• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1. Pneumatik

2.1.4. Penerapan Pneumatik

Dalam perkembangan di dunia perindustrian pneumatik hadir dan memegang beberapa peranan penting dalam maraknya perkembangan perindustrian, dapat dikatakan pneumatik merupakan sebagian otot yang menggerakkan industri.

Usaha tersebut dilakukan oleh fluida bertekanan yang diberikan kedalam sebuah silinder operasi atau motor fluida. Pneumatik hadir dengan menampilkan karakteristik menyerupai sepon, karena medium udara yang digunakan bersifat

kompresibel (mampu mampat). Sehingga menjadikan pneumatik merupakan sistem yang termurah ditinjau dari segi biaya pengoperasian dan biaya pembuatan.

Dengan dihadirkannya kompresor pneumatik dapat diterapkan disegala bidang untuk menghasilkan gaya baik sebagai penggerak maupun pengendali namun akibat adanya perubahan-perubahan yang berarti dari volume udara pada variasi tekanan, juga timbul secara bersamaan fluktuasi-fluktuasi yang besar dalam hal kecepatan. Jadi penggerakan pneumatik hanya dapat digunakan jika persyaratan keteraturan gerak tidak begitu ketat seperti pada :

1. Palu-palu, pahat dan tekanan (pres) udara mampat.

2. Jepitan ragum (vice clamps), tang ragum atau perkakas rentang lainnya. 3. Bor tangan pneumatik atau mesin asah tangan pneumatik.

4. Pemasukan bahan batang secara pneumatik atau setengah otomat atau otomat penuh untuk membubut.

5. Peralatan angkat dan angkut. 6. Peralatan rem.

7. Pengolahan bidang dengan pemancar (pasir) (peralatan-peralatan tiup). Viskositas udara yang tidak seberapa hanya mengakibatkan rugi gesekan yang kecil dan memungkinkan kecepatan aliran yang besar sampai 1000 m/min, suatu poros asah yang digerakkan secara pneumatik dapat berputar sampai 100.000 putaran/min. Sehingga sistem-sistem pneumatik juga digunakan dalam operasi-operasi stamping, drilling, hoisting, clamping, assembling, riveting,

materials handling dan logic controlling.

2.2. Pengereman

Pengereman adalah sesuatu yang bergerak diberikan hambatan/rintangan sehingga benda tersebut dapat berhenti atau diperlambat beraturan. Pada kebanyakan sistem pengereman transportasi darat, sistem pneumatik sangatlah jarang untuk digunakan. Transportasi darat yang menerapkan sistem pengereman pneumatik yaitu kereta api.

2.2.1. Pengereman Kereta Api

Terdapat berbagai macam jenis instrument yang digunakan pada lokomotif, kereta, dan gerbong di PERUMKA, jenis yang digunakan antara lain :

1. Westinghous (pada Lok2 D.E./U.S.A. & D.H./PERANCIS)

2. KNORR KE (pada Lok2 D.H.JERMAN & AUSTRIA, kereta/gerbong).

3. WABCO / Westinghous-prancis (pada gerbong-barang) 4. DACO/Cekho-Clovakia (pada gerbong barang)

Namun untuk saat ini PERUMKA kebanyakan menggunakan sistem westinghous dan untuk jenis yang lain sebagian sudah tidak digunakan, hal itu disebabkan produkan sudah tidak lagi mengeluarkan suku cadang sedangkan banyak kereta api masih dioperasikan sehingga dilakukan beberapa modifikasi agar pelayanan rem dapat terus dilaksanakan.

Udara-abar (udara pengereman) pada alat-rem ini diberikan oleh udara-tekan dari sebuah tangki (main-reservoir) yang dihasilkan oleh sebuah kompresor. Tekanan udara pada main-reservoir diamankan oleh sebuah safety valve (katup pengaman) pada 150 psi (10,6kg/cm2) .

Pada dasarnya terdapat beberapa macam sistem pengereman pada kereta api yaitu :

1. Sistem hand brake (rem tangan)

Prinsip kerja dari pengereman ini adalah dengan menekan lengan rem pada roda secara mekanis (oleh tenaga manusia) melalui gagang rem yang tersedia di dalam ruang masinis.

