• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PERKARA PIDANA BIASA ANAK ANAK TAHUN

2.1 Penerapan Sanksi Pidana (Pasal 23) Undang-undang Nomor 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak

Pengadilan Anak bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak. Hakim yang mengadili perkara anak, adalah hakim yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. Hakim yang menangani perkara anak ditangani oleh hakim tunggal. Dan dalam hal-hal tertentu Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk hakim majelis. Yang dimaksud dengan hal-hal tertentu adalah apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses persidangan anak antara lain Persidangan dilakukan secara tertutup. Hakim, Penuntut Umum, dan Penasehat Hukum, tidak menggunakan toga. Sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan

hasil penelitian mengenai anak yang bersangkutan Pasal 56 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997. dan laporan yang dimaksud antara lain tentang data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak. dan selama proses persidangan, terdakwa wajib didampingi oleh orang tua, wali atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. Waktu memeriksa saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa di bawah keluar ruang sidang akan tetapi orang tua, wali, orang tua asuh, penasehat hukum, dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir di ruang persidangan. Putusan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Menurut Baharudin bahwa :

“Dalam menjatuhkan sanksi pidana dan tindakan harus berdasarkan sanksi yang ada dalam Undang-undang, khusus Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan juga dalam penjatuhan sanksi pidana dan tindakan harus berdasarkan hati nurani hakim itu sendiri”.

Penjatuhan Sanksi Pidana dapat dikatakan hakim bebas menjatuhkan pidana dan kebebasan ini tentu saja ada batasannya mengenai pidana ada maksimum khusus dan minimum umum dan jenis pidananya tertentu. Dalam pemidaan mengenai berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan tergantung dari pendirian dan penelitian hakim.

Mengenai penerapan sanksi pidana, putusan yang dapat diambil oleh hakim mengenai perkara pidana anak terdapat dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak terdapat dalam Pasal 23 ada putusan, yaitu berupa pemidanaan. Keadilan dan hukum adalah merupakan dasar dari kehidupan manusia, sehingga tugas mengadili yang dibebankan pada lembaga

pengadilan merupakan suatu tugas yang memerlukan kecermatan dan kematangan baik dalam menyusun pertimbangan hukumnya maupun dalam menetapkan putusannya.

Bagi anak nakal yang melakukan tindak pidana maka hakim dapat memilih menjatuhkan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 (Sanksi Pidana) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 atau penjatuhan Tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Sedangkan terhadap anak nakal yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut Undang-undang maupun menurut peraturan hukum lain yang masih hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, maka hakim hanya dapat menjatuhkan tindakan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang-undanga Nomor 3 tahun 1997

Bagian yang tidak terpisahkan dari hukum pidana adalah masalah pemidanaan. Bukan merupakan hukum pidana apabila suatu peraturan hanya mengatur norma tanpa diikuti dengan suatu ancaman pidana saja. Namun, pemidanaan merupakan suatu proses. sebelum proses ini berjalan, pidana yang dijatuhkan bagi mereka yang dianggap bersalah merupakan sifat derita yang harus dijalaninya walaupun demikian sanksi pidana bukanlah semata-mata bertujuan memberikan rasa derita. Dalam usaha penerapan Sanksi Pidana (Pasal 23) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dapat dilaksanakan dan dijatuhkan oleh hakim anak terhadap anak dan perlu adanya kerja-sama dari masing-masing pihak seperti, orang tua, wali, atau

orang tua asuh dari anak tersebut dan juga peran masyarakat itu sendiri yang berada pada lingkungannya.

Hidup bermasyarakat selalu berhubungan satu dengan yang lain, dalam arti hidup dalam masyarakat saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Kehidupan bersama ini menyebabkan adanya interaksi, kontak atau hubungan satu dengan yang lain. Kontak dapat berarti hubungan yang menyenangkan ataupun menimbulkan pertentangan atau konflik. Mengingat banyaknya kepentingan, tidak mustahil terjadi konflik atau bentrok antar sesama manusia, karena kepentingan yang saling bertentangan. Konflik kepentingan itu terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya seseorang merugikan orang lain. Di dalam kehidupan bersama, atau dalam bermasyarakat konflik itu tidak dapat dihindarkan.

Hal ini, anak di dalam suatu lingkungan masyarakat perlu adanya hubungan, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi anak yang melakukan tindak pidana. Hubungan anak terhadap masyarakat tidak hanya sebelum terjadi suatu akibat dari anak yang melakukan tindak pidana, akan tetapi lebih pentingnya lagi hubungan masyarakat terhadap anak yang melakukan tindak pidana atau peranan masyarakat dalam hal anak nakal. Maka dianggap perlu adanya penyelesaian yang dilihat dari dua sudut antara kepentingan masyarakat dan kepentingan anak itu sendiri. Jadi disini masyarakat dalam memenuhi kepentingannya harus dapat melihat kepentingan dari anak tersebut, sehingga keduanya dapat dianggap perlu dalam peranan keseimbangan dan keamanan dalam masyarakat.

