PENGANGGARAN BERJANGKA MENENGAH
F. PENERAPAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
Perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja yang disertai dengan alokasi pendanaannya.
Adapun prinsip-prinsip dalam penerapan perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja adalah sebagai berikut:
1. Alokasi Anggaran Berorientasi pada Kinerja (output and outcome
22
Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Dalam hal ini, program dan kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluran yang telah ditetapkan dalam renana.
2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages)
Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat perencanaan merupakan prakiraan atau asumsi yang dapat dibayangkan dalam pelaksanaan kegiatan.
3. Money Follow Function, Function Followed by Structure
Money follow function merupakan prinsip yang mengambarkan
bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi dari masing-masing unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku).
Selanjutnya prinsip tersebut dikaitkan dengan prinsip Function
Followed by Structure, yaitu suatu prinsip yang melekatkan
tugas-fungsi unit kerja pada struktur organisasi yang ada. Tugas dan fungsi sustu orgnisasi dibagi habis dalam unit-unit kerja yang ada dalam struktur organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi duplikasi tugas-fungsi.
23
Penerapan prinsip yang terakhir ini (prinsip ketiga) berkaitan erat dengan kinerja yang menjadi tolok ukur efektivitas pengalokasian anggaran.
Penetapan kinerja dimaksudkan untuk mengetahui sasaran dari pelaksanaan program dan kegiatan serta kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah pada setiap tingkatannya. Penetapan kinerja harus mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut:
a) Memiliki dasar penetapan yang selanjutnya akan digunakan sebagai alat justifikasi penganggaran terkait dengan pelaksanaan prioritasi.
b) Kelanjutan setiap program.
c) Tingkat inflasi dan tingkat efisiensi.
d) Ketersediaan sumber daya dalam kegiatan, misal: dana, Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi dsb.
e) Ketersediaan informasi yang dapat diandalkan dan konsisten atas pengkuruan pencapaian kinerja
f) Kendala yang mungkin dihadapi pada masa mendatang.
Kerangka penyusunan kinerja dimulai dari “apa yang ingin
diubah” (impact) yang memerlukan indikator “apa yang akan dicapai” (outcome) guna mewujudkan perubahan yang diinginkan.
Selanjutnya, untuk mencapai outcome diperlukan informasi tentang “apa yang dihasilkan” (output). Untuk menghasilkan output tersebut diperlukan “apa yang akan digunakan”.
24
Bagan Informasi Kinerja
Hasil pembangunan yang diperoleh dari
pencapaian outcome Apa yang ingin diubah
DAMPAK (IMPACT)
Manfaat yang diperoleh dalam jangka menengah untuk beneficieries tertentu
sebagai hasil dari output
Apa yang ingin dicapai
HASIL (OUTCOME)
Produk/barang/jasa akhir yang dihasilkan Apa yang dihasilkan (barang) atau dilayani (jasa)
KELUARAN (OUTPUT)
Proses/kegiatan menggunakan input
menghasilkan output yang diinginkan Apa yang dikerjakan
KEGIATAN
Sumberdaya yang memberikan kontribusi dalam menghasilkan output
Apa yang digunakan dalam bekerja
INPUT
Berdasarkan tingkat pelaksananya, struktur kinerja dibagi menjadi kinerja pada tingkat Kabinet dan kinerja pada tingkat Kementerian/Lembaga. Pada tingkat Kabinet/Pemerintah (tingkat perencanaan kebijakan), kinerja terdiri dari: (i) Impact (sasaran pokok); (ii) Outcome (kinerja fokus prioritas), dan (iii)
Output (kinerja kegiatan prioritas), dimana pencapaian Sasaran
Pokok Prioritas (impact) dipengaruhi oleh pencapaian kinerja fokus prioritas (outcome) yang juga dipengaruhi oleh pencapaian dari kinerja kegiatan-kegiatan prioritasnya (output). Pada tingkat Kabinet/Pemerintah, kinerja fokus prioritas (Outcome) merupakan kinerja hasil yang harus dicapai oleh satu atau beberapa K/L yang terkait dengan pencapaian kinerja prioritas. Pada tingkat Kementerian/Lembaga, kinerja terdiri dari: (i)
Impact (misi/sasaran K/L); (ii) Outcome (kinerja program); dan
(iii) Output (kinerja kegiatan). Pencapaian misi/sasaran K/L (impact) dipengaruhi oleh pencapaian kinerja program-program (outcome) yang ada di dalam K/L, dan pencapaian kinerja program (outcome) dipengaruhi oleh pencapaian dari kinerja kegiatan-kegiatannya (output).
