• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo: kajian pragmatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo: kajian pragmatik"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM FILM KARTINI KARYA HANUNG BRAHMANTYO: KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Brigita Vina Pertiwi NIM: 181224087

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2022

(2)

i TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM FILM KARTINI

KARYA HANUNG BRAHMANTYO: KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Brigita Vina Pertiwi NIM: 181224087

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2022

(3)

ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

(4)

iii HALAMAN PENGESEHAN

(5)

iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 2 Oktober 2022 Penulis,

Brigita Vina Pertiwi

(6)

v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Brigita Vina Pertiwi NIM : 181224087

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM FILM KARTINI KARYA HANUNG BRAHMANTYO: KAJIAN PRAGMATIK

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolah dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 2 Oktober 2022 Yang menyatakan

Brigita Vina Pertiwi

(7)

vi HALAMAN PERSEMBAHAN

Rahmat Tuhan memampukan peneliti untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

Peneliti persembahkan tugas akhir ini kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan mencurahkan rahmat-Nya kepada peneliti.

2. Rm. Albertus Bagus Laksana, S.J., S.S., Ph.D selaku Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan para dosen PBSI yang telah memberikan bekal ilmu selama perkuliahan.

5. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. yang telah membimbing dan memberi semangat dalam proses penyelesaian tugas akhir.

6. Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus Provinsi Indonesia.

7. Sr. Yustiana Wiwiek Iswanti CB beserta staf DPP Kongregasi Suster- suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus yang senantiasa memberikan dukungan doa, kesempatan, cinta, dan semangat.

8. Sr. Marie Yose CB beserta staf Yayasan Tarakanita Kantor Pusat dan Sr.

Laurentina Setyasminarti CB beserta staf Yayasan Tarakanita Wilayah Yogyakarta yang selalu memberikan doa, cinta, dukungan, dan perhatian.

(8)

vii 9. Teman-teman seperjalanan PBSI 18B yang selalu memberikan dukungan

dan semangat.

10. Para suster CB, orang tua, keluarga, sahabat, teman-teman, dan saudara- saudari yang selalu memberikan segala bentuk cinta, doa, perhatian, dan semangat.

(9)

viii HALAMAN MOTTO

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya” (Pengkhotbah 3:11)

“Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa

yang baik pada pemandangannya” (Yeremia 18:4)

“What really needed at that time is the ability to suffer and silence, patience, and joy, and strong courage” (EG. 119)

“Jangan hanya doakan apa yang kamu impikan, tapi juga kerjakan

apa yang kamu doakan” (Merry Riana)

“The struggle you’re in today is developing the strength you need for tomorrow.

Don’t give up” (Robert Tew)

When You Feel Like Stopping, Remember Why You Started.

(10)

ix KATA PENGANTAR

“Tak ada kata yang mencukupi untuk mengucap syukur dan memuliakan Allah. Dimuliakanlah Nama-Nya untuk selama-lamanya. Amin” (EG. 79).

Limpah syukur kepada Tuhan atas rahmat-Nya sehingga peneliti dimampukan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Tindak Tutur Ilokusi dalam Film Kartini Karya Hanung Brahmantyo: Kajian Pragmatik dengan baik. Skripsi menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mengalami begitu banyak cinta, bantuan, motivasi, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan mencurahkan rahmat-Nya kepada peneliti.

2. Rm. Albertus Bagus Laksana, S.J., S.S., Ph.D selaku Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

(11)

x 5. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan pendampingan, masukan, dukungan, berbagi ilmu, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi.

6. Para dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah setia membimbing dan berbagi ilmu selama masa studi.

7. Theresia Rusmiyati, selaku karyawati di sekretariat PBSI yang membantu keperluan administrasi dalam menyelesaikan skripsi.

8. Sr. Yustiana Wiwiek Iswanti CB, beserta staf DPP Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus atas cinta, kesempatan, pendampingan, dan dukungan yang peneliti alami dalam perjalanan panggilan serta tugas perutusan studi.

9. Sr. Marie Yose CB, beserta staf Yayasan Tarakanita Kantor Pusat dan Sr.

Laurentina Setyasminarti CB, beserta staf Yayasan Tarakanita Wilayah Yogyakarta yang selalu memberikan cinta, perhatian, semangat, dan dukungan yang peneliti alami selama masa studi.

10. Sr. Yetty CB dan para suster komunitas Maria Regina Samirono yang selalu memberikan dukungan doa, cinta, sapaan, perhatian, dan semangat selama masa studi.

11. Para suster CB dimana pun berada yang mendukung dengan doa, cinta, sapaan, perhatian, dan semangat untuk menyelesaikan perutusan studi ini.

12. Sr. Theofila CB, Sr. Dedeusia CB, Sr. Emila CB, Sr. Antonisita CB, dan Sr.

Ignatio CB sebagai sahabat seperjalanan dalam panggilan yang selalu

(12)

xi memberikan motivasi, bantuan, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Nadyaz Dwitya Pramesti, Marsella Wahyu Dwi Wulandari, Alfonsus Dimas Eka R, dan Elsa Bima Bernata sebagai sahabat Lingkaran Setan, sahabat yang senantiasa mendukung dan memberi semangat.

14. Teman-teman seperjuangan bimbingan skripsi yang selalu bermurah hati untuk berbagi informasi, memberikan dukungan, dan semangat.

15. Teman-teman seperjuangan PBSI 18B yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

16. Para sahabat, orang tua, keluarga, teman-teman, dan saudara-saudari yang hadir dalam kehidupan peneliti, senantiasa memberikan dukungan doa-doa, perhatian, motivasi, cinta, dan semangat untuk menyelesaikan perutusan studi dengan baik.

Yogyakarta, 2 Oktober 2022

Brigita Vina Pertiwi

(13)

xii ABSTRAK

Pertiwi, Brigita Vina. 2022. Tindak Tutur Ilokusi dalam Film Kartini Karya Hanung Brahmantyo: Kajian Pragmatik. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD.

Penelitian ini berisi pemaparan tentang tindak tutur ilokusi dalam film Kartini Karya Hanung Brahmantyo. Tuturan-tuturan tersebut disampaikan oleh para tokoh dalam film Kartini Karya Hanung Brahmantyo. Tujuan penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan jenis tindak tutur ilokusi dalam film Kartini Karya Hanung Brahmantyo, dan 2) mendeskripsikan makna pragmatik tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam film Kartini Karya Hanung Brahmantyo.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data diperoleh dari tayangan film Kartini Karya Hanung Brahmantyo. Wujud sumber data yang digunakan adalah audio visual. Data penelitian yang digunakan adalah tuturan para tokoh dalam percakapan yang mengandung ilokusi dalam film Kartini Karya Hanung Brahmantyo. Peneliti menggunakan teknik simak dan catat.

Peneliti melakukan proses mengumpulkan data, mengidentifikasi, dan mengklasifikasi data-data sesuai dengan jenis-jenis tindak tutur ilokusi dan makna pragmatiknya. Proses selanjutnya, peneliti menganalisis data-data tersebut dengan kajian pragmatik, tindak tutur ilokusi, dan makna pragmatik. Data-data yang sudah diperoleh peneliti selanjutnya diidentifikasi dan dituliskan dalam tabel tabulasi data.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan beberapa jenis tindak tutur ilokusi, yakni tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Bentuk tindak tutur ilokusi asertif yang ditemukan oleh peneliti seperti, asertif menyatakan, memberitahukan, menuntut, dan mengklaim. Bentuk tindak tutur ilokusi direktif seperti, direktif menanyakan, meminta, melarang, menasehatkan, dan memohon. Bentuk tindak tutur ilokusi ekspresif seperti, ekspresif berterima kasih, marah, takut, dan kesakitan. Bentuk tindak tutur ilokusi komisif seperti, komisif menjanjikan dan mengancam. Bentuk tindak tutur ilokusi deklarasi seperti, deklarasi menyerah dan mengizinkan. Makna-makna pragmatik antara lain: pemberitahuan, ucapan maaf, menawarkan, menasehati, menyuruh, kekecewaan, mengajak, dan menegaskan.

