau adik-adik mu tidaklah kehilangan,kamu yang kehilangan. Oleh karena itu, kamulah yang

ganti ni among muna di angka anggi iboto mon sahat tu na marhasohotan hamuna. (BBT)

mencari nafkah

Dalam kalimat bahasa Pakpak juga mengandung eufemisme yaitu tiang kegeluhen (BP)yang mempunyai arti mencari nafkah atau tulang punggung. Tiang kegeluhen (BP)lebih halus daripada menulus keri (BP)juga memiliki arti sama. Apabila eufemisme tiang kegeluhen (BP)diganti dengan menulus keri (BP) maka akan terlihat seperti ini:

mereka sebagai ayah kalian kepada adik-adikmu sampai kalian sudah menikah atau berkeluarga’.

(57) Molo dedahenmu oda kembalangen. Ke mo kembalangen. Kumerna i, ke mo menjadi menulus keri

‘Kalau adik-adikmu tidaklah kehilangan,kamu yang kehilangan. Oleh karena itu, kamulah yang

kalak i sebagai orang tua mendahi dedahenmu so mi terpasu-pasu dekket merbekkas. (BP)

mencari nafkah mereka sebagai ayah kalian kepada adik-adikmu sampai kalian sudah menikah atau berkeluarga’.

4.1.5.3 Eufemisme Berbentuk Klausa

Eufemisme berbentuk klausa dapat ditemukan dalam bentuk kalimat pada bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak . Bentuk klausa tersebut dapat kita lihat dari contoh sebagai berikut :

(58) Unang ma hamu Inang lao tu ulaon i, ala naeng tubu-tubuan

Inang. Tunggane doli muna ma dokhon mandohoti ulaon i.(BBT)

i dope hamu

‘Janganlah anda Ibu pergi ke acara itu, karena sedang hamil Inang. Suami

Ibulah bilang mengikuti acara itu’.

Dalam bahasa Pakpak dapat kita lihat seperti ini:

(59) Ulang mo ko laus nange mi acara i kumerna Inang i sedang berat-berat rumah.

‘Janganlah anda Ibu pergi ke acara itu, karena sedang hamil Inang. Suami

Lakimu mo nange suruh mendahi acara i. (BP)

Ibulah bilang mengikuti acara itu’.

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur melarang. Melarang adalah memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu; tidak memperbolehkan berbuat sesuatu (KBBI, 1997:566). Tuturan di atas merupakan tindak tutur melarang. Melarang adalah memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu; tidak memperbolehkan berbuat sesuatu. Tindak tutur melarang pada tuturan di atas disampaikan kepada seorang ibu yang sedang hamil atau mengandung yang hendak pergi pada suatu acara pesta keluarga. Dalam adat Batak Toba dan adat

Pakpak biasanya seorang Ibu yang sedang hamil tidak diberi pekerjaan-pekerjaan yang terlalu berat supaya dalam kehamilannya tidak terjadi yang tidak diinginkan. Kemudian masyarakat Batak Toba memiliki kebiasaan yaitu mangirdak(BBT) atau sebutan lainnya pasoburhon(BBT). Sebutan ini agak kasar pada orang Batak Toba namun sering diucapkan.

Kegiatan mangirdak(BBT) dilakukan oleh pihak parboru(BBT) kerumah anaknya yang sudah hamil tua. Tujuannya sudah jelas, agar si calon Ibu terbahagiakan dan kesehatan menyertainya dan janinnya, hingga melahirkan tidak boleh terbebani oleh sesuatu hal seperti, rasa rindu yang terpendam, kehendak makanan yang tak tersampaikan, rasa sakit hati yang menyesakkan, beban ekonomi yang menghimpit, sehingga memuncak kepada kecemasan dalam hidupnya. Mangirdak(BBT)dilakukan dengan tiba-tiba (tanpa pemberitahuan) dari orang tua perempuan. Bila pun kemudian pihak paranak(BBT) atau pasangan mengetahui, bukan berarti atas kehendak pihak parboru(BBT).

Pada kondisi seorang Ibu yang sedang hamil disebut manghunti pagar(BBT). Semua orang akan lebih hati-hati memberikan tugas yang berat kepadanya. Dia akan diawasi dari kegiatan yang dapat menggangu kesehatan dirinya yang berdampak kepada gangguan janinnya. Dia dipagari(BBT)lingkungannya melalui saran dan larangan-larangan dari pekerjaan berat.

Begitu juga dengan adat Pakpak memiliki kebiasaan yaitu mere nakan merasa(BP) atau juga disebut nakan pagit(BP). Kegiatan ini dilaksanakan pada saat seorang ibu yang mengandung. Kerabatnya yang wajib memberikan nakan

merasa atau nakan pagit (BP)adalah orang tua dan saudara laki-laki istri. Tujuandan maknanya agar si ibu dan anak yang dikandung berada dalam keadaan sehat hingga si anak lahir. Nakan pagit (BP)secara harafiah mempunyai arti nasi pahit yang diidentikkan dengan darah pahit (pagit daroh) (BP)bila dimakan. Menurut kebudayan Pakpak agar darah si ibu dan anak pahit rasanya, maka penyakit enggan masuk dan mengganggu. yang sama yaitu agar sang Ibu mendapat kesehatan dan bahagia saat mengandung sampai melahirkan anak yang dikandungnya nanti.Bahan nakan pagit (BP)tersebut terdiri dari: beras, singgaren, bungke, terong, ikan batang lae dengan mengaduk saat memasak nasi dan ikan batang lae di asapi dalam daun sengkut.

Setelah anak lahir, sebagai ucapan syukur diadakan makan bersama (kerabat dekat) dengan memotong beberapa ekor ayam dan satu ekor dipotong dengan aturan tertentu (mersendih)(BP)untuk diserahkan kepada dukun bayi atau bidan yang membantu.

Dari kalimat di atas pada bahasa Batak Toba mengandung data eufemisme yaitu naeng tubu-tubuan(BBT) yang mempunyai arti hamil. Klausa naeng tubu- tubuan(BBT) memiliki makna lebih halus daripada bunting atau juga marbadan dua(BBT). Begitu juga dalam bahasa Pakpak klausa berat-berat rumah(BP) memiliki makna lebih halus daripada bulteng (BP) atau mekandung (BP).

Apabila klausa naeng tubu-tubuan(BBT) diganti dengan marbadan dua(BBT) maka akan terlihat seperti berikut:

Inang. Tunggane doli muna ma dokhon mandohoti ulaon i.(BBT)

Dalam bahasa Pakpak, apabila klausa berat-berat rumah(BP) diganti dengan mekandung(BP) akan terlihat seperti ini:

(61) Ulang mo ko laus nange mi acara i kumerna Inang i sedang bulteng.

Kalimat di atas adalah kalimat melarang yang lebih sopan agar ibu yang sedang hamil tersebut tidak merasa tersinggung dan juga agar tetap menjaga janinnya.

Lakimu mo nange suruh mendahi acara i. (BP)

4.2 Makna Eufemisme pada Tindak Tutur dalam Bahasa Batak Toba

Dokumen terkait