Lingkungan di dalam masyarakat sangat beragam dan berpengaruh pada kepribadian seseorang khususnya anak. Akan tetapi, tidak semua orang tidak terpengaruh keadaan lingkungannya. Terpengaruh atau tidaknya seseorang anak pada lingkungan adalah tergantung pada didikan orang tuanya atau keluarganya. Karena, keluarga merupakan suatu lingkungan dalam ruang lingkup kecil dimana, seorang anak mulai belajar mengenai sesuatu hal pertama kalinya. Dalam lingkungan keluargalah, pembentukan kepribadian anak mulai berkembang. Begitu pula pada lingkungan tidak baik atau lingkungan buruk akan memberikan suatu kesempatan timbulnya kejahatan, kenakalan, karena apa yang ada disekitarnya merupakan contoh, baik itu perbuatan buruk, maupun perbuatan baik. Hal inilah yang mudah ditiru untuk dikerjakan oleh seorang anak.

Anak yang melakukan tindak pidana adalah karena anak berada di lingkungan yang masyarakatnya selalu melakukan perbuatan dilarang oleh Undang-undang yang berlaku, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung anak itu sendiri akan melakukan tindak pidana tersebut, ataupun dari ajakan teman-temannya baik teman sekolahnya maupun teman-teman lainnya di luar rumah atau lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini bisa terjadi apabila anak tersebut salah memilih teman, sehingga anak tersebut terpengaruh pada pergaulan salah dan membuatnya menjadi anak nakal yang melakukan tindak pidana sehingga merugikan dan meresahkan masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh penelitian dari Pengadilan Negeri Surabaya yang dilakukan dengan wawancara kepada hakim anak yang menangani perkara pidana yang dilakukan oleh anak terhadap penerapan sanksi

pidana dan tindakan yang penjatuhan sanksi pidana atau tindakan terhadap anak nakal dapat diancam ½ (setengah) pidana pokok dari ketentuan orang dewasa, seperti yang tercantum dalam Pasal 26 tentang pidana penjara, Pasal 27 tentang pidana kurungan, dan Pasal 28 tentang pidana denda. Mengenai pidana bersyarat dan pidana pengawasan itu, tidak ada ketentuan yang mengatur ancaman ½ (setengah) pidana pokok dari ketentuan orang dewasa. Namun dalam Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak mengatur lebih khusus atau mengatur tersendiri mengenai pidana bersyarat dan pidana pengawasan.

Menurut Nelson Pasaribu bahwa :

“dalam penjatuhan sanksi pidana dan tindakan harus berdasarkan sanksi yang ada dalam Undang-undang, khususnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak pada Pasal 23 dan Pasal 24 dan dalam penjatuhan sanksi pidana dan tindakan berdasarkan hati nurani hakim itu sendiri”.11

Menurut Undang-undang Tentang Pengadilan Anak yang telah berlaku pada tanggal 3 Januari 1998, sanksi hukuman yang berupa pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Untuk pidana pokok terdiri dari 4 (empat) macam sebagaimana telah ditetapkan Pasal 23 ayat (2) dan sanksi pidana tambahan terdiri dari 2 (dua) macam dalam Pasal 23 (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu :

a. Pidana Pokok :

1. Pidana Penjara.

2. Pidana Kurungan.

      

11 

3. Pidana Denda.

4. Pidana Pengawasan

Pidana penjara adalah bentuk pidana yang kehilangan kemerdekaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa pidana penjara pada orang dewasa ini merupakan bentuk utama dan umum dari pidana kehilangan kemerdekaan. Batas dari pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu, pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun. Penjara seumur hidup hanya tercantum dimana ada ancaman pidana mati ( pidana mati atau seumur hidup atau pidana penjara dua puluh tahun), seperti yang tercantum pada pasal 12 ayat (1), (2), dan (3) KUH Pidana.

Namun pengertian pidana kurungan adalah sama dengan pidana penjara yaitu sama berupa pidana yang hilang kemerdekaannya, tapi disini pidana kurungan lebih ringan sifatnya dari pada pidana penjara, dan pidana penjara merupakan delikyang tidak menyangkut kejahatan kesusilaan dan beberapa kesengajaan. Melihat jangka waktu kurungan yaitu kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun, seperti yang tercantum di dalam Pasal 18 ayat (1) KUH Pidana.

b. Pidana Tambahan :

1. Perampasan barang-barang tertentu. 2. Pembayaran ganti rugi.

Penjatuhan salah-satu jenis pidana pokok itu bersifat keharusan (imperatif), sedangkan penjatuhan pidana tambahan bersifat fakultatif. Pada penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus menjatuhkan jenis pidana tambahan,

tetapi menjatuhkan jenis pidana tambahan tidak boleh tanpa menjatuhkan jenis pidana pokok.

