• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOTAL KEWAJIBAN DAN MODAL

2. Penerapan Tax Planning untuk Meminimalkan Pajak Pertambahan Nilai yang Terutang

Dari data-data yang diperoleh dapat diketahui bahwa PT. Wijaya Karya Beton ini memiliki omzet penjualan lebih dari 600 juta rupiah, oleh karena itu PT. Wijaya Karya Beton ini digolongkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Selain melakukan pembelian terhadap barang dagangan yang berhubungan dengan usaha, maka PT. Wijaya Karya Beton juga melakukan pembelian barang yang tidak berhubungan langsung dengan usaha. Menurut peraturan perpajakan, semua pajak masukan atas pembelian barang yang berhubungan langsung dengan usaha dapat dikreditkan, tetapi PT. Wijaya Karya Beton tidak mengkreditkan semua pajak masukannya atas pembelian barang-barang yang ada hubungannya dengan usaha tersebut.

Sebenarnya perusahaan dapat memanfaatkan peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan untuk meminimalkan jumlah Pajak Pertambahan Nilainya atau paling tidak dapat menunda pembayaran Pajak Pertambahan Nilainya. Dari data perusahaan yaitu yang berupa laporan keuangan,

maka penulis kemudian melakukan Tax Planning untuk menghitung Pajak

Pertambahan Nilai yang Terutang pada PT. Wijaya Karya Beton dan sekaligus meminimalkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang masih harus dibayar oleh PT. Wijaya Karya Beton.

Dari data yang didapat di perusahaan, ada hal penting yang harus diperhatikan dalam mekanisme penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai untuk melakukan perencanaan pajak. Salah satu hal yang penting

diperhatikan adalah peraturan perpajakan mengenai tarif dan waktu pembayaran serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, bersama ini akan dikemukakan beberapa hal yang boleh dilakukan menurut Undang-Undang Perpajakan No 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, tetapi perusahaan tidak memanfaatkannya dalam melakukan mekanisme perpajakannya terutama yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai.

a. Mekanisme Pembuatan Faktur Pajak

Dari data-data perusahaan yang diperoleh, dapatlah diketahui bahwa dalam pembuatan faktur pajaknya, perusahaan menyesuaikan dengan tanggal penjualan atau penyerahan barang apabila penjualannya ditujukan kepada Pengusaha Kena Pajak ataupun pengusaha non PKP yang penjualannya berupa penjualan tunai ataupun penjualan kredit yang tidak disertai dengan uang muka pembelian. Tetapi apabila penjualannya ditujukan kepada pemungut PPN ataupun kepada antar cabang, maka perusahaan membuat faktur pajak pada akhir bulan saat terjadinya penjualan. Pada saat faktur pajak dibuat maka perusahaan wajib melaporkan dalam SPT Masa PPN.

Perusahaan seharusnya dapat mempertimbangkan cara-cara seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk dapat meminimalkan jumlah Pajak Pertambahan Nilainya atau paling tidak akan berguna untuk menunda pembayaran PPN Terutang, misalnya dengan cara menunda pembuatan faktur pajak karena menurut peraturan perpajakan, faktur pajak paling lambat dapat dibuat sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP dan/atau penyerahan keseluruhan JKP yang pembayarannya belum diterima setelah bulan

penyerahan BKP/JKP tersebut kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya atau pembayaran mendahului penyerahan BKP/JKP, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada waktu penerimaan pembayaran. Hal ini akan sangat berguna untuk menunda pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang di PT. Wijaya Karya Beton. Selain itu, hal ini akan akan sangat penting bagi perusahaan apabila perusahaan sedang membutuhkan dana untuk membiayai keperluan lain dan untuk menunda pengeluaran perusahaan.