Kata Kunci: pragmatik, jenis-jenis tindak tutur ilokusi, makna pragmatik tindak tutur ilokusi.

(14)

xiii ABSTRACT

Pertiwi, Brigita Vina. 2022. Illocutionary speech acts in the film Kartini by Hanung Brahmantyo: Pragmatics Studies. Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD.

This study describes the illocutionary speech acts in the film Kartini by Hanung Brahmantyo. These various stories were conveyed by the characters in the Kartini film by Hanung Brahmantyo. The purposes of this study are: (1) to describe the types of illocutionary speech acts in the film Kartini by Hanung Brahmantyo, and (2) to describe the pragmatic meaning of illocutionary speech acts used in the film Kartini by Hanung Brahmantyo.

This type of research is characterized by qualitative descriptive. Sources of research data obtained from the film Kartini Karya Hanung Brahmantyo. The form of the data source used is audio-visual. The research data used is the speech of the characters in the film Kartini by Hanung Brahmantyo which contains illocutions. The researcher used the listening and note-taking technique. The researcher carried out the process of collecting data, identifying, and classifying the data according to the types of illocutionary speech acts and their pragmatic meaning. In the next process, the researcher analyzed the data by studying pragmatics, illocutionary speech acts, and pragmatic meanings. The data that has been obtained will be identified and written in the data tabulation table.

Based on the final analysis, the researcher found several types of illocutionary speech acts, namely, assertive speech acts, directive speech acts, expressive speech acts, commissive speech acts, and declarative speech acts. The forms of assertive illocutionary speech acts found by the researcher include assertive stating, informing, demanding, and claiming. The form of directive illocutionary speech acts involves the directive of asking, asking, forbidding, advising, and begging. The forms of expressive illocutionary speech acts include expressions of gratitude, anger, fear, and pain. The form of commissive illocutionary speech acts such as, promising and threatening commissives. The forms of illocutionary speech acts include declarations of surrender and consent.

then, pragmatic meanings that include notification, apology, offering, advising, ordering, disappointment, inviting, and affirming.

Keywords: pragmatics, types of illocutionary speech acts, pragmatic meaning of illocutionary speech acts.

(15)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESEHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Batasan Istilah ... 7

1.6 Sistematika Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Penelitian Yang Relevan ... 10

(16)

xv

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Hakikat Pragmatik ... 13

2.2.2 Ruang Lingkup Pragmatik ... 15

2.2.3 Konteks Pragmatik ... 18

2.2.4 Makna Pragmatik ... 21

2.2.5 Tindak Tutur ... 21

2.2.6 Tindak Tutur Ilokusi ... 25

2.2.7 Film ... 28

2.3 Kerangka Berpikir ... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Objek Penelitian... 33

3.3 Sumber Data dan Data Penelitian ... 33

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.5 Instrumen Penelitian ... 35

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ... 35

3.7 Triangulasi data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Deskripsi Data ... 39

4.1.1 Jenis-jenis Tindak Tutur Ilokusi ... 40

4.1.2 Makna Pragmatik Tindak Tutur Ilokusi ... 43

4.2 Hasil Analisis Data ... 46

4.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur Ilokusi ... 47

4.2.2 Makna Pragmatik Tindak Tutur Ilokusi ... 76

4.3 Pembahasan ... 85

(17)

xvi

4.3.1 Jenis-jenis Tindak Tutur Ilokusi ... 86

4.3.2 Makna Pragmatik Tindak Tutur Ilokusi ... 91

BAB V PENUTUP ... 94

5.1Kesimpulan ... 94

5.2Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN ... 99

BIOGRAFI PENELITI ... 164

(18)

xvii DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jenis-jenis Tindak Tutur Ilokusi ... 40 Tabel 4.2 Makna Pragmatik Tindak Tutur Ilokusi ... 43

(19)

xviii DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ... 31

(20)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Triangulator... 99 Lampiran 2 Triangulasi Data ... 100

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab I pendahuluan ini memberikan gambaran umum topik penelitian.

Bagian pendahuluan ini akan membahas beberapa hal: 1) latar belakang masalah, 2) rumusan masalah, 3) tujuan penelitian, 4) manfaat penelitian, 5) batasan istilah, dan 6) sistematika penyajian. Di bawah ini pembahasan pendahuluan secara lengkap:

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain.

Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa terlepas dari kegiatan interaksi sosial.

Interaksi sosial sebagai peristiwa dimana individu satu dengan individu lainnya saling berkomunikasi. Kegiatan percakapan ialah salah satu wujud interaksi (Brown dan Yule dalam Rani dkk 2006:230). Dalam berinteraksi membutuhkan sarana untuk menyampaikan perasaan, ide, pendapat, dan sebagainya.

Sarana yang dapat digunakan untuk berkomunikasi salah satunya adalah bahasa. Tujuan komunikasi tidak hanya untuk pertukaran informasi dan ide, tetapi menciptakan dan memelihara keharmonisan sosial antar manusia. Saat berkomunikasi satu sama lain, pernyataan dibuat dalam bentuk kata-kata.

Komunikasi tidak hanya menyampaikan kata-kata secara lisan, tetapi dapat disampaikan secara tertulis.

Bahasa menjadi sarana yang paling efektif dalam berkomunikasi. Bahasa dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan, menyampaikan fakta, dan

(22)

2 mempengaruhi orang lain. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi memberikan pengaruh yang penting dalam kehidupan. Komunikasi tidak akan sempurna apabila bahasa yang digunakan tidak dipahami oleh mitra tutur.

Dengan adanya perkembangan zaman, manusia semakin dipermudah dalam berkomunikasi. Komunikasi dapat berlangsung dimana saja tanpa ada batasan ruang dan waktu. Komunikasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi langsung atau verbal (face to face) berlangsung dalam pertemuan tatap muka dan komunikasi tidak langsung atau tertulis terjadi melalui perantara. Akan tetapi, komunikasi langsung saat ini bisa dilakukan dengan menggunakan media elektronik.

Komunikasi efektif mempermudah mitra tutur dalam memahami suatu pesan atau informasi yang disampaikan penutur, sehingga permasalahan yang kompleks seperti kesalahpahaman dapat dicegah dengan komunikasi interpersonal yang baik. Namun, ada kemungkinan mitra tutur tidak memahami arti atau makna yang disampaikan oleh penutur. Hal ini terjadi karena ada faktor yang mempengaruhi. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami makna kata-kata yang disampaikan oleh penutur, maka perlu mempelajari studi linguistik tentang kajian pragmatik.

Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari kondisi pemakaian bahasa manusia, yang pada hakekatnya ditentukan oleh konteks (Rahardi, 2005:49).

Kajian pragmatik memiliki topik yang berkaitan dengan makna tuturan, kajian pragmatik tersebut ialah tindak tutur. Dalam penelitian ini,tindak tutur merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh penutur yang dimaksudkan supaya mitra tutur

(23)

3 melakukan sesuatu. Dengan melakukan tindak tutur, penutur berusaha menyampaikan maksud kepada mitra tutur dan berharap dapat mengerti apa yang ingin disampaikan mitra tutur (Hapsari, Nababan dan Djatmika, 2016).

