• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP

B. Saran

Kejahatan pemalsuan dan pengedaran uang palsu merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri , secara ekonomi, kejahatan tersebut juga dapat menghancurkan perekonomian Negara. Sebagai penutup penulis kemukakan bahwa tanggung jawab terhadap kejahatan pemalsuan uang dan pengedaran uang palsu ini bukan saja merupakan tugas dari aparat penegak hukum tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab seluruh masyarakat secara bersama-sama untuk memeranginya sehingga peredaran uang palsu tersebut dapat dikurangi.

Selanjutnya, apabila didalam kegiatan sehari-hari ditemukan uang rupiah palsu maka diharapkan segera dilaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang. Mengingat pemalsuan uang dan pengedaran uang palsu merupakan tindak pidana yang merugikan masyarakat, maka dalam upaya menaggulanginya perlu diperhatikan hal sebagai berikut :

1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai keaslian uang rupiah melalui sosialisasi / penyuluhan ataupun cara-cara lain yang bertujuan

untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai keaslian uang rupiah.

2. Hakim maupun Jaksa Penuntut Umum dalam menerapkan ketentuan

perundang-undangan harus mencari dan menerapkan sanksi-sanksi yang berat terhadap kejahatan pemalsuan uang dan pengedaran uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dikarenakan kejahatan ini menyentuh banyak dimensi dari dimensi ekonomi, sosial, politik, hingga ideologi dan akibat selanjutnya adalah runtuhnya seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara karena pada gilirannya kan menyulut krisis kepercayaan antar lembaga dan semua warga Negara.

BAB II

KETENTUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU DALAM HUKUM POSITIF

INDONESIA

A. Sejarah Hukum Tentang Tindak Pidana Membuat Dan Mengedarkan Benda Semacam Mata Uang Atau Uang Kertas Sebagai Alat Pembayaran Yang Diatur Di dalam UU No.1 Tahun 1946 Jo UU No. 73 Tahun 1958

Pada awal kemerdekaan dibuat suatu Undang-Undang yang mengatur tindak pidana megenai membuat dan mengedarkan benda semacam mata uang atau uang kertas yang dimuat di dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No.73 Tahun 1958. Terdapat 4 (empat) rumusan tindak pidana yang dimaksud, dan dimuat di dalam Pasal IX sampai dengan Pasal XII. Sedangkan Pasal XIII tidak merumuskan tindak pidana, tetapi mengatur tentang tindak pidana tambahan perampasan barang yang sifatnya imperatif. 4 (empat) rumusan tindak pidana yang dimuat di dalam Pasal IX sampai dengan Pasal XIII dibutuhkan untuk menindas usaha untuk mengacaukan peredaran uang di negeri Indonesia dengan menyebarkan mata uang atau uang kertas yang oleh pihak Pemerintah kita tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah.

1. Pasal IX merumuskan :

Barangsiapa membikin benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

2. Pasal X, merumuskan :

Barangsiapa dengan sengaja menjalankan sebagai alat pembayaran yang sah mata uang atau uang kertas, sedangkan ia sewaktu-waktu menerimanya mengetahui atau setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa benda-benda itu

oleh pihak pemerintah tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, atau dengan maksud untuk menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, menyediakannya atau memasukkannya ke dalam Indonesia, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

3. Pasal XI, merumuskan :

Barangsiapa dengan sengaja menjalankan sebagai alat pembayaran yang sah mata uang atau uang kertas yang dari pihak pemerintah tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, dalam hal di luar keadaan sebagai tersebut dalam pasal baru lalu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun.

4. Pasal XII, merumuskan :

Barangsiapa menerima sebagai alat pembayaran atau penukaran atau sebagai hadiah atau menyimpan atau mengangkut mata uang atau uang kertas sedangkan ia mengetahui, bahwa benda-benda itu oleh pemerintah tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara lamanya 5 tahun.33

Latar belakang dibentuknya tindak pidana tersebut di atas, bahwa pada ketika itu di bagian wilayah tertentu di Indonesia (bekas Hindia Belanda) beredar uang lainnya selain yang sah dikeluarkan oleh Pemerintah RI, seperti uang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Federal Belanda, dan pernah juga di daerah

Bahwa tindak pidana mengenai mata uang dan uang kertas dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958 prinsipnya berbeda dengan tindak pidana mengenai uang dalam KUHP. Perbedaan itu adalah, bahwa tindak pidana mengenai uang dalam KUHP menitikberatkan pada larangan meniru, memalsu mata uang dan uang kertas dan merusak mata uang sementara tindak pidana mengenai uang dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958 adalah menitikberatkan pada perbuatan membikin benda sebagai alat pembayaran lainnya selain alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan diakui pemerintah.