25
Dalam penerapannya, perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja memerlukan tiga komponen untuk masing-masing program dan jenis kegiatan, yaitu:
1. Indikator Kinerja
Indikator Kinerja merupakan alat ukur keberhasilan suatu program atau kegiatan. Selanjutnya indikator kinerja dijabarkan berdasarkan tingkat pelaksananya, yaitu:
a) Indikator Kinerja pada Tingkat Kabinet/Pemerintah (Perencanaan Kebijakan), terdiri dari:
Indikator impact / Indikator kinerja prioritas, Indikator impact pada tingkat Perencanaan Kebijakan merupakan indikator dampak (impact) yang terkait dengan pencapaian kinerja prioritas.
Indikator outcome/Indikator kinerja fokus prioritas, Indikator outcome pada tingkat Perencanaan Kebijakan merupakan indikator hasil yang terkait dengan pencapaian kinerja fokus prioritas.
Indikator output/Indikator kinerja kegiatan prioritas, Indikator output pada tingkat Perencanaan Kebijakan merupakan indikator keluaran yang terkait dengan pencapaian kinerja kegiatan prioritas dalam rangka mencapai kinerja hasil (outcome) dari fokus prioritas.
b) Indikator Kinerja pada Tingkat Kabinet/Pemerintah (Perencanaan Kebijakan), terdiri dari:
Indikator impact/Indikator kinerja K/L (misi/sasaran K/L), Indikator impact pada tingkat K/L merupakan indikator dampak (impact) yang terkait dengan pencapaian visi, misi dan sasaran strategis K/L. Indikator kinerja ini merupakan alat ukur kinerja K/L dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan. Indikator outcome/Indikator kinerja program, Indikator
outcome pada tingkat K/L merupakan indikator hasil
26
Indikator output/Indikator kinerja kegiatan, Indikator
output pada tingkat K/L merupakan indikator keluaran
yang terkait dengan pencapaian kinerja kegiatan dalam rangka mencapai kinerja hasil (outcome) dari program. 2. Standar Biaya
Standar biaya yang digunakan merupakan standar biaya masukan pada awal tahap perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, dan nantinya menjadi standar biaya keluaran. Pengertian tersebut diterjemahkan berupa berupa Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya Khusus (SBK). SBU digunakan lintas kementerian negara/lembaga dan/atau lintas wilayah, sedangkan SBK digunakan oleh Kementerian Negara/Lembaga tertentu dan/atau di wilayah tertentu.
K/L diharuskan untuk merumuskan keluaran kegiatan beserta alokasi anggarannya. Alokasi anggaran tersebut dalam proses penyusunan anggaran mendasarkan pada prakiraan cara pelaksanaanya (asumsi). Pada saat pelaksanaan kegiatan, cara pelaksanaannya dapat saja berbeda sesuai dengan kondisi yang ada, sepanjang keluaran kegiatan sebagai acuannya. Sudut pandang pemikiran tersebut sejalan dengan prinsip let the manager
manage.
Butir-butir pemikiran mengenai pengembangan standar biaya dalam rangka mendukung penerapan PBK dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Standar biaya merupakan alat untuk penyusunan anggaran; b) Standar biaya tidak bersifat penetapan pada suatu jumlah
tertentu tanpa ada kemungkinan perubahan (naik/turun). Perubahan jumlah/angka standar biaya dimungkinkan karena adanya perubahan parameter yang dijadikan acuan. Parameter tersebut dapat berupa angka inflasi, keadaan kondisi darurat (force majeur), atau hal lain yang ditetapkan sebagai parameter;
27
c) Standar biaya dikaitkan dengan pelayanan yang diberikan oleh K/L (Standar Pelayanan Minimal).
3. Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian dan pengungkapan masalah implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja, baik dari sisi efisiensi dan efektivitas dari suatu program/kegiatan. Cara pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil terhadap target (dari sisi efektivitas) dan realisasi terhadap rencana pemanfaatan sumber daya (dilihat dari sisi efisiensi). Hasil evaluasi kinerja merupakan umpan balik (feed back) bagi suatu organisasi untuk memperbaiki kinerjanya.