Pidana tambahan adalah pidana yang menambahi pidana pokok, bukan berarti dari pidana pokok harus ditambah pidana tambahan sesuai dengan namanya (pidana tambahan), maka penjatuhan jenis pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan sendiri secara terpisah dengan jenis pidana pokok, melainkan harus bersama jenis pidana pokok.

Menurut Made Sandhi Astuti, bahwa :

Jenis pidana yang sesuai dengan pidana anak adalah jenis pidana yang dijatuhkan hakim kepada anak hendaknya seimbang dengan keadaan, dan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan oleh anak nakal tersebut, serta melihat keadaan dan kebutuhan fisik dan kejiwaan anak, keadaan dan kebutuhan masyarakat.

Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, mengatakan bahwa :

(1). Pidana penjara yang dapat diajuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

(2). Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(3). Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka

terhadap anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan dimaksud dala Pasal 24 ayat (1) huruf b.sebagaimana

(4). Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam dengan pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dala Pasal 24.

Berdasarkan data-data perkara yang ada, peneliti membahas yaitu mengenai perkara tindak pidana “percobaan pencurian dengan pemberatan” dalam Pasal 363 ayat (1) ke 4 KUH Pidana yang dilakukan oleh Suprambodo bin Supriyadi dengan No. Perkara 1623/Pid.B/2010 yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

Perkara Suprambodo alias mbodo ini ditangani oleh Hakim anak yang bernama Hakim Nelson Pasaribu, S.H., M.H dan Penuntut Umum oleh Bunari, S.H. dalam Surat Tuntutan dengan No. Perkara 1623/Pid.B/2010 ini Penuntut Umum membacakan penuntutannya pada hari senin, 21 juni 2010 yang menyatakan penuntut umum menuntut agar Suprambodo alias mbodo untuk dijatuhkan hukuman selama 5 bulan dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan sepeda motor yang dipakai terdakwa Suprambodo alias mbodo ini digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dijadikan sebagai barang bukti dalam persidangan.

Mengenai penahanan yang telah dijalani oleh Suprambodo alias mbodo ini melalui beberapa proses dimulai dengan penyidikan. Terdakwa ditahan oleh penyidik Polri dengan jenis penahanan Rutan sejak tanggal 14 Mei 2010

sampai dengan 02 juni 2010, kemudian diperpanjang penahanannya oleh Kejaksaan Negeri Surabaya dengan jenis penahanan Rutan sejak tanggal 03 Juni 2010 sampai dengan 12 Juni 2010 , ditahan oleh Penuntut Umum dengan jenis penahanan Rutan sejak tanggal 07 Juni 2010 sampai dengan 16 Juni 2010. Namun berdasarkan keterangan-keterangan yang didapati oleh beberapa saksi baik dari pihak korban maupun saksi dari pihak terdakwa dan adanya beberapa pertimbangan-pertimbangan lain yang dinilai oleh hakim Nelson, Pasaribu, S.H., M.H selaku hakim anak yang menangani perkara suprambodo alias mbodo ini sebelum memutuskan suatu putusan ada 2 (dua) antara lain hal- hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan.

Hal-hal yang memberatkan antara lain :

1. Perbuatan terdakwa sangat merugikan dan meresahkan orang lain.

2. Terdakwa sudah pernah dihukum.

Hal-hal yang meringankan antara lain :

1. Terdakwa sopan dalam persidangan.

2. Terdakwa mengakui terus terang atas perbuatannya.

Beberapa informasi yang didapat, maka yang menjadi penilaian dari hakim anak Nelson Pasaribu, S.H., M.H., mengadili menyatakan terdakwa Suprambodo alias mbodo bin Supriyadi tersebut telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Percobaan Pencurian dengan Pemberatan menjatuhkan pidana dengan menerapkan Pasal 23 (Snksi Pidana) dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang berupa hukuman Pidana Penjara selama 4 (empat) bulan, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

diajuhkan. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan dan menetapkan barang bukti berupa 1 (satu) unit sepeda motor Honda Revo warna hitam dengan No.Pol. 5318-HG

Perkara diatas dapat ditarik suatu pengertian tentang penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana. Dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anak, maka hakim mempunyai kewenangan untuk memilih penerapan sanksi pidana dan tindakan mana menurut hakim yang lebih tepat untuk diputuskan seperti yang telah diatur dalam Pasal 1 butir 8 Kitab Undang- undang Acara Pidana (KUH Pidana) yang berisikan tentang Kewenangan hakim.

Dokumen terkait