33

kepulauan Riau berlaku uang straits dolar atau di Jawa Barat uang rupiah istimewa, atau di wilayah Sumatera beredar uang Republik Indonesia Sumatera dan uang Republik Indonesia Tapanuli dan sebagainya.

Dengan maksud untuk melindungi kepentingan hukum terhadap kepercayaan uang rupiah resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI, maka dibentuklah tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal IX sampai Pasal XII tersebut di atas.

Situasi dan keadaan pada awal kemerdekaan seperti itu kini sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, tindak pidana mengenai uang yang terdapat dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No.73 Tahun 1958 tersebut hanya penting dalam sejarah segi hukum di Indonesia. Kini dalam hal perlindungan hukum terhadap kepercayaan uang rupiah sudah diatur melalui tindak pidana mengenai uang yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana .34

B. Ketentuan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Dan Pengedaran Uang Yang Diatur Di Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

Ketentuan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dianggap belum mengatur secara kompeherensif jenis perbuatan dan sanksi yang diancamkan. Dengan dasar pemikiran tersebut, lahirlah peraturan hukum baru yang membahas mengenai Rupiah sebagai mata uang di Indonesia. Undang-Undang ini diharapkan dapat menjadi suatu langkah baru dalam upaya pemberantasan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu di Indonesia. Berikut larangan dan sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang terkait dengan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu.

34

1. Larangan

Isi dari bab VII dari UU RI Nomor 7 Tahun 2011 merupakan larangan atas beberapa perbuatan yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedaran uang palsu yang terdiri dari 5 pasal, mulai dari pasal 24 sampai pasal 27

a. Meniru Rupiah (Pasal 24)

(1) Setiap orang dilarang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan/atau promosi dengan memberikan kata specimen.

(2) Setiap Orang dilarang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan.

b. Merusak Rupiah (Pasal 25)

(1) Setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/ atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol Negara.

(2) Setiap orang dilarang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.

(3) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.

c. Memalsu Rupiah (Pasal 26)

(1) Setiap orang dilarang memalsu Rupiah.

(2) Setiap orang dilarang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu.

(3) Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu.

(4) Setiap orang dilarang membawa atau memasukkan Rupiah palsu ke dalam dan/ atau keluar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(5) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah palsu. d. Memproduksi Atau Memiliki Persediaan Bahan Untuk Membuat Rupiah Palsu (Pasal 27)

(1) Setiap orang dilarang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah palsu.

(2) Setiap orang dilarang, memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah palsu.

2. Ketentuan Pidana

Sanksi hukum terhadap kejahatan mata uang, khusus pemalsuan dan pengedaran uang palsu, pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang semakin diperberat guna menimbulkan efek jera bagi pelaku sebab dampak yang ditimbulkan sangat besar, baik bagi Negara dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aturan pasal yang menerapkan hukuman seumur hidup sebagai ancaman maksimalnya, sanksi denda bagi pelaku pemalsuan dan pengedaran uang palsu dalam Undang-Undang tentang Mata Uang ini juga sangat besar jumlahnya.

Pasal 34

(1) Setiap orang yang meniru rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan promosi dengan member kata specimen sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) dipidana dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan rupiah tiruan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan

paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 35

(1) Setiap orang yang sengaja merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan rupiah sebagai simbol Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang membeli atau menjual rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/ atau diubah sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/ atau diubah sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

Pasal 36

(1) Setiap orang yang memalsu rupiah sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

(3) Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah yang diketahuinya merupakan rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat

(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)

(4) Setiap orang yang membawa atau memasukkan rupiah palsu ke dalam dan/ atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

(5) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 37

(1) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku rupiah yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup, dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 38

(1) Dalam hal perbuatan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pasal 34, pasal 35, serta pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh pegawai Bank indonesia, pelaksana Pencetakan rupiah, badan yang

mengoordinasikan pemberantasan rupiah palsu, dan/atau aparat penegak hukum, pelaku dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda maksimum ditambah 1/3 (satu per tiga).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilakukan secara terorganisasi, digunakan untuk kejahatan terorisme, atau digunakan untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian nasional, pelaku dipidana dengan idana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 39

(1) Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan ketentuan ancaman pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36 atau pasal 37 ditambah 1/3 (satu per tiga).

(2) Dalam hal terpidana korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu membayar pidana denda, dalam putusan pengadilan dicantumkan perintah penyitaan harta benda korporasi dan/atau harta benda pengurus korporasi.

(3) selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36 atau pasal 37, setiap orang dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau perampasan terhadap barang tertentu milik terpidana.

