• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Penetapan Kadar Protein

Penetapan kadar protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan penentuan secara empiris (tidak langsung) yaitu melalui penentuan kandungan nitrogen yang ada dalam bahan. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis hal itu sangat sulit dilakukan mengingat jumlah nitrogen non protein dalam bahan makanan biasanya sangat sedikit maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Penentuan dengan cara ini sering disebut penentuan jumlah N-total kasar (crude protein) (Sudarmadji, dkk., 2007).

Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara yaitu makro dan semimikro. Cara makro-Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenkan dan besarnya sampel yang digunakan 1 – 3 g, sedangkan semimikro-Kjeldahl dirancang untuk sampel yang mudah di homogenkan dan berukur kecil yaitu kurang dari 300 mg. Kekurangan dari metode Kjeldahl ini adalah bahwa purin, pirimidin, vitamin-vitamin, urea, asam nukleat dan nitrat, nitrit ikut teranalisis sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini masih digunakan hingga kini dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan (Bintang, 2010).

Menurut Bintang (2010) penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap destruksi, tahap destilasi, tahap titrasi.

a. Tahap Destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dengan penambahan asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian menjadi unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), pospor (P) dan sulfur (S). Sampel ditimbang dan ditambahkan dengan katalisator HgO atau K2SO4yang berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih dan mempercepat kenaikan suhu asam sulfat sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Setelah ditambahkan katalisator , kemudian sampel ditambahkan 3 mL H2SO4 pekat yang menyebabkan larutan sampel menjadi keruh, lalu didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai.

Selama proses destruksi, akan dihasilkan gas SO2, CO2 dan H2O. Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih, hal ini menunjukkan bahwa semua partikel bahan padat telah terdekstruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung (NH4)2SO4didinginkan hingga sama dengan suhu ruang. Reaksi yang terjadi pada tahap destruksi adalah:

Bahan Organik + H2SO4 CO2 + SO2+ (NH4)2SO4+ H2O

b. Tahap Destilasi

Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambahkan dengan aquades untuk melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna, serta untuk lebih memudahkan proses analisis karena hasil destruksi melekat pada tabung Kjeldahl. Kemudian,

larutan sampel didestilasi dengan tujuan memecah amonium sulfat menjadi amonia (NH3) dengan menambahkan 20 mL NaOH kemudian dipanaskan.

Fungsi penambahan NaOH adalah memberikan suasana basa, karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Selain itu, sifat NaOH yang apabila ditambahkan dengan aquades akan menghasilkan panas, hal ini ikut memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan saat destilasi juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm, sehingga energinya sangat tinggi.

Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar seperti asam borat 4%, asam sulfat atau asam klorida dalam jumlah yang berlebih. Larutan sampel yang didestilasi kemudian ditampung dalam erlemenyer yang berisi asam standar dan indikator campuran brom cresol green dan methyl red (BCG-MR) yang merupakan indikator yang bersifar amfoter, yaitu bisa bersifat asam maupun basa. Pada suasana asam, indikator akan berwarna merah muda, sedangkan pada suasana basa, indikator akan berwarna biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam kondisi asam. Supaya amonia dapat ditangkap secara maksimal maka sebaiknya ujung alat destilasi tercelup kedalam larutan asam standar, sehingga dapat ditentukan jumlah protein yang sesuai dengan kadar protein yang terkandung dalam bahan. Selama proses destilasi, lama kelamaan larutan asam akan berubah warna menjadi biru karena berada dalam suasana basa akibat menangkap amonia, hal ini menandakan bahwa destilasi telah selesai. Amonia yang terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan (kondensasi) oleh pendingin balik yang terdapat pada alat destilasi Kjeldahl.

Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah:

(NH4)2SO4 + H2O + 2NaOH 2NH3 + Na2SO4+ 2H2O 2NH3 + 2H2SO4 (NH4)2SO4 + H2SO4

c. Tahap Titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir dari metode Kjeldahl pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis, dengan melakukan titrasi dapat diketahui banyaknya asam yang bereaksi dengan amonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan NaOH 0,02 N yang telah distandardisasikan sebelumnya. Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi karena selisih titrasi sampel dengan blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi banyaknya NaOH yang diperlukan untuk menetralkan akan ekuivalen dengan banyaknya N.