Sedangkan fungsi dari sistem pengereman ini hanya dipergunakan untuk mengerem roda lokomotif agar tidak berputar atau bergerak sewaktu dalam keadaan diam (misal: waktu pemeliharaan atau perbaikan di DIPO atau Balai Yasa).

2. Sistem udara tekan

Yang dimaksud rem udara tekan adalah sistem pengereman yang menggunakan udara bertekanan sebesar 5 kg/cm2 untuk pengeremannya. Udara tekan ini dihasilkan dari sebuah kompressor yang dipasang pada lokomotif.

Pada prinsipnya, apabila jika sistem pengereman ini bekerja maka kecepatan lokomotif akan berkurang (energi kinetik). Besarnya persentase pengereman tergantung pada besarnya tekanan blok rem pada roda. Semakin besar gaya tekan blok rem pada roda, maka semakin besar pula gaya pengereman yang dihasilkan. Pengereman ini tidak diizinkan jika roda menggelincir (diusahakan roda lokomotif tetap menggelinding). Agar semua roda tetap menggelinding, maka koefisien gesekan yang terjadi antara rem blok dan roda harus lebih kecil dibandingkan dengan angka koefisien gesekan antara roda dan rel.

Air brake atau yang biasa disebut sistem abar (sistem pengereman) memiliki dua jenis metode :

a. Sistem pengereman dengan metoda langsung(direct method), yang tidak bekerja secara otomatis.

b. Sistem pengereman dengan metoda tak-langsung(indirect method), yang bekerja secara otomatis.

1. Sistem pengereman dengan metoda langsung (direct method)

Sistem ini tidak bekerja secara otomatis, oleh karena itu hanya dipakai pada lokomotif saja dan tidak digunakan pada kereta penumpang. Prinsip kerja dapat dilihat pada Gambar 2.8 yaitu sebagai berikut :

Pada kedudukan handel “rem-lepas” silinder- rem dan pipa-rem (brake pipe) berhubungan langsung dengan udara-luar. Pada posisi “rem terikat” maka silinder abar dan pipa-abar berhubungan langsung dengan tangki-udara (reservoir) dengan tekanan 5 kg/cm2.

Gambar 2.8. Cara kerja sistem abar metoda langsung (tidak otomatis) (Soebijanto I, 1992, hal 2)

Sehingga apabila metode ini diterapkan pada kereta/gerbong maka jika terjadi rangkaian kereta/gerbong itu putus maka, alat-abar ini tidak bisa bekerja secara otomatis, karena terlepas hubungannya dengan tangki-udara yang ada di lokomotif.

2. Sistem pengereman dengan metoda tidak langsung (inderect method)

Sistem ini bekerja secara otomatis dan diterapkan pada kereta-penumpang ataupun gerbong-barang. Terdapat dua macam metoda tidak langsung yaitu sistem dua-kamar dan satu-kamar :

a. Pengereman udara tekan sistem dua-kamar

Kebalikan dengan “metoda langsung” maka pada kedudukan handel “rem-lepas” silinder-rem dan pipa-rem itu justru berhubungan dengan tangki-udara (reservoir), pada kedudukan handel “rem terkait”, maka silinder-rem dan pipa-rem itu mengalir ke udara-bebas.

Bersamaan dengan keluarnya udara-tekan yang ada di dalam pipa-rem itu, maka udara-tekan dari tangki-pembantu yang terdapat pada kereta/gerbong (auxilliary reservoir) segera masuk kedalam silinder-rem untuk mendorong torak-rem agar mengikat. Jadi gaya-abar yang menekan pada torak-remblok itu diperoleh dari udara-tekan yang tersimpan didalam tangki-pembantu yang ada di lokomotif.

Maka apabila terjadi rangkaian kereta atau gerbong itu putus dalam perjalanan, maka alat-abar pada masing-masing kereta/gerbong akan bekerja secara otomatis, karena mendapat suplai dari tangki-pembantu yang terdapat pada masing-masing kereta/gerbong. Prinsip kerja lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Metoda tidak langsung “dua-kamar” (Soebijanto I, 1992, hal 3)

b. Pengereman udara tekan sistem satu-kamar.