Tindak tutur merupakan tindakan yang diungkapkan melalui tuturan, seperti permintaan maaf, keluhan, apresiasi, ajakan, janji, dan permintaan (Yule 2006: 82-83). Penutur berharap mitra tutur mampu memahami maksud tuturan yang disampaikan penutur. Situasi tutur biasanya mendorong terjadinya peristiwa tutur, tidak ada tuturan jika tanpa situasi tutur. Hal tersebut terjadi karena tuturan merupakan akibat dan situasi tutur merupakan sebabnya. Peristiwa tutur terjadi dalam peristiwa komunikasi sehari-hari dan dapat pula ditemukan dalam film yang telah menjadi media populer.

Film merupakan cermin metafora kehidupan (Danesi, 2010:134). Film bukan lagi sebuah hasil penciptaan karya seni yang memberikan hiburan semata.

Film adalah karya sastra yang menggambarkan realitas kehidupan. Banyak cerita yang dituturkan oleh para tokoh dalam film tersebut. Maksud cerita yang disampaikan para tokoh dapat kita temukan melalui komunikasi yang bersifat verbal dan non verbal seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh maupun kontak mata.

Setiap tuturan tokoh dalam film memiliki tujuan dan terdapat konteks yang melatarbelakangi terjadinya tuturan tersebut. Dunia film mampu menyampaikan pesan melalui adegan-adegan yang diperagakan oleh para tokoh.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film merupakan lakon cerita gambar hidup. Melalui film terjadi interaksi komunikatif antar tokoh. Karakter dalam film menyampaikan maksud dan pesan mereka melalui percakapan. Dalam

(24)

4 percakapan, adegan, setting, dan topik percakapan tertentu merupakan bagian dari konteks tuturan. Dengan adanya konteks tuturan, sehingga membantu dalam memahami maksud tuturan.

Berdasarkan pembahasan di atas, film dapat digunakan sebagai media yang efektif untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Alasan tersebut membuat peneliti tertarik untuk mengkaji film dalam kajian tindak tuturk ilokusi.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tuturan dalam percakapan film Kartini karya Hanung Brahmantyo berdasarkan teori tindak tutur ilokusi.

Penutur secara pragmatis setidaknya dapat melakukan tiga jenis tindakan, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilucotionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act) (Searle dalam Rohmad, 2009:20). Tuturan dari tokoh dalam film memiliki makna tertentu untuk memberikan pengaruh kepada pendengarnya. Terkadang mitra tutur dan penonton memiliki pemahaman makna tuturan yang berbeda. Berdasarkan situasi tersebut, maka pemahaman sebuah konteks diperlukan supaya mitra tutur dapat menangkap makna sesuai dengan konteksnya.

Film Kartini karya Hanung Brahmantyo merupakan salah satu film biografi terbaik. Film Kartini menceritakan tentang seorang pahlawan wanita yaitu, Kartini. Kartini memperjuangkan pendidikan karena pada masa itu wanita sulit untuk mendapatkan pendidikan. Film ini mendapat simpatik dari masyarakat karena menghadirkan kembali tokoh pahlawan wanita yang dikenal dengan sebutan Raden Ajeng Kartini. Film ini menjadi terkenal karena peran utama dimainkan oleh Dian Sastro, ia sebagai tokoh Kartini. Selain mendapatkan simpati

(25)

5 dan apresiasi dari masyarakat Indonesia, film ini juga mencapai tingkat internasional. Film Kartini diputar di Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, AS sebagai bagian dari Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2018.

Film Kartini karya Hanung Brahmanyo diproduksi oleh Legacy Picture bersama artis seperti Dian Sastro, Reza Rahardian, Rebecca Reijman, dan Denny Sumargo. Film tersebut mendapat nominasi unggulan penghargaan Film Indonesia 2017. Selain mendapatkan banyak apresiasi, film Kartini karya Hanung Brahmantyo memberikan daya tarik bagi peneliti untuk meneliti tuturan dalam film tersebut. Film ini berlatar belakang adat Jawa, lokasi dalam setiap adegannya menampilkan kehidupan masyarakat Jawa pada masa itu. Film Kartini karya Hanung Brahmantyo bisa dinikmati sebagai film hiburan informatif dan edukatif untuk mengetahui biografi seorang pahlawan wanita yang paling terkenal di Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti akan mengkaji jenis- jenis tindak tutur ilokusi dan makna pragmatik yang terdapat dalam tuturan film Kartini karya Hanung Brahmantyo. Film yang berdasarkan refleksi dunia nyata menarik untuk dikaji lebih mendalam. Penelitian ini akan mengkaji tentang tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo dan membantu penonton untuk memahami makna tuturan dalam film tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

(26)

6 1. Apa saja jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam film Kartini

karya Hanung Brahmantyo?

2. Apa saja makna pragmatik tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian mengenai rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo.

2. Mendeskripsikan makna pragmatik tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat, baik bermanfaat secara teoretis maupun praktis. Berikut pemaparan kedua manfaat tersebut:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan teoretis untuk pembelajaran dalam bidang pragmatik secara khususnya tindak tutur ilokusi serta sumbangsih positif terhadap perkembangan keilmuan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu :

(27)

7 a. Pembaca dapat memahami jenis-jenis tindak tutur ilokusi dan makna pragmatik

tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo.

b. Deskripsi data hasil penelitian dapat menambah literatur mengenai tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo dan menambah referensi bagi peneliti selanjutnya.

c. Penelitian mengenai tindak tutur ilokusi dan makna pragmatik dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo diharapkan dapat memperkaya pustaka wacana pragmatik.

d. Penelitian ini diharapkan membantu siswa untuk dapat memahami tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang terdapat dalam berbagai jenis teks dalam kurikulum merdeka, baik itu teks tulis, lisan, maupun multimodal sehingga kemampuan pemahaman literasi siswa pun meningkat.

1.5 Batasan Istilah

Pada penelitian ini memerlukan batasan istilah agar penelitian berjalan secara terarah dalam kaitannya dengan pembahasan masalah. Keterbatasan ini menginformasikan arah penelitian dan memudahkan analisis masalah peneliti.

Peneliti membatasi pada tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo. Berikut ini akan disajikan istilah untuk menghindari kesalahpahaman, yaitu 1) Pragmatik, 2) Konteks, 3) Tindak Tutur, 4) Tindak Tutur Ilokusi, dan 5) Film.

1. Pragmatik

Pragmatik adalah cabang linguistik yang membahas tentang makna, makna yang dimaksud adalah makna pembicara. Pragmatik mempelajari tidak

(28)

8 hanya semua aspek internal bahasa, tetapi juga aspek eksternal bahasa (Rahardi, 2019: 28).

2. Konteks

Konteks didefiniskan sebagai pengetahuan bersama, selanjutnya dijelaskan oleh Yan Huang sebagai a set of background assumptions shared by the speaker and the addresses ( Huang, 2007: 14).

3. Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan tindakan yang dilakukan melalui tuturan (Yule, 2006: 82-83).

4. Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur lokusi merupakan the act of saying something yang mengutamakan isi tuturan yang disampaikan oleh penutur (Rahardi, 2009: 17).

5. Film

Film Kartini merupakan salah satu film biografi yang disutradarai oleh Hanung Brahmantyo pada 2017. Film Kartini berkisah tentang seorang pahlawan wanita, yaitu Kartini yang memperjuangkan pendidikan karena pada masa itu wanita sulit untuk mendapatkan pendidikan.