Dengan adanya penundaan pembayaran pajak akibat penundaan pelaporan pajak keluaran, maka PT. Wijaya Karya Beton juga dapat menggunakannya untuk investasi. Dari data-data yang ada dapat diketahui bahwa jumlah penjualan secara kredit tanpa uang muka adalah sebesar 30 % dari jumlah total keseluruhan Penyerahan, maka dengan demikian PT. Wijaya Karya Beton dapat menunda pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas 30 % penyerahan tersebut untuk investasi.

Jumlah Pajak Keluaran yang dapat ditunda adalah sebesar 30 % dari jumlah total keseluruhan Penyerahan Yang Terutang PPN.

Jumlah Pajak Keluaran yang dapat ditunda dapat dihitung : = 30 % x Penyerahan Yang Terutang PPN

= 30 % x Rp 1.047.766.380 = Rp 314.329.914

Jadi, Pajak Keluaran yang dapat ditunda adalah = Rp 31.432.991 ( dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.9)

Apabila diasumsikan bahwa bunga deposito pada Bank Niaga adalah sebesar 12%/tahun, maka PT. Wijaya Karya Beton dapat memperoleh bunga deposito sejumlah Rp 314.330 apabila PT. Wijaya Karya Beton menunda pembuatan faktur pajak atas penjualan sebesar 30 % di atas.

Asumsi :

Suku Bunga Deposito : 12%/tahun

Jumlah Pajak Keluaran yang dapat ditunda = Rp 31.432.991

Perhitungan : Bunga Deposito per bulan = 12 % x Rp 31.432.991

12

= Rp 314.330

b. Penjualan yang Disertai dengan Uang Muka Pembelian

Uang muka pembelian berfungsi sebagai jaminan bagi perusahaan, apabila terjadi pembatalan maka PT. Wijaya Karya Beton akan mengembalikan uang muka tersebut sebaesar 50 %. Apabila terdapat penjualan yang disertai dengan uang muka, PT. Wijaya Karya Beton mempunyai kebijakan bahwa uang muka penjualan tersebut diakui sebagai titipan sehingga PT. Wijaya Karya Beton belum membuat faktur pajak, hal ini dilakukan PT. Wijaya Karya Beton untuk mengantisipasi adanya pembatalan faktur pajak apabila terjadi pembatalan penjualan.

Kebijakan yang dimiliki oleh PT. Wijaya Karya Beton ini kurang sesuai dengan Undang-Undang PPN No 18 Tahun 2000 Pasal 3 Ayat (3) yang berbunyi : “Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan jasa Kena Pajak, Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.”

c. Kompensasi

Dari data yang diperoleh di perusahaan, dapat diketahui bahwa apabila dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilainya terjadi kelebihan bayar, maka PT. Wijaya Karya Beton mengkompensasikan kelebihan pajaknya pada bulan berikutnya. PT. Wijaya Karya Beton lebih memilih kompensasi dibandingkan dengan restitusi (permintaan pengembalian) karena perusahaan memiliki cashflow yang cukup besar, sedangkan apabila perusahaan memiliki cashflow yang kurang memadai maka sebaiknya perusahaan memilih untuk restitusi sehingga dapat digunakan untuk menambah cashflow dalam perusahaan.

d. Pajak Masukan yang dapat Dikreditkan

Dari data pembelian yang dilakukan oleh PT. Wijaya Karya Beton, maka PT. Wijaya Karya Beton mengkreditkan pembelian antara lain :

1) Pembelian antar cabang

Berdasarkan data pembelian antar cabang bulan Desember 2005, PT. Wijaya Karya Beton dapat mengkreditkan semua pajak masukannya atas

pembelian antar cabang tersebut karena menurut Undang-Undang PPN No 18 Tahun 2000 Pasal 1 A huruf (f ) dan Pasal 9 Ayat (2), perusahaan cabang merupakan Pengusaha Kena Pajak sehingga PT. Wijaya Karya Beton dapat mengkreditkan semua pajak masukannya sebesar Rp 10.607.185.