Seperti halnya pada sistem”dua-kamar”, maka untuk sistem “satu-kamar”

ini pada kedudukan handle “rem-lepas” pipa-rem juga berhubungan dengan

tangki-udara (reservoir) yang di lokomotif. Hanya saja, disini silinder-rem tidak berhubungan dengan tangki-udara di lokomotif seperti pada sistem “dua-kamar” akan tetapi berhubungan dengan udara luar. Pada sistem ini kedudukan “rem-lepas” itu dibantu dengan adanya sebuah pegas-pembalik untuk menahan remblok agar tidak terus menempel pada roda.

Pada kedudukan handle “rem-terikat” maka pipa-rem itu berhubungan dengan udara-luar, sehingga udara-tekan yang berada didalam pipa-rem mengalir ke udara bebas, dengan kosongnya pipa-abar maka katup yang ada didalam tigkap kontrol itu menjadi terbuka sehingga udara-tekan yang tersimpan dalam tangki-pembantu akan segera masuk kedalam silinder-rem untuk menekan rem-blok, agar mengikat roda.

Jadi gaya rem disini juga diperoleh dari udara-tekan dari tangki-pembantu, bukan dari tangki udara pada lokomotif. Prinsip kerja dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Abar udara-tekan sistem“satu-kamar” (Soebijanto I, 1992, hal 4)

Pada saat ini sistem kerja pengereman yang diterapkan oleh PERUMKA untuk kereta/gerbong adalah instalasi rem udara dengan metoda tidak langsung yang bekerja otomatis dengan menggunakan sistem “satu-kamar” seperti pada Gambar 2.10

2.2.2. Kapasitas Pengereman Kereta Api

Kapasitas pengereman yang bisa menghentikan rangkaian kereta api dalam suatu jarak tertentu itu ditentukan oleh besarnya presentase pengereman.

Pada sistem pengereman yang menggunakan remblok besarnya persentase pengereman tergantung pada besarnya tekanan rem blok pada roda, semakin besar gaya tekanan rem blok pada bandasi roda, makin besarlah kapasitas dari pengereman tersebut.

Untuk memperbesar tekanan rem blok pada roda maka diperlukan adanya suatu faktor pemindah yang diperoleh dari sistem tuas pada mekanisme pengereman terlihat pada Gambar 2.11:

Slack Adjuster

Gambar 2.11. Skema faktor pemindah pada silinder rem (Soebijanto II, 1992, hal 4)

Besarnya faktor pemindah dapat digunakan Persamaan 2.1(soebijanto II, 1992, hal 4) :

Pada posisi beban “kosong” :

d c b a

i(k) = × ...(2.1.a)

Pada posisi beban “penuh” :

d c b a i p = × 1 1 ) ( ...(2.1.b)

Oleh karena : a1 > a dan b1 < b, , maka i(p) > i(k)

Apabila gaya tarik pada torak silinder – abar = P0 , sedangkan gaya tekanan pada rem-blok = P1 , maka besarnya gaya tekanan pada remblok dapat digunakan Persamaan 2.2 (soebijanto II, 1992, hal 4) :

Pada posisi beban “kosong” : 1 P0

d c b a P × ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × = (kg) ...(2.2.a)

Pada posisi beban “penuh” : 0

1 1 1 P d c b a P ⎟⎟× ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ × = (kg) ...(2.2.b)

2.2.3. Tekanan Udara didalam Silinder Rem

Tekanan udara maksimum di dalam pipa rem utama itu berkisar antara 4,8 atm sampai 5,2 atmdan biasanya diperhitungkan dengan harga minimal P(max) = 4,80 atm. Kekuatan pegas pembalik yang mendorong torak silinder ialah sebesar 1,2 atm. Jadi, apabila pelaksanaan pengereman itu dilakukan dengan tekanan maksimum 4,80 atm, maka tekanan maksimum di dalam silinder abar yang mendoromg torak itu sebenarnya hanya sebesar :

P(max) = 4,80 – 1,20 = 3,6 atm (tekanan lebihnya)

2.2.4. Persentase Tekanan Rem

Pengereman pada kereta yang sedang berjalan diatas jalan baja akan lebih efektif, apabila pada proses pengereman tersebut roda kereta masih dalam keadaan menggelinding, artinya proses penghentian kereta tersebut berjalan secara berangsur-angsur.