1.6 Sistematika Penelitian

Sistematika penyajian ini terdiri dari bab I, II, III, IV, dan V. Bab I adalah pendahuluan. Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

Bab II adalah kajian pustaka. Bab ini berisi penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti dan landasan teori, dalam

(29)

9 landasan teori berisi teori yang mendasari dalam melakukan penelitian, serta kerangka berpikir.

Bab III adalah metodologi penelitian. Bab ini membahas jenis penelitian, objek penelitian, sumber data, data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode, teknik analisis data, dan triangulasi data.

Bab IV adalah hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini membahas deskripsi data, hasil analisis, dan pembahasan hasil data sesuai dengan rumusan masalah. Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

(30)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab II kajian pustaka berisi kumpulan teori yang digunakan sebagai bahan referensi penelitian. Tujuannya adalah untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Bagian kajian pustaka akan membahas beberapa hal: 1) penelitian yang relevan, 2) landasan teori, dan 3) kerangka berpikir. Di bawah ini pembahasan kajian pustaka secara lengkap:

2.1 Penelitian Yang Relevan

Sejauh pengetahuan dan keterampilan peneliti dalam menemukan penelitian yang relevan, peneliti telah menemukan beberapa penelitian tentang tindak tutur.

Penelitian pertama dilakukan oleh Antonius Mili (2017), merupakan mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakata dalam karya skripsinya yang berjudul Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatiknya atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Pada penelitian ini peneliti mendeskripsikan jenis- jenis tindak tutur yang terdapat pada sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas dan makna pragmatik yang terdapat dalam setiap jenis tindak tutur dari sabda – sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Adapun hasil temuannya jenis-jenis tindak tutur atas sabda – sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu tindak tutur langsung literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur langsung, tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung tidak literal, dan tindak tutur literal. Ditemukan pula makna

(31)

11 pragmatik dari setiap jenis tindak tutur atas sabda - sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu makna pragmatik perintah, nasehat, pemberitahuan, teguran, peringatan, meyindir, larangan, kecaman, penolakan, pengujian, penguat, pujian, kekaguman, syukur, permohonan, penyerahan, dan pengampunan.

Penelitian kedua dilakukan oleh Yosephin Linda Ika Paskalisa (2016) merupakan mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam karya skripsinya yang berjudul Tindak Tutur dan Wujud Pragmatik Imperatif dalam Novel “Surat Kecil untuk Tuhan” karya Agnes Danovar. Dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan jenis tindak tutur yang dominan muncul pada novel Surat Kecil untuk Tuhan karya Agnes Danovar dan wujud pragmatik imperative yang sering muncul dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan karya Agnes Danovar.

Adapun hasil temuannya, pertama jenis tindak tutur yang terdapat dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan karya Agnes Danovar adalah tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Kedua, wujud tindak tutur yang terdapat dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan karya Agnes Danovar adalah imperative perintah, imperatif suruhan, imperatif ajakan, imperatif bujukan, imperatif imbauan, imperatif desakan, imperatif mengizinkan, imperatif memberikan ucapan selamat, imperatif ngelulu, imperatif umpatan, imperatif permintaan, imperatif permohonan, imperatif persilaan, imperatif permintaan izin, imperatif larangan, imperatif harapan, dan imperatif anjuran.

(32)

12 Penelitian ketiga oleh Maria Friani Kurniasari (2011), merupakan mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam karya skripsinya yang berjudul Tindak Tutur dalam Film Alangkah lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan jenis tindak tutur dan fungsi tindak tutur yang digunakan dalam film Alangkah lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar. Adapun hasil temuanya adalah tujuh fungsi tindak tutur, yaitu fungsi informatif, fungsi interaksional, fungsi komisif, fungsi direktif, fungsi ekspresif, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif.

Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada analisis jenis-jenis tindak tutur ilokusi dan makna pragmatiknya. Pembedanya adalah penelitian ini mengambil jenis-jenis tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo dan makna pragmatiknya. Objek penelitian yang dikaji dalam penelitian ini adalah tuturan dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian pragmatik secara khusus fenomena tindak tutur ilokusi. Penelitian yang dilakukan peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur ilokusi dan makna pragmatiknya.

2.2 Landasan Teori

Untuk mendukung skripsi ini, peneliti membutuhkan beberapa teori yang relevan terkait dengan topik dan ruang lingkup pembahasan. Teori dari para pakar tentang hakikat pragmatik, ruang lingkup pragmatik, konteks pragmatik, makna pragmatik, tindak tutur, tindak tutur ilokusi, dan film. Berikut ini pembahasan landasan teori yang digunakan :

(33)

13 2.2.1 Hakikat Pragmatik

Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari bahasa, karena bahasa merupakan sarana komunikasi. Bahasa memiliki peranan penting dalam proses komunikasi antar manusia. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat dipahami mitra tutur (Monica dan Afnita, 2020; Nugraheni, 2010). Dalam berkomunikasi, penggunaan bahasa yang baik sangat mempengaruhi kelancaran berkomunikasi, sehingga tujuan percakapan dapat tersampaikan dengan benar dan jelas.

Tuturan sebagai sistem simbol berupa bunyi-bunyian yang bersifat arbitrer dan digunakan masyarakat untuk berinteraksi (Sumarsono, 2012:18). Pendapat senada menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem simbol bunyi yang arbitrer yang digunakan anggota kelompok sosial untuk kerja sama, komunikasi, dan identifikasi diri (Kridalaksana, 2011:40). Jadi, untuk mempelajari linguistik lebih dalam, perlu mengenal tentang pragmatik.

Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari penggunaan bahasa dalam konteks. Arti bahasa dapat dipahami dengan mengetahui konteksnya.

Pragmatik adalah cabang linguistik yang tumbuh dari semiotika Charles Morris (1938), studi tentang tanda atau sistem tanda. Morris membagi semiotika menjadi tiga bagian: sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis mengkaji hubungan antara simbol dengan simbol lainnya. Semantik mempelajari hubungan antara simbol dan objeknya. Pragmatik, meneliti hubungan antara simbol dan interpretasinya.

(34)

14 Beberapa ahli mengemukakan definisi pragmatik. Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari penggunaan bahasa secara kontekstual (Verschueren, 2015). Pragmatik adalah kajian tentang makna yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tuturnya (Yule, 2014:3). Ilmu ini lebih mementingkan analisis maksud penutur tentang tuturan. Oleh karena itu, dalam konteks penutur harus memikirkan apa yang ingin dikatakan dan menyesuaikan dengan mitra tuturnya.

Kajian pragmatik juga memperhatikan keberadaan konteks, yang menjadi dasar berlangsungnya hubungan antara penutur dan mitra tutur. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Rahardi (2019:28), yang mengklasifikasikan pragmatik sebagai cabang linguistik yang membahas tentang makna penutur. Pragmatik tidak hanya mengkaji semua aspek dalam suatu bahasa, tetapi juga aspek-aspek di luar bahasa. Salah satu aspek penelitian dalam pragmatik adalah tindak tutur.

Fokus pada penelitian ini pada pentingnya makna bahasa dalam mempengaruhi perilaku mitra tutur.

Pragmatik merupakan studi tentang makna dalam kaitannya dengan situasi tutur (Leech, 2015:8). Situasi tuturan meliputi keadaan penutur, objek tuturan, isi tuturan, tujuan tuturan, tuturan adalah bentuk tindakan, dan tuturan adalah produk tindak tutur. Dengan demikian, pragmatik dikenal sebagai cabang linguistik yang mempelajari proses komunikasi dengan penekanan pada makna penutur dan pemahaman mitra tutur.