2) Pembelian dari Pengusaha Kena Pajak

PT. Wijaya Karya Beton juga mengkreditkan semua pajak masukannya atas pembelian dari Pengusaha Kena Pajak yaitu sejumlah Rp 494.474 pada bulan Desember.

3) Pembelian aktiva yang berhubungan dengan usaha

Dari data-data yang di dapat penulis dari perusahaan, ternyata PT. Wijaya Karya Beton tidak mengkreditkan pajak masukannya atas pembelian aktiva tetap yang berhubungan dengan kegiatan usaha, yaitu pembelian generator listrik.

Pembelian generator listrik ( Harga Perolehan) : Rp 78.625.000

Pajak Masukan dari Pembelian generator listrik yang belum dikreditkan perusahaan :

PM (Pajak Masukan) = Rp 7.862.500 ( lihat tabel 4.4 dan 4.7)

Dalam peraturan perpajakan, PT. Wijaya Karya Beton seharusnya dapat mengkreditkan semua pajak masukannya atas pembelian aktiva yang berhubungan dengan usaha, oleh karena itu sebaiknya PT. Wijaya Karya Beton mempertimbangkan peraturan tersebut agar dapat meminimalkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh PT. Wijaya Karya Beton.

e. Pengaruh Pajak Masukan yang seharusnya dapat Dikreditkan tetapi tidak Dikreditkan Oleh Perusahaan

Dengan adanya pembelian generator listrik yang seharusnya pajak masukan atas pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan usaha tersebut dapat dikreditkan namun tidak dikreditkan oleh perusahaan adalah kurang menguntungkan bagi perusahaan karena apabila pajak masukannya tidak dikreditkan mak akan terjadi kurang bayar sebesar Rp 62.591.199 tetapi apabila

perusahaan mengkreditkan pajak masukan atas pembelian barang modal tersebut, maka pajak yang harus dibayar berkurang menjadi Rp 23.295.708.

Berikut perhitungan pajak masukan atas pembelian barang modal yang dapat dikreditkan :

Pembelian generator listrik : Rp 78.625.000

Pemakaian untuk usaha : 100 %

Pemakaian untuk hal di luar usaha : 0 %

Perusahaan dapat mengkreditkan pembelian atas barang modal tersebut sebesar 100 % dari harga perolehan, karena semuanya dipakai untuk kegiatan usaha. Oleh karena itu jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh perusahaan yaitu sebesar 10 % x Rp 78.625.000 = Rp 7.862.500, sehingga pajak yang harus dibayar oleh perusahaan berkurang menjadi Rp 23.295.708 (lihat pada tabel 4.4 dan 4.7). Hal ini akan sangat berguna bagi perusahaan karena akan meminimalkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh perusahaan.

Sebelum dilakukan perhitungan atas Tax Planning terhadap pajak masukan yang seharusnya dapat dikreditkan, maka dapat diketahui bahwa hutang PPN adalah sebesar Rp 62.591.199, dalam neraca diketahui bahwa total aktiva sebesar Rp 5.947.294.325 dan akumulasi penyusutan aktiva sebesar Rp 185.759.329. Dalam laporan laba rugi dapat diketahui besarnya biaya penyusutan aktiva yaitu sebesar Rp 54.183.438 dan laba bersih sebesar Rp 3.604.911.131.

Setelah dilakukan perhitungan atas Tax Planning, maka dapat diketahui bahwa hutang PPN menjadi Rp 23.295.708, dalam neraca diketahui bahwa total

aktiva sebesar Rp 5.940.728.968 dan akumulasi penyusutan aktiva sebesar Rp 184.776.516. Dalam laporan laba rugi dapat diketahui besarnya biaya

penyusutan aktiva yaitu sebesar Rp 53.200.625 dan laba bersih sebesar Rp 3.606.208.274.

3. Pajak Pertambahan Nilai yang Dibayar dengan Penerapan Tax