Pasal 40

(1) Dalam hal terpidana perseorangan tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36, ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pidana denda diganti dengan pidana kurungan dengan ketentuan untuk setiap pidana denda sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

(2) Lama pidana kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Pasal 41

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, dan pasal 34 adalah pelanggaran.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, pasal 36, dan pasal 37 adalah kejahatan.

C. Ketentuan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Dan Pengedaran Uang Yang Diatur Di Dalam KUHP

1. Meniru Atau Memalsu Uang (Pasal 244)

Tindak pidana meniru atau memalsukan mata uang, uang kertas Negara atau uang kertas bank dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah mata uang, uang kertas Negara atau uang bank tersebut asli dan tidak dipalsukan itu merupakan tindak pidana pertama yang dilarang di dalam Bab ke- X dari buku ke-II KUHP, yakni dalam pasal 244 KUHP, yang rumusan aslinya di dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut :

Hij die muntspecien of munt of bankbiljetten namaakt of vervalst, met het oogmerk om die muntspecien of munt – of bankblijetten als echt en onvervalst uit te geven of te doen uitgeven, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste vijftien jaren. 35

Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh Artinya :

35

mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.36

Apabila ada seseorang yang membuat mata uang atau uang kertas yang tidak ada aslinya yang ditiru, maka perbuatan itu bukan termasuk perbuatan meniru. Meskipun terkandung maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh orang mengedarkannya. Orang yang membuat uang semacam itu tidak boleh dipidana. Misalnya seorang membuat lembaran uang kertas dengan nilai nominalnya Rp76.000,-. Karena tidak terdapat lembar uang kertas asli yang nilai

Apabila rumusan tersebut dirinci, unsur-unsurnya terdiri dari : Unsur-unsur objektifnya, adalah :

1. Perbuatan: a. meniru; b. memalsu;

2. Objeknya : a. mata uang yang dikeluarkan Negara atau bank; b. uang kertas yang dikeluarkan Negara atau bank;

Unsur subjektifnya, adalah :

3. Dengan maksud : a. untuk mengedarkan seolah-olah asli dan tidak dipalsu; b. untuk menyuruh mengedarkan seolah- olah asli dan tidak dipalsu.

Unsur-unsur formal yang membentuk rumusan tindak pidana adalah yang ditulis dengan dicetak miring. Unsur-unsur tersebut akan dijelaskan satu persatu.

1.1 Perbuatan Meniru

Perbuatan meniru (namaken) adalah membuat sesuatu yang menyerupai atau seperti yang asli dari sesuatu tersebut. Pengertian meniru mata uang atau uang kertas dalam pasal ini adalah membuat benda mata uang atau uang kertas yang menyerupai atau seperti atau mirip dengan mata uang atau uang kertas yang asli. Jadi agar dapat dikatakan adanya perbuatan meniru mata uang atau uang kertas, maka harus ada mata uang atau uang kertas yang asli.

36

nominalnya Rp76.000,- maka perbuatan itu bukan perbuatan meniru, dan tidak dapat dipidana. Meskipun terkandung maksud untuk diedarkan.

Sejauhmana kemiripan antara mata uang atau uang kertas yang tiruan dan yang asli sehingga dapat dipersalahkan melanggar pasal ini ? dalam hal ini ada dua kemungkinan.

Kemungkinan pertama. Bisa jadi antara benda mata uang atau uang kertas tiruan terdapat perbedaan sesuatunya, misalnya kertasnya, bentuk huruf, warna atau apa pun juga dengan aslinya. Baik hal perbedaan itu cukup dilihat dengan kasat mata maupun dengan menggunakan sesuatu alat untuk mengetahui perbedaanya. Uang hasil perbuatan meniru tersebut disebut uang palsu, meskipun misalnya dibuat oleh orang yang berhak.

Kemungkinan kedua, bisa jadi mata uang atau uang kertas tiruan tersebut sama sekali tidak ada perbedaan sedikitpun dengan aslinya. Tidak diketahui atau ditemukan adanya perbedaan itu, baik secara kasat mata maupun dengan alat yang khusus dibuat untuk membedakan. Misalnya uang tiruan dibuat dengan bahan yang sama dan dengan alat dan cara yang sama. Benda uang tersebut boleh dikatakan asli, tetapi dibuat oleh orang yang tidak berhak. Orang itu juga termasuk melakukan perbuatan meniru dalam pengertian ini, dan dapai dipidana.

Demikian juga dalam hal orang yang menurut ketentuan berhak membuat uang, namun membuat/mencetak uang melebihi dari ketentuan yang diperintahkan, perbuatan seperti itu juga termasuk perbuatan meniru dalam pengertian ini. Si pembuat juga dapat dipidana.

Benda uang yang dihasilkan oleh orang yang tidak berhak maupun oleh orang yang berhak namun melebihi dari jumlah yang diperintahkan, juga termasuk uang palsu, atau dapat disebut dengan uang asli tapi palsu (aspal).