Berdasarkan definisi tersebut, secara sederhana dapat digambarkan bahwa pragmatik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa komunikatif. Dalam

(35)

15 kajian ini, konteks dimaksudkan agar mitra tutur dapat menginterpretasikan makna tuturan yang disampaikan oleh penutur. Oleh karena itu, bidang kajian pragmatik memiliki tiga hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan, yaitu penutur, mitra tutur, dan konteks.

2.2.2 Ruang Lingkup Pragmatik

Kajian pragmatik memiliki ruang lingkup tertentu. Ruang lingkup tersebut, yaitu deiksis, praanggapan, implikatur, dan tindak tutur (Kaswanti Purwo, 1990).

Penjelasan tentang ruang lingkup pragmatik adalah sebagai berikut:

1. Deiksis

Deiksis merupakan ruang lingkup bahasa yang memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu (Mulyati 2019: 76). Ditegaskan pula bahwa deiksis merupakan istilah dari bahasa Yunani yang memiliki arti untuk menunjuk (Yule, 2014: 13). Selanjutnya, deiksis juga dipahami untuk menunjuk orang, objek, peristiwa, proses, dan aktivitas dalam berkomunikasi. Hal tersebut berkaitan dengan konteks pembicaraan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa deiksis merupakan penunjukan untuk menjelaskan sesuatu. Dengan cara tersebut sehingga dapat menunjuk maksud melalui tuturan. Selain itu, dapat juga merujuk pada orang, waktu, dan tempat di mana tuturan itu terjadi.

2. Praanggapan

Praanggapan merupakan dugaan penutur terhadap peristiwa yang belum terjadi dan belum pasti pula kebenarannya. Praanggapan atau asumsi dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe. Keenam jenis asumsi tersebut meliputi 1)

(36)

16 asumsi potensial, 2) asumsi faktual, 3) asumsi tidak aktif, 4) asumsi leksikal, 5) asumsi struktural, dan 6) asumsi kontrafaktual (Yule, 2014:43). Asumsi berasal dari penutur serta muncul berdasarkan gejala yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan secara sederhana bahwa praanggapan merupakan pendapat yang mendahului tuturan. Praanggapan berasal dari penutur dan kebenarannya belum pasti. Hal ini terjadi karena penutur membuat asumsi berdasarkan keadaan yang tidak disadari. Oleh karena itu, praanggapan akan muncul dalam komunikasi sehari-hari.

3. Implikatur

Implikatur merupakan bentuk penyajian informasi yang memiliki makna (Yule 2014:61). Makna tersebut merupakan makna yang tidak sesuai dengan yang dikatakan dan menjadi makna tersembunyi. Sehingga implikatur memiliki arti makna tersembunyi atau sering disebut dengan makna tersirat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa implikatur ialah maksud dari pernyataan penutur. Tujuannya tidak langsung disampaikan, tetapi disembunyikan. Oleh karena itu, mitra tutur harus memahami apa yang dikatakan dari pernyataan tersebut.

4. Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan bagian dari bidang studi kajian pragmatik Yule (2014:82). Tindak tutur adalah tindakan yang dilakukan melalui tuturan.

Pemahaman senada juga disampaikan Chaer dan Agustina (dalam Akbar, 2018:29) tindak tutur sebagai kemampuan manusia untuk menggunakan bahasa

(37)

17 dalam situasi tertentu. Tindak tutur sebagai gejala personal yang bersumber dari penutur dan bersifat psikologis. Tindak tutur mencakup tiga situasi tertentu.

Situasi tersebut adalah situasi psikologis, situasi sosial, dan situasi kesepakatan.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan bahwa tindak tutur merupakan komponen bahasa yang berhubungan dengan komunikasi. Tindak tutur termasuk dalam peristiwa tutur dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur. Tindak tutur harus menyesuaikan dengan konteks tuturan.

Selanjutnya, penutur tidak hanya mengatakan sesuatu, tetapi juga melakukan suatu tindakan dalam tuturannya. Kajian pragmatik mendorong seseorang untuk memahami orang lain ketika bertutur kata. Mitra tutur perlu mengerti bagaimana konteks saat itu sehingga dapat memahami makna tuturan yang disampaikan penutur. Pada penelitian ini, peneliti hanya menguraikan satu dari empat bidang pragmatik, yaitu bidang tindak tutur.

Tindak tutur merupakan bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana pertuturan atau speech act) tuturan yang disampaikan penutur diharapkan dapat dipahami oleh mitra tutur (Kridalaksana, 2008:54). Tindak tutur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi (Pranowo, 2009:4). Tindak lokusi sebagai tuturan yang dihasilkan oleh seorang penutur. Tindak ilokusi sebagai tindak tutur yang menyatakan maksud yang terkandung dalam tuturan. Tindak tutur perlokusi sebagai efek yang ditimbulkan oleh tuturan.

(38)

18 2.2.3 Konteks Pragmatik

Penggunaan bahasa dalam komunikasi tidak hanya tentang logika dan kebenaran, tetapi tentang kolaborasi antara penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mereka untuk menciptakan pemahaman yang sama. Dengan kata lain, percakapan dalam konteks belum tentu percakapan verbal atau non verbal.

Pragmatik memungkinkan kita untuk berbicara secara efektif dan efisien.

Misalnya, kegiatan kebahasaan monolog seperti membaca puisi, menyanyikan lagu, menulis surat, dan berpidato. Kegiatan berbahasa tersebut menampilkan kegiatan dialogis, maka konteks tuturan dalam peristiwa tutur menjadi faktor penting dalam menjalin komunikasi. Konteks yang relevan mengacu pada siapa yang berbicara, apa yang sedang dibicarakan, dan dengan siapa serta di mana percakapan itu berlangsung (Yule, 2011:4). Berbicara tentang pragmatik erat kaitannya dengan konteks. Ditegaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang bahasa dalam konteks (Rohmadi, 2004:2). Oleh sebab itu, konteks memegang peranan penting dalam menentukan maksud penutur ketika berkomunikasi dengan mitra tutur.

Konteks adalah bagian dari lingkungan fisik atau sosial yang relevan dengan ujaran tertentu, informasi yang tersedia bagi penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur memahami maksud penutur (Kridalaksana 2011:13).

Dilengkapi pendapat dari Leech bahwa pragmatik mempelajari bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi dan pragmatik mempelajari makna sebagai konteks bukan sebagai abstraksi komunikasi (dalam Rohmadi, 2017:2).

(39)

19 Pemahaman yang sama hanya terjadi ketika penutur dan mitra tutur telah berbagi informasi tentang makna pernyataan tersebut. Pengetahuan ini selanjutnya disampaikan oleh Yan Huang sebagai “a set of background assumptions shared by the speaker and the addressee” berkenaan dengan pokok bahasan tersebut, pengetahuan bersama yang diberikan oleh Huang dapat menjadi kerangka awal untuk melihat dan memahami hakikat realitas kontekstual (Rahardi, 2015:2).

Memahami makna tuturan tidak dapat dipisahkan dari konteks, maupun dari pengetahuan pragmatis para partisipan komunikasi. Geoffrey N. Leech menjelaskan aspek-aspek situasi tutur yang meliputi lima unsur, yaitu penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai tindak tutur, tuturan sebagai tindak tutur (Rahardi, dkk., 2015:327). Melalui beberapa pandangan para ahli mengenai konteks. Dapat dikatakan bahwa konteks memiliki peran sangat penting dalam berkomunikasi. Tanpa adanya konteks yang jelas dalam sebuah percakapan dampaknya mitra tutur bisa terjadi kesalahpahaman maksud tuturan yang disampaikan penutur.