Titrasi NaOH dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan dari biru menjadi merah muda karena adanya NaOH berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH4, sehingga kandungan N dalam protein pada sampel dapat diketahui. Reaksi pada tahap titrasi adalah sebagai berikut:

H2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2H2O

Menurut Sudarmadji dkk, (2007) kadar protein dapat ditentukan dengan rumus berikut ini : Kadar protein =

( )

C NaOH N B A− × ×0,014 x FK x 100%

dimana : A = Volume Titrasi Sampel (ml) B = Volume Titrasi Blanko (ml) C = Berat Sampel (g)

FK = Faktor Konversi

Tabel 2.1.Faktor konversi beberapa macam bahan makanan

No Bahan Makanan Faktor Konversi (FK)

1. Sirup, biji-bijian, ragi, sayur-sayuran, buah-buahan,teh, makanan ternak

6,25

2. Beras 5,95

3. Roti, gandum, makaroni, bakmi 5,70

4. Susu 6,38

5. Kacang tanah 5,47

6. Kenari 5,18

Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16%. Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusun protein secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai (Sudarmadji, dkk., 2007).

Kelebihan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaan, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun kekurangan metode Kjeldahl adalah yang ditentukan jumlah total nitrogen yang terdapat didalam sampel bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih lama (minimal 4 jam untuk menyelesaikannya), presisi

yang lemah, pereaksi yang digunakan ada yang bersifat beracun, korosif dan berbahaya bagi kesehatan dan adanya variasi faktor konversi untuk masing-masing sampel (Chang, 1998).

2.7 Lemak

Seperti halnya karbohidrat dan protein, lemak merupakan salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia sebagai sumber energi bagi tubuh.Para ahli biokimia bersepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak dimasukkan dalam satu kelompok yang disebut lipid (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).

Senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu lipid sederhana yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gliserida dan lilin; lipid gabungan yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid; dan derivat lipid contohnya asam lemak, gliserol dan sterol (Winarno, 2004).

Dalam proses pembentukanya, lemak yang biasa disebut dengan trigliserida, merupakan hasil dari proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air. Ketiga asam lemak dalam trigliserida ini dapat sama jenisnya yang disebut dengan lemak sederhana, tetapi dapat pula ketiga asam lemak berbeda atau merupakan gabungan dari dua asam lemak yang sama dan satu asam lemak berbeda disebut lemak campuran. Jenis asam lemak yang terdapat dalam trigliserida akan mempengaruhi sifat fisik serta kimia lemak (Sudarmadji, dkk., 2007).

Reaksi pembentukan lemak sebagai berikut: O O H2C OH HO C R1 H2C O C R1 O O HC OH + HO C R2 HCOC R2 + 3H2O O O H2C OH HO C R3 H2C O C R2

(gliserol) ( 3 mol asam lemak) (trigliserida/lemak)

Lemak yang dimaksud adalah suatu ester asam lemak dan gliserol. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida. Sifat fisika dari lemak yaitu tidak larut dalam air tetapi larut dalam satu atau lebih pelarut organik seperti n-heksan, eter, benzen, aseton dan kloroformyang disebut pelarut lemak (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).

Fungsi lemak sebagai salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi jika dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Lemakmengangkut dan sebagai pelarut vitamin – vitamin A, D, E dan K keseluruh tubuh untukpembentukan hormon dan dinding sel, melindungi organ tubuh serta beberapa bagian tubuh yang bergerak dan bahan dasar pembentukan hormon-hormon steroid di dalam tubuh manusia. Akan tetapi, terlalu banyak lemak dalam darah dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, kolestrol, stroke, darah tinggi dan pankreatitis (Krisno, 2009).

Kadar lemak dalam makanan mulai dari rendah sampai tinggi. Sumber lemak banyak terdapat dalam produk nabati dan hewani. Lemak nabati banyak berasal dari kacang tanah, kacang kedelai, jagung, minyak kelapa sawit, mentega, alpukat, coklat sedangkan sumber lemak hewani terdapat pada daging, ikan, telur dan susu (Deman, 1998)

Dokumen terkait