Dipidana ataukah tidak terhadap orang yang berhak membuat/ mencetak uang tetapi melebihi dari yang diperkenankan, bergantung dari kesengajaannya. Apabila orang itu mengetahui bahwa uang dicetaknya melebihi dari jumlah yang diperkenankan, dan terkandung maksud untuk mengedarkannya sama seperti membuat / mencetak uang yang menjadi haknya, maka ia dapat dipidana. Namun bila sebaliknya, tidak dipidana.

Dalam hal pemalsuan uang dengan perbuatan meniru, tidak dipedulikan tentang nilai bahan yang digunakan untuk membuat / mencetak uang itu apakah lebih rendah atau lebih tinggi dari bahan uang asli. Misalnya emas bahan mata uang (uang logam) yang digunakan dalam melakukan perbuatan meniru mata uang itu lebih rendah atau lebih tinggi, perbuatan seperti itu juga termasuk dalam kejahatan memalsu uang menurut Pasal 244. Pembuatnya tetap dapat dipidana, asal terkandung unsur maksudnya melakukan perbuatan itu adalah untuk mengedarkannya atau menyuruh orang mengedarkannya seolah-olah mata uang asli.37

Demikian juga tidak menjadi syarat hal motif apakah dalam melakukan perbuatan itu, perbuatan seperti itu sudah termasuk dalam pengertian memalsu Menurut pasal ini apabila terkandung maksud untuk diedarkan atau menyuruh orang lain untuk mengedarkannya. Jika tidak terkandung maksud untuk diedarkan sebagai uang yang tidak palsu, tidak dapat dipidana. Misalnya mengubah semua 1.2 Perbuatan Memalsu

Berbeda dengan perbuatan meniru sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya. Bahwa dalam hal perbuatan meniru uang, si pembuat melakukan perbuatan sedemikian rupa dengan meniru uang asli yang sudah ada. Oleh sebab itu, uang palsu yang dihasilkan oleh perbuatan memalsu tersebut merupakan benda uang yang baru. Uang hasil dari perbuatan meniru ini disebut dengan uang palsu.

Sementara itu, dalam hal perbuatan memalsu (vervalschen) tidak menghasilkan uang baru. Karena perbuatan memalsu ini dilakukan terhadap benda uang yang sudah ada, dengan cara menghapus, mengubah atau menambah tulisan, gambar maupun warna, atau mengurangi bahan mata uang sehingga menjadi lain dari uang semula (aslinya) sebelum perbuatan itu dilakukan. Tidak penting, apakah dengan demikian mata uang atau uang kertas yang dipalsu tersebut nilainya menjadi lebih rendah atau sebaliknya.

37

mata uang (uang logam) dengan maksud untuk dijadikan perhiasan, bukan untuk maksud diedarkan sebagai alat pembayaran seperti mata uang yang tidak dipalsu. Uang yang dihasilkan oleh perbuatan memalsu ini disebut dengan uang yang dipalsu.

Tindak pidana dengan perbuatan meniru dan memalsu dalam pasal 244 ini dirumuskan secara formal, atau disebut “tindak pidana formal”. Suatu tindak pidana yang selesainya ditentukan atau diukur dari selesainya melakukan perbuatan, bukan diukur dari adanya akibat dari perbuatan. Dengan selesainya perbuatan meniru atau memalsu terhadap uang, maka selesailah tindak pidana formal. Timbulnya akibat bukan menjadi syarat selesainya tindak pidana tersebut, meskipun dalam tindak pidana formal dapat timbul sesuatu akibat .38

Uang adalah suatu benda yang wujudnya sedemikian rupa yang oleh masyarakat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah yang berlaku pada saat peredarannya. Benda uang itu harus sah, artinya menurut hukum dikeluarkan oleh lembaga yang menurut hukum berwenang untuk itu. Pasal 244 KUHP menyebut dua jenis uang, yakni mata uang (munt) dan uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank. Mata uang adalah uang terbuat dari bahan logam seperti emas, tembaga, perak, dan lain sebagainya. Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas. Jadi KUHP menyebutkan lembaga yang berhak mengeluarkan atau membuat uang adalah Negara dan suatu bank .

1.3 Objek Mata Uang Atau Uang Kertas Yang Dikeluarkan Negara Atau Bank

39

• Dikeluarkan oleh pemerintah.

Uang Negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari plastik yang memiliki ciri-ciri :

• Dijamin oleh Undang-Undang.

• Bertuliskan nama Negara yang mengeluarkannya.

38

Ibid, hlm 49 – 50. 39

• Ditandatangani oleh Menteri Keuangan .40

Dokumen terkait