Konteks berperan memfasilitasi ambiguitas interpretasi (Izhar, 2015:20).

Dua aspek konteks yang harus diperhatikan agar tidak terjadi salah tafsir yang berujung pada kegagalan pragmatis adalah konteks situasional dan konteks sosial.

Kedua dimensi ini merupakan kunci khusus untuk mengkomunikasikan maksud penutur kepada mitra tutur dengan benar.

1. Konteks Situasi

Konteks situasi mengacu pada keadaan lingkungan, waktu dan tempat, hubungan antar partisipan, di mana tuturan itu berlangsung. Hal ini ditegaskan

(40)

20 oleh pernyataan Halliday dan Hasan, yang menurutnya konteks dapat dibedakan menjadi konteks situasional, konteks budaya, konteks intertekstual dan konteks intratekstual (Rahardi, dkk, 2015: 327). Namun, dalam pembahasan ini peneliti hanya mengkaji dua jenis perbedaan konteks pragmatis, yaitu konteks situasional dan konteks budaya.

2. Konteks Sosial

Konteks sosial biasanya didefinisikan dalam istilah lingkungan fisik, dunia sosial, dan dunia psikologis. Salah satu elemen kuncinya adalah perspektif dunia sosial. Dasar munculnya konteks sosial adalah solidaritas. Sudut pandang ini menggambarkan ukuran konteks sosial baik secara horizontal maupun vertikal.

Lebih lanjut bahwa konteks sosial merupakan konteks yang berasal dari interaksi anggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosiokultural tertentu (Rahardi, 2005:9). Faktor penentunya adalah kedudukan anggota masyarakat dalam pranata sosial suatu masyarakat sosial budaya tertentu.

Kedua dimensi konteks ini pada dasarnya sangat berguna bagi mitra tutur untuk memahami makna tuturan. Semakin jelas bahwa konteks sangat penting dan memiliki pengaruh besar pada tuturan, yang biasanya memiliki makna lain atau tersembunyi. Pernyataan serupa bahwa konteks memegang peranan penting apakah suatu pernyataan memiliki makna tersembunyi atau tidak (Djatmika, 2015:

68). Dengan demikian, konteks merupakan aspek penting yang mendukung pemahaman, sehingga tindak tutur antara penutur dan mitra tutur dapat dimaknai sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan dan akhirnya komunikasi mengalir dengan lancar.

(41)

21 2.2.4 Makna Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang linguistik yang membahas mengenai makna.

Makna yang relevan ialah makna dari penutur (Rahardi, 2019:28). Dalam kajian pragmatik mempelajari pula makna kontekstual atau makna situasional berdasarkan latar tempat, latar waktu, mitra tutur, tujuan, dan media komunikasi.

Hal yang perlu diperhatikan juga bahwa makna bahasa dapat dimengerti bila sudah diketahui konteksnya.

Menurut Rahardi, makna pragmatik dalam studi linguistik pragmatik disebut juga maksud dan sumber tertentu menyebutnya sebagai makna penutur (speaker’s meaning). Makna pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konteks.

Rahardi menegaskan makna pragmatik sebuah tuturan sangat terpengaruh oleh konteks kultural dan konteks sosietal. Konteks kultur meliputi, dimensi etika, estetika, dan hati nurani. Sementara, konteks societal tidak dapat terlepas dari status sosial dan jenjang sosial dalam masyarakat.

Secara sederhana dapat dipahami bahwa dalam studi pragmatik mempelajari pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan konteksnya, sehingga makna bahasa tersebut dapat dimengerti. Dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui makna yang diinginkan maka perhatikan konteks yang melingkupi peristiwa tutur tersebut.

2.2.5 Tindak Tutur

Tindak tutur menjadi bagian dari objek kajian pragmatik. Tindak tutur bertujuan menyampaikan sesuatu kepada mitra tutur. Dalam usaha penutur menyampaikan sesuatu, penutur tidak hanya menghasilkan tuturan yang

(42)

22 mengandung kata-kata, tetapi penutur juga memperlihatkan tindakan melalui tuturannya.

Tindak tutur pertama kali diperkenalkan oleh J.L. Austin. Tindak tutur merupakan teori yang mengkaji makna bahasa berdasarkan hubungan ucapan dan tindakan pembicara. Berbicara dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan karena dapat memiliki maksud dan tujuan tertentu. Tuturan merupakan sarana komunikasi yang penting, memiliki arti yang nyata, dan bentuk tuturan melibatkan dua pihak (Chaer, 2010: 61).

Penutur berharap maksud dari ujarannya dapat dimengerti oleh pendengar atau mitra tuturnya (Yule, 2014: 82). Penutur dan mitra tutur biasanya terbantu oleh situasi lingkungan tuturan. Tindak tutur atau speech act pada dasarnya merupakan wujud pernyataan yang konkret dari sebuah sistem fungsi bahasa (Rahardi, 2005: 5). Tindak tutur dalam kajian ilmu pragmatik ada tiga, yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi (Chaer, 2010:83).

Teori tindak tutur yang dikembangkan oleh Searle lebih spesifik. Searle menggunakan ide-ide Austin sebagai dasar untuk mengembangkan teori tindak tutur. Dalam suatu tuturan yang dikemukakan oleh Searle dalam bukunya yang berjudul Speech Acts: An Essay in The Philosophy of language. Secara pragmatis, penutur dapat melakukan tiga jenis tindakan, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutonary act). Berikut ini penjelasan tentang ketiga jenis tindak tutur tersebut:

(43)

23 1. Tindak Lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi merupakan tindakan penutur menyampaikan tuturan. Tindak tutur lokusi dapat disebut the act of saying something (Rahardi, 2003). Tindak lokusi ialah bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung dalam kata, frasa, dan kalimat itu (Searle dalam Rahardi, 2005: 35).

Dalam tindak tutur lokusi penutur menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tuturan dapat dipahami tanpa menyertakan konteks yang ada dalam setiap tuturan tersebut. Sehingga tindak tutur lokusi relatif lebih mudah untuk diidentifikasi. Tindak tutur lokusi memiliki tiga jenis, yaitu: lokusi pernyataan, pertanyaan, dan perintah. Tindak tutur lokusi pernyataan berarti tuturan yang digunakan untuk memberikan informasi kepada mitra tutur. Tindak tutur lokusi pertanyaan berarti tuturan tersebut berfungsi untuk menanyakan sesuatu kepada mitra tutur. Tindak tutur lokusi perintah berarti tuturan yang disampaikan berisi perintah.

Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa tuturan lokusi memiliki tujuan yang jelas. Tindak tutur lokusi berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu, yaitu mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu sendiri kepada mitra tutur.

2. Tindak Tutur Ilokusi (ilocutionary act)

Tindak tutur ilokusi berisi tuturan untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu.

Tindak tutur ilokusi dapat disebut sebagai the act of doing something (Rahardi,

(44)

24 2003). Melalui tindak tutur ilokusi ini penutur dapat mengatakan sesuatu dengan melakukan tindakan.

Tindak tutur ilokusi merupakan bentuk tutur yang fungsinya untuk mengungkapkan dan menyampaikan informasi dalam tindakan (Leech dalam Sinaga dkk, 2013: 16). Dalam tuturan, tindak tutur ilokusi diklasifikasikan menjadi lima bentuk tutur, yaitu: a) tindak tutur asertif, b) tindak tutur direktif, c) tindak tutur komisif, d) tindak tutur ekspresif, dan e) tindak tutur deklaratif (Searle dan Rahardi, 2009: 17).

Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa tindak ilokusi merupakan tuturan untuk mengungkapkan sesuatu ketika melakukan suatu tindakan yang sebenarnya.