Untuk mencapai hal tersebut maka teknis dalam melakukan pengereman harus mengurangi tekanan udara di dalam pipa rem sedikit demi sedikit. Sehingga disamping proses penghentian berjalan lebih efektif juga tidak terjadi kejutan yang akan mengganggu ketenangan penumpang.

Agar pada proses pengereman tersebut roda kereta masih dapat menggelinding, maka angka koefisien gesekan antara sepatu rem dan roda (μ1) haruslah lebih kecil bila dibandingkan dengan angka koefisien gesekan antara roda kereta dengan jalan baja atau rel (μ2).

Untuk kereta penumpang biasanya dilengkapi dengan dua buah sepatu rem pada setiap roda, yaitu didepan roda dan dibelakang roda.

Apabila gaya tekanan setiap sepatu rem adalah P1, sedangkan angka koefisien gesekan antara roda dan

sepatu rem adalah (μ1), maka besarnya “gaya perlawanan” rem pada setiap roda digunakan Persamaan 2.3 (Soebijanto II, 1992, hal 5):

1 1

2 P

T = ×μ × ………..……….(2.3)

Apabila beban roda (wheel load) = G, dan koefisien gesekan antara roda kereta dan rel = μ2 maka agar pada proses pengereman tetap dapat menggelinding atau terkunci seperti yang diterangkan diatas, maka harus memenuhi syarat pada Persamaan 2.4 (Soebijanto II, 1992, hal 5):

G

P ≤ ×

×

× 1 1 2

2 μ μ ………(2.4)

Dalam proses pengereman, dikenal istilah persentase tekanan rem, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya tekan perlawanan rem dengan beban roda yang di rem, dan diberi notasi “γ”, agar roda tidak tergelincir pada saat di rem, harus memenuhi syarat pada Persamaan 2.5 (Soebijanto II, 1992, hal 6):

G P × × × = 2 1 1 2 μ μ γ ………(2.5)

Dari persamaan diatas, maka persyaratannya adalah menjadi Persamaan 2.6 (Soebijanto II, 1992, hal 6) :

% 100 2 2 1 1 × × × × = G P μ μ γ ……….………..(2.6)

Apabila diasumsikan bahwa angka koefisien gesekan antara sepatu dan roda adalah sama dengan angka koefisien gesekan antara roda dan rel atau μ1 = μ2

Maka persamaan diatas menjadi Persamaan 2.7 (Soebijanto II, 1992, hal 6):

=2× 1×100%

G P

γ ………...………..(2.7)

Untuk kereta-kereta/gerbong-gerbong dalam susunan rangkaian kereta api, maka besarnya persentase tekanan rem adalah sama dengan gaya tekan total dari seluruh sepatu rem dibagi dengan berat total dari kereta tersebut sehingga digunakan Persamaan 2.8 (Soebijanto II, 1992, hal 6).

% 100 1 × = G P γ ………...(2.8) dengan :

P = gaya tekan rem total satu kereta (kg)

G = berat kereta penuh (kg) γ = persentase tekanan rem (%)

Persentase tekanan rem tersebut maksimum 100%, apabila lebih maka roda akan tergelincir.

Pada kereta yang bermuatan penuh , maka persentase tekanan rem akan berkurang, karena besarnya gaya tekan sepatu rem tetap sementara berat beban roda bertambah besar. Untuk kereta penumpang konstruksi alat pengereman itu biasanya dibuat berdasarkan atas γ(min) = 50%, yaitu pada kereta yang bermuatan penuh.

Besarnya jumlah gaya tekan rem untuk satu kereta digunakan Persamaan 2.9 (Soebijanto II, 1992, hal 7):

Besarnya gaya dorong piston pada silinder rem digunakan Persamaan 2.10 (Soebijanto II, 1992, hal 7):

F = pdv × A - fr ……….(2.10)

dengan :

pdv = tekanan maksimum katup distributor (kg/cm2)

A = luasan piston (cm2)

fr = gaya balik spring pada silinder rem (kg)

fs = gaya balik slack adjuster (kg)

it = brake lever ratio total η = efisiensi batang rem

ib = lever ratio pada bogie

P = gaya tekan rem total satu kereta (kg)

F = gaya tekan piston rem (kg)

Dokumen terkait