Tindak tutur ilokusi ini berfungsi menyampaikan sesuatu dengan maksud mitra tutur melakukan tindakan pada waktu penutur menuturkan sesuatu kepada mitra tutur.

3. Tindak Tutur Perlokusi (perlocutonary act)

Jenis tindak tutur yang terakhir, yaitu tindak tutur perlokusi. Tindak tutur perlokusi merupakan tindakan yang digunakan untuk mempengaruhi mitra tutur, seperti mengancam, membujuk, dan lain-lain (Nadar, 2013:15). Tuturan perlokusi yang didengar mitra tutur mampu memberikan pengaruh tergantung situasi dan keadaan.

Tindak lokusi dapat juga disebut The Act of Affecting Something (Rahardi dan Sumarsono dalam Putrayasa, 2015:88). Tuturan perlokusi dapat memengaruhi mitra tutur karena mengandung daya pengaruh bagi mitra tuturnya. Pengaruh tersebut dapat secara sengaja atau tidak sengaja yang dikreasikan oleh penuturnya.

(45)

25 2.2.6 Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi pada hakikatnya merupakan studi memahami tuturan.

Berdasarkan fungsi umum tindak tutur ilokusi memiliki lima bentuk, yaitu: a) deklarasi, memberikan tuturan secara benar b) representatif, menyatakan sesuatu untuk menentukan benar atau tidaknya tuturan; c) direktif, menghasilkan tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur; d) ekspresif, menyatakan apa yang dirasakan penutur; e) komisif, menyatakan suatu keterkaitan penutur dengan tindakan (Yule, 2014: 92-94).

Tindak tutur ilokusi dapat diklasifikasikan dalam lima kriteria, yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif (Searle dalam Tarigan, 2015:42):

1. Asertif

Tindak tutur asertif merupakan tindak tutur yang digunakan untuk menegaskan atau mengungkapkan fakta atau informasi (Wijana, 2015: 94).

Tujuan tindak tutur ini adalah untuk menginformasikan tentang sesuatu kepada mitra tutur. Penggunaan bahasa dalam konteks ini mengacu pada kognisi atau pengetahuan. Hal-hal yang dilaporkan meliputi fakta, sesuatu yang terjadi.

Tuturan asertif dapat diverifikasi kebenarannya pada waktu atau sesudah tuturan disampaikan. Contoh tuturan asertif, yaitu “Saya menyatakan bahwa kamar adik itu lebih bersih dari pada kamar kakak”. Tuturan tersebut merupakan sebuah pernyataan yang dikatakan oleh penutur kepada mitra tutur bahwa kamar adik tersebut lebih bersih dari pada kamar kakak. Tindak tutur asertif melibatkan mitra tutur tentang kebenaran tuturan yang diungkapkan, misalnya: menegaskan, menginformasikan, menyiratkan, membual, mengeluh, menuntut dan melaporkan.

(46)

26 2. Direktif

Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang diungkapkan oleh penutur sehingga mitra tutur melakukan sesuatu (Wijana, 2015:97). Pelaku dalam tindak tutur ini adalah orang kedua, meskipun tidak selalu hadir secara jelas dalam tuturan.

Contoh tuturan direktif, yaitu "Buka jendela depan!" Dalam contoh ini, penutur menyuruh mitra tutur untuk membuka jendela depan. Dengan penjelasan di atas, tuturan direktif menciptakan beberapa efek melalui tindak tutur yang disampaikan penutur. Tindakan yang dihasilkan seperti memesan, memerintahkan, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, dan menasehatkan.

3. Komisif

Tindak tutur komisif merupakan jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikat dirinya terhadap tindakan di masa yang akan datang (Yule dalam Triwahyuni, 2019:34). Ada pula yang menyatakan bahwa tindak tutur komisif ialah tindak tutur yang mengikat penutur untuk melakukan tindakan yang dijanjikan (Wijana, 2015:98).

Contoh tuturan komisif, yaitu “Saya berjanji untuk setia dalam hidup panggilan menjadi biarawati”. Pada tuturan tersebut, penutur berjanji untuk setia menjadi biarawati. Tuturan tersebut mewajibkan mitra tutur untuk melakukan sesuatu yang telah dijanjikannya. Tindak tutur wajib melibatkan beberapa tindakan, seperti mengizinkan, menawarkan, dan membuat janji.

(47)

27 4. Ekspresif

Tindak tutur ekspresif merupaka tindak tutur yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang berhubungan dengan apa yang dilakukan penutur.

Pengakuan dan permintaan maaf merupakan contoh tindak tutur ekspresif (Wijana, 2015: 96).

Contoh tuturan ekspresif, yaitu "Maaf, telah mengganggu waktumu untuk mendengarkan cerita saya". Dalam tuturan ini, penutur telah mengganggu waktu mitra tutur sehingga penutur menyampaikan permintaan maaf. Tuturan ekspresif berfungsi untuk mengekspresikan, mengungkapkan atau memberitahukan sikap psikologis penutur menuju suatu pernyataan keadaan. Misalnya: mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya.

5. Deklaratif

Tindak tutur deklaratif merupakan jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturannya (Yule, 2006:70). Kemudian tindak tutur deklaratif dilakukan penutur dengan tujuan menciptakan hal-hal baru (status, keadaan, dan sebagainya) (Searle dalam Chaer, 2010: 30).

Contoh tindak tutur deklaratif, yaitu “Suster duduk di samping Michaella deh, Gabriella ngobrol terus”. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur deklaratif dalam bentuk memutuskan sesuatu. Dalam tuturan penutur, yaitu suster memutuskan untuk duduk di samping seorang siswi yang bernama Michaella, karena siswi tersebut selalu mengobrol dengan teman yang duduk di sampingnya.

Tindak tutur deklaratif berfungsi untuk memastikan kesesuaian isi dengan realitas

(48)

28 yang sebenarnya. Misalnya, memberi nama, memecat, menjatuhkan hukuman, mengangkat, mengizinkan, membatalkan, dan mengucilkan.

2.2.7 Film

Film Kartini ialah film Indonesia yang disutradarai oleh Hanung Brahmantyo yang menceritakan kisah hidup Kartini. Kartini adalah salah satu tokoh perjuangan emansipasi wanita Indonesia. Film bertema Kartini ini merupakan film ketiga layar lebar, setelah film biografi Kartini tahun 1984 dan novel romansa Kartin Surat Cinta untuk Kartini tahun 2016.

Beberapa buku menjadi pedoman penciptaan film Kartini II, yaitu Panggil Saja Aku Kartini, karya Pramoedya Anata Toer, dan kumpulan surat-surat Kartini yang dibukukan dalam sebuah buku Habis Gelap Terbitlah Terang yang merupakan karya tersebut. Hanung Bramantyo sebagai sutradara film Kartini tidak bisa diragukan lagi. Hanung merupakan sutradara yang dua kali meraih Piala Citra sebagai Sutradara Terbaik, dan Hanung Brahmantyo beberapa kali sukses merilis film-film bertema pahlawan Indonesia, antara lain film Soekarno, film Habibie, film Kyai Haji Ahmad Dahlan, dan film pendek Jusuf Kalla.

Dalam film, Kartini memiliki karakter yang tomboi dan penuh semangat yang dipergakan oleh Dian Sastro. Dian Sastro menunjukkan bakatnya dalam berbahasa Belanda dimana Kartini fasih berbahasa Belanda dan menulis. Film ini juga dimeriahkan dengan alunan musik yang sangat indah, yang dibawakan oleh peraih Piala Citra empat kali sebagai Penata Terbaik, Melly Goeslow, istri dari Anto Hoed.

(49)

29 Alur yang ditampilkan dalam film ini adalah maju mundur. Kartini dikisahkan dari rentang waktu 1883-1903 di Jepara, dari mulai masih kanak- kanak sampai dewasa. Saat masih kecil, Kartini memberontak di film tersebut karena ingin tidur dengan ibunya, Ngasirah (Christine Hakim) yang kebetulan adalah pembantu rumah tangga. Hal ini bertentangan dengan tradisi Jawa saat itu karena Kartini memiliki ayah seorang penguasa bangsawan.

Saat Kartini beranjak masa remaja ia dipingit di dalam kamar karena usianya yang belum siap untuk dinikahi. Jerat adat yang membelunggu perempuan memang menjadi benang merah utama dari film ini. Setelah harus dipisahkan dengan sang ibu ketika menjadi Raden Ajeng, Kartini harus merasakan pengalaman tidak mengenakkan ketika ia memasuki masa pingitan. Masa pingitan merupakan masa ketika perempuan harus belajar menjadi seorang perempuan seutuhnya sambil menunggu bangsawan untuk meminang.

Kartini remaja yang jenuh dengan kehidupannya di rumah apalagi setelah kakak tirinya, Soelastri (Adinia Wirasti) menikah. Kartini seperti seekor burung cantik yang harus berdiam diri di dalam sangkar emas pendopo. Secercah harapan muncul ketika sang kakak, Sosrokartono yang menawarkan kunci untuk keluar dari pingitan. Dari sini wawasan Kartini pun dimulai, Kartini mulai membaca buku-buku pemberian kakaknya berhasil membuat pikirannya tidak terpenjara dengan berbagai macam khayalan yang divisualisasikannya secara nyata.

Aneka macam persepsi tentang Raden Ajeng Kartini yang merupakan putri bangsawan dengan keanggunannya akan runtuh ketika menonton film ini.

Hanung Brahmantyo mencoba menggambarkan Kartini sebagai perempuan yang

(50)

30 tomboi pada zamannya. Melalui lingkup terkecil ketika Kartini berada di kamarnya bersama dua adiknya, kegemarannya memanjat tembok, hingga berlarian di pantai mengangkat sarung batiknya. Kartini bukanlah sosok wanita yang lemah.

Film Kartini karya Hanung Brahmantyo yang tayang pada 19 April 2017 dalam rangka menyambut Hari Kartini menyajikan kisah heroik yang dibungkus rapi dengan sinematografi, musik, dan tata artistik yang indah. Dengan menonton film Kartini ini akan membuat penonton melek sejarah dengan cara yang lebih ringan.

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian ini berjudul Tindak Tutur Ilokusi dalam Film Kartini Karya Hanung Brahmantyo: Kajian Pragmatik. Kerangka berpikir merupakan rancangan yang telah dibuat oleh peneliti dalam merancang proses penelitian. Tujuanya supaya peneliti mudah untuk menguraikan alur penelitiannya. Peneliti akan menjelaskan konsep topik pada penelitiannya.

Penelitian ini menggunakan teori pragmatik dengan kajian tindak tutur ilokusi. Pembahasan peneliti tentang jenis-jenis tindak tutur ilokusi dan makna pragmatik yang terdapat dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti akan mendeskripsikan data-data tuturan yang sudah dikumpulkan dari film Kartini karya Hanung Brahmantyo. Data-data yang dikumpulkan adalah tuturan tokoh dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo. Secara skematis, kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

(51)

31 Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

(52)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab III metodologi penelitian berisi teknik yang disusun untuk mengumpulkan data dalam melakukan penelitian sesuai dengan objek yang diteliti. Bagian metodologi penelitian ini akan membahas beberapa hal: 1) jenis penelitian, 2) objek penelitian, 3) sumber data dan data penelitian, 4) teknik pengumpulan data, 5) instrumen penelitian, 6) metode dan teknik analisis data, 7) triangulasi data. Di bawah ini pembahasan metodologi penelitian secara lengkap : 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data-data tuturan dalam film Kartini Karya Hanung Brahmantyo. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada yaitu, keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 2009: 234).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi berfungsi untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu.

Melalui penelitian ini peneliti secara khusus menjelaskan jenis-jenis tindak tutur ilokusi dan makna pragmatiknya.

Selanjutnya, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara

(53)

33 deskripsi, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006: 6).

Dengan demikian, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data dari penelitian ini dalam bentuk verbal. Berdasarkan jenis penelitian deskriptif kualitatif peneliti melakukan analisis tindak tutur ilokusi dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo. Peneliti akan mendeskripsikan tentang jenis-jenis tindak tutur ilokusi dan makna pragmatik dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan suatu hal yang menjadi bagian dari inti problematika pada suatu penelitian. Suharsimi juga menyebutkan bahwa objek di dalam riset dapat disebut juga dengan istilah variabel penelitian (Suharsimi Arikunto, 2010: 29).

Bagi peneliti objek penelitian menjadi sasaran yang akan dicapai untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan tokoh dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo. Peneliti membatasi penelitian ini pada tindak tutur ilokusi yang dituturkan oleh para tokoh dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo.

3.3 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data sebagai subjek dari mana data diperoleh. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, tindakan, dokumen dan lain-lain

(54)

34 (Moleong, 2001:47). Sumber data dalam penelitian ini adalah penutur dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo.

Data merupakan hasil pencatatan oleh peneliti berupa fakta atau angka (Arikunto, 2006: 118). Data pada penelitian ini adalah tuturan yang disampaikan secara lisan oleh tokoh dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo dan diindikasikan mengandung tindak tutur ilokusi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan rumusan masalah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik simak dan teknik catat.

Teknik simak digunakan untuk memperoleh data yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa, dalam hal ini menyimak berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan (Mahsun, 2007: 92). Kegiatan menyimak dilakukan dengan cara menonton dan memperhatikan dialog dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo secara berulang-ulang untuk membuat transkrip film.

Penelitian ini menggunakan teknik lanjutan, yakni teknik catat. Teknik catat adalah mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitian dari penggunaan bahasa secara tertulis (Mahsun, 2005:93). Peneliti mencatat tuturan yang dituturkan oleh para tokoh dalam film Kartini karya Hanung Brahmantyo, selajutnya peneliti mendata ulang tuturan yang sesuai dengan tindak tutur ilokusi.

Setelah selesai mencatat, peneliti melakukan klasifikasi atau pengelompokkan jenis-jenis tindak tutur ikokusi dan makna pragmatik ke dalam tabel klasifikasi.

Referensi

Dokumen terkait

Karena kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan, maka untuk setiap akan melakuka review kurikulum ataupun

Dari pemaparan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fungsi masjid dalam pendidikan Islam bagi masyarakat dengan judul Fungsi Masjid

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu sistem pakar yang efektif dan dapat digunakan untuk melakukan diagnosa demam pada balita sehingga penyakit

Rismayani, Pemanfaatan Teknologi Google Maps Api Untuk Aplikasi Laporan Kriminal Berbasis Android pada Polrestabes Makassa r, Jurnal Penelitian Pos dan

Bagian terpenting dari halaman utama web ini adalah halaman web perhitungan angka kredit yang merupakan bagian yang harus diisi oleh instruktur setelah memperoleh

para pihak dapat memperjanjikan bahwa yang dikembalikan tersebut tidak hanya berupa utang saja, melainkan juga disertai dengan pembayaran bunga berdasarkan Pasal 1765

tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undnag- undnag nomor 5 tahun 1960